Anda di halaman 1dari 2

1.

Problem laten: Underwriting ko gini -nobi


2. Kemampuan bayar dan kebiasaan masyarakat
3. Catatan kasus asuransi
4. Emang sistem premi yang bagus gimana, perjanjian polis perlu regulasi

Banyaknya kasus pada perusahaan asuransi yang masuk ke Badan Mediasi dan Arbitrase
Asuransi Indonesia (BMAI) membuat industri asuransi perlu menjadi perhatian. Memang
beberapa tahun belakangan, rentetan perusahaan asuransi sering bermasalah. Bahkan,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin sejumlah perusahaan.

Masalah asuransi di Indonesia disebabkan stigma pada perusahaan asuransi untuk mencari
premi setinggi-tingginya. Hasilnya, agen perusahaan asuransi tidak bekerja sesuai standar. Isu
tersebut terbukti dari mayoritas kasus terkait asuransi yang dicatat BMAI disebabkan oleh
agen asuransi.

Agen asuransi memiliki beban untuk mencari sebanyak mungkin pelanggan. Terkadang
orang sampai dipaksa untuk membeli produk asuransi oleh agennya. Sedangkan perusahaan
asuransi diharuskan memperhitungkan risiko calon tertanggung melalui underwriter.

Underwriter berperan dalam proses identifikasi dan seleksi risiko. Underwriter meninjau
proses identifikasi risiko seperti faktor kesehatan, pekerjaan, gaya hidup, hobi, dan juga
lokasi tempat tinggal. Tujuan proses underwriting menjadi vital agar calon tertanggung
mendapatkan beban premi yang sesuai dengan risiko. Sehingga perusahaan asuransi dapat
adil dalam pembebanan premi bagi perusahaan dan juga nasabah.

Jadi, ada pertentangan antara peran agen dengan underwriter. Agen asuransi perlu mencari
pelanggan sebanyak mungkin, padahal bisnis asuransi bukan hanya memperoleh premi
melainkan juga membayar klaim. Di sisi lain, pemasaran produk asuransi tidak menunjukkan
hal yang harus diketahui calon pemegang polis.

Banyak cara pemasaran yang nantinya merugikan konsumen. Seperti agen perusahaan yang
asal membacakan perjanjian polis lewat telepon. Padahal masyarakat kita belum banyak yang
paham betul dengan dunia perasuransian.

Perusahaan perlu menelaah kembali produk asuransi yang ditawarkan ke konsumen ini.
Dalam kondisi seperti ini, nasabah pemegang polis merugi karena kesulitan mendapat dana
yang ditempatkan di asuransi. Terlebih, regulasi belum juga digaungkan perihal penjaminan
polis.

Banyaknya kasus asuransi yang menolak membayar klaim nasabah, OJK sekiranya wajib
turun tangan. OJK perlu membenahi industri tersebut dengan melakukan kajian terhadap
kontrak polis antara perusahaan dan konsumen. Sehingga tidak ada peluang bagi perusahaan
asuransi menampik hak konsumen.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pendapatan premi industri asuransi umum
sebesar Rp 19,54 triliun hingga Maret 2019. Pelorehan premo ini naik 16,59% secara year on
year (yoy) dari posisi yang sama tahun lalu Rp 16,76 triliun.

Diperlukan

https://mediaindonesia.com/read/detail/124954-perusahaan-asuransi-harus-ditertibkan

Anda mungkin juga menyukai