Teori Pelabuhan 1 PDF
Teori Pelabuhan 1 PDF
Bab 4
Kriteria Desain
Bab 4
Kriteria Desain
Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0)
Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan
Dermaga merupakan suatu bangunan yang digunakan sebagai tempat merapat dan
menambatkan kapal-kapal yang melakukan bongkar-muat (menaikkan dan menurunkan
muatan).
1. Wharf / Quay : Dermaga yang paralel dengan garis pantai dan biasanya berhimpit
dengan garis pantai.
d d
Dijin = hingga
1.15 1.05
Dimana:
Dijin = draft yang diijinkan (m)
Dimana:
GRT = Gross Registered Tonnage (total kapasitas kapal dalam volume dibagi 2,83
m2 (ton)
DWT = Deadweight Tonnage (total berat dari kapasitas kapal, total berat dari
barang, BBM, air. (ton)
MD = Displacement (ton)
LOA = Length Overall (m)
LBP = Length Between Perpendiculars (m)
B = Beam (m)
D = Laden Draft (m)
F = Laden Freeboard (m)
Berikut ini adalah pembahasan mengenai ukuran, bentuk dan lokasi dermaga.
a. Bentuk Dermaga
• Dermaga Memanjang
Pada bentuk dermaga memanjang ini, posisi muka dermaga adalah sejajar dengan
garis pantai, di mana kapal-kapal yang bertambat akan berderet memanjang,
Tambatan dengan bentuk memanjang ini dibangun bila garis kedalaman kolam
pelabuhan hampir merata sejajar dengan garis pantai.
Bentuk dermaga memanjang ini biasa digunakan pada pelabuhan peti kemas, di
mana dibutuhkan suatu lapangan terbaik guna kelancaran dalam melayani
penanganan peti kemas.
• Dermaga Pier
Dermaga berbentuk pier ini dibangun bila garis kedalaman jauh dari pantai dan tidak
diinginkan adanya pengerukan kolam pelabuhan yang besar, yang berkaitan dengan
stabilitas lingkungannya.
Antara dermaga dan pantai dihubungkan dengan jembatan penghubung (apprrocah
trestle) yang berfungsi sebagai penerus dalam lalu lintas barang. Jembatan
penghubung dapat ditempatkan di tengah, di sisi, ataupun kombinasi dari keduanya.
c. Lebar Dermaga
Dalam perencanaan dermaga Garongkong ini ditetapkan lebar dermaga adalah 20 m.
d. Elevasi Dermaga
Untuk menghitung elevasi dermaga, menggunakan rumus sebagai berikut:
1
Elevasi Dermaga = HWS + H + freeboard
2
Dimana:
HWS = high water spring (m)
H = tinggi gelombang rencana, hasil analisis refraksi difraksi (m)
1
Elevasi Dermaga = HW S + H + freeboard
2
3
Elevasi Dermaga = 1,8 + + 0,5
2
Elevasi Derm aga = 3,8 m
1. Deck On Pile
Struktur Deck On Pile menggunakan tiang pancang sebagai pondasi bagi lantai
dermaga. Seluruh beban di lantai dermaga (termasuk gaya akibat berthing dan
mooring diterima sistem lantai dermaga dan tian pancang tersebut.
Di bawah lantai dermaga, kemiringan tanah dibuat sesuai degnan kemiringan alaminya
serta dilapisi dengan perkuatan (revetment) untuk mencegah tergerusnya tanah akibat
gerakan air yang disebabkan oleh manuver kapal.
Untuk menahan gaya lateral yang cukup besar akibat berthing dan mooring kapal, jika
diperlukan dapat dilakukan pemasangan tiagn pancang miring.
2. Sheet Pile
Struktur Sheet Pile adalah jenis struktur yang tidak menggunakan kemiringan alami
dari tanah. Dalam hal ini, gaya-gaya akibat perbedaaan elevasi antara lantai dermaga
dengan dasar alur pelayaran ditahan oleh struktur dinding penahan tanah.
Tiang pancang miring masih diperlukan untuk menahan gaya lateral dari kapal yang
sedang sandar atau untuk membantu sheet pile menahan tekanan lateral tanah.
Struktur sheet pile ini dapat direncanakan dengan menggunakan penjangkaran
(anchor) ataupun tanpa penjangkaran.
Selain sheet pile, diaphragma wall beton juga dapat berfungsi sebagai penahan
tekanan lateral tanah. Selain itu diaphragma wall juga dapat direncanakan menerima
beban vertikal dari lantai dermaga, karena dinding ini juga merupakan suatu dinding
beton bertulang yang struktural.
Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran, kapal mengurangi kecepatan
sampai kemudian berhenti di dermaga. Secara umum ada beberapa daerah yang dilalui
selama perjalanan tersebut.
Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan
Daerah tempat pendekatan di luar alur masuk
Alur masuk di luar pelabuhan dan kemudian di dalam daerah terlindung (kolam)
Saluran menuju dermaga, apabila berada di daerah daratan
Kolam putar
Alur pelayaran ditandai dengan alat bantu navigasi yang dapat berupa pelampung maupun
suar.
Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan digunakan sebagai tempat
penungguan sebelum kapal bisa masuk ke dalam pelabuhan karena dermaga sedang
penuh. Daerah ini harus terletak sedekat mungkin dengan alur masuk dan dasar perairan
harus merupakan tanah yang mempunyai daya tahanan yang baik untuk menahan jangkar
yang lepas.
Pada waktu kapal akan masuk ke pelabuhan, kapal tersebut melalui alur pendekatan
(approach channel). Di sini kapal diarahkan untuk bergerak menuju alur masuk dengan
menggunakan pelampung pengarah (rambu pelayaran). Sedapat mungkin alur masuk lurus,
namum apabila terpaksa membelok, msalnya untuk menghindari dasar karang, maka
setelah belokan harus dibuat alur stabilisasi yang berguna untuk menstabilkan gerak kapal
setelah membelok.
Pada ujung akhir masuk terdapat kolam putar yang berfungsi untuk mengubah arah kapal
yang akan merepat ke dermaga. Panjang alur pelayaran tergantung pada kedalaman dasar
laut dan kedalaman alur yang diperlukan. Untuk daerah pantai yang dangkal diperlukan alur
pelayaran yang panjang, sedangkan daerah pantai yang dalam (kemiringan besar)
diperlukan alur pelayaran yang relatif jauh lebih pendek.
Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal diperlukan kedalaman air di alur masuk yang
cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal
bermuatan penuh.
Kedalaman alur pelayaran ditentukan beberapa faktor seperti ditunjukkan pada Gambar 4.9.
H =d +G+R+P+S +K
Dimana :
Ketelitian pengukuran
Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi. Biasanya muka air referensi ini ditentukan
berdasarkan nilai rata-rata dari muka air surut terendah pada saat pasang besar (spring tide)
dalam periode panjang, yang disebut LLWS (Lowest Low Water Spring).
Beberapa definisi yang terdapat dalam Gambar 4.10 dijelaskan berikut ini. Elevasi dasar alur
nominal adalah elevasi dimana tidak terdapat rintangan yang mengganggu pelayaran.
Ruang kebebasan bruto adalah jarak antara sisi terbawah kapal dan elevasi dasar alur
nominal, pada draft kapal maksimum yang diukur pada air diam. Ruang ini terdiri dari ruang
gerak vertikal kapal akibat pengaruh gelombang dan squat dan ruang kebebasan bersih.
Ruang kebebasan bersih adalah ruang minimum yang tersisa antara sisi terbawah kapal dan
elevasi dasar alur nominal, pada kondisi kapal bergerak dengan kecepatan penuh dan pada
gelombang dan angin terbesar. Ruang kebebasan minimum adalah 0,5 m untuk dasar laut
berpasir dan 1 m untuk dasar karang.
Apabila untuk mendapatkan elevasi dasar alur nominal diperlukan pekerjaan pengerukan,
maka elevasi pengerukan alur ditetapkan dari elevasi dasar alur nominal dengan
memperhitungkan beberapa hal berikut:
a. Jumlah endapan yang terjadi antara dua periode pengerukan.
b. Toleransi pengerukan.
c. Ketelitian pengerukan.
1. Draft Kapal
Draft kapal ditentukan oleh karakteristik kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan,
muatan yang diangkut, dan juga sifat-sifat air seperti berat jenis, salinitas dan temperatur.
Tabel 4.3 Draft Kapal
Kedalaman DWT /
Jenis Kapal Draft (m)
Perairan (m) GRT (ton)
Bulk Carrier
15 60.000 12,8
(DWT)
2. Squat
Squat adalah pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan oleh
kecepatan kapal. Squat ini diperhitungkan berdasarkan dimensi dan kecepatan kapal dan
kedalaman air.
Squat dihitung berdasarkan kecepatan maksimum yang diijinkan. Besar squat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut yang didasarkan pada percobaan di
laboratorium.
∆ Fr 2
z = 2.4 2
Lpp 1 − Fr 2
Dimana:
v
Fr = angka Froude =
gh
v = kecepatan (m/dt)
Gerak kapal relatif terhadap posisinya pada waktu tidak bergerak di air diam adalah
penting di dalam perencanaan alur pelayaran dan mulut pelabuhan. Gerak kapal vertikal
digunakan untuk menentukan kedalaman alur, sedang gerak horizontal terhadap sumbu
alur yang ditetapkan adalah penting untuk menentukan lebar alur. Kenaikan draft yang
disebabkan oleh gerak tersebut kadang-kadang sangat besar. Untuk kapal yang lebar,
pengaruh rolling dapat cukup besar, terutama bila frekuensi rolling kapal sama dengan
frekuensi gelombang.
Dari uraian di atas maka diambil nilai ruang kebebasan bruto sebesar 15%.
b. Lebar Alur
Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau pada kedalaman yang
direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Lebar, kecepatan, dan gerak kapal
Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur
Kedalaman alur
Apakah alur sempit atau lebar
Stabilitas tebing alur
Angin, gelombang, dan arus dalam alur
Tidak ada rumus yang memuat faktor-faktor tersebut secara secara eksplisit, tetapi beberapa
kriteria telah ditetapkan berdasarkan lebar kapal dan faktor-faktor tersebut secara implisit
yaitu:
Dimana:
LLWL
dimana:
Untuk meminimalisasi kesulitan dalam pelayaran, sedapat mungkin alur pelayaran berupa
garis lurus. Apabila hal ini tidak memungkinkan untuk dilakukan (alur pelayaran berkelok)
maka sumbu alur dibuat dengan menjadi beberapa bagian lurus yang dihubungkan. Jika alur
pelayaran berkelok, maka harus dilakukan pelebaran alur pada belokan alurnya. Ada
beberapa metoda dalam memperlebar alur pelayaran pada belokan (Gambar 4.14), yaitu:
Dalam metode ini belokan alur akan dipotong garis lurus secara tangensial pada sisi
dalam belokan dengan penambahan pelebaran sebesar 3,05 m (10 ft) untuk setiap
derajat besar sudut belokan.
Pada metode ini alur akan diperlebar sebesar w, kemudian dibuat dua garis lengkung
pada sisi alur terluar dengan jari-jari kelengkungan sebesar R + w/2, dan satu garis
lengkung pada sisi alur terdalam jari-jari kelengkungan sebesar R - w/2.
Metode ini hampir sama dengan paralel banks method, namun pada metode ini alur pada
belokan tidak diperlebar terlebih dahulu tetapi langsung membuat dua garis lengkung,
pada sisi luar alur dengan jari-jari kelengkungan sebesar R1, dan pada sisi dalam alur
dengan jari-jari sebesar R2. Ketentuan sudut pembelokannya (α) adalah:
a. Kolam Putar
Kolam putar digunakan untuk mengubah arah kapal. Luas kolam putar yang digunakan
untuk mengubah arah kapal minimum adalah luasan lingkaran dengan jari-jari 1,5 kali
panjang kapal total (LOA) dari kapal terbesar yang menggunakannya. Apabila perputaran
kapal dilakukan dengan bantuan jangkar atau menggunakan kapal tunda, luas kolamputar
minimum adalah luas lingkaran dengan jari-jari sama dengan panjang total kapal (LOA).
Kedalaman
15
Perairan (m)
Bulk
Jenis
Carrier
Kapal
(DWT)
DWT /
(ton) 60000
GRT
LOA (m) (m) 220
2
ATB m 342.119,4
ATB = 342,119.4 m2
π .D 2
Alingkaran =
4
π .D 2
= 342,119.4 m2
4
D = 660 m
D = 1.15d
Dimana:
d = draft (m)
Kedalaman DWT /
Jenis Kapal Draft (m) D (m)
Perairan (m) GRT (ton)
Bulk Carrier
15 60000 12,8 14,72
(DWT)
a. Beban Mati
Berat sendiri material yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur adalah sebagai
berikut :
• Air laut 1025 ton/m3
• Beton bertulang 2400 ton/m3
• Beton bertulang basah 2500 ton/m3
• Beton prestressed 2450 ton/m3
• Baja 7850 ton/m3
• Kayu 1000 ton/m3
• Pasir 2000 ton/m3
• Aspal 2000 ton/m3
Berat-berat ini diperhitungkan sebagai beban mati ataupun beban superimposed dead load
(SDL).
b. Beban Hidup
Beban hidup perencanaan struktur ini adalah merupakan beban uniformly distributed load
(UDL), beban roda kendaraan T45 dan beban fasilitas loading / unloading sebagaimana
yang diuraikan berikut.
1. Beban UDL
Beban UDL diperhitungkan sebesar 4,0 ton/m2. Ini mengacu kepada perhitungan berat
beban hidup terhadap luasan distribusi pengaruh beban tersebut.
W1 = Wc = 30,48 ton
W2 = W * DF
= 30,48*1,25
= 33,10 ton
UDL =
Q
A
68,58
= = 3,715 ton/m2
18, 46
= 4,0 ton/m2
A = 2,75*9,0 = 15,75 m2
UDL =
Q
A
45
=
15,75
= 2,857 ton/m2
Mobile Crane
W = 79,56 ton
A = 5,79*5,79 = 33,52 m2
UDL =
Q
A
79,56
=
33,52
= 2,373 ton/m2
Berdasarkan uraian di atas uniformly distributed live load ditetapkan sebesar 4,0
t/m2. Untuk memperhitungkan terjadi konsentrasi beban UDL maka diperhitngkan
superposisi antara beban UDL dengan beban roda lainnya dengan reduksi 35%
hingga 50%.
Beban kendaraan pada struktur dermaga ini adalah beban container truck T45 dengan
beban kendaraan adalah sebagai berikut: (RSNI T-02-2005 Standar Pembebanan
untuk Jembatan)
a. Beban Gelombang
Dalam perhitungan gaya gelombang pada tiang vertikal dengan kondisi gelombang tidak
pecah (non-breaking waves) digunakan persamaan Morison (1950) yang terdapat dalam
Buku Structural Dynamics (Theory and Applications), McDougal.
Dimana :
π
Fi max = ρ gC m D 2 H tanh ( kh )
8
Pada saat tertentu ada kemungkinan tinggi gelombang mencapai elevasi derrnaga, oleh
karena itu perlu diperhitungkan gaya gelornbang terhadap tepi dermaga. Diasumsikan
puncak gelombang berada pada sisi atas tepi dermaga.
Gaya gelombang pada tepi dermaga diturunkan dari OCDI (hal 35):
ρ ⋅g ⋅H
P = ( sinh k ( h + s + t ) − sinh k ( h + s ) )
2 k cosh kh
b. Beban Arus
Drag dan Lift Forces yang disebabkan oleh perilaku arus dihitung melalui persamaan (OCDI
hal 138-139)
1. Drag Forces
1
FD = C D ρ 0 AU 2
2
2. Lift Forces
1
FL = C L ρ 0 ALU 2
2
Dimana :
FD = gaya drag akibat arus(kN)
FL = gaya angkat akibat arus(kN)
A = luas penampang yang kena arus (m2)
U = kecepatan arus ( m/s2)
ρ = berat jenis air laut (=1.03 t/m3)
CD = koefisien Drag (Cd = 1 untuk tiang pancang silinder)
CL = koefisien Lift ( CL = 2 untuk tiang pancang silinder )
s = bagian yang free
Negara Indonesia merupakan wilayah dengan tingkat resiko gempa yang cukup tinggi. Hal
ini disebabkan karena wilayah Indonesia berada diantara empat sistem tektonik yang cukup
aktif, yaitu: tapal batas lempeng Eurasia, lempeng Filipina, lempeng Pasifik, dan lempeng
Indo-Australia.
Sesuai ”SNI 03-1726-2003 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan
gedung" gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam yag pertama terhadap pengaruh
Gempa Rencana menurut persamaan :
C i .I
V =
R.Wt
Dimana :
V = Gaya geser nominal total (N)
Ci = Faktor respons gempa
I = Faktor keutamaan
R = Faktor daktalitas
Wt = Berat total struktur
T = 0,085 H 3/4
Dimana :
H = tinggi bangunan di atas seabed (kedalaman air + elevasi atas dermaga = 18,8 m)
T = waktu getar (detik) = 0,767 detik
Wilayah Selat Makasar ini berdasarkan SNI 03-1726-2003 Tata cara perencanaan
ketahanan gempa untuk bangunan gedung adalah berada pada zona gempa 2, dengan
asumsi tanah sedang.
• I (Faktor keutamaan) = 1
Untuk menentukan jenis dermaga dan mendesain struktur dermaga, maka diperlukan data-
data mengenai gaya tumbukan kapal (berthing) dan gaya reaksi dari fender yang digunakan.
Analisa dilakukan terhadap kapal terbesar yang akan dilayani dermaga.
Gaya berthing adalah gaya yang diterima dermaga saat kapal sedang bersandar pada
dermaga. Gaya maksimum yang diterima dermaga adalah saat kapal merapat ke
derrnaga dan membentur dermaga pada sudut 10° terhadap sisi depan dermaga. Gaya
benturan diterima dermaga dan energinya diserap oleh fender pada dermaga.
Gaya benturan kapal yang harus ditahan dermaga tergantung pada energi benturan yang
diserap oleh sistem fender yang dipasang pada dermaga. Gaya benturan bekerja secara
horizontal dan dapat dihitung berdasarkan energi benturan pada tipe fender yang
digunakan. Besar energi tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan (OCDI hal
16) sebagai berikut:
M s ⋅V 2
Ef = ⋅ Ce ⋅ C m ⋅ C s ⋅ Cc
2
Dimana:
Ef = energi berthing (kNm)
Ms = massa air yang dipindahkan saat kapal berlabuh (ton)
V = kecepatan kapal saat membentur dermaga (m/s)
Ce = koefisien eksentrisitas
Cm = koefisien massa semu
Cs = koefisien kekerasan
Cc = koefisien konfigurasi penambatan
Koefisien eksentrisitas adalah koefisien yang mereduksi energi yang disalurkan ke fender.
1
Ce = 2
l
1+
r
Dimana :
Ce = koefisien eksentrisitas
l = jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat kapal sampai titik sandar
kapal seperti terlihat dalam gambar (m)
r = jari-jari putaran di sekeliling pusat berat kapal pada permukaan air, dan diberikan
oleh gambar (m)
Koefisien massa tergantung pada gerakan air di sekeliling kapal, yang dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
2π d
Cm = 1 + x
2Cb B
∇
Cb =
L pp Bd
Dimana:
Cb = block coefficient
∇ = volume air yang dipindahkan kapal ( m3)
Lpp = panjang garis air (m)
B = lebar kapal (m)
d = bagian kapal yang tengelam (m)
Koefisien softness merupakan koefisien yang mempengaruhi energi bentur yang diserap
oleh lambung kapal. Nilai koefisien softness diambil sebesar 1 (OCDI).
Koefisien konfigurasi penambatan merupakan koefisien yang diambil dari efek massa air
yang terperangkap antara lambung kapal dan sisi dermaga.
M sV
FBerthing =
∆t
Dimana:
∆t = waktu kapal membentur dermaga (detik)
Ms = massa air yang dipindahkan saat kapal berlabuh (ton)
V = kecepatan kapal saat membentur dermaga (m/s) = sekitar 0,05 m/s (OCDI).
2. Pemilihan Fender
Fender merupakan alat penyangga yang berfungsi sebagai sistem penyerap energi yang
diakibatkan benturan kapal yang akan berlayar dan berlabuh dari dan menuju dermaga.
Selain untuk melindungi dermaga, fender juga bisa dipasang pada dolphin. Perputaran
kapal, angin, arus, mooring ropes, kapal tunda, dan tekanan air dapat mempengaruhi
besar kecilnya reaksi pada fender yang tergantung pada arah dan lokasi titik temu antara
kapal dengan dermaga (center of percussion)
Sesuai dengan fungsinya fender dapat digolongkan kedalam dua kelompok, yaitu:
1. Fender pelindung, berfungsi sebagai bantalan penyerap energi tekan yang terjadi saat
benturan kapal dengan dermaga.
2. Fender tekan, merupakan fender yang didesain secara khusus untuk menyerap energi
benturan (tekan) yang terjadi saat kapal melakukan manuver untuk berlabuh.
Perencanaan fender ini dilakukan dengan kekuatan lebih daripada fender pelindung,
karena kemungkinan benturan yang lebih keras akan terjadi pada saat manuver kapal.