Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR CERVICAL

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2017
KONSEP DASAR FRAKTUR SERVICAL

A. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2003).

Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal

dan medulla spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur

vertebra servikalis dan ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh

servikal. Dislokasi servikal adalah lepasnya salah satu struktur dari tulang

servikal. Subluksasi servikal merupakan kondisi sebagian dari tulang servikal

lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan tulang vertebra

servikalis (Muttaqin, 2011).

Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan

lumbalis akibat trauma, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,

kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 2007).

Fraktur tulang leher merupakan suatu keadaan darurat medis yang

membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cedera saraf

tulang belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting

untuk menjaga leher .Fraktur ini sering terjadi pada anak karena kondisi tulang

masih sangat rawan untuk tumbuh dan berkembang.


Fraktur tulang leher sangat berbahaya karena bisa mengganggu sistem saraf

yang terdapat pada vertebra. Hal ini bias mengakibatkan gangguan-gangguan

neurologis. Bahkan fraktur pada tulang leher bisa menyebabkan seorang anak

mengalami lumpuh.

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Faktor Presipitasi dan Predisposisi Frakture Servical

a. Faktor Presipitasi

1) Kekerasan Langsung

Kekerasan secara langsung menyebabakan tulang patah pada titik

terjadinya kekerasan atau kekuatan kekuatan yang tiba-tiba dan yang

dapat berupa pukulan, penghancuran, penekukan, penarikan

berlebihan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada

tempat yang terkena dan jaringan lunaknyapun juga rusak.

2) Kekerasan Tidak Langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabakan tulang patah di tempat yang

jauh dari tempat terjadinya kecelakaan atau kekerasan, dan biasanya

yang patah adalah bagian yang lemah jalur hantaman vektor

kekerasan.

3) Kekerasan Akibat Tarikan Otot

Patah tulang oleh karena tarikan otot yang jarang terjadinya.


b. Faktor Predisposisi

1) Faktor ekstrinsik adalah gaya dari luar yang bereaksi pada tulang serta

tergantung dari besarnya, waktu atau lamanya dan arah gaya tersebut

dapat menyebabkan patah tulang.

2) Faktor instrinsik adalah beberapa sifat penting dari tulang yang

menentukan daya tahan timbulnya fraktur , yaitu kapasitas absorbsi

dari sendi, daya elastisitas, daya terhadap kelelahan dan aktivitas atau

kepadatan, usia lanjut (Ivones, 2011).

2. Manifestasi Klinis

Menurut Hudak (2006), menifestasi klinis trauma servikal adalah

sebagai berikut:

a. Lesi C1-C4

Pada lesi C1-C4. Otot trapezius, sternomastoid dan otot plastisma masih

berfungsi. Otot diafragma dan otot interkostal mengalami partalisis dan

tidak ada gerakan (baik secara fisik maupun fungsional0 di bawah

transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1 malalui C3

meliputi daerah oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Kehilangan

sensori diilustrasikan oleh diagfragma dermatom tubuh.

Pasien dengan quadriplegia pada C1, C2, atau C3 membutuhkan

perhatian penuh karena ketergantungan pada semua aktivitas kebutuhan

sehari-hari seperti makan, mandi, dan berpakaian. quadriplegia pada C4

biasanya juga memerlukan ventilator mekanis tetapi mengkn dapat


dilepaskan dari ventilator secara. intermiten. pasien biasnya tergantung

pada orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari meskipun

dia mungkin dapat makan sendiri dengan alat khsus.

b. Lesi C5

Bila segmen C5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma

rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. paralisis intestinal dan

dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernapasan. Ekstremitas

atas mengalami rotasi ke arah luar sebagai akibat kerusakan pada otot

supraspinosus. Bahu dapat di angkat karena tidak ada kerja penghambat

levator skapula dan otot trapezius. setelah fase akut, refleks di bawah lesi

menjadi berlebihan. Sensasi ada pada daerah leher dan triagular anterior

dari daerah lengan atas.

c. Lesi C6

pada lesi segen C6 disters pernafasan dapat terjadi karena paralisis

intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Bahu biasanya naik,

dengan lengan abduksi dan lengan bawah fleksi. Ini karena aktivitasd tak

terhambat dari deltoid, bisep dan otot brakhioradialis.

d. Lesi C7

Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesori

untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Ekstremitas atas

mengambil posis yang sama seperti pada lesi C6. Fleksi jari tangan

biasnya berlebihan ketika kerja refleks kembali.


3. Patofisiologis

Apabila tulang hidup normal dan mendapat kekerasan yang cukup

menyebabkan patah, maka sel-sel tulang akan mati. Perdarahan biasanya

terjadi disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang

tersebut. Jaringan lunak biasanya juga mengalami kerusakan. Reaksi

peradangan hebat timbul setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mati

berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah di tempat tersebut.

Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah

terbentuk bekuan fibrin (hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jalan untuk

melekatnya sel-sel baru. Aktifitas osteoblas segera terangsang dan

membentuk tulang baru imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin di

reabsorbsi dan sel-sel tulang baru secara perlahan lahan mengalami

remodeling untuk tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan secara

perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan beberapa minggu

sampai beberapa bulan (Corwin 2001).

4. Komplikasi

Menurut Emma (2011), komplikasi pada trauma servikal adalah,

a. Syok neurogenik

Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang

desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan

tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada jantung

sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta


ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya

terjadi hipotensi.

b. Syok spinal

Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah

terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan

tampak seperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian rusak.

c. Hipoventilasi

Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan

hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah

servikal bawah atau torakal atas.

d. Hiperfleksia autonomic

Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut, keringat banyak,

kongesti nasal, bradikardi dan hipertensi.

5. Penatalaksanaan Medis

Menurut Brunner & Suddarth (2001) penatalaksanaan pada pasien

truama servikal yaitu :

a. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)

Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway :

headtil, chin lift, jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke

belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi

nasofaring.
b. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan

servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di

bawah tulang belakang.

c. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen

(C1 - C7) dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi,

fleksi dan rotasi), member lipatan selimut di bawah pelvis

kemudian mengikatnya.

d. Menyediakan oksigen tambahan.

e. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan

pulse oksimetri.

f. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.

g. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan

pengaruh dari hipotensi dan bradikardi.

h. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi

jika terjadi gejala bradikardi.

i. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari

poikilothermy.

j. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan

memulihkan spinal cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan

dalam periode lebih dari 24 jam, dimulai dari 8 jam setelah

kejadian.
1) Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat

kesadaran pasien.

2) Memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.

3) Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya

dekubitus.

4) Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).

5) Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang

teridentifikasi secara konsisten untuk menumbuhkan

kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.

6) Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses

penyembuhan.

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer (2003), ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal

yaitu:

1. Sinar X spinal

Menentukan loksi dan jenis cedera tulang (fraktur, disloksi) untuk

kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.

2. CT scan

Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.

3. MRI

Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.

4. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor

patologisnya tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang

subarakhnoid medulla spinalis.

5. Foto rontgen torak

Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,

anterlektasis).

6. GDA

Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

C. Diagnosa yang Mungkin Muncul

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan

dispnea,terdapat otot bantu napas.

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan gangguan neurologis (cidera

cervical)

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan mukuloskeletal


D. Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis (cidera

cervical)

Tujuan : NOC : Status penafasan : Ventilasi

Dengan kriteria hasil :

a. Frekuensi pernafasan normal (18-24 kali permenit)

b. Tidak ada suara nafas tambahan

c. Adanya pergerakan diding dada

d. Tidak ada cuping hidung

Tabel 1.1 Intervensi Ketidakefetifan pola nafas berhubungan gangguan neurologis


(cidera cervical)
Intervensi Rasional

NIC: monitor pernafasan


1. Monitor pola nafas dan pantau
ketat tanda-tanda vital dan
pertahankan ABC.

2. Monitor usaha pernapasan


pengembangan dada,
keteraturan pernapasan nafas
bibir dan penggunaan otot bantu
pernapasan.

3. Berikan posisi semifowler

4. Gunakan servikal collar,


imobilisasi lateral kepala,
meletakkan papan di bawah
tulang belakang.

5. Berikan oksigen sesuai indikasi


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

Tujuan : Pain control

Dengan kriteria hasil:

a. Mampu mengontrol nyeri

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang

c. Skala nyeri berkurang

d. Menyatakan rasa nyaman

Tabel 1.2 Intervensi Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
NIC Rasional
NIC: manajemen nyeri
1. Kaji nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi

2. Observasi adanya petunjuk


nonverbal mengenal
ketidaknyamanan

3. Ajarkan tehnik nonfarmakologi

4. Berikan individu penurun nyeri


yang optimal dengan peresepan
analgesik

5. Kolaborasi dengan dokter jika ada


keluhan dan tindakan nyeri yang
tidak berhasil.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

mukuloskeletal.

Tujuan : level mobilitas

Dengan ktriteria hasil:

a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik

b. Mengerti tujuan dari peningkatan aktivitas fisik

c. Memperawagakan penggunaan alat

d. Bantu untuk mobilisasi

Tabel 1.3 Intervensi Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


gangguan mukuloskeletal.
NIC Rasional

NIC: terapi aktivitas : ambulansi

1. Konsultasi dengan terapi fisik


tentang rencana ambulansi
sesuai kebutuhan
2. Bantu klien untuk mengunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
3. Latih kemampuan klien dalam
mobilisasi
4. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secaa mandiri
sesuai kemampuan
5. Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
ADLs ps
6. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta :
EGC
Cowin, J Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC
Emma. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Ganggaun Persyarafan. Jakarta:
Salemba Medika
Hudak, Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Holistik Edisi VI. Jakarta: EGC
Ivones, J Hidayat.2011. Buku Ajar Orthopedi dan fraktur. Jakarta: Widya Medika
Keliat, Budi Anna, dkk . 2015. Diagnosis Keperawaan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief. 2003. Kapita Selecta Kedokteran Edisi ke III. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2013. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi pada Praktik
Klini Keperawaatan. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat, Win De Jang. 2005. Buku Ajar ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai