Kelas: XI IPA 3
Penyakit Graves
Penyakit Graves adalah salah satu jenis gangguan pada sistem kekebalan tubuh
yang menjadi penyebab umum hipertiroidisme atau produksi hormon tiroid berlebih.
Pada penderita Graves, sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh
malah menyerang kelenjar tiroid (autoimun). Hal ini membuat kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dibutuhkan
tubuh.
Sedangkan Graves dermopati lebih jarang ditemukan. Gejalanya adalah kulit yang
memerah dan menebal, dan biasanya terjadi pada area tulang kering atau di bagian
atas kaki. Segera temui dokter untuk memeriksakan gejala penyakit Graves yang
dialami dan mendapatkan diagnosis yang akurat.
Jenis kelamin. Wanita lebih berisiko terserang penyakit Graves dibanding pria.
Usia. Penyakit Graves lebih sering terjadi pada orang berusia di bawah 40 tahun.
Genetik. Riwayat penyakit Graves dalam keluarga dapat menyebabkan anggota
keluarga tersebut menjadi lebih rentan terserang penyakit Graves.
Menderita penyakit autoimun lain. Memiliki penyakit autoimun lain seperti diabetes
tipe 1 atau rheumatoid arthritis juga berisiko menimbulkan penyakit Graves pada
orang tersebut.
Stres secara emosional atau fisik. Sakit atau peristiwa yang menyebabkan stres,
dapat turut memicu penyakit Graves pada orang dengan gen yang rentan terhadap
penyakit ini.
Merokok. Merokok dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh. Bagi perokok yang
sedang menderita penyakit Graves, akan semakin berisiko terkena Graves
oftalmopati.
Kehamilan. Kehamilan atau kondisi pasca persalinan pada perempuan dengan gen
yang rentan, dapat meningkatkan risiko terserang penyakit Graves.
Obat antitiroid. Obat antitiroid berfungsi mengganggu produksi hormon tiroid yang
dipicu oleh yodium. Selain sebagai terapi tunggal, obat antitiroid dapat dikonsumsi
sebelum atau sesudah menjalani terapi yodium radioaktif sebagai pelengkap.
Konsultasi dengan dokter diperlukan sebelum menggunakan obat-obatan ini,
terutama pada wanita hamil. Beberapa obat yang termasuk antitiroid
adalah methimazole dan propylthiouracil.
Obat penghambat beta. Penghambat beta berfungsi menghambat efek hormon
tiroid pada tubuh, seperti detak jantung tidak beraturan, gelisah, tremor, keringat
berlebihan, dan diare. Propranolol, metoprolol, atenolol, dan nadolol termasuk ke
dalam golongan obat-obatan ini.
Terapi yodium radioaktif. Terapi ini akan menghancurkan sel tiroid yang terlalu aktif
dan mengecilkan kelenjar tiroid, sehingga gejala akan berkurang secara bertahap.
Terapi ini tidak direkomendasikan pada wanita hamil, ibu menyusui, serta penderita
yang bermasalah dengan penglihatan, karena dapat membuat gejala semakin
memburuk. Karena terapi ini menghancurkan kelenjar tiroid, pasien dapat
memerlukan tambahan hormon tiroid sintetis untuk meningkatkan jumlah hormon
tiroid yang berkurang akibat terapi ini.
Pembedahan. Bedah dilakukan dengan mengangkat sebagian atau seluruh kelenjar
tiroid pasien. Tindakan ini berisiko menyebabkan kerusakan pada saraf pengatur pita
suara. Risiko kerusakan juga bisa terjadi pada kelenjar paratiroid (kelenjar-kelenjar
kecil yang berdekatan dengan kelenjar tiroid), yang berfungsi menghasilkan hormon
pengatur kadar kalsium dalam darah. Sama seperti terapi yodium radioaktif, pasien
dapat memerlukan terapi lanjutan berupa hormon tiroid sintetis untuk meningkatkan
kadar hormon tiroid yang rendah akibat pengangkatan kelenjar tiroid.
Setiap harinya, tubuh Anda menghasilkan jutaan sel CD4 T untuk membantu menjaga
imunitas dan melawan serangan virus dan kuman. Begitu HIV berada di tubuh Anda, virus
dapat membuat salinan terus menerus, meningkatkan kemampuan untuk membunuh sel
CD4 T. Kemudian, sel yang terinfeksi mendominasi sel T yang sehat.
Dalam 2-4 minggu setelah infeksi HIV, banyak orang (namun tidak semua) mengalami
gejala yang menyerupai flu, yang merupakan respon alami tubuh terhadap infeksi HIV,
seperti demam, pembengkakan kelenjar, radang tenggorokan, ruam, nyeri otot dan
sendi, nyeri dan sakit kepala. Selama periode awal infeksi ini, virus dalam jumlah besar
dihasilkan dalam tubuh. Tubuh Anda merespon dengan menghasilkan antibodi HIV dan
limfosit sitotoksik (sel T pembunuh yang mencari dan menghancurkan virus atau bakteri).
Maka, kadar HIV pada darah akan sangat menurun, serta jumlah sel T CD4+ sedikit
melambung.
Selama tahap infeksi HIV akut, Anda berisiko tinggi menularkan HIV pada pasangan seksual
dan pengguna obat karena kadar HIV pada aliran darah sangat tinggi. Untuk alasan ini,
sangat penting untuk mengurangi risiko penularan.
“Latensi” merupakan periode di mana virus tinggal atau berkembang pada tubuh manusia
tanpa menghasilkan gejala atau hanya gejala ringan, karena infeksi tidak menyebabkan
gejala atau komplikasi lainnya. Tahap kedua dari infeksi HIV memiliki rata-rata durasi 10
tahun untuk orang yang tidak menjalani pengobatan antiretroviral (ART). Jika Anda
menjalani ART, Anda dapat hidup dengan latensi klinis selama beberapa dekade karena
perawatan membantu menjaga virus.
Walau berjumlah sangat sedikit di dalam darah, HIV sangat aktif pada sistem limfa tubuh.
Jika Anda memiliki HIV dan tidak menjalani ART, jumlah virus akan mulai meningkat dan
jumlah CD4 akan menurun. Jika hal ini terjadi, Anda dapat mulai memiliki gejala
konstitusional dari HIV begitu kadar virus meningkat pada tubuh Anda.
Namun, orang dengan HIV tetap terinfeksi dan dapat menularkan HIV ke orang lain pada
fase ini.
Seiringnya waktu, HIV menghancurkan sistem imun Anda. Apabila jumlah virus terus
meningkat ke level yang lebih tinggi, sistem imun akan memburuk. Kondisi kesehatan Anda
mencapai tahap yang lebih serius. Gejala dari tahap infeksi HIV ini meliputi penurunan berat
badan dengan cepat, kehilangan ingatan, demam yang kambuh, serta diare yang
berlangsung lebih dari seminggu. Apabila perawatan obat anti-HIV tidak bekerja, atau jika
seseorang tidak melakukan perawatan, sistem imun akan mulai memburuk dengan cepat.
Dalam saat ini, infeksi oportunistik juga akan meningkat. Infeksi ini tidak akan menjadi
masalah pada orang dengan sistem imun normal, namun pada orang dengan sistem imun
yang lemah, infeksi dapat sangat berbahaya. Infeksi dapat disembuhkan, namun
perkembangan penyakit tidak dapat dihentikan.
4. AIDS
AIDS merupakan tahap infeksi HIV yang terjadi saat sistem imun sudah rusak dengan parah
dan Anda rentan terhadap infeksi oportunistik. Jumlah sel T CD4+ merosot, serta jumlah
virus meningkat dengan signifikan. Apabila jumlah sel T CD4+ seseorang jatuh di bawah
200 sel per milimeter kubik darah dan pasien didiagnosis dengan kondisi terkait HIV tahap 4
(seperti tuberkulosis, kanker, dan pneumonia),
Begitu HIV berkembang menjadi AIDS, pasien lebih mudah mengalami kematian. Tanpa
pengobatan, orang yang mengalami AIDS biasanya bertahan sekitar 3 tahun. Begitu Anda
memiliki penyakit oportunistik berbahaya, harapan hidup tanpa perawatan menurun menjadi
sekitar 1 tahun. Untunglah dengan perkembangan pengobatan, harapan hidup orang
dengan AIDS meningkat.