Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“PARADIGMA PENDIDIKAN IPS DI INDONESIA”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

IPS-2

Dosen Pembimbing: Ka Hikmatu Ruwaida, M.Pd.

Disusun Oleh :
Muhammad Abdurrahman Huzaifi

SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR’AN (STIQ) AMUNTAI


PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. shalawat dan salam semoga selalu tercurah
keharibaan junjungan Nabi besar Muhammad saw. Beserta seluruh keluarganya,
sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Alhamdulillah, dengan segala
rahmat dan inayah-Nya makalah ini sebagai persyaratan untuk memenuhi tugas dalam
bidang pendidikan Madrasah Ibtidaiyah pada Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran (STIQ)
Amuntai ini telah dapat diselasaikan.

Penulis sangat menyadari, dalam penulisan makalah ini banyak sekali


menerima bantuan, baik tenaga maupun pikiran. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan tersebut, terutama kepada:

1. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Alquran (STIQ) Amuntai yang telah menerima dan
menyetujui makalah ini.
2. Ka Hikmatu Ruwaida, M.Pd. sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan dan petunjuk serta koreksi dalam penulisan makalah ini sehingga dapat
diselesaikan.
3. Semua staf perpustakaan STIQ Amuntai yang telah membari banyak membantu
penulis dalam mengumpulkan bahan literatur sampai makalah ini bisa
diselasaikan.
4. Seluruh Dosen dan staf STIQ Amuntai yang yang telah membari banyak
pengatahuan dan nasehat selama penulis mengikuti perkuliahan di STIQ Amuntai.
5. Semua pihak yang telah memberi bantuan, fasilitas, informasi, meminjamkan
buku-buku dan literatur-literatur yang penulis perlukan, sehingga makalah ini bisa
diselasaikan.

Atas bantuan dan dukungan yang tak ternilai harganya tersebut penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang

ii
setinggitingginya teriring do’a yang tulus semoga Allah swt membari ganjaran yang
berlipat ganda. Amin.

Akhirnya penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua dan
mendapat taufik serta inayah dari Allah swt.

Amuntai, 20 April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan tujuan ................................................................................ 3
B. Pengertian menurut para ahli ..................................................................... 6
C. Paradigma Pendidikan IPS ........................................................................ 7
D. Paradigma IPS di Indonesia ...................................................................... 12
E. Landasan Filosofis .................................................................................... 14
F. Aliran Filsafat ........................................................................................... 17
BAB III PENUTUP
Simpulan .......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan
di sekolah memiliki tujuan untuk memperbaiki, mengembangkan dan memajukan
hubungan-hubungan kemanusiaan dan kemasyarakatan. IPS terorganisasikan
secara sistematis dalam pengajaran dan kurikulum disekolah, berfungsi untuk
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial. IPS terdiri dari materi; geografi, sejarah, sosiologi, ekonomi
dan PKn bertujuan untuk membangun peserta didik, agar menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta menjadi warga dunia
yang cinta damai.
Mata pelajaran ini berperan mengfungsionalkan dan merealisasikan ilmu-
ilmu sosial yang bersifat teoritik kedalam dunia kehidupan nyata di masyarakat.
Oleh karenanya secara substansi materinya, IPS mengintegrasikan dan
mengorganisasikannya secara pedagogik dari berbagai ilmu sosial yang
diperuntukan bagi pembelajaran di tingkat persekolahan, sehingga dengan
memulai pembelajaran IPS diharapkan peserta didik mampu membawa dirinya
secara dewasa dan bijak dalam kehidupan nyata, dan peserta didik tidak hanya
mampu mengusai teori-teori kehidupan dalam masyarakat tapi mampu menjalani
kehidupan nyata di masyarakat sebagai insan sosial. Dalam mengawali
pembahasan mengenai teknis dan teori pendidikan IPS di SD lebih lanjut maka
perlunya diawali dengan penjelasan mengenai hakikat IPS secara mendalam dan
juga landasan IPS, khususnya landasan Filosofisnya. 1

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana Paradigma Pendidikan IPS di Sekolah Dasar (SD) ?

1
Sapriya, Pendidikan IPS Konsep dan Pembeljarannya (Bandung: PT. Rosda Karya,
2012), h. 22.

1
2

2. Apa saja yang menjadi landasan Filosofis Pendidikan IPS ?

C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian ini mempunyai tujuan, yaitu:
1. Untuk menjelaskan paradigma Pendidikan IPS di Sekolah Dasar.
2. Untuk menjelaskan landasan Filosofis pendidikan IPS.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN IPS


Pendidkan IPS terdiri dari dua kata yaitu pendidikan dan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). Menurut Plato bahwa “pendidikan adalah proses yang
dilakukan seumur hidup (life-long) yang dimulai dari seseorang lahir hingga
kematiannya, yang membuat seseorang bersemangat dalam mewujudkan warga
negara yang ideal dan mengajarkannya bagaimana cara memimpin dan mematuhi
yang benar” . 2
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dijelaskan sebagai berikut : Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.3
Fakih samlawi dan Bunyamin Maftuh menyatakan bahwa IPS merupakan
mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial
disusun melalui pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya
bagi siswa dan kehidupannya. Supriatna Pengertian IPS merujuk pada kajian yang
memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Berbagai dimensi
manusia dalam kehidupan sosialnya merupakan fokus kajian dari IPS. Aktivitas
manusia dilihat dari dimensi waktu yang meliputi masa lalu, sekarang, dan masa
depan. Aktivitas manusia yang berkaitan dalam hubungan interaksinya dengan
aspek keruangan atau geografis. Aktivitas social manusia dalam memenuhi segala
kebutuhan hidupnya dalam dimensi arus produksi, distribusi, dan konsumsi.
Selain itu dikaji pula bagaimana manusia membentuk seperangkat peraturan social
dalam menjaga pola interaksi sosial antar manusia dan bagaimana cara manusia

2
Nana Supriatna, Bahan Belajar Mandiri Pendidikan IPS SD (Bandung: UPI PRESS,
2010), h. 5-14.
3
Supriatna, h. 5-14.

3
4

memperoleh dan mempertahankan suatu kekuasaan. Pada intinya, focus kajian


IPS adalah berbagai aktivitas manusia dalam berbagai dimensi kehidupan social
sesuai dengan karakteristik manusia sebagai makhluk social (homo socius). 4

Terdapat perbadaan yang esensial antara IPS sebagai ilmu-ilmu social


(social sciences) dengan pendidikan IPS sebagai social studies. Jika IPS lebih
dipusatkan pada pengkajian ilmu murni dari berbagai bidang yang termasuk
dalam ilmu-ilmu social (social sciences) atau dalam kata lain IPS adalah sebagai
wujudnya. Setiap disiplin ilmu yang tergabung dalam ilmu-ilmu social berusaha
untuk mengembangkan kajiannya sesuai dengan alur keilmuannya, dan
menumbuhkan “body of knowledge”. 5

Pendidikan IPS lebih ditekankan pada bagaimana cara mendidik tentang


ilmu-ilmu social atau lebih kepada penerapannya (application of knowledge social
studies). Ilmu yang disajikan dalam pendidikan IPS merupakan suatu synthetic
antara ilmu-ilmu social dengan ilmu ilmu-ilmu pendidikan. Pendidikan IPS
merupakan hasil rekayasa “inter cross” dan “trans disipliner” antara disiplin ilmu
pendidikan dengan disiplin ilmu sosial murni untuk tujuan pendidikan. Ilmu yang
dikembangkan melalui pendidikan IPS merupakan hasil seleksi, adaptasi dan
modifikasi dari hubungan interdisipliner antara disiplin ilmu pendidikan dan
disiplin ilmu-ilmu social yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
psikologis untuk tujuan pendidikan 6

Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS adalah suatu terapan dari


berbagai ilmu-ilmu sosial yang berkaitan dengan interaksi kemasyarakatan dengan
mengikuti rambu-rambu tujuan pendidikan yang telah ditentukan (kurikulum)
untuk digunakan siswa dalam menghadapi permasalahan yang timbul
dilingkungannya dari pengetahuan IPS yang telah dipelajarinya.

Materi pendidikan IPS yang akan dipelajari oleh siswa harus didasarkan
pada tujuan yang akan dicapai. Dalam hal ini, Somantri (2001; 44) merumuskan
batasan dan tujuan pendidikan IPS untuk tingkat sekolah sebagai “suatu

4
Supriatna, h. 5-14.
5
Supriatna, h. 5-14.
6
Supriatna, h. 5-14.
5

penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu social, psikologi, ideologi Pelajaran IPS di


Sekolah Dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai
integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan
berbagai isu dan masalah sosial kehidupan (Menurut Sapriya, 2009). Materi IPS
untuk jenjang sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena lebih
dipentingkan adalah dimensi pedagogik dan psikologis serta karakteristik
kemampuan berpikir peserta didik yang bersifat holistik. 7

Tujuan pendidikan IPS dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa


pendidikan IPS merupakan suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu pendidikan IPS
harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian tujuan
pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
menguasai disiplin ilmu-ilmu social untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih
tinggi

Menurut Hassan (1996; 107), tujuan pendidikan IPS dapat dikelompokkan


ke dalam tiga kategori, yaitu pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab
sebagai anggota masyarakat dan bangsa serta pengembangan diri siswa secara
pribadi. Tujuan pertama berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual
yang berhubungan dengan diri siswa dan kepentingan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu-ilmu social. Tujuan kedua berorientasi pada pengembangan diri
siswa dan kepentingan masyarakat. Sedangkan tujuan ketiga lebih berorientasi
pada pengembangan pribadi siswa baik untuk kepentingan dirinya, masyarakat
maupun ilmu.

Supriatna menyebutkan ada tiga aspek yang harus dituju dalam pendidikan
IPS, yaitu aspek intelektual, kehidupan social, dan kehidupan individual.
Pengembangan kemampuan intelektual lebih didasarkan pada pengembangan
disiplin ilmu itu sendiri serta pengembangan akademik dan thinking skills. Tujuan
intelektual berupaya untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami
disiplin ilmu social, kemapuan berpikir, kemampuan prosesual dalam mencari

7
Supriatna, h. 5-14.
6

informasi dan mengkomunikasikan hasil temuan. Pengembangan intelektual ini


akan selalu berhubungan dengan aspek pengembangan individual. 8

Pengembangan kehidupan sosial berkaitan dengan pengembangan


kemampuan dan tanggung jawab siswa sebagai anggota masyarakat. Oleh karena
itu tujuan ini mengembangkan kemampuan seperti berkomunikasi , rasa tanggung
jawab sebagai warga Negara dan warga dunia, kemampuan berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dan bangsa. Termasuk dalam tujuan ini adalah
pengembangan pemahaman dan sikap positif terhadap nilai, norma dan moral
yang berlaku dalam masyarakat

B. PENGERTIAN PENDIDIKAN IPS MENURUT PARA AHLI


1. Somantri menyatakan “IPS adalah penyederhanaan atau disiplin ilmu ilmu
sosial humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan pedagogis atau psikologis untuk tujuan
pendidikan”. 9
2. Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa “IPS adalah perwujudan
dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi
dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya,
psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia,
yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan
yang disederhanakan agar mudah dipelajari”.
3. Nu’man Soemantri menyatakan bahwa “IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu
sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan
SLTA”.
Penyederhanaan mengandung arti: 10
a) Menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di
universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa
siswi sekolah dasar dan lanjutan.
b) Mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan
kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.

8
Supriatna, h. 5-14.
9
Supriatna, h. 5-14.
10
Supriatna, h. 5-14.
7

4. S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi atau


paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS merupakan
bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran manusia dalam
masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah, ekonomi, geografi,
sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
5. Tim IKIP Surabaya mengemukakan bahwa “IPS merupakan bidang studi
yang menghormati, mempelajari, mengolah, dan membahas hal-hal yang
berhubungan dengan masalah-masalah human relationship hingga
benarbenar dapat dipahami dan diperoleh pemecahannya. Penyajiannya
harus merupakan bentuk yang terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah
terpilih, kemudian disederhanakan sesuai dengan kepentingan sekolah
sekolah”. 11

C. PARADIGMA PENDIDIKAN IPS


Paradigma IPS adalah model atau kerangka berpikir pengembangan IPS
yang diwacanakan dalam kurikulum pada sistem pendidikan Indonesia, dan IPS
merupakan studi yang mempelajari tentang masyarakat atau manusia, dan
merupakan ilmu pengetahuan sosial yang diambil dari ilmu sosial. Ada tiga istilah
yang termasuk bidang pengetahuan sosial, yaitu: Ilmu Sosial (Social Sciences),
Studi Sosial (Social Studies), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Selain istilah
tersebut ada juga istilah yang kadang-kadang digunakan dalam menyebut bidang
studi IPS, yaitu: Social Education dan Social Learning, yang menurut Cheppy
kedua istilah tersebut lebih menitik beratkan kepada berbagai pengalaman di
sekolah yang dipandang dapat membantu anak didik untuk lebih mampu bergaul
di tengah-tengah masyarakat.12
1. Ilmu Sosial (Social Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,
1996; 2) adalah sebagai berikut: “ilmu sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu
pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat
perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.

11
Supriatna, h. 5-14.
12
Rachmah, Pengembangan Profesi Pendidikan IPS (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 33.
8

Menurut Gross, ilmu sosial merupakan disiplin intelektual yang


mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada
manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia
bentuk.13

Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa ilmu sosial adalah cabang ilmu


pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan
maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu ilmu sosial adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota
masyarakat. Ilmu-ilmu sosial lebih menitik beratkan kepada interdisiplin pada
suatu bidang studi kajian disatu disiplin ilmu, seperti contoh pada disiplin ilmu
Antropologi.

2. Studi Sosial (Social Studies)


Berbeda dengan ilmu sosial, studi sosial bukan merupakan suatu bidang
keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang
pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang studi sosial ini, Achmad
Sanusi memberi penjelasan sebagai berikut : Studi sosial tidak selalu bertaraf
akademis - universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak
pendidikan dasar dan dapat berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan kepada
disiplin-disiplin ilmu sosial. Studi Sosial merupakan suatu bidang pengkajian
tentang gejala dan masalah sosial yang terjadi pada masyarakat.14

Studi sosial bersifat interdisipliner, dengan menetapkan pilihan judul atau


masalah-masalah tertentu berdasarkan sesuatu rangka referensi, dan meninjaunya
dari beberapa sudut sambil mencari logika dari hubungan-hubungan yang ada satu
dengan lainnya.

Studi sosial menurut John Jarolimek: “Tugas Studi Sosial sebagai suatu
bidang studi mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai ke tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, dengan tujuan membina warga masyarakat yang mampu
menyelaraskan kehidupannya berdasarkan kekuatan-kekuatan fisik dan social,
serta membantu melahirkan kemampuan memecahkan masalah-masalah social
13
Idianto Muin, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 4.
14
Muin, h. 5.
9

yang dihadapainya. Jadi, baik materi maupun metode pembelajaran penyajiannya


harus sesuai dengan misi yang diembannya”.

3. Pengetahuan Sosial (IPS)


Pada dasarnya Mulyono Tj. memberi batasan IPS adalah merupakan suatu
pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu
sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti
sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu
politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996: 4)
bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil perpaduan dari sejumlah mata
pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik. 15

IPS lebih menitik beratkan kepada pendekatan multidisipliner atau


interdisipliner, dimana topik-topik dalam IPS dapat dimanipulasi menjadi suatu
isu, pertanyaan atau permasalahan yang berperspektif interdisiplin. Ilmu
pengetahuan IPS yg dikenal di Indonesia bukan ilmu sosial. Oleh karena itu,
proses pembelajaran IPS pada berbagai tingkat pendidikan tidak akan
menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, melainkan lebih menekankan
kepada segi praktis mempelajari, menelaah serta mengkaji gejala dan masalah
sosial dengan mempertimbangkan bobot dan tingkatan peserta didik pada tiap
jenjang.

Pendekatan yang dilakukan studi sosial sangat berbeda dengan pendekatan


yang biasa digunakan dalam Ilmu Sosial. Pendekatan studi sosial bersifat
interdisipliner atau multidisipliner dengan menggunakan berbagai bidang
keilmuan. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam Ilmu Sosial (Social
Sciences) bersifat disipliner dari bidang ilmunya masing-masing.

Konsep “Social Studies” secara umum berkembang di Amerika Serikat


merupakan salah satu negara yang telah menujukkan reputasi akademis dalam
bidang sosial, seperti dengan berdirinya National Council for The Social Studies
(NCSS) pada tanggal 20-30 November 1935. Dalam pertemuan ini, disepakati
bahwa “Social Science as the Core of the Curriculum” yaitu menempatkan bahwa

15
Muin, h. 5.
10

social studies sebagai core curriculum. Sedangkan pada tahun 1937, pilar historis-
epiostemologis, social studies yang pertama, berupa suatu definisi tentang “social
studies” yang berawal dari Edgar Bruce Wesley yaitu “The Social Studies Are The
Social Sciences Simplified Pedagogical Purpose” yang artinya bahwa “The Social
Studies” adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan.
Kemudian dikembangkan bahwa social studies berisikan aspek-aspek ilmu
sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu
geografi dan filsafat. Berdasarkan pengamatan Edgar Bruce Wesley selama 40-an
tahun bahwa bahwa bidang social studies mengalami perkembangan dengan
adanya ketidakmenentuan, ketakberkeputusan, ketakbersatuan, dan ketakmajuan
terutama pada tahun 1940-1970-an. 16

Pada periode ini, merupakan periode yang sangat sulit dalam menjalankan
social studies. Antara tahun 1940-1950-an, “social studies” mendapat serangan
dari segala penjuru yang pada dasarnya berkisar pada pertanyaan mesti atau
tidaknya “social studies” menanamkan nilai dan sikap demokratis kepada para
pemuda. Pada tahun 1960-an timbul suatu gerakan akademis yang mendasar
dalam pendidikan, yang secara khusus dapat dipandang sebagai suatu revolusi
dalam bidang social studies yang dipelopori oleh para sejarawan dan ahli-ahli
ilmu sosial. Kedua kelompok ilmuwan ini terpikat oleh “social studies” karena
pada saat pemerintahan federal menyediakan dana yang sangat besar untuk
pengembangan kurikulum. Dengan dana ini, para ahli bekerja sama untuk
mengembangkan proyek kurikulum dan memproduksi bahan belajar yang sangat
inovatif dan menantang dalam skala besar. Gerakan akademis tersebut dikenal
sebagai gerakan “The New Social Studies”. 17

Namun demikian, sampai tahun 1970-an ternyata gagasan untuk


mendapatkan The New Social Studies ini belum menjadi kenyataan. Isu yang terus
menerpa social studies adalah mengenai perlu tidaknya indoktrinasi, tujuan
pembelajaran yang saling bertentangan dan pertikaian mengenai isi pembelajaran.
Pada tahun 1940-1960 terjadinya tarik menarik antara dua visi social studies,
disatu pihak adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial
16
Supriatna, Bahan Belajar Mandiri Pendidikan IPS SD, h. 5-14.
17
Supriatna, h. 5-14.
11

untuk tujuan citizenship education dan di lain pihak terus bergulirnya gerakan
pemisahan berbagai disiplin ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi
social studies education. Hal ini merupakan dampak dari berbagai penelitian yang
dirancang untuk mempengaruhi kurikulum sekolah, terutama yang berkenaan
dengan pengertian dan sikap siswa. Selain itu, merupakan dampak dari opini
publik berkaitan dengan perang dunia II, perang dingin, dan perang korea serta
kritik publik terhadap belum terwujudnya gagasan John Dewey tentang
pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam praktik pendidikan
persekolahan.18

Gerakan The New Social Studies yang menjadi pilar dari perkembangan
Social Studies pada tahun 1960-an bertolak dari kesimpulan bahwa “social
studies” sebelumnya dinilai sangat tidak efektif dalam mengajarkan substansi dan
mempengaruhi perubahan siswa. Oleh karena itu, sejarawan dan ahli-ahli ilmu
sosial bersatu padu untuk bergerak meningkatkan social studies kepada taraf
higher level of Intellectual Pursuit yakni mempelajari ilmu sosial secara
mendasar. Dengan orientasi tersebut maka dimulailah era modus pembelajaran
Social Studies Education. Dari berbagai pandangan mendorong timbulnya upaya
mentransformasikan “social studies” ke dalam “social science” dan mengajarkan
sebagai disiplin akademik yang terpisah. Gerakan inilah yang mendorong
berdirinya The Social Science Education Concortium (SSEC) yang kemudian
menerbitkan bukunya yang pertama Concept and Structure in The New Social
Studies Curriculum. 19

Pada akhir 1960-an adanya perubahan dari orientasi pada disiplin


akademik yang terpisah-pisah ke suatu upaya untuk mencari hubungan
interdisipliner. Definisi “social studies” dan pengidentifikasian “social studies”
atas tiga tradisi pedagogis dianggap sebagai pilar utama dari “social studies” pada
tahun 1970-an. Dalam definisi tersebut tersirat dan tersurat beberapa hal yaitu
pertama social studies merupakan suatu sistem pengetahuan terpadu, kedua misi
utama social studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat
yang demokratis, ketiga sumber utama konteks social studies adalah social
18
Rachmah, Pengembangan Profesi Pendidikan IPS, h. 34.
19
Rachmah, h. 34.
12

sciences dan humanities, keempat dalam upaya penyiapan warga negara yang
demokratis (Barr dkk, 1978) pada tahun 1980-1990-an mengenal pemikiran social
studies yang sebelumnya dilanda masalah, secara konseptual telah dapat diatasi.

Dilihat dari karakteristik dan tujuannya, Social Studies Education atau


Social Studies yang dipikirkan untuk abad ke-21 masih tetap menempatkan
pendidikan kewarganegaraan yaitu pengembangan Civic Responsibility and Active
Civic Participation sebagai salah satu esensinya. Pada tahun 1992, The Board of
Directors of The National Council for The Social Studies mengadopsi visi terbaru
mengenai social studies yang kemudian diterbitkan dalam dokumen resmi NCSS
pada tahun 1994 dengan judul Expectations of Excellence; Curricullum Standars
for Social Studies.

D. PARADIGMA PENDIDIKAN IPS DI INDONESIA


Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di Indonesia banyak
dipengaruhi oleh pemikiran “social studies” di Amerika Serikat sebagai salah satu
negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi akademis yang signifikan
dalam bidang itu. Reputasi tersebut tampak dalam perkembangan pemikiran
mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya akademis yang
antara lain dipublikasikan oleh National Council for the Social Studies (NCSS).20

Untuk menelusuri perkembangan pemikiran atau konsep pendidikan IPS di


Indonesia secara historis epistemologis terasa sangat susah karena dua alasan.

1. Di Indonesia belum ada lembaga professional bidang pendidikan IPS setua


dan sekuat pengaruh NCSS atau SSEC. Lembaga serupa yang dimiliki
Indonesia, yakni HISPIPSI (Himpunan Sarjana pendidikan IPS Indonesia)
usianya masih sangat muda dan produktivitas akademisnya masih belum
optimal, karena masih terbatas pada pertemuan tahunan dan komunikasi antar
anggota masih insidental.
2. Perkembangan kurikulum dan pembelajaran IPS sebagai ontologi ilmu
pendidikan (disiplin) IPS sampai saat ini sangat tergantung pada pemikiran

20
Sapriya, Pendidikan IPS Konsep dan Pembeljarannya, h. 12-15.
13

individual dan atau kelompok pakar yang ditugasi secara insidental untuk
mengembangkan perangkat kurikulum IPS melalui Pusat pengembangan
Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Dikbud (Puskur). Pengaruh
akademis dari komunitas ilmiah bidang ini terhadap pengembangan IPS
tersebut sangatlah terbatas, sebatas yang tersalur melalui anggotanya yang
kebetulan dilibatkan dalam berbagai kegiatan tersebut. Jadi, sangat jauh
berbeda dengan peranan dan kontribusi Social Studies Curriculum Task
Force-nya NCSS, atau SSEC di Amerika Serikat.

Oleh karena itu, perkembangan pemikiran mengenai pendidikan IPS di


Indonesia akan ditelusuri dari alur perubahan kurikulum IPS dalam dunia
persekolahan, dikaitkan dengan beberapa konten pertemuan ilmiah dan penelitian
yang relevan dalam bidang itu.21

Istilah IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), sejauh yang dapat ditelusuri, untuk
pertama kalinya muncul dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun
1972 di Tawangmangu Solo. Menurut Laporan Seminar tersebut ada tiga istilah
yang muncul dan digunakan secara bertukar pakai yakni “pengetahuan social,
studi social, dan Ilmu Pengetahuan Sosial” yang diartikan sebagai suatu studi
masalah-masalah social yang dipilih dan dikembangkan dengan menggunakan
pendekatan interdisipliner dan bertujuan agar masalah-masalah social itu dapat
dipahami siswa. Dengan demikian, para siswa akan dapat menghadapi dan
memecahkan masalah sosial sehari-hari. Pada saat itu, konsep IPS tersebut belum
masuk ke dalam kurikulum sekolah, tetapi baru dalam wacana akademis yang
muncul dalam seminar tersebut. Kemunculan istilah tersebut bersamaan dengan
munculnya istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam wacana akademis
pendidikan Sains. Pengertian IPS yang disepakati dalam seminar tersebut dapat
dianggap sebagai pilar pertama dalam perkembangan pemikiran tentang
pendidikan IPS. Berbeda dengan pemunculan pengertian social studies dari Edgar
Bruce Wesley yang segera dapat respon akademis secara meluas dan melahirkan
kontroversi akademik, pemunculan pengertian IPS dengan mudah dapat diterima
dengan sedikit komentar.

21
Sapriya, h. 12-15.
14

Konsep IPS untuk pertama kalinya masuk ke dalam dunia persekolahan


pada tahun 1972-1973, yakni dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Hal ini terjadi karena, barangkali kebetulan
beberapa pakar yang menjadi pemikir dalam Seminar Civic Education di
Tawangmangu itu, seperti Achmad Sanusi, Noeman Soemantri, Achmad Kosasih
Djahiri, dan Dedih Suwardi berasal dari IKIP Bandung, dan pada pengembangan
Kurikulum PPSP FKIP Bandung berperan sebagai anggota tim pemnegmbang
kurikulum tersebut. 22

Dalam Kurikulum SD 8 tahun PPSP digunakan istilah “Pendidikan


Kewargaan Negara/ Studi Sosial” sebagai mata pelajaran social terpadu.
Penggunaan garis miring nampaknya mengisyaratkan adanya pengaruh dari
konsep pengajaran social yang awalaupun tidak diberi label IPS, telah diadopsi
dalam Kurikulum SD tahun 1968. Dalam Kurikulum tersebut digunakan istilah
Pendidikan Kewargaan Negara yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia,
Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewargaan
Negara. Oleh karena itu, dalam kurikulum SD PPSP tersebut, konsep IPS
diartikan sama dengan Pendidikan Kewargaan Negara. Penggunaan istilah Studi
Sosial nampaknya dipengaruhi oleh pemikiran atau penafsiran Achmad Sanusi
yang pada tahun 1972 menerbitkan sebuah manuskrip berjudul “Studi Sosial:
Pengantar Menuju Sekolah Komprehensif”. 23

E. LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN IPS


Bangsa Indonesia dilihat dari latar belakang etnik atau kesukuan
merupakan sebaran suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia dengan
disatukan sebagai bangsa yang mempunyai latar belakang keaneka ragaman
bahasa daerah, budaya dan kearifan lokal yang dimiliki masing-masing etnik.
Secara keseluruhan bangsa Indonesia saat ini dikenal sebagai bangsa yang

22
Sapriya, h. 12-15.
23
Sapriya, h. 12-15.
15

majemuk atau heterogenitas multi etnik yang merupakan bagaian dari masyarakat
yang pluralistik.24

Dengan kemajemukan masyarakat tersebut pendidikan dan pengajaran


Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki peran yang strategis baik ditinjau dari
segi akademik maupun kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat
dari sisi akademik pendidikan dan pengajaran IPS dapat membekali anak didik
atau siswa pada pemahaman konsep-konsep dasar ilmu –ilmu sosial sebagai basis
dari pendidikan dan pengajaran IPS di jenjang lembaga pendidikan atau
persekolahan.

Melalui pendidikan dan pengajaran IPS siswa diharapkan memiliki bakat


dan minat terhadap ilmu-ilmu sosial dan dapat memecahkan persoalan-persoalan
yang riil ketika mereka tamat pada jenjang persekolahan tertentu dan dapat hidup
berinteraksi dalam lingkungan masyarakat sebagai insan pembangunan bangsa
yang memiliki moral, pekerti yang baik dan mandiri. Keberhasilan pendidikan dan
pengajaran IPS akan dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap
pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik


Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut:25

1. Esensialisme
Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan bahwa kurikulum harus
menekankan pada penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa, pendidikan
pada dasarnya adalah pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan
dalam aliran esensialisme adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan dari aliran
esensialisme adalah menciptakan intelektualisme. Proses belajar-mengajar yang
dikembangkan adalah siswa harus memiliki kemampuan penguasaan disiplin
ilmu. Penerapan pembelajaran ini lebih banyak berperan pada guru jika
dibandingkan dari siswa.

24
Hermanto, “Landasan Filsafat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,” Universitas
Pendidikan Terbuka, no. Sekolah Pasca Sarjana (2011): h. 5-9.
25
Hermanto, h. 5-9.
16

Sekolah yang baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah


yang mampu mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi mata
pelajaran IPS menurut aliran esensialisme akan lebih menekankan IPS pada aspek
kognitif (pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek afektif (sikap). Siswa
belajar IPS akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep IPS daripada
penerapan materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari. 26

2. Perenialisme
Perenialsme adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus
dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang
kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan
waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat
ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta
didik sebagai warga Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diinginkan oleh Negara. Pandangan perenialisme lebih menekankan pada
Transfer Budaya (transfer of culture), seperti dalam Implementasinya pada
kurikulum IPS yang bertujuan pada pengembangan dan pembangunan jati diri
bangsa peserta didik dalam rangka menuju tercapainya integrasi bangsa. Aliran
ini juga dikenal menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran universal
yang tidak terikat pada ruang dan waktu, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
3. Progresivisme
Progresivisme adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki
tujuan yakni kecerdasan yang praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam
memecahkan berbagai masalah yang disajikan oleh guru atau pendidik.Masalah
tersebut biasanya ditemukan berdasarkan pengalaman siswa.Pembelajaran yang
harus dikembangkan oleh aliran Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan
individual yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial-budaya dan mendorong
untuk berpartisipasi aktif sebagai warga Negara dewasa, terlibat dalam
pengambilan keputusan, dan memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah
pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS dalam pandangan aliran filsafat
Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran IPS mampu membekali kepada
siswa agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam

26
Hermanto, h. 5-9.
17

kehidupan sehari-harinya, misalnya kemiskinan, pengangguran, kebodohan,


ketertinggalan, kenakalan remaja atau narkoba dan lainnya. 27
4. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme adalah aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus
diarahkan kepada pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat
ini menghendaki agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai
masa lalu, mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu
yang paling relevan dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta
didik dalam proses pembelajaran guna memproduksi pengetahuan baru. Dalam
pandangan aliran filsafat ini lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran
mampu menemukan (inquiri), penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa
berdasarkan bacaan yang ia lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses
bukan hasilnya. Aktivitas siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya
pembelajaran.

Dalam implementasi pembelajaran IPS, misalnya siswa mempelajari fakta-


fakta disekelilingnya, berdasarkan fakta tersebut siswa menemukan definisi
mengenai sesuatu, tanpa harus didefinisikan terlebih dahulu oleh guru. Misalnya
dalam pelajaran ekonomi diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang
mekakukan kegiatan jual – beli. Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut
akhirnya siswa menemukan definisi mengenai penjualan, pembelian, penawaran,
pasar, uang dan lainnya dalam aktivitas jual-beli. Dengan demikian guru tidak
menjelaskan atau membuat definisi, tetapi dari fakta-fakta tersebut siswalah yang
aktif melihat fakta dan dapat mendefinisikannya. 28

F. ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT DALAM IPS


Ada perbedaan analisis filsafat ilmu dengan pendidikan IPS. Filsafat ilmu
dalam mencari kebenaran selalu melepaskan diri dari masalah praktis yang
dihadapi oleh masyarakat pada umumnya. Sedangkan pendidikan IPS lebih
banyak berkenaan dengan masalah kegiatan dasar manusia yang terjadi dalam

27
Hermanto, h. 5-9.
28
Hermanto, h. 5-9.
18

lingkaran pendidikan yakni: keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat yang


akan memuat sistem dan nilai yang diharapkan oleh PIPS.

Untuk kepentingan pengembangan PIPS secara akademik perlu ditujukan


kaitan IPS dengan berbagai faham filsafat ilmu: emperisme, positivisme,
rasionalisme, dan idealisme.sedang dalam filsafat pendidikan diantaranya adalah
perenialisme, esensialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme. 29

1. Positivisme.
Pemikiran August Comte dilatar belakangi oleh semaraknya berfikir
empiris dan era gelapnya abad tengah yang Teologik. Comte membagi tahap
berpikir menjadi tiga, yaitu: teologik, metaphisik, dan positivistic. August Comte
membedakan fenomena social menjadi (1) Social Statics yang membahas tentang
fungsi jenjang peradaban. (2) Social Dinamis yang menelaah perubahan jenjang
tersebut. Comte memberi corak dalam paradigma kualitatif berupa kajian teori
antropologi dan sosiologi-historik.
2. Rasionalisme.
Rasionalisme merupakan lawan dari positivisme. Menurut rasionalisme
semua ilmu berasal dari pemahaman intelektual yang dibangun atas argumentasi
logic. Ilmu yang dibangun berdasar rasionalisme menekankan pada pemaknaan
empiri, pemahaman intelektual, dan kemampuan berargumentasi secara logic
dengan dukungan data empiric yang relevan agar produk ilmu yang melandaskan
diri pada rasionalisme bukan fiksi.
3. Pragmatisme.
Ada dua ide utama dari pragmatisme, yaitu: (1) manusia adalah makhluk
yang aktif dan kreatif, (2) manusia memadukan kebenaran dengan value dan
action. Pragmatisme memadukan antara teori dan praktik.
4. Idealisme.
Menurut idealism, realitas terdiri dari ide-ide, fikiran-fikiran, akal (mind),
atau jiwa dan bukan benda material maupun kekuatan. Akal adalah yang riil
sedang materi adalah produk sampingan. Dengan demikian idealisme mengangga

29
Hermanto, h. 5-9.
19

bahwa dunia seperti mesin besar dan harus ditafsirkan sebagai materi atau
kekuatan saja.
5. Konstruktivisme.
Konstruktivisme pertama kali dikemukakan oleh Giambatista Vico,
seorang epistemology Italia tahun 1710. Inti dari konstruktivisme adalah bahwa
realist tidak ada dengan sendirinya melainkan sebagai hasil bentukan atau
konstruksi dari subyek (personal, interpersonal, dan komunal), dan bahwa
kebenaran pengetahuan, nilai dan sikap senantiasa berubah melalui proses
rekontruksi skema kognitif, afektif dan psikomotor. 30

30
Hermanto, h. 5-9.
20

BAB III
PENUTUP

Simpulan
Paradigma IPS adalah model atau kerangka berpikir pengembangan IPS
yang diwacanakan dalam kurikulum pada sistem pendidikan Indonesia, dan IPS
merupakan studi yang mempelajari tentang masyarakat atau manusia, dan
merupakan ilmu pengetahuan sosial yang diambil dari ilmu sosial. Pendidikan IPS
lebih ditekankan pada bagaimana cara mendidik tentang ilmu-ilmu social atau
lebih kepada penerapannya (application of knowledge social studies). Ilmu yang
disajikan dalam pendidikan IPS merupakan suatu synthetic antara ilmu-ilmu social
dengan ilmu ilmu-ilmu pendidikan. Pendidikan IPS merupakan hasil rekayasa
“inter cross” dan “trans disipliner” antara disiplin ilmu pendidikan dengan disiplin
ilmu sosial murni untuk tujuan pendidikan.
Landasan Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik
Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut
:Esensialisme, Perenialisme , Progresivisme, Rekonstruksionisme.

20
21

DAFTAR PUSTAKA

Hermanto. “Landasan Filsafat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.” Universitas


Pendidikan Terbuka, no. Sekolah Pasca Sarjana (2011).

Muin, Idianto. Sosiologi. Jakarta: Erlangga, 2006.

Rachmah. Pengembangan Profesi Pendidikan IPS. Bandung: Alfabeta, 2014.

Sapriya. Pendidikan IPS Konsep dan Pembeljarannya. Bandung: PT. Rosda


Karya, 2012.

Supriatna, Nana. Bahan Belajar Mandiri Pendidikan IPS SD. Bandung: UPI
PRESS, 2010.

Anda mungkin juga menyukai