Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

STRUMA

A. Pengertian
Pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai struma
nodosa atau struma. Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat
adanya nodul, disebut struma nodosa (Tonacchera, Pinchera & Vitty,
2009). Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x
ukuran normal. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal
(eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme)
atau kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme) (Black and Hawks,
2009).
Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10% untuk
menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat dibanding
laki-laki (Incidence and Prevalence Data, 2012). Kebutuhan hormon
tiroid meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan dan menyusui.
Pada umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita hamil
dan ibu menyusui. Struma nodosa terdapat dua jenis, toxic dan non toxic.
Struma nodusa non toxic merupakan struma nodusa tanpa disertai tanda-
tanda hipertiroidisme (Hermus& Huysmans, 2004). Pada penyakit struma
nodusa non toxic tiroid membesar dengan lambat.
Struma nodosa toxic ialah keadaan dimana kelenjar tiroid yang
mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang
menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Dampak struma nodosa terhadap
tubuh dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di
bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus.
Struma nodosa dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea,
esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia
(Rehman, dkk 2006). Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran
keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau
tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Presipitasi / Predisposisi
a. Presipitasi
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan
yodium (Black and Hawks, 2009).
b. Predisposisi
Penyebab lainnya karena adanya cacat genetik yang merusak
metabolisme yodium, konsumsi goitrogen yang tinggi (yang
terdapat pada obat, agen lingkungan, makanan, sayuran),
kerusakan hormon kelenjar tiroid, gangguan hormonal dan
riwayat radiasi pada kepala dan leher (Rehman dkk, 2006).
2. Psiko Patologi/patofisiologi
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium
diserap usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling
banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi
bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid Stimulating
Hormon (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang
terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul
diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin
(T3). Tiroksin (T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif
dari seksesi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,
sedangkan T3 merupakan hormon metabolik yang tidak aktif.
Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan
kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram. Beberapa
obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan
metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan
melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan
TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur- angsur, struma dapat menjadi besar tanpa
gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan
karena menonjol kebagian depan, sebagian lain dapat menyebabkan
penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral
3. Manifestasi Klinik
a. Berdebar-debar/meningkatnya denyut nadi
Berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja
perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah
sistolik akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat,
bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif.
Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer)
Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN
(anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali
persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di
perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran
plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal,
sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan
dipercepat.
b. Keringat meningkat
Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga
meningkatkan metabolisme panas, proteolisis, lipolisis, dan
penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir
mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap
hawa panas lalu akan mudah berkeringat.
c. Konstipasi
Karena pada penderita kurang asupan nutrisi dan cairan, yang
mengakibat kurangnya atau tidak adanya nutrisi dan cairan yang
bisa diserap oleh usus. Maka dari itu system eliminasi pada
penderita struma terganggung.
d. Gemetar
Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan
tertentu, timbul tremor halus pada tangan
e. Gelisah
Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan
hiperrefleksia saraf tepi oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan
pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan sirkulasi
ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak,
menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah
depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele.
f. Berat badan menurun
Lipolisis (proses pemecahan lemak yang tersimpan dalam sel
lemak tubuh) menyebabkan berat badan menurun, asam lemak
bebas dihasilkan menuju aliran darah dan bersirkulasi ke tubuh.
Lipolisis juga menyebabkan hiperlipidasidemia dan meningkatnya
enzim proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang
berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan ekresi urea.
g. Mata membesar
Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada
tirotoksikosis yang sekunder, gejala mata tidak selalu ada dan
kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme
imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan
terjadi akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata;
penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan,
dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun
terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan
reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan
pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam
mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.
4. Pemeriksan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang untuk struma antara lain (Tonacchera, dkk,
2009) :
a. Pemeriksaan laboratorium.
b. Pemeriksaan tes fungsi hormon : T4 atau T3, dan TSH
c. Pemeriksaan radiologi.
Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau
pembesaran struma yang pada umumnya secara klinis sudah bias
diduga, foto rontgen pada leher lateral diperlukan untuk evaluasi
kondisi jalan nafas.
d. Pemeriksaan ultrasonografi (USG). Manfaat USG dalam
pemeriksaan tiroid. Bertujuan untuk :
1) Untuk menentukan jumlah nodul
2) Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik
3) Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
4) Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang
akan dilakukan biopsi terarah
e. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsi)
Biopsi ini dilakukan khusu pada keadaan yang mencurigakan
suatu keganasan.
5. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit
jantung kongestif (jantung tidak mampu memompa darah
keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang
sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Medis Struma dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Penatalaksanaan Konservatif
1) Pemberian Tiroksin dan Obat Anti-tiroid
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma
diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi
hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH diberikan
hormon tiroksin (T4) ini juga dilakukan untuk mengatasi
hipotiroidisme.
2) Terapi Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang
tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi
jaringan.
b. Penatalaksanaan Operatif
Tiroidektomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat
kelenjar tiroid adalah tiroidektomi meliputi subtotal ataupun
total. Tiroidektomi akan menyisakan jaringan atau
mengangkat 5/6 kelenjar tiroid, sedangkan tiroidektomi total
yaitu pengangkatan jaringan seluruh lobus termasuk jaringan
istimus (Sudoyo, A., dkk., 2009).
Komplikasi pasca operasi utama yang berhubungan dengan
cedera berulang pada saraf laring superior dan kelenjar
paratiroid. Devaskularisasi, trauma, dan eksisi sengaja dari
satu atau lebih kelenjar paratiroid dapat menyebabkan
hipoparatiroidisme dan hipokalsemia, yang dapat bersifat
sementara atau permanen. Pemeriksaan yang teliti tentang
anatomi dan suplai darah ke kelenjar paratiroid yang adekuat
sangat penting untuk menghindari komplikasi ini.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola napas berhubungan dengan obstruksi trakea
secunder, terhadap perdarahan, spasme laring, yang ditandai
dengan sesak napas
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan denga nyeri,
kerusakan nervus laringeal
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan oedema,
dampak pembedahan
D. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pola napas berhubungan dengan obstruksi trakea
secunder, terhadap perdarahan, spasme laring, yang ditandai
dengan sesak napas
Tujuan : jalan napas klien efektif
Kriteria : tidak ada sumbatan jalan nafas
Intervensi Rasional
a. Monitor pernapasan dan a. Menetahui
kedalaman napas perkembangan
b. Observasi kemungkinan pernapasan
adanya sianosis b. Indikasi adanya
c. Atur posisi semifowler sumbatan pada laring
d. Bantu klien melakukan atau trakhea
batuk efektif c. Memberikan suasana
e. Melakukan suction pada yang lebih nyaman
trakea dan mulut d. Memudahkan
pengeluaran sekret
e. Memelihara kebersihan
jalan napas

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan denga nyeri,


kerusakan nervus laringeal
Tujuan : klien dapat berkomunikasi secara verbal
Kriteria : klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-
kata
Intervensi Rasional
a. Kaji kemampuan a. Suara parau dan sakit
berbicara verbal pada tenggorokan
pasiensecara verbal merupakan faktor yang
b. Lakukan komunikasi menunjukkan adanya
dengan baik dengan oedema
jawaban ya atau tidak b. Mengurangi respon
c. Kurangi kecemasan bicara yang terlalu
pasien dengan banyak
ciptakan lingkungan c. Klien dapat mendengar
yang nyaman dengan jelas
penjelasan perawat

3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan oedema,


dampak pembedahan
Tujuan : rasa nyeri berkurang
Kriteria : mampu menyatakan nyeri berkurang, tidak
menunjukan adanya nyeri
Intervensi Rasional
a. Atur posisi a. Mencegah
semifowler, ganjal hyperekstensi leher
kepala atau leher b. Mengevaluasi nyeri
dengan bantal dan menentukan
b. Kaji respon verbal rencana tindakan
dan nonverbal, lokasi, keefektifan terapi
intensitas dan
lamanya
c. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian analgesik
Daftar Pustaka

Baradero Mary dan Marry Wilfrid Dayrit, Yokobus Siswadi. 2009. Seri Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Endokrin.Jakarta : EGC

Deswani. 2009. Proses keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta : Salemba


Medika

Gatie, Asih Luh. 2006. Validasi Total Goitre Rate (TGR) Berdasarkan palpasi
Tehadap Ultrasonografi Tiroid Serta Kandungan Yodium Garam dan
Air di Kecamatan Simprong Kabupaten Brebes.
http://eprints.undip.ac.id/15388/1/Asih_Luhgatie.pdf. 2012 diakses tanggal
12/07/2017 pukul 16.00WIB

Grace Pierce A dan Borley Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta :
Erlangga

Greenstein Ben, dan Diana F Wood. 2007. At a Glance Sistem Endokrin. Jakarta
: Erlangga

Hutahaean, Ns Serri. 2010. Konsep dan Dokumentasi Proses


Keperawatan.Jakarta : Perpustakaan Nasional Katalok Dalam Terbitan
(KDT)

Hidayat, A Aziz Alimul. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi


Konsep dan ProsesKeperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, A Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Pratikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC

ISO (Informasi Spesialite Obat). 2010. ISO Indonesia: Penerbit Ikatan


Apoteker Indonesia. Jakarta : PT. ISFI

Jitowiyono Sugeng, dan Weni Kristiyanasari. 2010. Asuhan Keperawatan Post


Operasi : Dengan Pendekatan Nanda, Nic, Noc. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Judha Mohamad, Sudarti, dan Fauziah Afroh. 2012. Teori pengukuran Nyeri
dan Nyeri persalina. Yogyakarta : Nuha Medika.

Mansjoer Arif dan kuspuji Triyanti, dkk. 2004. Kapita Selekta


Kedokteran.Jakarta : Media Aesculapius.

Mubarak,Wahit Iqbal dan Chayatin Nurul. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia :Teori dan Aplikasi Dalam Pratik. Jakarta : EGC

Nanda Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi.Jakarta : EHGC

Anda mungkin juga menyukai