Anda di halaman 1dari 3

Menurut WHO dalam Global Status of Non-communicable Diseases

2010, PPOK menduduki peringkat ke-4 di antara penyakit tidak menular


dengan mortalitas tertinggi setelah penyakit kardiovaskuler,
keganasan, dan diabetes melitus
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit umum, dapat
dicegah dan diobati yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten
dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan karena kelainan saluran
napas dan/atau alveolus. PPOK biasanya disebabkan oleh paparan
signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya. Hambatan jalan napas
pada PPOK disebabkan oleh obstruksi saluran napas kecil (obstruksi
bronkiolitis) dan kerusakan parenkim paru (Kristiningrum, 2019)

Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu


terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis.
Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi gejala, mencegah progresivitas
penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan komplikasi,
menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien, meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi angka kematian (Soeroto & Suryadinata, 2014).

 Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan


kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga
dan latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi
merupakan hal penting dalam pengelolaan jangkan panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada
asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat
irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan
penyakit (Slamet, 2013).
 Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering
digunakan dan merupakan pilihan utama adalah bronchodilator.
Penggunaan obat lain seperti kortikoteroid, antibiotic dan
antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu.
Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga
jenis bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat
penyakit.Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat
berefek panjang (long acting) (WHO, 2014)
Macam-macam bronkodilator :
a. Golongan antikolinergik.
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4
kaliperhari).
b. Golongan β– 2 agonis.
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapatdigunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutanatau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik danβ– 2 agonis.
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat 17
kerja yangberbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi
lebihsederhana dan mempermudah penderita.
d. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasiakut. Penggunaan jangka panjang
diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
DAFTAR PUSTAKA

Kristiningrum, E. (2019). Farmakoterapi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (


PPOK ). 46(4), 262–271.
Slamet, H. (2013). Buku Ajar Ilmu, Ilmu Penyakit Paru. Departemen
Penyakit Paru, FK Unair RSUD Dr. Soetomo. Su.
Soeroto, A. Y., & Suryadinata, H. (2014). Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
2013, 83–88.
WHO. (2014) Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). WHO.
Geneva.

Anda mungkin juga menyukai