e-mail : 1)yanti.akoit@gmail.com
ABSTRACT
The study of sustainable management of fishery resources in the waters of North Insana District in Wini
waters aimed to determine the optimal effort (E*), the optimum yield (Y*) and sustainable economic benefits
(π*) using descriptive methods and techniques of analysis with quantitative analysis through bioeconomic
approach of Gordon-Schaefer with CYP technique. Through bioeconomic approach it is known that the
exploitation status of small pelagic fisheries. Time series data used were the result of catching the small
pelagic fish paying fishing gear, gill nets, trolleys and fishing rods. The results showed that the utilization
rate of small pelagic fish resources at the District of North Insana, Wini waters conditioned biological in
the underfishing and economic conditions in the condition underexploited.
Keywords: small pelagic fish, bioeconomy, Gordon-Schaefer approach, sustainable fisheries, Wini waters
kaidah-kaidah kelestarian dan berkelanjutan dan Desa Oesoko. Hasil tangkapan ikan yang
(Wahyudin, 2007). Hal ini merupakan banyak dihasilkan di perairan Wini adalah
ancaman bagi keberlangsungan sumberdaya ikan pelagis kecil dengan rata-rata produksi
perikanan di masa yang akan datang, maka periode tahun 2002-2012 sebanyak 26.542,21
diperlukan strategi penanggulangan ke- ton atau sebesar 62,73% dari total produksi
rusakan ekosistem dengan memperhatikan (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek TTU, 2012). Perkembangan produksi
manajemen sehingga sumberdaya perikanan perikanan laut dan darat di perairan Wini
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kecamatan Insana Utara dapat dilihat pada
Secara geografis Kecamatan Insana Utara Gambar 1.
terletak pada posisi 9o 10’ 40” Lintang Selatan
dan 124o 30’ Bujur Timur. Kegiatan perikanan
tangkap Wilayah laut Pantai Utara termasuk
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) IX
yang meliputi: Samudera Hindia, laut Timor
bagian barat, selat Bali dan laut Sawu (Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten TTU).
Perairan Wini merupakan salah satu
daerah perikanan yang penting di Kabupaten
Timor Tengah Utara (TTU) dan memiliki Gambar 1. Perkembangan Perikanan Laut
dan Darat di Perairan Wini
potensi yang cukup tinggi. Hal ini didukung
Kec. Insana Utara
dengan kondisi perairan yang berbatasan Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan
dengan Selat Ombai dan ditunjukkan dengan Kabupaten TTU, diolah
beragam alat tangkap dan armada penang-
kapan yang digunakan untuk menangkap Gambar 1, memperlihatkan bahwa hasil
berbagai jenis ikan termasuk jenis ikan pelagis tangkapan ikan yang paling banyak dihasil-
kecil. kan di perairan Wini adalah jenis ikan pelagis
Berdasarkan data statistik alat penang- kecil dan harganya relatif murah, sehingga
kapan dan armada penangkapan ikan selama diduga kontribusinya terhadap pemenuhan
kurun waktu 2002-2012 di perairan Wini kebutuhan protein dari ikan bagi masyarakat
Kecamatan Insana Utara yang terdiri dari sangat tinggi. Seiring dengan meningkatnya
payang sebanyak 86 unit, gill net 1.883 unit, kebutuhan akan ikan pelagis kecil ini, maka
bagan dan pancing tonda masing-masing 171 kelestariannya perlu dijaga agar dapat di-
unit. Sementara armada penangkapan ikan manfaatkan oleh generasi yang akan datang.
sebanyak 2.199 unit yang terdiri dari jenis Jika potensi perikanan pelagis kecil di
tanpa perahu sebanyak 1.081 unit, perahu perairan Wini dieksploitasi secara terus-
tanpa motor (jukung 490 unit dan perahu menerus melampaui batas titik Maximum
papan 131 unit), jenis motor tempel 388 unit Sustainable Yield (MSY), maka akan terjadi
dan kapal motor dengan kapasitas 0 – 5 gross eksploitasi atau pemanfaatan yang berlebihan
ton (GT) berjumlah 109 unit (Dinas Kelautan (overfishing) sehingga mengakibatkan kelang-
dan Perikanan Kabupaten TTU, 2012). kaan sumberdaya ikan pelagis kecil.
Luas areal perairan Wini 3.500 ha, yang Kelangkaan ini akan menurunkan produksi
baru dimanfaatkan 355 ha atau hanya sebesar yang mengakibatkan penerimaan dan pen-
10,14% (Dinas Kelautan dan Perikanan dapatan nelayan rendah sehingga berdampak
Kabupaten TTU, 2012). Sentra-sentra atau pula pada kerugian ekonomi atau meng-
penghasil utama produk perikanan tangkap akibatkan hilangnya rente ekonomi (𝜋).
di perairan Wini terletak di Kecamatan Insana Disamping itu juga, dapat mengakibatkan
Utara diantaranya terdapat di Kelurahan economic overfishing, dimana faktor produksi
Humusu C, Dusun Banuru, Dusun Temkuna,
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 87
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
(modal dan tenaga kerja) lebih besar dari hasil kelompok bebas mengakses sumberdaya
tangkapan (produksi). tersebut (Hartwick & Olewiler, 1998). Selain
Paper ini mencoba mengulas mengenai itu sumberdaya perikanan juga dianggap
seberapa besar tingkat optimalisasi sumber- sebagai milik bersama. Sebagai sumberdaya
daya ikan pelagis kecil di perairan Wini milik bersama maka batas-batas tanggung
Kecamatan Insana Utara dengan memperhati- jawab setiap orang yang ada dalam industri
kan aspek biologi dan aspek ekonomi, agar perikanan untuk melakukan kontrol atau
sumberdaya ikan pelagis kecil dapat pengelolaan sumberdaya menjadi tidak jelas
dimanfaatkan secara berkelanjutan. sehingga akan menyebabkan tangkap lebih
(overfishing).
Untuk memahami teori Gordon-Schaefer
KERANGKA PEMIKIRAN maka terlebih dahulu perlu dikemukakan
TEORITIS konsep dasar biologi.
Kajian pustaka yang mendukung pene- Dimisalkan bahwa pada suatu daerah
litian ini diawali dengan pengkajian beberapa tertentu tidak ada penangkapan ikan atau
teori yang relevan dengan topik penelitian. sebelum pemanenan dilakukan, maka laju
Kajian teori dimaksudkan sebagai landasan netto biomassa ikan adalah :
penelitian.
𝑑𝑋(𝑡)
= 𝐹(𝑋 …………………………………...(1)
𝑑𝑡
PENDEKATAN BIOEKONOMI
PENGELOLAAN PERIKANAN dengan X(t) : stok ikan atau jumlah ikan pada
tahun ke-t atau merupakan fungsi dari
Dalam konteks pemanfaatan sumber-
ukuran biomassa, 𝑑𝑋(𝑡)⁄𝑑𝑡 : melihat
daya kelautan dan perikanan oleh daerah
perubahan atau pertumbuhan stok ikan
memang terdapat keuntungan, tetapi juga
terhadap waktu, dan F(X) : pertumbuhan dari
sekaligus menjadi beban dan tanggung jawab
stok ikan dengan waktu yang pendek
daerah dalam pengendalian dan pengelolaan
(instantaneous growth). Fungsi ini juga dapat
perikanan berdasarkan pada dua aspek, yaitu
diartikan sebagai fungsi pertumbuhan
aspek biologi dan aspek ekonomi. Pendekatan
biologis dari perikanan (biological growth
aspek biologi umumnya berdasarkan asumsi
function). Hal ini mengindikasikan laju
konsep produksi kuadratik yang dikembang-
pertumbuhan netto untuk masing-masing
kan oleh Verhulst (1838) yang kemudian
stok atau biomassa ikan (X) dalam waktu
diterapkan untuk perikanan oleh Schaefer
yang pendek untuk ukuran pertumbuhan
(1957), dengan berdasarkan perhitungan
alamiah populasi. F(X) biasanya digambarkan
Maximum Sustainable Yield (MSY), untuk
sebagai fungsi logistik, yang menghasilkan
mengendalikan upaya tangkap yang lestari.
suatu bentuk parabola ketika F(X) diplotkan
Sementara titik tolak pendekatan eko-
terhadap X yang dimulai dari ukuran stok
nomi pengelolaan perikanan berdasarkan
sama dengan nol. Fungsi logistik
model yang dikembangkan oleh Gordon
diilustrasikan dalam gambar 2 dan dapat
(1954). Di sinilah model pendekatan ekonomi
dinyatakan dalam bentuk matematis sebagai
perikanan dengan menggunakan metode
berikut :
surplus produksi lebih dikenal dengan teori
Gordon-Schaefer. 𝑋
𝐹(𝑋) = 𝑟𝑋 (1 − ) …………………………...(2)
𝑘
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
88 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
jenis ikan, k : kapasitas daya dukung ling- Gambar 2, juga terlihat bahwa dalam
kungan (carrying capacity) yaitu jumlah kondisi keseimbangan, nilai stok ikan, X,
populasi maximum yang dapat ditampung yaitu tidak ada pertumbuhan populasi atau
oleh lingkungan. Dalam kondisi ideal, laju biomassa ikan artinya aliran, 𝑑𝑋(𝑡)⁄𝑑𝑡 =
pertumbuhan ikan dapat terjadi secara 𝐹(𝑋), sama dengan nol. Dengan mengamati
eksponensial, namun karena keterbatasan gambar 2, terlihat bahwa ada dua nilai (harga)
daya dukung lingkungan maka ada titik yang mungkin untuk X dimana tidak ada
maximum dimana laju pertumbuhan akan pertumbuhan biomassa. Jika X sama dengan
mengalami penurunan atau berhenti. Pada nol, tidak ada ikan dan dengan demikian
titik maximum ini disebut carrying capacity. tidak terjadi pertambahan atau pertumbuhan.
Fungsi pertumbuhan logistik dapat di- Bila kurva pertumbuhan memotong sumbu X
gambarkan dalam kurva berikut ini: di titik k yang terlihat dalam persamaan (2), k
sama dengan daya dukung lingkungan. Jadi,
Instantaneous dengan kata lain bahwa kondisi keseim-
Growt F(X)
bangan terjadi bila tingkat populasi akan
sama dengan daya dukung lingkungan atau
spesies tersebut akan berada dalam suatu
F*(X) keseimbangan bila X = k. Sementara titik
𝑋𝑀𝑆𝑌 adalah tingkat pertumbuhan maksimum
akan dicapai pada kondisi setengah dari daya
dukung yaitu (1/2k), dimana titik ini adalah
ukuran stok ikan yang berkorespondensi
F1(X) dengan hasil tangkapan maximum ber-
0 X1 XMSY X2 k Biomass X kelanjutan. Jika populasi ikan menurun
hingga level ini, maka stok ikan akan tumbuh
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Logistik pada hasil potensial maximumnya, F*(X).
Sumber : Hartwick & Olewiler (1998)
Tingkat di mana pertumbuhan mencapai titik
Persamaan (2) dan Gambar 2 terlihat maksimum ini disebut sebagai Maximum
pada awalnya tingkat pertumbuhan mening- Sustainable Yield (MSY).
kat dengan berkembangnya persediaan. Per-
tumbuhan mencapai titik maksimum, namun FUNGSI PRODUKSI PERIKANAN
kemudian menurun. Hal ini terjadi karena Tingkat Maximum Sustainable Yield yang
lingkungan alamiah memiliki daya dukung ditunjukkan pada kurva pertumbuhan
tertentu (carrying capasity), yaitu jumlah logistik (gambar 2) diasumsikan belum
populasi maksimum yang dapat ditampung mengalami eksploitasi atau belum diproduksi
oleh lingkungan. Gambar 2, dapat dilihat oleh manusia. Untuk memproduksi ikan yang
bahwa laju pertumbuhan netto 𝐹1 (𝑋) bisa berasal dari alam, maka diperlukan faktor-
didapat dengan suatu populasi 𝑋1 yang kecil faktor produksi, dalam literatur perikanan
atau populasi 𝑋2 yang besar. Pada 𝑋1 , angka disebut upaya penangkapan (E). Definisi umum
kelahiran jauh lebih besar daripada angka yang dipakai untuk upaya penangkapan
kematian karena populasinya kecil dan adalah indeks dari berbagai input seperti
persediaan pangan melimpah. Stok itu kecil, tenaga kerja (ABK), kapal penangkapan, alat
walaupun angka kelahiran netto atas ke- tangkap, dan sebagainya. Dengan pengertian
matian merupakan proporsi besar dari stok tersebut maka produksi (Y) atau aktivitas
ikan. Pada 𝑋2 , angka kelahiran sedikit lebih penangkapan ikan diasumsikan sebagai
besar daripada angka kematian, dan ukuran fungsi dari upaya penangkapan (E) dan
rata-rata populasi cukup besar. Semakin stok/biomasa ikan (X). Secara matematis hal
dekat jumlah populasi dan akhirnya sama ini dapat ditulis:
dengan nol.
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 89
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Instantaneous Growth
F(X)
Y1
Y2
F(X**)
F(X*)
Y3
Biomass X
0 X’ X* X** XMSY X’’ k
Gambar 3. Pengaruh Tangkap Terhadap Stok
Sumber : Hartwick & Olewiler (1998)
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
90 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 91
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Untuk menjawab pertanyaan tersebut Gordon sehingga keuntungan (𝜋) lestari dari peman-
mengembangkan model Schaefer dengan cara faatan sumberdaya ikan dapat didefinisikan
memasukkan faktor harga yang disebut sebagai berikut :
dengan model bioekonomik dengan meng-
gunakan harga tetap. Dengan demikian 𝜋 = 𝑇𝑅(𝐸) − 𝑇𝐶(𝐸) ………………………...(17)
model ini disusun dari model parameter
Menurut Fauzi (2006), apabila setiap
biologi, biaya penangkapan, dan harga ikan.
tingkat upaya lebih rendah dari upaya
Berdasarkan asumsi bahwa harga ikan
penangkapan pada akses terbuka atau open
per ton (p) dan biaya penangkapan per unit
access (EOA), penerimaan total akan melebihi
upaya adalah tetap dihitung berdasarkan
biaya total sehingga perilaku perikanan akan
harga riil, dan biaya total didefinisikan linier
lebih banyak tertarik untuk menangkap ikan.
terhadap input maka total penerimaan
Dalam kondisi akses terbuka tanpa dikendali-
nelayan dari usaha penangkapan ikan adalah:
kan, hal ini akan menyebabkan banyak pelaku
𝑇𝑅 = 𝑝 . 𝑌(𝐸) ………………………………..(15) baru masuk dalam industri perikanan.
Sebaliknya pada tingkat upaya lebih tinggi
Total biaya penangkapan dihitung dengan daripada biaya total banyak pelaku keluar
persamaan : dari industri perikanan.
Pada zona akses terbuka keseimbangan
𝑇𝐶 = 𝑐 . 𝐸 …………………….………………(16)
terjadi pada titik C di mana selisisih total
dengan TR : penerimaan total (total revenue) revenue dengan total cost adalah nol. Dengan
kata lain, keseimbangan pada zona akses
dari ekstraksi sumberdaya ikan, TC : total
terbuka akan terjadi jika seluruh rente
biaya penangkapan (total cost), E : upaya
ekonomi telah terkuras habis sehingga tidak
penangkapan, Y : jumlah produksi ikan, p :
ada lagi insentif untuk entry dan exit, serta
harga output atau ikan (survei pada pasar
tidak ada perubahan pada tingkat upaya yang
lokal), dan c : biaya upaya penangkapan rata-
rata (Rp) per tahun. sudah ada. Kondisi ini identik dengan
Selisih antara penerimaan total (total ketidakadaan hak kepemilikan (property
revenue) dari ekstraksi sumberdaya ikan rights) pada sumberdaya atau lebih tepatnya
dengan total biaya penangkapan (total cost) ketiadaan hak kepemilikan yang dikuatkan
disebut keuntungan lestari (berkelanjutan), secara hukum (Fauzi, 2006).
Rp
Total Revenue, TC
& Cost
B C
𝜋𝑚𝑎𝑥
TR
A
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
92 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Rente ekonomi maksimal terjadi pada data-data yang bersumber dari berbagai
titik B. Titik inilah yang disebut sebagai instansi terkait dari tahun 2002-2012. Data
Maximum Economic Yield (MEY), yaitu tingkat time series didapatkan dari berbagai sumber
penangkapan maksimum yang dapat meng- hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan
hasilkan keuntungan terbesar secara Wini Kecamatan Insana Utara dari tahun 2002
ekonomi, dan merupakan tingkat upaya sampai dengan 2012 dari alat tangkap
optimal secara sosial (Fauzi, 2006). Kalau payang/lampara, jaring insang (Gill Net),
tingkat upaya pada keseimbangan zona akses bagan(Rakit Kelong) dan pancing tonda (head
terbuka dibandingkan dengan tingkat upaya line): (1) Dinas Perikanan Kabupaten TTU, (2)
optimal secara sosial, terlihat bahwa pada Statistik Perikanan BPS Kabupaten TTU, (3)
zona akses terbuka tingkat upaya yang UPT Kelautan dan Perikanan Kecamatan
dibutuhkan jauh lebih besar daripada tingkat Insana Utara, dan (4) Pelabuhan Perikanan
upaya optimal secara sosial, sementara rente Wini Kecamatan Insana Utara. Masing-
ekonomi yang diperoleh lebih kecil. Dari masing data tersebut saling melengkapi satu
sudut pandang ekonomi, keseimbangan pada dengan yang lainnya. Selanjutnya menyusun
zona akses terbuka menimbulkan terjadinya data produksi dan upaya dalam bentuk time
alokasi sumberdaya alam yang tidak tepat series dengan melakukan standarisasi alat
karena kelebihan faktor produksi (tenaga tangkap, karena nilai koefisien masing-
kerja, modal) tersebut dapat dialokasikan masing alat tangkap berbeda. Alat tangkap
untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih payang dijadikan sebagai standar (acuan),
produktif (Fauzi, 2006). Selain itu pada karena alat tangkap payang digunakan paling
keseimbangan zona akses terbuka terlihat banyak oleh nelayan di perairan Wini. Rumus
bahwa upaya yang dibutuhkan untuk yang digunakan dalam perhitungan nilai
mencapai hasil tangkapan yang maksimum faktor daya tangkap atau Fishing Power Index
jauh lebih besar dari upaya pada titik MSY. (FPI) adalah:
Sebaliknya upaya optimal secara sosial lebih
kecil dari upaya pada tingkat MSY. 𝐹𝑃𝐼𝑖 =
𝐶𝑃𝑈𝐸𝑖
……………………….………(20)
𝐶𝑃𝑈𝐸𝑝𝑦𝑔
Gordon dalam Fauzi (2005) berpendapat
bahwa, jika input dapat dikendalikan pada dengan FPIi : nilai faktor daya tangkap atau
tingkat E = E*, manfaat ekonomi akan Fishing Power Index (FPI) pada tahun ke-i,
diperoleh secara maksimum yaitu sebesar CPUE : Catch Per Unit Effort (CPUE) alat
i
garis AB. Secara matematik hal ini bisa
tangkap i pada tahun ke-i, dan CPUE : Catch
diturunkan sebagai berikut : pyg
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 93
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Tabel 1. Model Analisis Bioekonomi Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pelagis
Kecil
Kondisi
Variabel
MEY MSY Open Access
Biomassa (x) 𝐾 𝑐 𝐾 𝑐
(1 + ) 𝑝𝑞
2 𝑝𝑞𝐾 2
Catch (y) 𝑟𝐾 𝑐 𝑐 𝑟𝐾 𝑟𝑐 𝑐
(1 + ) (1 − ) ( ) (1 − )
4 𝑝𝑞𝐾 𝑝𝑞𝐾 4 𝑝𝑞 𝑝𝑞𝐾
Effort (E) 𝑟 𝑐 𝑟 𝑟 𝑐
(1 − ) (1 − )
2𝑞 𝑝𝑞𝐾 2𝑞 𝑞 𝑝𝑞𝐾
Rente Ekonomi (𝝅) 𝑞𝐸 𝑝ℎ𝑀𝑆𝑌 − 𝑐𝐸𝑀𝑆𝑌 𝑐
pqKE(1 − ) − 𝑐𝐸 (𝑝 − ) 𝐹(𝑥)
𝑟 𝑝𝑥
Kemudian olah data menggunakan produksi itu sendiri. Semakin besar target
software Eviews 4 dan Excel menggunakan produksi tersebut, maka tingkat pengupayaan
Model CYP (Clark, Yoshimoto dan Pooley) terhadap target tersebut juga diintensifkan.
dengan meregresikan data time series antara Dalam perikanan, hal semacam ini tidak
produksi dan upaya untuk mencari nilai-nilai selalu memberikan hasil positif karena
koefisien daya tangkap (q), koefisien banyak faktor yang mempengaruhi, terutama
pertumbuhan alami ikan (r) dan daya dukung keberadaan sumberdaya perikanan itu
lingkungan perairan (k), dengan persamaan sendiri, kemampuan armada penangkapan
(Ami et al., 2005) sebagai berikut: dan kondisi oceanografis.
Perkembangan hasil tangkapan (catch),
2𝑟 2−𝑟 𝑞
𝐿𝑛(𝑈𝑡+1 ) =
2+𝑟
𝑙𝑛(𝑞𝑘) + (
2+𝑟
) ln(𝑈𝑡 ) − (2+𝑟) (𝐸𝑡 + upaya penangkapan (effort) dan hasil
𝐸𝑡+1 ) ………………………………………….(21) tangkapan per unit upaya (catch per unit effort)
dapat dilihat pada Tabel 2.
dengan U : produksi per unit upaya/CPUE,
Ln(Ut+1) : sebagai variabel terikat (Y), nilai Ln Tabel 2. Perkembangan Catch, Effort dan
CPUE tahun t+1, Ln(Ut) : sebagai variabel CPUE
bebas 1 (X1), nilai Ln CPUE tahun t, (Et+Et+1) : Catch Effort CPUE
sebagai variabel bebas 2 (X2), jumlah upaya Tahun (Ton/Trip
(Ton) (Trip)
)
tahun t ditambah t+1, r : koefisien per-
2002 3.382 2.307 1,4658
tumbuhan alami ikan, q: koefisien daya
2003 3.482 2.792 1,2469
tangkap, dan k : koefisien daya dukung 2004 3.581 546 6,5614
lingkungan perairan 2005 3.562 3.235 1,1012
Setelah nilai koefisien r, q, dan k 2006 3.595 3.281 1,0958
diketahui, selanjutnya melakukan perhitung- 2007 3.673 3.344 1,0984
an tingkat optimisasi pemanfaatan sumber- 2008 3.616 3.112 1,1618
2009 3.463 3.100 1,1171
daya ikan pelagis kecil dari berbagai rezim
2010 3.485 3.213 1,0845
pengelolaan ikan pelagis kecil. Model analisis 2011 3.608 3.115 1,1581
bioekonomi berbagai rezim pengelolaan 2012 3.709 3.150 1,1773
sumberdaya ikan pelagis kecil disajikan pada Sumber : * Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
TTU, * BPS Kabupaten TTU, & * UPT Kelautan
Tabel 1.
dan Perikanan Kecamatan Insana Utara, diolah.
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
94 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
perairan Wini Kecamatan Insana Utara dalam yang terendah tahun 2004 sebanyak 546 trip,
kurun waktu 2002–2012 berfluktuasi. sedangkan yang tertinggi pada tahun 2007
sebanyak 3.344 trip. Perkembangan upaya
penangkapan ikan pelagis kecil dapat dilihat
pada Gambar 6.
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 95
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
kecenderungan yang mendatar. Nilai CPUE CPUE. Hal ini disebabkan meningkatnya
digunakan untuk mengetahui kecenderungan kompetisi antar alat tangkap yang beroperasi
produktivitas suatu alat tangkap dalam kurun dimana kapasitas sumberdaya yang terbatas
waktu tertentu. CPUE dipengaruhi oleh dan cenderung mengalami penurunan akibat
tingkat pemanfaatan (produksi) dan tingkat densitas penangkapan yang terus menerus.
upaya yang diterapkan. Hubungan antara nilai CPUE dengan
upaya penangkapan (effort) perlu diketahui
korelasinya, sehingga dapat diketahui ke-
cenderungan produktivitas alat tangkap ikan
pelagis kecil yang dicerminkan oleh nilai
CPUE. Korelasi antara nilai CPUE dengan
effort dapat dilihat pada Gambar 8.
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
96 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
kan dengan model surplus produksi. Model jumlah produksi optimum (YMSY) yang
produksi surplus merupakan hubungan mampu mempertahankan kondisi ikan
antara produksi yang dihasilkan secara pelagis kecil dalam keadaan lestari. Dari
optimum tanpa mengganggu kelestarian perhitungan dengan menggunakan kedua
sumberdaya dengan sejumlah effort yang model tersebut maka diperoleh tingkat
digunakan. Data yang dipergunakan dalam pemanfaatan (TP) ikan pelagis kecil tahun
menggunakan model ini adalah hasil 2012 mencapai 29,49%. Dalam tingkat
tangkapan (catch) dan upaya penangkapan pemanfaatan ini terdapat ketentuan, apabila
(effort). Data yang digunakan adalah data nilai tingkat pemanfaatan berada sekitar
sekunder dari Dinas Kelautan dan Perikanan 87,5% sampai 112%, maka kondisi perikanan
Kabupaten TTU tahun 2002–2012. dalam keadaan maximum sustainable yield
Pendugaan status ikan pelagis kecil (MSY). Sedangkan tingkat pemanfaatan lebih
dilakukan dengan menggunakan model dari 112,5% berarti kondisi perikanan
Schaefer. Model Schaefer menerapkan model mengalami over fishing, sebaliknya jika kurang
berimbang (Equilibrium State Model) dimana dari 87,5% maka kondisi perikanan
dengan model Schaefer dapat diketahui nilai underfishing. Dengan adanya ketentuan
intercept (α) dan slope (β) yang digunakan tersebut maka tingkat pemanfaatan yang
untuk menduga nilai Y dan E pada saat MEY mencapai 29,49% dapat dikatakan perikanan
(Maximum Economic Yield). Dari analisis pelagis kecil di perairan Wini Kecamatan
biologi dapat ditentukan nilai EMSY dan YMSY Insana Utara dalam kondisi under fishing.
di perairan Wini Kecamatan Insana Utara Tingkat eksploitasi (TE) adalah per-
tersaji pada Gambar 9: bandingan alat tangkap (E) tahun terakhir
dengan alat tangkap optimum (EMSY) yang
mampu menjaga kondisi perikanan pelagis
kecil yang berkesinambungan. Dari per-
bandingan antara effort di tahun terakhir yaitu
tahun 2012, dengan EMSY, maka didapatkan
tingkat eksploitasi yaitu mencapai 88,73%.
Hal ini menunjukkan bahwa perairan Wini
masih dalam kondisi seimbang lestari. Meski-
pun demikian kebijakan dalam pengelolaan
perikanan juga sangat diperlukan supaya
Gambar 9. Hubungan antara Effort (Trip) sumberdaya yang ada tetap berkelanjutan di
dengan CPUE masa yang akan datang. Dari kedua pen-
Sumber : Hasil Olahan Data Primer (2012)
dekatan tersebut dapat disimpulkan bahwa
Dari hasil regresi linear diperoleh effort pada tingkat pemanfaatan masih under fishing,
optimum (EMSY) sebesar 3.550 trip. Berdasar- sedangkan pada tingkat eksploitasi berada
kan nilai EMSY, dilakukan perhitungan secara pada kondisi berimbang lestari. Setelah
matematis untuk mengetahui hasil tangkapan melakukan uji stasionary dan uji kointegrasi
yang diperoleh pada kondisi MSY (YMSY) yaitu data, selanjutnya menggunakan model CYP
sebesar 12.574,12 ton dan produktivitas (Clark, Yoshimoto dan Pooley) dengan
optimum (UMSY) sebesar 3,54 ton/trip. Setelah meregresikan data time series antara produksi
diketahui hasil analisis regresi linear dari dan upaya untuk mencari nilai-nilai koefisien
ketiga model tersebut, maka dapat diketahui daya tangkap (q), koefisien pertumbuhan
tingkat eksploitasi dan tingkat pemanfaatan alami ikan (r) dan koefisien daya dukung
pada wilayah perairan tersebut. Tingkat lingkungan (k). Untuk jelasnya nilai catch per
pemanfaatan yaitu dengan cara membanding- unit effort (CPUE) model Schaefer dengan
kan jumlah produksi tahun terakhir dengan persamaannya sebagai berikut :
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 97
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
2𝑟 2−𝑟 𝑞
𝐿𝑛(𝑈𝑡+1 ) = 𝑙𝑛 (𝑞𝑘) + ( ) ln(𝑈𝑡 ) − (𝐸 + 𝐸𝑡+1 )
2+𝑟 2+𝑟 (2 + 𝑟) 𝑡
Uji t
Menggunakan analisis regresi diperoleh
thitung untuk variabel X1 sebesar 6,770.
Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan
nilai ttabel (2,9) = 2,262 pada taraf signifikansi α
= 5%, sehingga diperoleh hasil bahwa nilai
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
98 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
thitung > ttabel yaitu (6,770 > 2,262), atau dari sumberdaya perikanan jika tidak diimbangi
hasil analisis tersebut ternyata nilai dengan tingkat mortalitas dari ikan itu
probabilitas signifikansi lebih kecil dari taraf sendiri.
nyata α = 5% yaitu (0,0003 < 0,05), sehingga Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa
dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (X1) hubungan antara catch per unit effort dengan
berpengaruh secara signifikan terhadap effort (trip), maka semakin besar effort maka
produkstivitas hasil tangkapan (Y). CPUE semakin berkurang, artinya bahwa
Hal ini juga terjadi pada variabel X2, catch per unit effort (CPUE) berbanding lurus
dimana dari hasil analisis regresi diperoleh dengan effort, dimana dengan setiap
thitung untuk variabel X2 sebesar 9,689. penambahan effort maka makin rendah hasil
Selanjutnya nilai thitung dibandingkan dengan tangkapan per unit usaha (CPUE).
nilai ttabel (2,9) = 2,262 pada taraf signifikansi α
= 5%, sehingga diperoleh hasil bahwa nilai Hubungan besarnya hasil tangkapan
thitung> ttabel yaitu (9,689> 2,262), atau dari hasil dengan upaya penangkapan dengan model
analisis tersebut ternyata diperoleh nilai Schaefer sebagai berikut : α = 3,865220 ; β =
probabilitas signifikansi lebih kecil dari taraf -0,874436 ; dan γ = -0,000576, sehingga
nyata α = 5% yaitu (0,0000 < 0,05), sehingga persamaan menjadi: Y = 3,865220 – 0,874436X1
dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (X2) – 0,000576X2. Berdasarkan persamaan ini
berpengaruh secara signifikan terhadap maka dapat dijelaskan bahwa setiap
produkstivitas hasil tangkapan (Y). penambahan penangkapan sebesar 1 satuan
effort (trip) maka akan terjadi pengurangan
Koefisien Determinasi CPUE sebesar 0,000576 satuan CPUE
(Ton/Trip). Setelah diketahui nilai α =
Berdasarkan hasil analisis regresi
3,865220 ; β = -0,874436 ; dan γ = -0,000576, dan
diperoleh nilai R2 = 0,931029 atau 93,10%, hal
melalui perhitungan matematik maka dapat
ini mengindikasikan bahwa variabel indepen-
dicari nilai-nilai koefisien daya tangkap (q),
den dalam persamaan memiliki pengaruh dan
koefisien pertumbuhan alami ikan (r) dan
keterkaitan yang sangat kuat terhadap varia-
koefisien daya dukung lingkungan (k). Nilai
bel dependen. Sedangkan sisanya sebesar
parameter biologi sumberdaya ikan pelagis
6,90% dipegaruhi oleh faktor lain yang tidak
kecil di perairan Wini Kecamatan Insana
dimasukkan dalam model.
Utara dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Setelah dilakukan uji statistik, selanjut-
nya menghitung nilai-nilai koefisien daya
Tabel 5. Parameter Biologi Sumberdaya
tangkap (q), koefisien pertumbuhan alami Ikan Pelagis Kecil di Perairan Wini
ikan (r) dan koefisien daya dukung ling- Kecamatan Insana Utara
kungan (k). Nilai catch per unit effort (CPUE) No. Parameter Biologi Nilai
total menunjukkan besaran produksi per unit 1 Koefisien pertumbuhan 0,134
alami ikan (r)
upaya penangkapan (jumlah trip), dengan
2 Koefisien kemampuan alat 0,0001543
menggunakan analisis regresi berganda tangkap (q)
diperoleh nilai α = 3,865220 ; β = -0,874436 ; 3 Koefisien daya dukung 2.462.076,68
dan γ = -0,000576, sehingga persamaan regresi lingkungan (k)
Sumber : Hasil Olahan Data Primer (2012)
menjadi : Y = 3,865220 – 0,874436X1 –
0,000576X2. Hal ini dapat diartikan bahwa
Tabel 5, diketahui nilai-nilai (α, β, γ) dapat
peningkatan aktivitas penangkapan (effort)
diduga tingkat pertumbuhan alami (r) ikan
akan menurunkan produktivitas hasil tang-
pelagis kecil sebesar 0,134 yang artinya rata-
kapan (CPUE), semakin meningkat tingkat
rata laju pertumbuhan biologi sumberdaya
upaya yang dilakukan oleh nelayan maka
perikanan pelagis kecil di perairan Wini
akan semakin banyak jumlah ikan yang ter-
Kecamatan Insana Utara sebesar 0,134% pada
tangkap, sehingga akan mengurangi jumlah
periode 2002-2012. Koefisien kemampuan
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 99
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
100 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Berdasarkan analisis ekonomi, terlihat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bahwa biaya penangkapan ikan pelagis kecil harga riil, maka harga nominal diubah
pada tahun 2012 diperoleh rata-rata biaya menjadi harga riil berdasarkan Indeks Harga
penangkapan Rp. 206.245.945.185,53 dan rata- Konsumen (IHK) tahun 2002-2012. Harga ini
rata biaya penangkapan (c) alat tangkap sangat berpengaruh pada total penerimaan
payang di perairan Wini Kecamatan Insana pengusaha sumberdaya ikan pelagis kecil.
Utara selama tahun 2002-2012 diperoleh Sedangkan pendapatan (TR) didapatkan dari
sebesar Rp. 11.524.595,17. Dimana dalam satu perkalian antara harga ikan/ton dengan
bulan rata-rata nelayan melakukan penang- tingkat produksi dalam satuan ton (TR = P * Q
kapan sebanyak 15 hari atau ±180 hari setahun dengan Q = αE – βE2) yang dapat dilihat pada
dan penangkapan ikan pelagis kecil di Tabel 9.
perairan Wini Kecamatan Insana Utara
dilakukan sepanjang tahun. Tabel 9. Total Pendapatan yang diperoleh
Nelayan Payang Tahun 2002-2012 di
Perairan Wini Kecamatan Insana
Tabel 8. Total Biaya (TC) yang dikeluarkan
Utara
Nelayan Payang Tahun 2002-2012 Q
Biaya Tahun P (Rp/Ton) TR = p * Q
Effort TC = c * E (Rp/Ton)
Tahun Operasional 2002 3.382 4.490.935 15.188.609.935,07
Standar (Rp)
(c) (Rp)
2003 3.482 4.672.246 16.267.590.769,63
2002 1.175.602 2.307 2.712.547.479,85
2004 3.581 2.385.212 8.540.727.534,19
2003 1.566.406 2.792 4.373.896.740,15
2005 3.562 2.534.287 9.027.915.922,97
2004 2.053.608 546 1.120.695.062,91
2006 3.595 16.318.124 58.671.227.389,54
2005 2.494.504 3.235 8.069.719.153,23
2007 3.673 20.066.611 73.697.839.555,26
2006 3.651.354 3.281 11.980.823.631,77
2008 3.616 3.978.452 14.385.008.249,96
2007 5.182.028 3.344 17.327.323.565,43
2009 3.463 41.499.086 143.707.101.564,94
2008 3.547.447 3.112 11.039.653.830,63
2010 3.485 327.222.222 1.140.216.303.670,10
2009 8.701.639 3.100 26.975.080.106,60
2011 3.608 24.266.517 87.543.061.667,62
2010 12.108.740 3.213 38.905.380.782,67
2012 3.709 89.750.000 332.840.208.500,00
2011 20.814.317 3.115 64.836.597.390,55 Sumber : Hasil Olahan Data Primer (2012)
2012 65.474.903 3.150 206.245.945.185,53
Sumber : Hasil Olahan Data Primer (2012)
Selama tahun 2002-2007 diperoleh harga
rata-rata ikan (p) dalam satuan ton sebesar Rp.
TOTAL PENERIMAAN (TOTAL
48.834.880,96. Harga ikan pelagis kecil ini
REVENUE) DAN KEUNTUNGAN (π)
sangat berfluktuasi setiap tahunnya. Ber-
Salah satu aspek ekonomi yang diperlu- dasarkan tabel diatas, terlihat bahwa total
kan dalam kajian bioekonomi adalah faktor pendapatan yang diperoleh nelayan untuk
harga. Variabel harga ini akan berpengaruh nilai terendah terdapat pada tahun 2004. Hal
pada jumlah total penerimaan yang diperoleh ini disebabkan pada tahun 2004 produksi
dalam aktivitas penangkapan. Pada musim meningkat sebesar 3.581 ton sedangkan harga
puncak, hasil tangkapan ikan lebih banyak jualnya hanya sebesar Rp. 2.385.212,00 di-
dibandingkan musim paceklik sehingga bandingkan dengan yang lainnya. Hal serupa
penawaran menjadi rendah, sedangkan pada juga terjadi pada penerimaan, dimana total
saat musim paceklik permintaan dan pe- penerimaan terendah pada tahun 2004 sebesar
nawaran terhadap hasil tangkapan tinggi Rp. 8.540.727.534,19 dan total penerimaan
tetapi produksinya lebih sedikit. tertinggi pada tahun 2010 yakni sebesar
Nilai produksi ini diperoleh dari laporan Rp. 1.140.216.30.670,10. Naik turunnya nilai
data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan ini dipengaruhi oleh besarnya produksi (Q)
Kabupaten TTU dan BPS Kabupaten TTU. dan harga (p).
Untuk harga tiap ton diperoleh dari nilai
penerimaan rata-rata dibagi dengan produksi
ANALISA EKONOMI USAHA
rata-rata ikan pelagis kecil. Asumsi harga PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 101
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Tabel 10. Keuntungan (𝝅) Nelayan Payang di Perairan Wini Kecamatan Insana Utara Tahun
2002-2012
Tahun TR (Rp) TC (Rp) 𝝅(𝑻𝑹 − 𝑻𝑪)
2002 15.188.609.935,07 2.712.547.479,85 12.476.062.455,22
2003 16.267.590.769,63 4.373.896.740,15 11.893.694.029,48
2004 8.540.727.534,19 1.120.695.062,91 7.420.032.471,28
2005 9.027.915.922,97 8.069.719.153,23 958.196.769,74
2006 58.671.227.389,54 11.980.823.631,77 46.690.403.757,77
2007 73.697.839.555,26 17.327.323.565,43 56.370,515.989,83
2008 14.385.008.249,96 11.039.653.830,63 3.345.354.419,33
2009 143.707.101.564,94 26.975.080.106,60 116.732.021.458,34
2010 1.140.216.303.670,10 38.905.380.782,67 1.140.216.303.670,10
2011 87.543.061.667,62 64.836.597.390,55 22.706.464.277,07
2012 332.840.208.500,00 206.245.945.185,53 126.594.263.314,47
Sumber : Hasil Olahan Data Primer (2012)
Pada dasarnya pengelolaan sumberdaya revenue dan total cost, dimana grafik
perikanan diharapkan dapat memberikan perpotongan tersebut sebagai tanda bahwa
keuntungan bagi nelayan. Keuntungan me- keuntungan yang diperoleh nelayan adalah
rupakan selisih dari penerimaan yang di- nol (OA). Bila keuntungan nelayan nol maka
peroleh dari hasil tangkapan dengan total ini mengindikasikan bahwa nilai penerimaan
biaya yang dikeluarkan. Upaya penangkapan sama dengan besarnya biaya total yang
yang meningkat, maka biaya operasional dikeluarkan sehingga nelayan tidak mem-
yang dikeluarkan juga bertambah besar se- peroleh keuntungan ataupun kerugian.
hingga mempengaruhi penerimaan. Dengan Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 10,
adanya hal ini maka upaya penangkapan yaitu grafik keuntungan nelayan payang
yang rendah dapat meningkatkan penerima- dengan banyaknya effort (trip) tertentu.
an karena biaya operasionalnya rendah.
Keuntungan diperoleh dari selisih antara total
penerimaan dengan total biaya penangkapan.
Keuntungan nelayan payang tahun 2002-2012
dapat dilihat pada Tabel 10.
Optimalisasi ekonomi usaha penang-
kapan ikan pelagis kecil diperoleh dari
perhitungan EMEY (jumlah alat tangkap saat
keuntungan maksimum) dan nilai YMEY
(jumlah hasil tangkap saat keuntungan
maksimum). Dari hasil perhitungan yang
dilakukan didapatkan bahwa nilai EMEY
sebanyak 3.428 trip dan nilai YMEY sebesar
12.560,19 ton. Gambar 10. Hubungan TR, TC pada Usaha
Penangkapan Ikan Pelagis Kecil dengan
Analisis usaha penangkapan ikan
Effort Standart Payang di Perairan Wini
pelagis kecil didasarkan pada data menunjuk- Kecamatan Insana Utara
kan besarnya total penerimaan (TR) dan total Sumber : Hasil Olahan Data Primer (2012)
biaya pengeluaran (TC), sehingga didapatkan
nilai keuntungan nelayan. Dari nilai tersebut Berdasarkan gambar di atas, terlihat
dibuat grafik dengan menggunakan TR dan bahwa keuntungan pada tingkat MSY sebesar
TC sebagai variabel Y dan banyaknya alat Rp.161.448.828,32/trip/tahun. Sedangkan ke-
tangkap (trip) sebagai variabel X. Selanjutnya untungan pada tingkat MEY sebesar
dicari titik perpotongan garis antara total Rp.167.406.380,18/trip/tahun.
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
102 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 103
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
STRATEGI PENGELOLAAN
SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI
PERAIRAN WINI KECAMATAN INSANA
UTARA
Keseimbangan bioekonomi merupakan
konsep pengelolaan yang diperlukan untuk
memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil
Gambar 11. Pengelolaan Sole Owner yang ditangkap oleh nelayan payang di
(Maximum Sustainable Yield) perairan Wini Kecamatan Insana Utara.
Hasil Tangkapan (Ton) Dengan menggunakan model keseimbangan
Sumber : Hasil Olahan Data Primer (2012)
ini, sumberdaya perikanan dapat terjaga ke-
lestariannya, disamping itu juga masyarakat
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
di daerah pesisir khususnya nelayan payang
bahwa pada rezim pengelolaan yang bersifat
tetap memperoleh keuntungan secara eko-
akses terbuka, nilai biomas sebesar 1.529,43
nomi dari penjualan tangkapannya.
ton dengan jumlah upaya sebesar 867,90 trip,
Berdasarkan hasil analisis dengan model
dan dapat dilihat pada Gambar 12 berikut ini:
Schaefer, diperoleh bahwa hasil tangkapan
maksimum lestari (MSY) ikan pelagis kecil di
perairan Wini Kecamatan Insana Utara
sebesar 12.574,12 ton dengan upaya (effort)
optimum sebesar 3.550 trip. Dari hasil analisis
tersebut menunjukkan bahwa pada tahun
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
104 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106 105
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
dan optimal yield sebesar 82.479,568 ton (controlling), pemantauan (monitoring) dan
dengan optimal effort 434,219 trip/tahun. pengawasan (surveillance) serta penegak-
Pada rezim open acces (OA) diperoleh kan hukum (enforcement) dengan sanksi
biomas sebesar 1.529,43 ton, optimal yield yang cukup menjerakan bagi pelanggar-
sebesar 204,82 ton, optimal effort 867,90 nya (deterrence-sanction) dalam peman-
trip/tahun dan tingkat keuntungan yang faatan sumberdaya perikanan.
diperoleh = 0. 6. Perlu adanya Fishery Information System
6. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan (FIS) perikanan tangkap sebagai dasar
pelagis kecil pada perairan Wini kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan
Kecamatan Insana Utara dalam kondisi sumberdaya ikan pelagis kecil.
underfishing, dimana rata-rata produksi
aktual ikan pelagis kecil adalah 3.559,47
ton dan berada dibawah produksi mak- DAFTAR PUSTAKA
simum lestari (MSY) sebesar 82.479,568
Anderson, L.G and JC. Seijo, (2010).
ton, sedangkan jumlah effort aktual ber- “Bioeconomic of Fisheries Management”.
operasi dengan rata-rata 2.835,94 trip per Wiley-Blackwell, Ltd., Publication.
tahun, dan upaya optimal 433,949 trip.
[BPS Kabupaten TTU] Badan Pusat Statistik
Kabupaten TTU, TTU Dalam Angka
SARAN
2012. TTU.
1. Dalam penelitian ini, peneliti mengalami
keterbatasan dalam pengambilan data Budiman. (2006). Analisis Sebaran Ikan
karena adanya data sekunder yang Demersal Sebagai Basis Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir di Kabupaten
terkadang tidak sesuai dengan kondisi
Kendal. (Thesis). Program Pasca Sarjana,
lapangan, maka perlu adanya kajian
Magister Manajemen Sumberdaya
mengenai validnya data terhadap nilai Pantai, Universitas Diponegoro
produksi dan jumlah armada yang tercatat Semarang. 114 hal
pada daerah tersebut
2. Mengevaluasi cara pengumpulan data Fauzi, A. (1998). The Management of
statistik yang sedang berlaku untuk me- Competing Multi Species Fisheries: A
Case of A Small Pelagic Fishery on The
netapkan cara dan materi pengumpulan
North Coast of Central Java, (December).
data yang dapat digunakan untuk
pengkajian sumberdaya perikanan Fauzi A, Anna S, (2005). “Permodelan Sumber
3. Diperlukan penambahan effort sesuai Daya Perikanan dan Kelautan untuk
dengan batas-batas MEY dan MSY, me- Analisis Kebijakan”. Jakarta: PT
ningkatkan tekonologi penangkapan, Gramedia Pustaka Utama.
seperti melalui peningkatan teknologi
Fauzi A, (2006). “Ekonomi Sumber Daya Alam
pada alat tangkap payang, program
dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi”.
motorisasi dan program pendidikan dan Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama
latihan tentang pengelolaan sumberdaya
ikan dan meningkatkan mutu hasil Fauzi A, (2010). “Ekonomi Perikanan. Teori,
tangkapan nelayan. Kebijakan dan Pengelolaan”. Jakarta: PT
4. Pengembangan kerja sama antara Gramedia Pustaka Utama.
Pemerintah, nelayan LSM, Perguruan
Gordon, H. S. (1954). The Economic Theory of
Tinggi, stakeholders lainnya dalam pengelo-
a Common-Property Resource : The
laan sumberdaya ikan pelagis kecil. Fishery Author ( s ): H . Scott Gordon
5. Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis Source : The Journal of Political Economy
kecil dalam kondisi underfishing, walaupun , Vol . 62 , No . 2 (Apr ., 1954), pp . 124-
demikian perlu adanya pengendalian 142 Published by : The University of
Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan…
106 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 6 No 2, Desember 2018); halaman 85-106
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan… Maria Yanti Akoit, dan Mardit Nalle