Profesi
Profesi
Kompetensi Dasar
A.Pendahuluan
Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan
(Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem pendidikan.
Sebagai sebuah sistem, kehadirannya diperlukan dalam upaya pembimbingan sikap perilaku
siswa terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan dirinya menuju jenjang usia yang lebih
lanjut.
Permasalahan yang dialami oleh para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari
meski dengan proses belajar dan pembelajaran yang sangat baik. Hal tersebut disebabkan oleh
karena sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang disebabkan oleh hal-hal di luar sekolah.
Dalam hal ini permasalahan siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja, termasuk perilaku siswa
yang tidak dapat mengatur waktu untuk mengikuti proses belajar dan pembelajaran sesuai apa
yang dibutuhkan, diatur, atau diharapkan. Apabila para siswa tersebut belajar sesuai dengan
kehendak sendiri dalam arti tanpa aturan yang jelas, maka upaya belajar siswa tersebut tidak
dapat berjalan dengan efektif. Apalagi tantangan kehidupan sosial dewasa ini semakin kompleks,
termasuk tantangan dalam mengelola waktu. Dalam hal ini jika pengelolaan waktu berdasarkan
kesadaran sendiri maupun arahan pihak lain tidak dilakukan dengan disiplin maka semuanya
akan menjadi kacau. Demikian pula dengan kedisiplinan siswa dalam mengikuti proses belajar
dan pembelajaran yang dipadukan dengan aktifitas lain dalam kehidupan sehari-hari. Disinilah
kehadiran bimbingan dan konseling diperlukan untuk mendampingi mereka.
Tanggung jawab guru adalah membantu peserta didik (siswa) agar dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Potensi pesrta didik yang harus
dikembangkan bukan hanya menyangkut masalah kecerdasan dan keterampilan, melainkan
menyangkut seluruh aspek kepribadian. Sehubungan dengan hal tersebut, guru tidak hanya
dituntut untuk memiliki pemahaman atau kemampuan dalam bidang belajar dan pembelajaran
tetapi juga dalam bidang bimbingan dan konseling. Senjaya (2006) menyebutkan salah satu
peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing yang
baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Dengan
memahami konsep-konsep bimbingan dan konseling, guru diharapkan mampu berfungsi sebagai
fasilitator perkembangan peserta didik, baik yang menyangkut aspek intelektual, emosional,
sosial, maupun mental spiritual.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa layanan bimbingan dan
konseling di sekolah bukan hanya menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan konseling.
Kehadiran dan peran guru kelas maupun guru mata pelajaran dalam pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah sangat diperlukan agar layanan bimbingan dan konseling itu dapat
berlangsung dengan baik dan dapat membuahkan hasil maksimal sesuai dengan yang diharapkan.
Pembahasan berikut akan mengurai tentang peran guru dalam penyelenggaraan bimgingan dan
konseling di sekolah, peran kepembibingan guru dalam proses pembelajaran, dan teknik
membantu siswa bermasalah.
Bila ditinjau dari segi sejarah perkembangannya ilmu bimbingan dan konseling di Indonesia,
maka sebenarnya istilah bimbingan dan konseling pada awalnya dikenal dengan istilah
bimbingan dan penyuluhan yang merupakan terjemahan dari istilah guidance and counseling.
Penggunaan istilah bimbingan dan penyuluhan sebagai terjemahan dari kata guidance and
counseling ini diceruskan oleh Tatang Mahmud, MA. Sebagaimana yang dikemukakan oleh DR.
TohariMusnawar( 1985:8 ).
Konseling merupakan dasar inti bimbingan secara keseluruhan yang berkenaan dengan
pengentasan masalah dan fasilitasi perkembangan individu. Konseling merupakan suatu
hubungan antara pemberi bantuan yang terlatih dengan seorang yang mencari bantuan, dimana
keterampilan pemberi bantuan dan suasana yang dibuatnya membantu orang lain belajar untuk
berhubungan dengan dirinya sendiri atau orang lain dengan cara-cara yang lebih tumbuh dan
produktif.
(canavagh1982.1-2).
Akan tetapi dalam perkembangan bahasa Indonesia selanjutnya pada tahun 1970 sebagai
awal dari amsa pembangunan Orde Baru, istilah penyuluhan yang merupakan terjemahan dari
kata Counseling dan mempunyai konotasi psychological-counseling, banyak pula dipakai dalam
bidang-bidang lain, seperti penyuluhan pertanian, penyuluhan KB, penyuluhan gizi, penyuluhan
hukum, penyuluhan agama, dan lain sebagainya, yang cenderung diartikan sebagai pemberian
penerangan atau informasi bahkan kadang-kadang hanya dalam bentuk pemberian ceramah atau
pemutaran film saja. Menyadari perkembangan pemakaian istilah yang demikian, maka sebagian
para ahli bimbingan dan penyuluhan Indonesia yang tergabung dalam oraganisasi profesi IPBI
(Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) mulai meragukan ketepatan penggunaan istilah
penyuluhan. Sebagai terjemahan dari istilah counseling tersebut. Oleh karena itu sebagian dari
mereka berpendapat, sebaiknya istilah penyuluhan itu dikembalikan ke istilah aslinya yaitu
counseling, sehingga pada saat itu dipopulerkan istilah bimbingan dan konseling untuk ilmu ini,
tetapi ada pula sebagian ahli bimbingan dan penyuluhan yang berpendapat bahwa kalau istilah
guidance diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah bimbingan, istilah counseling
harus pula dicarikan istilah bahasa Indonesianya. Berdasarkan pemikiran yang demikian maka
ada para ahli itu ada yang menggunakan istilah bimbingan dan wawanwuruk, bimbingan dan
wawanmuka, bimbingan dan wawancara untuk memberi nama bagi ilmu ini. Namun diantara
sedemikian banyak istilah tersebut, saat ini yang pa ling populer adalah istilah Bimbingan dan
Konseling.
2.PENGERTIAN KONSELING
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008: 802) konseling berarti pemberian bimbingan
oleh orang yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologis. Sedangkan
dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia, konseling adalah “proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah
(konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali
digunakan oleh Frank Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya
juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang
berpusat pada klien ( client centered ).
Shertzer dan Stone ( 1980 ) telah membahas berbagai definisi yang terdapat di dalam
literatur tentang konseling. Dari hasil bahasannya itu, mereka sampai pada kesimpulan, bahwa
Counseling is an interaction process which facilitates meaningful understanding of self and
environment and result in the establishment and/or clarification of goals and values of future
behavior.
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi
antar konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu
membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli
merasa bahagia dan efektif perilakunya ( Achmad, 2006: 10 ).
Lebih jauh, Pietrofesa dan kawan-kawan pada tahun 1980 menunjukkan sejumlah cirri-
ciri konseling professional sebagai berikut:
a) Konseling merupakan suatu hubungan profesional yang diadakan oleh seorang konselor yang
sudah dilatih untuk pekerjaannya.
b) Dalam hubungan yang bersifat profesional itu, klien mempelajari keterampilan pengambilan
keputusan, pemecahan masalah, serta tingkah laku atau sikap-sikap baru.
c) Hubungan profesional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antara klien dan konselor.
Adanya perbedaan definisi konseling tersebut, selain ditimbulkan karena perkembangan
ilmu konseling itu sendiri, juga disebabkan oleh perbedaan pandangan ahli yang merumuskannya
tentang konseling dan aliran atau teori yang dianutnya. Ada ahli yang mengklasifikasikan
konseling bedasarkan fungsinya menjadi tiga kelompok, yaitu suportif, reedukatif, dan
rekonstruktif ( Moh. Djawad Dahlan, 1986 ). Konseling juga dibedakan berdasarkan metodenya,
yaitu metode direktif dan nondirektif. Osipow, Walsh, dan Tosi (1980) mengelompokkan
konseling berdasarkan penekanan masalah yang diselesaikannya, yaitu penyesuaian pribadi,
pendidikan, dan karier. Ahli lain Patterson (1966) secara lebih rinci mengelompokkan
pendekatan konseling menjadi lima kelompok, yaitu pendekatan rasional, teori belajar,
psikoanalitik, perceptual-fenomenologis, dan eksistensial.
Uraian tersebut menggambarkan betapa sulit merumuskan definisi konseling yang
komprehensif dan berlaku untuk setiap orang dari berbagai aliran. Namun demikian, berikut ini
ada beberapa point generalisasi yang menggambarkan karakteristik utama kegiatan konseling.
a) Konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu.
b) Hubungan dalam konseling bersifat interpersonal.
c) Keefektivan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas hubungan antara konselor dan
kliennya.
3.TUJUAN KONSELING
Secara umum pelayanan konseling di sekolah bertujuan agar siswa mendapat pelayanan
konseling secara optimal sesuai dengan bakat,kemampuan dan nilai-nilai yang dimiliki.Tujuan
ini dirumuskan berdasarkan kenyataan adanya perbedaan antar siswa sesamanya.Setiap siswa
memiliki keunikan-keunikan tertentu.
a. Memahami dirinya dengan baik,yaitu mengenal segala kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya berkenaan dengan bakat,kemampuan,minat,sikap dan perasaannya
b. Memahami lingkungannya dengan baik yang meliputi lingkungan pendidikan,lingkungan
pekerjaan,dan lingkungan sosial masyarakat.
c. Membuat pilihan dan keputusan yang bijaksana,yaitu keputusan-keputusan ,yang dibuat
atas pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan lingkungannya.
d. Mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari,baik di sekolah
maupun diluar sekolah.
4. FUNGSI KONSELING
Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan
lingkungannya.
Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau
menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan
dirinya.
Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang
dialaminya.
Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik
memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang
dimilikinya.
Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak
dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk
penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan
(klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya
oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya..
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan
konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi
sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,-
sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan
konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan
bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang
seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan
konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa
landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh
berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan
dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan
secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri
tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan
tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan
ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh
fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan
dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien).
Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek
pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah)
dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan
bimbingan dan konseling tersebut :
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman
khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang
lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam
bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas
pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai
dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai
aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes,
Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia
sebagai berikut :
Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk
meningkatkan perkembangan dirinya.
Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia
berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri
khususnya melalui pendidikan.
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya
untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol
keburukan.
Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud
melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-
pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan
manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi
apa manusia itu.
Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun,
manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk
melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling
diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam
berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok
utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor
tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan
dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a)
motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan
(e) kepribadian.
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik
motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak
dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari
hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan
sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari
dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi
bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang
merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek
fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang
perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari
McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu;
(2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan
psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang
perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler
tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan
individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk
hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya,
dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya.
Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan
yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian
sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik
berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar
yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori
Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini
mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian
secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh
Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi
tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia
menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat
dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik
yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata
kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf
(2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat
behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri,
ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat
dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan
struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif
dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas
tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah
banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl
Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi
dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori
Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan
sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek
kepribadian, yang mencakup :
Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya
dalam memegang pendirian atau pendapat.
Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap
rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau
perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.
Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan
mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami
dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang
dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek
potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan
kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan
upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek
dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya
pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan
keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai
landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan
baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi
pendidikan dan psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien,
yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda.
Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin
timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa;
(b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan.
Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat
menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang
berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan
sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice)
yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian
positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika
seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing.
Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke
culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus
berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis,
maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006)
mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan
konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural
seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka
tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya
lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan
kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar
keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan
konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti:
pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang
dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah
menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara
ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin
ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan
konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi,
antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin
ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik
dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan
dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui
berbagai bentuk penelitian.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup
pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa
konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan
pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran
kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003)
memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis,
landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a)
pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk
kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c)
pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu
: (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari
perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya
yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat
budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan
dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.
Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini
adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat
yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan
kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang
kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah
mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan
spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di
Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-
Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai
aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling
di Indonesia.
3. Orientasi permaslahan
Diketahui dan diyakini bahwa perjalanan hidup manusia dan proses perkembangannya
ternyata tidak mulus, banyak mengalami hambatan dan rintangan. Padahal tujuan umum
bimbingan dan konseling sejalan dengan tujuan hidup dan perkembangan itu sendiri yaitu
kebahagian. Hambatan dan rintngan dalam perjalan hidup pastilah akan menganggu tercapainya
kebahagian itu. Oleh sebab itu kemungkinan timbulnya hambatan dan rintangan perlu
diwaspadai.
Orientasi masalah secara langsung bersangkut paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi
pengentasan.
Sehubungan dengan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah maka guru pembimbing
sebagai orang yang bertanggung jawab dalam perkembangan siswa memperhatikan
permasalahan siswa asuhnya secara perorangan terutama yang sedang dialami siswa. Jika siswa
bermasalah, guru pembimbing bertanggung jawab membantu pengentasannya. Jika ia tidak
bermasalah, guru pembimbing tetap waspada melakukan berbagai upaya pencegahan agar siswa
tersebut tidak mengalami masalah. Guru pembimbing teramat peduli terhadap permasahan
seluruh siswa asuhnya secara perorangan. Semua masalah yang di alami oleh siswa secara
peroramgan tertangani secara baik oleh guru pembimbing. Guru pembimbingan adalah “sang
pembebas” bagi setiap siswa asuhnya : orang yang paling terpercaya dan yang paling diharapkan
untuk memberikan “pencerahan” manakala siswa mengalami keadaan suram. Gurupembimbing
adalah tumpuan harapan, mana kala siswa menalami kebuntuan, kegoncangan atauppun
keputusasaan
1. Prinsip-prinsip umum
a) Karena bimbingan ini berhubungan dengan sikap dan tingkah laku individu, perlu
diingat bahwa sikap dan tingkah laku individu itu terbentuk dari segala aspek
keperibadian yang unik dan ruwet karena dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman.
b) Perlu dikenal dan dipahami perbedaan individual daripada individu-individu yang
dibimbing, ialah untuk memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan
c) Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
d) Masalah yang tidak dapat diselesaikan di sekolah harus diserahkan pada individu atau
lembaga yang mampu dan berwenang ,melakukannya.
e) Bimbingan harus dimulai dengan indentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan
oleh individu yang dibimbing.
f) Bimbingan harus flexibel sesuai dengan program pendidikan di sekolah yang
bersangkutan.
g) Pelaksanaan program bimbingan harus dipimpin oleh seorang petugas yang memliki
keahlian dalam bidang bimbingan dan sanggup bekerjasamadengan pembantunya serta
dapat dan bersedia menggunakan sumber-sumber yang berguna di luar sekolah.
h) Terhadap program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian yang teratur untuk
mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang di peroleh serta penyesuaian antara
pelaksanaan dan rencana yang dirumuskan terdahulu.
2. Prinsip-prinsip khusus
1) bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang umur, jenis
kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
2) Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang
terbentuk dari berbgai aspek kepribadian yang kompleks dan unik; oleh karena itu
pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan
pribadi individu.
5) Meskipun individu yang satu dengan lainnya adalah serupa dalam berbagai hal,
perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang
bertujuan memberikan bantuan/ bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik
mereka itu anak-anak, remaja, ataupun dewasa.
1. Asas kerahasiaan
Pelayanan bimbingan dan konseling ada kalanya berhubungan dengan klien yang mengalami
masalah. Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam kegiatan bimbingan konseling kadang-
kadang klient harus menyampaikan hal-hal yuang sangat pribadi/ rahasia, kepada konselor, oleh
karena itu konselor harus menjaga kerahasiaan data yang diperolehnya dari klientnya. Bagi klien
yang bermasalah dan ingin menyelesaikan masalahnya akan sangat membutuhkan bantuan dari
orang yang dapat memnyimpan kerahasian masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu segala
sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disebarluaskan kepada pihak lain.
Jika asas ini benar-benar dilaksanakan oleh konselor, maka konselor akan mendapat
kepercayaan dari semua pihak dan mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling
dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya ,jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan ini
dengan baik,maka hilanglah kepercayaan klien terhadap konselor,sehingga akibatnya pelayanan
bimbingan tidak dapat tempat atau diterima di hati klien dan para calon klien.
2. Asas kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan,baik dari pihak
konselor maupun klien.Dengan ini keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling akan
tercapai.kesukarelaan itu ada pada konselor maupun pada klien. Artinya klien secara sukarela
tanpa cara terpaksa mau menyampaikan masalah yang ditanganinya dengan mengungkapkan
secara terbuka hal-hal yang dialaminya,serta mengungkapkan segenap fakta,data dan seluk
beluk yang berkenaan dengan masalah yang dialaminya. Sementara konselor hendaknya dapat
memberikan bantuan dnegan tidak terpaksa,atau dengan kata lain konselor memberikan
bantuan dnegan ikhlas.
3. Asas keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan,baik dari
pihak konselor maupun klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekadar bersedia menerima saran-
saran dari luar, malahan lebih dari itu,diharapkan masing pihak yang bersangkutan bersedia
buka diri untuk kepentingan masalah.individu yang membutuhkan bimbngan diharapakan dapat
berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga dengan
keterbukaan ini penelahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien dapat
dilaksanakan
Keterusterangan si klien akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan
kesukarelaan maksudnya klien betul- betul mempercyai konselor dan benar – benar
mengharapakan bantuan dari konselornya.
Keterbukaan disisni ditinjau dari 2 arah .dari pihak klien diharapakan pertama-tama membuka
diri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain(dalam hal ini orang
konselor)dan yang kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran dan masukan
lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor keterbukaan terwujud dengan kesedian konselor
menjawab pertanyaan- pertanyaan dari klien dan mengunkapkan diri konselor sendiri jika hal itu
memang di kehendaki oleh klien.dalam hubungan suasana seperti itu masing- masing pihak
bersifat transparan(terbuka)terhadap pihak lainya.dengan keterbukaan ini penelahan masalah
serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien semakin muda dipahami.
4. Asas kekinian
Masalah klien yang ditangani melalui kegiatan dan bimbingan dan konseling adalah masalah –
masalah yang sedang dirasakan,bukan masalah yang pernah dialami pada masa lampau,dan juga
bukan masalah yang mungkin dialami di masa yang akan datang .apabila ada hal tertentu yang
menyangkut masa lampu dan atau masalah yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya
bimbingan yang sedang di selenggrakan itu,pembahasan tersebut hanyalah merupakn latar
belakang dan atau latar depan dari maslah yang dihadapi sekarang,sehingga masalah yang
sedang dialami dapat terselesaikan.dalam usaha bersifat pencegahan,pada dasarnya pertanyaan
yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang sehingga kemungkinan yang tidak
baik dapat di hindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda
pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya
siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberi bantuan. Konselor
tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. Konselor harus
mendahulukan kepentingan klien dari pada yang lainnya. Jika konselor benar-benar memiliki
alasan yang kuat untuk tidak memberi bantuannya maka harus dapat
mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk kepentingan
klien.
5. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri sendiri tidak
bergantung pada orang lain atau konselor. Ciri-ciri pokok dari individu yang setelah dibimbing
dan dapat mandiri adalah sebagai berikut:
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagai mana adanya
b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri
d. Mengarahkan diri sendiri sendiri sesuai keputusan itu
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi,minat,dan kemampuan yang
dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum diatas haruslah di sesuaikan dengan tingkat perkembangan
dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi
arah dari keseluruhan proses konseling,dan hal itu didasari baik oleh konselor maupun klien.
Dengan demikian,maka para konselor hendaknya senantiasa berusaha menghidupkan
kemandirian pada diri klien,bukan justru menghidupkan ketergantungan klien pada konselor.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang terencana berdasarkan pengukuran
kebutuhan (need asessment) yang diwujudkan dalam bentuk program bimbingan dan konseling.
Program bimbingan dan konseling di sekolah dapat disusun secara makro untuk 3 (tiga) tahun,
meso 1 (satu) tahun dan mikro sebagai kegiatan operasional dan memfasilitasi kebutuhan-
kebutuhan khusus. Program menjadi landasan yang jelas terukur layanan profesional yang
diberikan oleh konselor di sekolah.
Program bimbingan dan konseling disusun berdasarkan struktur program dan bimbingan dan
konseling perkembangan.
Struktur program bimbingan diklasifikasikan ke dalam empat jenis layanan, yaitu : (a) layanan
dasar bimbingan; (b) layanan responsif, (c) la- yanan perencanaan individual, dan (d) layanan
dukungan sistem. Keterkaitan keempat komponen program bimbingan dan konseling ini dapat
digambarkan pada gambar 1.
Gambar 1. Komponen Program BK
1) Pengertian
Layanan dasar bimbingan diartikan sebagai “proses pemberian bantuan kepada semua siswa (for
all) melalui kegiatan-kegiatan secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis
dalam rangka membantu perkembangan dirinya secara optimal”.
2) Tujuan
Layanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang
normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan
kata lain membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara
rinci tujuan layanan dirumuskan sebagai upaya untuk membantu siswa agar : (1) memiliki
kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya
dan agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab
atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3)
mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan (4) mampu mengembangkan
dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
3) Materi
Untuk mencapai tujuan tersebut, kepada siswa disajikan materi layanan yang menyangkut aspek-
aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu siswa
dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi layanan dasar bimbingan dapat diambil
dari berbagai sumber, seperti majalah, buku, dan koran. Materi yang diberikan, disamping
masalah yang menyangkut pengembangan sosial-pribadi, dan belajar, juga materi yang
dipandang utama bagi siswa SLTP/SLTA, yaitu yang menyangkut karir. Materi-materi tersebut,
di antaranya : (a) fungsi agama bagi kehidupan, (b) pemantapan pilihan program studi, (c)
keterampilan kerja profesional, (d) kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam
menghadapi pekerjaan, (e) perkembangan dunia kerja, (f) iklim kehidupan dunia kerja, (g) cara
melamar pekerjaan, (h) kasus-kasus kriminalitas, (i) bahayanya perkelahian masal (tawuran), dan
(j) dampak pergaulan bebas. Materi lainnya yang dapat diberikan kepada para siswa adalah
sebagai berikut:
Pengembangan self-esteem.
Pengembangan motif berprestasi.
Keterampilan pengambilan keputusan.
Keterampilan pemecahan masalah.
Keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi.
Memahami keragaman lintas budaya.
Perilaku yang bertanggung jawab.
b. Layanan Responsif
1) Pengertian
Layanan responsif merupakan “pemberian bantuan kepada siswa yang memiliki kebutuhan dan
masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera”.
2) Tujuan
Tujuan layanan responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan
memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan,
kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Tujuan layanan ini dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-
masalah atau kepedulian pribadi siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan
dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan.
3) Materi
Materi layanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa. Masalah dan
kebutuhan siswa berkaitan dengan keinginan untuk memahami tentang suatu hal karena
dipandang penting bagi perkembangan dirinya yang positif. Kebutuhan ini seperti kenginan
untuk memperoleh informasi tentang bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika,
pergaulan bebas dan sebagainya.
Masalah siswa lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dialami atau dirasakan
mengganggu kenyamanan hidupnya atau menghambat perkembangan dirinya yang positif,
karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Masalah siswa pada umumnya tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami
melalui gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya.
Masalah (gejala masalah) yang mungkin dialami siswa di antaranya : (a) merasa cemas tentang
masa depan, (b) merasa rendah hati, (c) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan
sesuatu tanpa mempertimbangkannya secara matang), (d) membolos dari sekolah, (e) malas
belajar, (f) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif, (g) kurang bisa bergaul, (h) prestasi
belajar rendah, (i) malas beribadah, (j) masalah pergaulan bebas (free sex), (k) masalah tawuran,
(l) manajemen stress, dan (m) masalah dalam keluarga.
Untuk memahami kebutuhan dan masalah siswa dapat ditempuh dengan cara menganalisis data
siswa, baik yang bersumber dari inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), angket siswa,
wawancara, observasi, sosiometri, daftar hadir siswa, leger, psikotes dan daftar masalah siswa
atau alat ungkap masalah (AUM).
1) Pengertian
Layanan ini diartikan “proses bantuan kepada siswa agar mampu merumuskan dan melakukan
aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depannya berdasarkan pemahaman akan
kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia
di lingkungannya”.
2) Tujuan
Layanan perencanaan individual bertujuan untuk membantu siswa agar (1) memiliki pemahaman
tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan
terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir,
dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah
dirumuskannya.
Tujuan layanan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi
siswa untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan
pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi atau materi perencanaan individual adalah
hal-hal yang menjadi kebutuhan siswa untuk memahami secara khusus tentang perkembangan
dirinya sendiri. Dengan demikian meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu
seluruh siswa, layanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas
perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing siswa. Melalui layanan
perencanaan individual, siswa dapat:
3) Materi
Materi layanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik,
karir, dan sosial-pribadi. Materi pengembangan aspek (a) akademik meliputi : memanfaatkan
keterampilan belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih
kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang hayat; (b)
karir meliputi : mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan pekerjaan,
memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif; dan (c) sosial-pribadi meliputi :
pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
Ketiga komponen program, merupakan pemberian layanan BK kepada siswa secara langsung.
Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen layanan dan kegiatan manajemen yang
secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran
perkembangan siswa. Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan
untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh
melalui pengembangan profesinal; hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf
ahli/penasehat, masyarakat yang lebih luas; manajemen program; penelitian dan pengembangan
(Thomas Ellis, 1990).
Pemberian layanan menyangkut kegiatan guru pembimbing (konselor) yang meliputi (a)
konsultasi dengan guru-guru, (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau
masyarakat, (c) berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan-kegiatan sekolah, (d) bekerjasama
dengan personel sekolah lainnya dalam rangka mencisekolahakan lingkungan sekolah yang
kondusif bagi perkembangan siswa, (e) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang
berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling.
2) Kegiatan Manajemen
Rasional berisi latar belakang penyusunan pogram bimbingan didasarkan atas landasan
konseptual, hukum maupun empirik
Visi da misi, berisi harapan yang diinginkan dari layanan Bk yang mendukung visi , misi
dan tujuan sekolah
Kebutuhan layanan bimbingan, berisi data kebutuhan siswa, pendidik dan isntitusi
terhadap layanan bimbingan. Data diperoleh dengan mempergunakan instrumen yang
dapat dipertanggungjawabkan
Tujuan, berdasarkan kebutuhan ditetapkan kompetensi yang dicapai siswa berdasarkan
perkembangan
Komponen program: (1) layanan dasar, program yang secara umum dibutuhkan oleh
seluruh siswa pertingkatan kelas; (2) layanan responsif, program yang secara khusus
dibutuhakn untuk membatu para siswa yang memerlukan layanan bantuan khusus;
(3) layanan perencanaan individual, program yang mefasilitasi seluruh siswa memiliki
kemampuan mengelola diri dan merancang masa depan; dan (4) dukungan sistem,
kebijakan yang mendukung keterlaksanaan program, program jejaring baik internal
sekolah maupun eksternal
Rencana operasional kegiatan
Pengembagan tema atau topik (silabus layanan)
Pengembangan satuan layanan bimbingan
Evaluasi
Anggaran
Program disusun bersama oleh personil bimbingan dan konseling dengan memperhatikan
kebutuhan siswa, mendukung kebutuhan pendidik untuk memfasilitasi pelayanan perkembangan
siswa secara optimal dalam pembelajaran dan mendukung pencapaian tujuan, misi dan visi
sekolah. Program yang telah disusun disampaikan pada semua pendidik di sekolah pada rapat
dinas agar terkembang jejaring layanan yang optimal.
Terkait dengan peran pengawas sekolah, pengawas dapat melakukan pembinaan dan pengawasan
“apakah sekolah memiliki program bimbingan dan konseling?”. Pimpinan sekolah dan personil
bimbingan (guru pembimbing/konselor) harus didorong untuk menyusun program bimbingan.
Jika program sudah ada personil bimbingan dan pimpinan sekolah didorong untuk melakukan
kajian apakah program sudah memfasilitasi kebutuhan peserta didik dan mendukung
ketercapaian visi, misi dan tujuan sekolah. Pengawas juga mendorong pimpinan sekolah dan
konselor untuk menyampaikan program pada rapat dinas sekolah sehingga semua pendidik di
lingkungan sekolah mengetahui, memahami dan dapat mengembangkan jejaring dalam peran
fungsinya masing-masing.
EVALUASI SOAL
uonorp.blogspot.com/2013/05/peran-guru-dalam-bimbingan-dan-konseling.html
https://elitasuratmi.wordpress.com/2012/05/02/konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling/
http://cecepabdulaziz.blogspot.com/2011/07/konsep-dasar-konseling.html
https://www.konselingindonesia.com/read/122/fungsi-pelayanan-konseling.html
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-dan-konseling/
http://boharudin.blogspot.com/2011/04/orientasi-layanan-bimbingan-dan.html
http://metode1.blogspot.com/2015/09/prinsip-pokok-bimbingan-dan-konseling.html
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/pengembangan-program-bimbingan-dan-
konseling-di-sekolah/
NAMA : YUWITA C. TIMORENSIA SINAGA
JURUSAN/PRODI :FISIKA/ PENDIDIKAN FISIKA
E-MAIL : timorensiasinaga@gmail.com
NO.HP : 085277933205
MOTTO HIDUP : Memulai dengan penuh keyakinan
Menjalankan dengan penuh keihlasan
Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan