Anda di halaman 1dari 27

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN MODEL INKUIRI,

PROBLEM BASED LEARNING, PROJECT BASED LEARNING PADA


PEMBELAJARAN ABAD 21

MAKALAH

Untuk memenuhi Tugas Matakuliah Pembelajaran Biologi Abad 21


yang dibina oleh Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc. dan
Dr. Avia Riza Dwi Kurnia, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 5 Offering A-AA 2016

1. Dliya Amaliya 160341606104


2. Shara Habibah 160341606103
3. Sinta R Pardosi 160341606049
4. Teny Yasinta K 160341606052

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya berupa kesehatan, waktu, dan kelancaran sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Dengan Model Inkuiri, Problem Based Learning, Project Based Learning Pada Pembelajaran Abad
21”. Terima kasih kami ucapkan kepada Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc. dan Dr. Avia Riza Dwi
Kurnia, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah Pembelajaran Biologi Abad 21.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan terutama tentang pembelajaran inovatif. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini
masih ditemukan kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap bagi
pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang konstruktif dan logis agar tercipta makalah yang
baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa menjadi wawasan baru yang menambah
ilmu pengetahuan. Sebelumnya kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang
berkenan. Kami mengucapkan terimakasih atas perhatiannya.

Malang, 5 Oktober 2019


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran biologi seyogyanya lebih menekankan pada proses, siswa aktif selama
pembelajaran untuk membangun pengetahuannya melalui serangkaian kegiatan agar pembelajaran
menjadi bermakna bagi siswa. Keterampilan proses sains dapat digolongkan menjadi dua bagian
yaitu keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi. Pada prinsipnya keterampilan dasar dan
keterampilan terintegrasi memiliki kesamaan dalam hal merumuskan permasalahan,
mengumpulkan data dan mengajukan solusi pemecahan masalah.
Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu tolak ukur kualitas seseorang
di zaman modern ini. Pemecahan masalah dalam konteks pembelajaran sains telah menjadi tema
utama dalam penelitian. Selain itu, aktivitas pemecahan masalah membantu siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan baru dan memfasilitasi pembelajaran sains. Untuk menghadapi
tantangan abad 21 lebih baik guru mempersiapkan siswa untuk menjadi seorang yang memiliki
kemampuan untuk menjadi peneliti, berpikir kritis, kreatif dan memecahkan masalah.
Metode Pembelajaran inquiry merupakan satu komponen penting dalam pendekatan
konstruktifistik yang telah memiliki sejarah panjang dalam inovasi atau pembaruan pendidikan.
Dalam pembelajaran dengan penemuan atau inkuiri, siswa didorong untuk belajar sebagian besar
melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru
mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan
mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Piaget memberikan definisi
pendekatan Inquiry sebagai pendidikan yang mempersiapkan situasi bagi siswa untuk melakukan
eksperimen sendiri. Mengajukan pertayaan-pertayaan dan mencari sendiri jawaban atas pertayaan
yang mereka ajukan. Metode inkuiri yang didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar
yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki
secara sistematis, kritis, logis, dan analisis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuan
dengan penuh percaya diri.
Pembelajaran Berbasis Proyek menjelaskan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek
(Project Based Learning) adalah model pembelajaran sistematik yang mengikutsertakan pelajar ke
dalam pembelajaran teoritis dan keahlian yang kompleks, pertanyaan otentik dan perancangan
produk dan tugas. Thomas, dkk, dalam Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Wena,
2009:114) menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based
Learning) merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat
pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermanfaat bagi peserta didik (Santyasa, 2006:12).
Dalam pembelajaran berbasis proyek, peserta didik terdorong lebih aktif dalam belajar. Guru hanya
sebagai fasilitator, mengevaluasi produk hasil kerja peserta didik yang ditampilkan dalam hasil
proyek yang dikerjakan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana deskripsi model inkuiri ?
2. Bagaimana cara mengembangkan model inkuiri sesuai pembelajaran abad 21?
3. Bagaimana deskripsi model Problem Based Learning ?
4. Bagaimana cara mengembangkan model Problem Based Learning sesuai pembelajaran abad
21?
5. Bagaimana deskripsi model Project Based Learning?
6. Bagaimana cara mengembangkan model Project Based Learning sesuai pembelajaran abad
21?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui deskripsi model inkuiri
2. Untuk mengetahui cara mengembangkan model inkuiri sesuai pembelajaran abad 21
3. Untuk mengetahui deskripsi model Problem Based Learning
4. Untuk mengetahui cara mengembangkan model Problem Based Learning sesuai pembelajaran
abad 21
5. Untuk mengetahui deskripsi model Project Based Learning
6. Untuk mengetahui cara mengembangkan model Project Based Learning sesuai pembelajaran
abad 21
BAB II
PEMBAHASAN
A. MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
1. Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri berasal dari kata to Inquire (inkuiri) yang berarti ikut serta atau terlibat, dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Inkuiri
artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir
secara sistematis. Model inkuiri didefinisikan oleh Piaget (Sund dan Trowbridge, 1973) sebagai
pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam
arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan simbul-
simbul dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan
penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan orang lain
(Hamdayana, 2014)
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, tetapi hasil dari proses
menemukan sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi
secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh, baik
intelektual, mental, emosi, maupun pribadinya. Oleh karena itu, dalam proses perencanaan
pembelajaran guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, tetapi merancang
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus
dipahaminya.
Pada tahun 1996, Dewan Riset Nasional (NRC) merilis Nasional Science Education
Standards (NSES). Sehubungan dengan standar penyelidikan, NRC menyatakan: Inkuiri
(penyelidikan) adalah kegiatan beragam sisi yang melibatkan pengamatan; mengajukan
pertanyaan; memeriksa buku-buku dan sumber-sumber informasi lain untuk melihat apa yang
sudah diketahui berdasarkan bukti eksperimental: menggunakan alat untuk mengumpulkan,
menganalisis, dan menafsirkan data; mengusulkan jawaban, menjelaskan dan prediksi; dan
mengkomunikasikan hasilnya. Penyelidikan membutuhkan identifikasi asumsi, penggunaan
pemikiran kritis dan logis, dan pertimbangan alternatif penjelasan.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran Inkuiri
adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan
analistis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
2. Tujuan Model Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran Inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal
seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa)
secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya
dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri juga untuk membangkitkan rasa ingin tahu
peserta didik. Dorongan itu melalui proses merumuskan pertanyaan, merumuskan masalah,
mengamati, dan menerapkan informasi baru dalam meningkatkan pemahaman mengenai sesuatu
masalah (Yamin, 2013).
Tujuan utama model pembebelajaran inkuiri untuk membuat siswa menjalani suatu proses
bagaimana pengetahuan diciptakan. untuk mencapai tujuan ini, siswa dihadapkan pada suatu
masalah yang misterius, belum diketahui tetapi menarik. Namun harus diingat masalah tersebut
harus didasarkan pada suatu gagasan yang memang dapat ditemukan bukan mengada-ada.
Model pembelajaran Inkuiri ini penting untuk mengembangkan nilai dan sikap yang
dibutuhkan agar siswa mampu berpikir ilmiah, seperti:
1. Keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data, merumuskan dan
menguji hipotesis serta menjelaskan fenomena.
2. Kemandirian belajar
3. Keterampilan mengekspresikan secara verbal
4. Kemampuan berpikir logis, dan
5. Kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis (Ahmadi, 2011)
Pelaksanaan pembelajaran model Inkuiri ini mempunyai prinsip yang harus diperhatikan oleh
setiap guru. Prinsip tersebut yaitu.
1. Berorientasi pada pengembangan intelektual
Model pembelajaran inkuiri ini model pembelajaran yang mengembangkan kemampuan
berpikir. Dengan demikian model pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga
berorientasi pada proses belajar. Kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan
menggunakan model inkuiri bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi
pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu yang pasti.
2. Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa
maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.
Pembelajaran ini menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar akan tetapi tugas guru untuk
mengarahkan siswa agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi
mereka.
3. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam model pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai
penanya. Guru sebagai penanya dalam model pembelajaran ini karena kemampuan siswa untuk
menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh guru.
4. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar juga proses
mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kanan maupun otak kiri.
5. Prinsip keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja
terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu di berikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan
perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah
pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan
kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada
siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang
diajukan (Sanjaya, 2008)
3. Sepuluh Pertanyaan Tentang Pembelajaran Berbasis Inquiry
Sampai saat ini, kami telah mempelajari apa itu penyelidikan ilmiah. Sekarang kami ingin
menjawab pertanyaan yang sering ditanyakan oleh guru sains sekolah menengah tentang
pengajaran dan pembelajaran berbasis inkuiri.
1. Saya meminta siswa mengerjakan banyak kegiatan laboratorium sebagai bagian dari
program sains saya. Bukankah itu sama dengan melakukan penyelidikan?
Memberi siswa kesempatan untuk melakukan praktikum, terutama praktikum, tidak berarti
mereka melakukan penyelidikan. Banyak praktikum dan kegiatan buku teks bisa sangat terstruktur.
Laboratorium biasanya memberi siswa pertanyaan untuk diselidiki, bahan apa yang digunakan,
dan yang paling utama bagaimana menyelesaikan pertanyaan dengan mendaftar urutan prosedur
step by step. Dalam banyak kasus, laboratorium yang diproduksi secara komersial bahkan
menyediakan bagan atau tabel bagi siswa untuk mencatat, pengamatan, pengukuran, atau data
mereka. Jenis lab ini sering disebut sebagai "Cookbook/Buku Masak" karena mereka menyediakan
prosedur sistematis dan mengikuti jalur yang sangat linier ke solusi untuk pertanyaan tersebut. Ini
bukan untuk mengatakan bahwa pengalaman laboratorium semacam ini sangat penting, atau yang
harus dihindari oleh guru sains sekolah menengah. mereka, tetapi banyak laboratorium tradisional
dan terstruktur bukanlah permintaan nyata. Meskipun sebagian besar laboratorium dan kegiatan
penyelidikan yang saya tangani tidak semua laboratorium dan kegiatan langsung berorientasi pada
penyelidikan.
2. Dalam kursus saya, saya memulai tahun pelajaran baru dengan memperkenalkan siswa
pada metode ilmiah, dan kemudian kami menggunakannya sepanjang tahun. Apakah itu sama
dengan melakukan inkuiri/penyelidikan?
Seperti yang dinyatakan di Standar (NRC, 1996) dan Tolok Ukur (AAAS, 1993), melakukan
penyelidikan tidak selalu berarti mengikuti langkah-langkah metode ilmiah. Inkuiri/penyelidikan
menggabungkan logika penyelesaian masalah yang berasal dari metode ilmiah. tetapi belum tentu
langkah-langkah khusus dari metode ilmiah ini. Metode ilmiah memang memiliki peran dalam
laboratorium berbasis penyelidikan; Namun, ada lebih banyak untuk ditanyakan daripada
serangkaian prosedur berurutan. Menurut NRC (1996). “Standar tidak boleh diartikan sebagai
advokasi 'metode ilmiah'. Kemampuan konseptual dan prosedural menunjukkan perkembangan
logis, tetapi mereka tidak menyiratkan pendekatan untuk penyelidikan ilmiah. Banyak guru sains
sekolah menengah memulai tahun ajaran dengan metode inttoducmg kepada siswa. Metode ilmiah
ini sangat penting bagi banyak penerbit buku teks sehingga diperkenalkan pada bab pertama dari
banyak buku pelajaran sains sekolah menengah.
3. Ketika saya mengamati kelas sains tempat siswa belajar melalui inkuiri, pelajarannya
tampaknya tidak terstruktur dan terbuka. Apakah itu pengajaran yang baik?
Justru sebaliknya. Para guru inkuiri berpengalaman memiliki tujuan dan sasaran khusus dalam
pikiran mereka sepanjang pelajaran mereka. Keterampilan mereka terletak pada pemberdayaan
siswa untuk mengembangkan penyelidikan mereka sendiri dalam tujuan dan sasaran tersebut. Di
beberapa sekolah menengah, guru yang baik didefinisikan sebagai guru yang membuat kelas tetap
tenang dan siswa menghabiskan waktu duduknya. Meskipun tidak ada yang akan berpendapat
bahwa keterampilan manajemen kelas yang efektif sangat penting untuk pembelajaran inkuiri,
kelas yang aktif dan berpusat pada siswa tidak boleh disamakan dengan kekacauan atau instruksi
yang tidak terstruktur. Sama seperti selama kegiatan lab apa pun, ketika siswa melakukan sains
berbasis penyelidikan kita dapat mengharapkan tingkat kebisingan meningkat sedikit. Bagi
sebagian orang, inkuiri mungkin tampak tidak terstruktur dan terbuka, tetapi ketika keterlibatan
siswa meningkat, begitu pula kebutuhan guru untuk mengelola gerakan dan komunikasi di kelas.
Ketika guru menggunakan strategi berbasis inkuiri, mereka mungkin menemukan bahwa mengajar
membutuhkan lebih banyak persiapan dan antisipasi terhadap kemungkinan pertanyaan siswa
daripada laboratorium tradisional dan pendekatan pengajaran.
Bell dan Gilbert (1996) melaporkan bahwa guru yang baru dalam inkuiri sering merasa kurang
terkoordinasi ketika siswa bergerak di sekitar ruangan, membuat keputusan tentang pekerjaan
mereka dan didorong untuk menantang pekerjaan orang lain. Meskipun sebagian besar guru
sebenarnya memegang kendali, mereka melihat sebaliknya.
4. Selama kuliah dan diskusi kelas saya, saya banyak bertanya kepada siswa. Bukankah itu
melakukan penyelidikan?
Meskipun menilai pertanyaan adalah kesamaan umum di semua kelas berbasis inkuiri,
kesalahpahaman yang dipegang oleh guru sains sekolah menengah yang sama adalah bahwa
pengajaran inkuiri mengharuskan guru mengajukan banyak pertanyaan. Kita mungkin ingat
pengalaman kita sendiri ketika duduk di ceramah sains di mana guru melepaskan pertanyaan demi
pertanyaan. Mengajukan banyak pertanyaan tidak harus membuat pelajaran penyelidikan. Sekali
lagi, dalam Bab 7, kita akan melihat beberapa contoh strategi pertanyaan yang efektif yang
mendukung pengaturan pertanyaan. Di kelas yang berpusat pada inkuiri, guru memberikan
pengalaman terbuka yang mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan mereka sendiri dan
merancang penyelidikan untuk menjawab pertanyaan yang sama.
5. Bisakah semua pelajaran sains diajarkan melalui inkuiri?
Meskipun banyak guru penyelidikan yang berpengalaman ingin meyakini bahwa ini benar,
faktanya, bagian yang baik dari centent dalam sains, terutama di tingkat sekolah menengah, harus
dipelajari melalui metode tradisional seperti ceramah, presentasi, dan buku teks (Hai ' nman, 1998)
Beberapa pelajaran sains, karena alasan keamanan atau ketersediaan bahan, memberikan struktur
yang lebih dari yang lain dan tidak memberikan fleksibilitas dalam bagian prosedur lab. Sebagai
guru, kami memutuskan pelajaran mana yang paling baik disajikan melalui instruksi langsung atau
pendekatan guru, dan mana yang dapat dipandu melalui inkuiri
6. Pertanyaan mungkin cocok untuk siswa sekolah dasar dan menengah, tetapi 'bagaimana
saya mengajar melalui pertanyaan ketika saya diharapkan untuk membuat siswa siap untuk
lulus ujian akhir di akhir kursus? Saya tidak punya waktu untuk bertanya di kelas saya.
Bagi banyak guru sains sekolah menengah, metode ceramah dan diskusi adalah sarana utama
untuk membagikan atau memberikan pengetahuan kepada siswa mereka. Guru-guru ini melihat
kuliah sebagai cara yang paling efektif dan efisien untuk mengirimkan sejumlah besar informasi
konten kepada siswa mereka dalam waktu yang relatif singkat. Ceramah juga merupakan metode
di mana banyak guru belajar sains ketika mereka masih di sekolah menengah. Ini juga merupakan
metode dimana banyak guru belajar sains ketika mereka belajar untuk menjadi guru sains. Oleh
karena itu, berdasarkan pengalaman sebelumnya, kami seharusnya tidak terkejut bahwa begitu
banyak kelas sains berbasis kuliah.
Guru sains sekolah menengah sering berbicara tentang batasan waktu yang mereka rasakan.
Dengan semakin banyak konsep ditambahkan ke dalam kurikulum, banyak guru sains mengatakan
mereka terlalu banyak ditekan konsep dalam satu tahun sekolah. Memang benar bahwa
pembelajaran berbasis inkuiri membutuhkan lebih banyak waktu; namun, mengembangkan ski
pemikiran tingkat tinggi dan meminta siswa mengajukan pertanyaan, merencanakan solusi, dan
mengumpulkan dan mengatur data adalah keterampilan yang hanya dipupuk dari waktu ke waktu.
Tidak ada jalan pintas untuk mengembangkan siswa dengan keterampilan berpikir kritis
Saya pernah bercerita tentang seorang guru fisika yang secara rutin menggunakan yang
pertama. 5 menit kelas untuk hadir dan 5 menit terakhir kelas untuk memberikan siswa Kesempatan
untuk memulai pekerjaan rumah mereka. Jika Anda mengalikan 10 menit sehari dengan 180 hari
per tahun sekolah, Anda dapat melihat bahwa guru khusus ini menggunakan 1.800 menit setahun,
atau 36 periode 50 menit, pada prosedur tidak terstruktur.
7. Bagaimana Anda menilai pembelajaran berbasis inkuiri?
Pembelajaran berbasis inkuiri dapat dinilai seperti konsep atau ilmu pengetahuan lainnya,
tetapi para guru perlu menggunakan metode evaluasi alternatif. Pertanyaan-pertanyaan jenis-ganda
populer tipe obyektif cukup panas sebagai pembelajaran pembelajaran berbasis inkuiri. Untuk
menilai kemajuan akademik siswa, guru berbasis inkuiri sering mengandalkan penggunaan
portofolio, menulis entri jurnal, evaluasi diri, dan rubrik dalam hubungannya dengan pertanyaan
tipe objektif (Texley & Wild, 1998). Contoh dari masing-masing langkah penilaian alternatif ini
akan disajikan pada Bab 8.
8. Saya telah mengajar ilmu pengetahuan sekolah menengah selama 25 tahun dan telah melihat
banyak "kereta musik" datang dan pergi dalam hidup saya. Bukankah pertanyaan hal terbaru
untuk pendidikan sains?
Sebenarnya, pengajaran berbasis penyelidikan memiliki makna historis yang abadi dalam
pendidikan sains. Mereka yang mempelajari sejarah pendidikan sains tahu bahwa pertanyaan,
penemuan, dan pertanyaan sudah ada sejak zaman awal sarjana Yunani, Socrates Progressive
education reformer John Dewey. sebagai salah satu pendidik Amerika pertama yang menekankan
pentingnya penemuan penemuan dan penyelidikan (Dewey, 1900 1902 1916). Dalam karya
awalnya Dewey mengusulkan bahwa belajar tidak dimulai dan kecerdasan tidak terlibat sampai
pelajar dihadapkan dengan situasi yang bermasalah
Saat ini, di tingkat sekolah menengah atas, program biologi utama seperti Studi Kurikulum
Ilmu Hayati (BSCS, 1970, 1997) berakar dalam pada metode pengajaran pembelajaran yang
menekankan pentingnya instruksi berbasis inkuiri. Selain itu, penyelidikan telah dan terus menjadi
fondasi filosofis bagi banyak Yayasan Sains Nasional (NSF) dan proyek kurikulum yang
disponsori oleh Asosiasi Sains Guru Nasional (NSTA) dalam bidang biologi, ilmu bumi, kimia,
dan fisika.
9. Saya melihat pertanyaan sebagai "soft science/ilmu lunak" dan tidak terkait konten.
Benarkah itu?
Penyelidikan, menurut Stadards dan Benchmarks, adalah salah satu bidang yang
diidentifikasi sebagai terkait konten. Itu mengangkat penyelidikan ke level yang sama seperti
mengetahui konsep, prinsip, hukum, dan teori tentang kehidupan, bumi, atau ilmu fisika. Menurut
AAAS (1990), ”pengajaran sains yang berupaya semata-mata untuk memberikan kepada siswa
akumulasi pengetahuan dari suatu bidang mengarah pada sangat sedikit pemahaman dan tentunya
.... guru sains harus membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dunia dan ilmu
pengetahuan kebiasaan pikiran pada saat yang sama "(hal. 203).
Jika siswa ingin mendapatkan apresiasi untuk sains dan bersaing dalam masyarakat yang
berorientasi ilmiah dan teknis pada milenium baru, mereka akan membutuhkan kurikulum yang
mempromosikan pembelajaran aktif, pemecahan masalah, dan cara untuk meluruskan pertanyaan.
Ilmu pengetahuan berbasis penyelidikan adalah cara yang efektif untuk meningkatkan literasi
ilmiah. Tambahan penelitian telah mengarah pada kesimpulan bahwa penyelidikan
mempromosikan ski berpikir kritis dan sikap positif terhadap sains. Meskipun inkuiri bukanlah
obat mujarab, tetapi ini adalah satu langkah strategi yang dapat digunakan guru, pada waktu yang
tepat, untuk melibatkan siswa dalam penyelidikan dan memuaskan rasa ingin tahu mereka untuk
belajar (Haury, 1993)
10. Saya selalu berpikir bahwa pertanyaan adalah untuk siswa sains yang berprestasi tinggi dan
terikat perguruan tinggi. Dapatkah siswa dengan ketidakmampuan belajar belajar melalui
inkuiri?
Rekomendasi yang ditetapkan oleh NRC (1996) dan AAAS (1993) berlaku untuk semua
siswa tanpa memandang usia, warisan budaya atau etnis, jenis kelamin, kondisi fisik, atau
kemampuan akademik, minat, atau aspirasi. AAAS (1990) menekankan bahwa rekomendasi
tersebut berlaku khususnya bagi mereka yang secara historis kurang terwakili dalam bidang sains
- terutama siswa berkulit hitam, perempuan, siswa dengan kemampuan bahasa Inggris yang
terbatas, dan para penyandang cacat. Menurut Standar,
"Mengingat keragaman kebutuhan siswa, pengalaman, dan latar belakang, dan tujuan
'bahwa semua siswa akan mencapai standar yang sama, sekolah harus mendukung Peluang
berkualitas tinggi, beragam, dan beragam untuk belajar sains" (NRC; 1996, hal. 221 ). Kemampuan
berpikir kreatif dan kritis tidak semata-mata untuk siswa berprestasi. Instruksi berbasis inkuiri
dapat dan harus dilakukan secara adil di semua tingkatan.

4. Impelementasi Model Pembelajaran Inkuiri


Secara umum, proses proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri
dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut (Hamdayana, 2014)
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang
responsif. Pada langkah ini, guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses
pembelajaran. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan model
pembelajaran inkuiri sangat tergantung pada kemampuan siswa untuk beraktivitas menggunakan
kemampuannya dalam memecahkan masalah.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi ini adalah sebagai berikut.
1. menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa
2. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan
3. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberikan motivasi belajar siswa.
b. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa kepada sesuatu persoalan yang
mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk
berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan maslaah yang ingin dikaji
disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang
tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, melalui
proses tersebut, siswa akan memperoleh pengalaman yang sanagt berharga sebagai upaya
mengembangkan mental melalui proses berpikir.
c. Mengajukan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai
jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru
untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan
mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban
sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu
permasalahan yang dikaji.
d. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk mengkaji
hipotesis yang diajukan. Dalam model pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan
proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual.
e. Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan
data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji
hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikannya. Disamping itu,
menguji hipotesis juga berrati mengembangkan kemmapuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran
jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, tetapi harus didukung oleh data
yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
f. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan
hasil pengujian hipotesis.
B. MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
1. Pengertian
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dari proses pembelajaran.
Dalam kurikulumnya, dirancang masalah – masalah yang menuntut peserta didik mendapatkan
pengetahuan penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki
strategi belajar sendiri serta memiliki kecapakan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistematik untuk memecahkan masalah atau
menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari – hari (Faristin
Amala, 2012, hlm. 20).
Mengacu rumusan dari Dutch (dalam M. Taufiq Amir, 2009, hlm. 21) bahwa
PBL merupakan Metode instruksional yang menantang peserta didik agar ―belajar untuk
belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah
ini digunakan untuk mengaitkan rasa ingin tahu serta kemampuan untuk menganalisis peserta
didik dan inisiatif atas materi pelajaran. PBL mempersiapkan peseta didik untuk berfikir kritis
dan analistis dan untuk mencari sumber pembelajaran yang sesuai.
Dari ketiga definisi tersebut, terlihat bahwa materi pembelajaran terutama
bercirikan masalah. Dalam proses PBL, sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, pembelajar
akan diberikan masalah – masalah. Masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki
konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata, akan semakin baik
pengaruhnya pada peningkatan kecakapan pembelajar.
Dari masalah yang diberikan, pembelajar bekerjasama dalam kelompok,
mencoba memecahkannnya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus mencari
informasi – informasi baru yang relevan untuk solusinya. Sedangkan tugas pendidik adalah
sebagai fasilitator yang mengarahkan pembelajar untuk dalam mencari dan menemukan solusi
yang diperlukan (hanya mengarahkan, bukan menunjukkan) dan juga sekaligus menentukan
kriteria pencapaian proses pembelajaran itu.
2. Karakteristik
Adapun beberapa karakteristik proses Problem based learning menurut Tan &
Oon-seng (2003) diantaranya :
1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
2) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara
mengambang.
3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk. Solusinya menuntut siswa menggunakan
dan mendapatkan konsep dari beberapa ilmu yang sebelumnya telah diajarkan atau lintas
ilmu ke bidang lainnya.
4) Masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah
pembelajaran yang baru.
5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja.
7) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Siswa bekerja dalam
kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi.
Dari beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses Problem Based Learning dapat
disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses Problem Based Learning yaitu adanya
suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil.
3. Tahap-tahap
Pelaksanaan model Problem Based Learning terdiri dari 5 tahap proses, yaitu :
Tahap pertama, adalah proses orientasi peserta didik pada masalah. Pada tahap ini guru
menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi peserta didik
untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah, dan mengajukan masalah.
Tahap kedua, mengorganisasi peserta didik. Pada tahap ini guru membagi peserta didik
kedalam kelompok, membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah.
Tahap ketiga, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok. Pada tahap ini guru
mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan
eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap keempat, mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada tahap ini guru membantu
peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan laporan, dokumentasi, atau model, dan
membantu mereka berbagi tugas dengan sesama temannya.
Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Pada
tahap ini guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses dan
hasil penyelidikan yang mereka lakukan. (Trianto, 2006).
C. Model Project Based Learning.
1.Pengertian Model Project Based Learning
Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project Based Learning(PjBL) dilakukan untuk
memperdalam pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dengan cara membuat karya atau
proyek yang terkait dengan materi ajar dan kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh siswa.
Menurut BIE (dalam Ngalimun, 2014: 185) Pembelajaran Berbasis Proyek adalah model
pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-pringsip utama (central) dari suatu
disiplin, melibatkan siswadalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya,
memberi peluang siswabekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan
puncaknya menghasilkan produk karya siswabernilai dan realistik.
Istarani(2011: 156) berpendapat bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based
Learning)adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan
belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Lebih lanjut, Thomas, dkk., (dalam
Wena, 2008: 144) menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas
dengan melibatkan kerja proyek. Guru atau instruktur tidak lebih aktif dan melatih secara
langsungdalam kerja proyek,akan tetapi guru menjadi pendamping, fasilitator,dan memahami
pikiran belajar (Ngalimun, 2014: 191).
Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek, siswaakan terlibat dalam kegiatan pemecahan
masalah dan tugas-tugas bermakna lainnya. Proyek yang telah disepakati antara siswa dengan guru
didasarkan pada suatu permasalahan nyata. Kelompok kecil siswabekerja sama mencari
pemecahan masalah melalui proyek tersebut.
Model Project Based Learning digunakan untuk melatih siswa melakukan analisis terhadap
permasalahan, kemudian melakukan eksplorasi, mengumpulkan informasi, interpretasi, dan
penilaiandalam mengerjakan proyek yang terkait dengan permasalahan yang dikaji. Pembelajaran
ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan kreativitasnya dalam merancang dan membuat
proyek yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan.
Project Based Learning didasarkan pada teori kontruktivisme dan merupakan
pembelajaran siswa aktif. Pembelajaran melalui PjBL juga dapat digunakan sebagai sebuah metode
belajar untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membuat perencanaan, berkomunikasi,
menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa model Project Based Learning adalah model pembelajaran yang dapat
mendorong siswa untuk aktif belajar secara berkolaborasi untuk memecahkan masalah sehingga
dapat mengonkonstruk inti pelajaran dari temuan-temuan dalam tugas/proyek yang dilakukan.
2.Karakteristik Model Project Based Learning
Kegiatan belajar aktif dan melibatkan proyek tidak semuanya disebut sebagai PjBL.
Beberapa kriteria harus dimiliki untuk dapat menentukan sebuah pembelajaran sebagai bentuk
PjBL. Lima kriteria suatu pembelajaran merupakan PjBL adalah sentralitas, mengarahkan
pertanyaan, penyelidikan kontruktivisme, otonomi, dan realistis (Thomas, 2000; Kemdikbud,
2014) :
1. The project are central, not peripheral to the curriculum. Kriteria ini memiliki dua
corollaries. Pertama, proyek merupakan kurikulum. Pada PjBL, proyek merupakan inti
strategi mengajar, siswa berkutat dan belajar konsep inti materi melalui proyek. Kedua,
keterpusatan yang berarti jika siswa belajar sesuatu di luar kurikulum, maka tidaklah
dikategorikan sebagai PjBL.
2. Proyek PjBL difokuskan pada pertanyaan atau problem yang mendorong siswa
mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari mata pelajaran.
Definisi proyek bagi siswa harus dibuat sedemikian rupa agar terjalin hubungan antara
aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya. Proyek biasanya dilakukan dengan
pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa dipastikan jawabannya (ill-defined
problem). Proyek dalam PjBL dapat dirancang secara tematik, atau gabungan topik-topik
dari dua atau lebih mata pelajaran.
3. Proyek melibatkan siswa pada penyelidikan konstruktivisme. Sebuah penyelidikan dapat
berupa perancangan proses, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan
masalah, penemuan , atau proses pengembangan model. Aktivitas inti dari proyek harus
melibatkan transformasi dan konstruksi dari pengetahuan (pengetahuan atau keterampilan
baru) pada pihak siswa. Jika aktivitas inti dari proyek tidak merepresentasikan “tingkat
kesulitan” bagi siswa, atau dapat dilakukan dengan penerapan informasi atau keterampilan
yang siap dipelajari, proyek yang dimaksud adalah tak lebih dari sebuah latihan, dan bukan
proyek PjBL yang dimaksud.
4. Project are sudent-driven to some significant degree. Inti proyek bukanlah berpusat pada
guru, berupa teks aturan atau sudah dalam bentuk paket tugas. Misalkan tugas laboratorium
dan booklet pembelajaran bukanlah contoh PjBL. PjBL lebih mengutamakan kemandirian,
pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat kaku, dan tanggung jawab siswa daripada proyek
tradisional dan pembelajaran tradisional.
5. Proyek adalah realistis, tidak school-like.Karakterisitik proyek memberikan keotentikan
pada siswa. Karakteristik ini boleh jadi meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan
siswa, konteks di mana kerja proyek dilakukan, produk yang dihasilkan, atau kriteria di
mana produk-produk atau unjuk kerja dinilai. PjBL melibatkan tantangan-tantangan
kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah autentik (bukan simulatif), dan
pemecahannya berpotensi untuk diterapkan di lapangan yang sesungguhnya

C. .Kelebihan dan Kekurangan Model Project Based Learning (PjBL)


A) Kelebihan Model Project Based Learning
Model pembelajaran Project Based Learning memiliki beberapa kelebihan yang dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Bielefeldt & Underwood (dalam Ngalimun, 2014:
197), menyatakan kelebihan Pembelajaran Berbasis Proyek yaitu:
1. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
2. Belajar dalam proyek lebih menyenangkan daripada komponen kurikulum lain.
3. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
4. Meningkatkan kolaborasi.
5. Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan
mempraktikkan keterampilan komunikasi.
6. Meningkatkan keterampilan mengelola sumber.
7. Memberikan pengalaman kepada siswapembelajaran dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.

B) Kekurangan Model Project Based Learning


Selain memiliki kelebihan, model Project Based Learning juga memiliki beberapa
kekurangan, Abidin (2014: 171) mengemukakan bahwa kekurangan model Pembelajaran Berbasis
Proyek yaitu:
1. Memerlukan banyak waktu dan biaya.
2. Memerlukan banyak media dan sumber belajar.
3. Memerlukan guru dan siswayang sama-sama siap belajar dan berkembang.
4. Ada kekhawatiran siswahanya akan menguasai satutopik tertentu yang di kerjakannya.

4. Langkah-langkah Model Project Based Learning (PjBL)


Pelaksanaan penerapan Project Based Learning membutuhkan waktu antara 140-200 menit
yang berlangsung dalam 1-4 kali pertemuan. Efektivitas pelaksanaannya, jadwal pembelajaran
dilakukan 2 kali dalam seminggu. Tahapan Project Based Learning adalah sebagai berikut.
1. Tahap satu : Pertanyaan Esensial.
Pertanyaan yang akan meluncurkan Pembelajaran Berbasis Proyek pelajaran harus menjadi
pelajaran yang akan melibatkan siswa. Itu lebih besar dari tugas yang ada. Itu terbuka. Ini
akan menimbulkan masalah atau situasi yang siswa dapat atasi mengetahui bahwa tidak
ada SATU jawaban atau solusi.
Caranya :
 Ambil topik dunia nyata dan mulai investigasi mendalam
 Pertanyaan didasarkan pada situasi atau topik yang otentik
 Buat siswa merasa bahwa mereka membuat dampak dengan menjawab pertanyaan
atau memecahkan masalah
 Jadikan pertanyaan itu relevan bagi siswa. Itu pertanyaan harus memiliki makna
dalam kehidupan mereka di saat itu waktu
2. Tahap 2: Desain Rencana untuk Proyek
Saat mendesain proyek, sangat penting untuk memiliki standar konten yang harus
ditangani. Libatkan siswa di proses perencanaan. Siswa merasakan kepemilikan
memproyeksikan ketika mereka memiliki peran aktif dalam menentukan kegiatan.
Berdasarkan kurikulum, pilih kegiatan yang mendukung pertanyaan. Ketahui bahan dan
sumber daya apa yang harus dibuat dapat diakses oleh siswa. Bersiaplah untuk mempelajari
lebih dalam topik dan masalah baru saat siswa menjadi lebih terlibat dalam mengejar
jawaban.
3. Tahap 3: Membuat Jadwal Pelaksanaan Proyek.
Desain jadwal waktu untuk komponen proyek. Sadarilah itu perubahan jadwal akan terjadi.
Jadilah fleksibel, tetapi bantu siswa menyadari bahwa akan tiba saatnya ketika mereka
perlu menyelesaikan pemikiran, temuan, dan evaluasi mereka. Mengizinkan siswa untuk
pergi ke arah baru. Bimbing mereka saat mereka tampaknya pergi ke arah yang tidak
memiliki koneksi ke proyek. Bantu siswa untuk tetap di jalur tetapi tidak secara tidak
sengaja mengatur batasan.
4. Tahap 4: Pantau Kemajuan Siswa dan Proyek
Memfasilitasi proses dan menanamkan cinta untuk belajar. Ajari siswa cara bekerja secara
kolaboratif. Menunjuk peran cepat untuk anggota grup. Biarkan siswa memilih mereka
peran utama tetapi memikul tanggung jawab dan interaktivitas untuk peran kelompok
lainnya. Ingatkan siswa bahwa setiap bagian proses milik mereka dan membutuhkan total
mereka keterlibatan. Menyediakan sumber daya, panduan dan menilai proses melalui
pembuatan rubrik tim dan rubrik proyek. Rubrik tim menyatakan harapan masing-masing
anggota tim sedangkan rubrik proyek mengacu pada persyaratan evaluasi proyek. Dengan
demikian, persyaratan ini harus dibuat jelas bagi siswa untuk memastikan keberhasilan
dalam proyek mereka.
5. Tahap 5: Nilailah Hasil
Penilaian memberikan umpan balik diagnostik dan bantuan pendidik menetapkan standar.
Ini memungkinkan seseorang untuk mengevaluasi kemajuan dan untuk menghubungkan
kemajuan itu dengan orang lain. Itu memberi siswa umpan balik tentang seberapa baik
mereka memahami informasi dan apa yang mereka perlu tingkatkan. Penilaian juga
membantu guru merancang instruksi untuk mengajar dengan lebih efektif. Kapan pun
memungkinkan, izinkan penilaian diri sendiri di antara siswa. Jika penilaian siswa dan guru
bertentangan, konferensi siswa-guru untuk membenarkan hasil pembelajaran harus
diadakan.
6. Tahap 6: Evaluasi Pengalaman
Dalam jadwal sibuk hari sekolah, sering ada sedikit waktu untuk refleksi. Namun, refleksi
adalah bagian yang sangat penting dari proses pembelajaran. Tetapkan waktu untuk refleksi
harian kegiatan. Izinkan refleksi individu, seperti penjurnalan, serta refleksi dan diskusi
kelompok. Bagikan perasaan dan pengalaman, dan diskusikan apa yang bekerja dengan
baik dan apa perlu diubah. Bagikan gagasan yang akan menghasilkan pertanyaan baru,
dengan demikian proyek baru.

5. Asesmen dalam PjBL

Penilaian pembelajaran berbasis proyek harus diakukan secara menyeluruh terhadap sikap,
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa selama pembelajaran. Penilaian proyek
merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu
tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk
mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan
kemampuan menginformasikan siswa pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Pada penilaian
proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan (Kemdikbud, 2014, hlm. 35) yaitu:
1. Kemampuan pengelolaan : kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari
informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
2. Relevansi: Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
3. Keaslian: Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan
mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek
peserta didik.

Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir
proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti
penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan
tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat
menggunakan alat/ instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian. Sumber-sumber
data penilaian tersebut meliputi (Kemdikbud, 2014, hlm. 85):
1. Self-assessment (penilaian diri) penting dilakukan untuk merefleksikan diri siswa
sendiri, tidak hanya menunjukkan apa yang siswa rasakan dan apa yang seharusnya
siswa berhak dapatkan. Siswa merefleksikan dirinya seberapa baik mereka bekerja
dalam kelompok dan seberapa baik siswa berkontribusi, bernegosiasi, mendengar dan
terbuka terhadap ide-ide teman dalam kelompoknya. Siswa pun mengevaluasi hasil
proyeknya sendiri, usaha, motivasi, ketertarikan dan tingkat produktivitas.
2. Peer Assessment (penilaian antar siswa) merupakan element penting pada penilaian
PjBL: guru tidak akan selalu bersama semua siswa di setiap waktu dalam proses
pengerjaan proyek, dan peer assessment akan memudahkan untuk menilai siswa secara
individu dalam sebuah kelompok. Siswa menjadi kritis terhadap kerja temannya dan
berupaya untuk saling memberikan umpan balik.
3. Rubrik penilaian produk, Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan
dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta
didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil
karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik,
dan logam atau alat-alat teknologi tepat guna yang sederhana. Pengembangan produk
meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
- Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan,
menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
- Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik
dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
- Tahap penilaian produk (appraisal) meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta
didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

6. Implementasi Pembelajaran Model Project Based Learning (PjBL)


Sebaliknya, PBL nyata adalah dalam, kompleks, ketat, dan terintegrasi di mana setiap
pemangku kepentingan di sekolah memainkan peran penting. Dalam menerapkan PBL,
fundamentalnya empat kali lipat:
 Buat tim yang terdiri dari tiga siswa atau lebih untuk bekerja pada proyek mendalam selama
tiga hingga delapan minggu.
 Perkenalkan pertanyaan entri kompleks itu menetapkan kebutuhan siswa untuk tahu, dan
perancah proyek dengan kegiatan dan informasi baru yang memperdalam pekerjaan.
 Pelajari pengucapannya Kalender proyek melalui rencana, draft, tolok ukur tepat waktu,
dan akhirnya presentasi tim ke panel luar ahli yang diambil dari orang tua dan komunitas.
 Berikan penilaian tepat waktu dan / atau umpan balik tentang proyek untuk konten, lisan
dan tulisan komunikasi, kerja tim, pemikiran kritis, dan keterampilan penting lainnya.

Delapan (8) hasil belajar penilaian, dan laporan nilai harus dipertimbangkan dalam
instruksi guru PJBL. Mereka termasuk (1) konten standar, (2) kolaborasi, (3) pemikiran kritis, (4)
lisan komunikasi, (5) komunikasi tertulis, (6) karier persiapan, (7) kewarganegaraan dan etika, dan
(8) Literasi teknologi tertanam di semua proyek
7. Pengembangan Model Project Based Learning (PjBL)
Perangkat pembelajaran merupakan rencana tahap awal seorang guru sebelum melakukan
proses belajar mengajar. Rencana mengajar guru tersebut merupakan salah satu tolak ukur
keberhasilan seorang guru. Hal tersebut membuat betapa pentingnya melakukan perencanaan
sebelum memulai proses belajar mengajar melalui pengembangan perangkat pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas maka diketahui bahwa perangkat pembelajaran adalah kegiatan
perencanaan dan persiapan pembelajaran yang sangat penting dilakukan oleh seorang guru untuk
menciptakan proses belajar mengajar yang baik (Daryanto & Dwicahyono, 2014).
Perangkat pembelajaran yang berupa silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
modul, jobsheet, dan tes evaluasi. (a) Silabus merupakan salah satu produk pengembangan
kurikulum berisikan garis-garis besar materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan rancangan
penilaian.(b) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu panduan langkah-langkah yang akan
dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam scenario kegiatan. (c)
Modul adalah satu cara pengorganisasian materi pelajaran yang memperhatikan fungsi pendidikan.
(d) Job sheet yang disebut pula lembaran kerja adalah suatu media pendidikan yang dicetak
membantu instruktur dalam pengajaran keterampilan, terutama di dalam laboratorium (work shop),
yang berisi pengarahan dan gambar-gambar tentang bagaimana cara membuat atau menyelesaikan
job atau pekerjaan. Perangkat pembelajaran merupakan salah satu mata rantai proses pembelajaran
yang perlu mendapat perhatian sebab menjadi entri point dalam upaya meningkatkan kualitas,
terutama dalam bidang soft skill pebelajar.
Pemilihan model pembelajaran perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan kondisi
siswa. Setiap siswa memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Sehingga diperlukan model
pembelajaran yang tepat untuk siswa agar bisa melakukan proses belajar mengajar yang efektif,
dapat diketahui bahwa dalam pembelaja-ran berbasis proyek, siswa akan dapat belajar dari
pengalaman langsung terjun ke lapangan, dalam hal ini adalah sekolah mengenai pentingnya
perencanaan pem-belajaran, apa saja yang harus dibuat/ direncanakan guru sebelum melakukan
proses pembelajaran dan bagaimana mekanisme dalam menyusun perangkat pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran berbasis proyek dalam mengembangkan karakter siswa tidak terlepas
dari prinsip pembelajaran dalam PjBl tersebut. Prinsip dalam Pembelajaran Berbasis Proyek selain
dapat mengembangkan nilai karakter siswa juga mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyusun perangkat pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran berbasis proyek ini
menyajikan hal-hal yang nyata sesuai dengan kenyataan di lapangan, sehingga apa yang di peroleh
siswa juga bermakna.
Dalam pembelajaran biologi perangkat pembelajaran berupa silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), modul, jobsheet, dan tes evaluasi. Salah satu contohnya RPP yang dirancang
untuk materi sistem pencernaan didasarkan pada karakteristik pembelajaran Proyek. Ciri mendasar
dari RPP yang dikembangkan dengan pembelajaran Proyek adalah kegiatan guru dan kegiatan
Peserta didik dideskripsikan secara detail, sedangkan RPP yang ada sebelumnya deskripsi kegiatan
guru dan Peserta didik masih bersifat umum, Buku Peserta didik berisi konsep Biologi yang
disajikan secara sederhana dan ringkas untuk menghilangkan kesan bahwa mempelajari Biologi
adalah sulit dan banyak menghapal, selain itu deskripsi materi ajar diberikan dengan konsep
Biologi yang tidak terpisahkan dari kehidupan nyata dari Peserta didik, dan Penyajian materi
diawali dari suatu permasalahan terkait dengan topik bahasan. Hal ini dimaksudkan untuk
membangkitkan minat dan motivasi Peserta didik pada awal pembelajaran. Selanjutnya
permasalahan diselesaikan melalui kegiatan informasi dan diskusi kelompok, sehingga Peserta
didik menemukan konsep pembelajaran. Konsep yang tertanam pada diri Peserta didik diperoleh
dari proses berpikir hierarki dan akhirnya sampai pada kesimpulan hasil belajar.
BAB III
KESIMPULAN

1. Model pembelajaran Inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan


pada proses berpikir secara kritis dan analistis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya
dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
2. Implementasi pembelajaran inkuiri adalah orientasi; merumuskan masalah; mengajukan
hipotesis; mengumpulkan data; menguji; hipotesis; merumuskan kesimpulan
3. Model Project Based Learning adalah model pembelajaran yang dapat mendorong siswa
untuk aktif belajar secara berkolaborasi untuk memecahkan masalah sehingga dapat
mengonkonstruk inti pelajaran dari temuan-temuan dalam tugas/proyek yang dilakukan.
4. Pelaksanaan model Problem Based Learning terdiri : proses orientasi peserta didik pada
masalah; mengorganisasi peserta didik; membimbing penyelidikan individu maupun
kelompok; mengembangkan dan menyajikan hasil; menganalisis dan mengevaluasi proses
dan hasil pemecahan masalah
5. Model pembelajaran project based learning merupakan salah satu model pembelajaran
yang mampu mendukung pelaksanaan pendidikan pada konsep masalah ekonomi karena
project based learning mendukung penerapan pembelajaran kehidupan nyata dan
pengalaman (real life and experiential learning) sehingga pendidikan masalah ekonomi
bisa berjalan dengan efektif. Model Pembelajaran Project Based Learning merupakan
suatu model pembelajaran yang menyangkut pemusatan pertanyaan dan masalah yang
bermakna, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, proses pencarian berbagai
sumber, pemberian kesempatan kepada anggota untuk bekerja secara kolaborasi, dan
menutup dengan presentasi produk nyata”.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika
Aditama.
Ahmadi,Iif Khoiru. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta: PT Prestasi
Pustakarya.
Amala, Faristin. (2013). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis pada Kompetensi Dasar
Menerima dan Menyampaikan Informasi Bagi Siswa Kelas X Administrasi Perkantoran
di SMK Cut Nya’ Dien Semarang. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Amir, M. Taufik. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta :
Kencana.
Hamdayana, jumanta. 2014. Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter. Jakarta:
PT Ghalia Indonesia.
Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif (Referensi Guru Dalam Menentukan Model
Pembelajaran). Medan: Media Persada.
Kemdikbud. (2014). Materi pelatihan guru implementasi kurikulum 2013 tahun ajaran 2014/2015:
Mata pelajaran IPA SMP/MTs. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Llewellyn, douglas. 2005. Teaching High School Science Through Inquiry. California: Corwin
Press
Ngalimun.2014. Strategi Dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: AswajaPresindo
Sani, Ridwan Abdullah.2014. PembelajaranSaintifik. Jakarta: BumiAksara.
Sanjaya, wina. 2008. Srategi Pembelajarn Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Sund & Trowbridge. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Columbus:
Charles E. Merill Publishing Company.
Tan&Oon-seng.2003. Problem Based Learning Innovation: Using Problem to Power
Learning. in 21st Century, thompson Learning.
Thomas, J.W. (2000). A Review of Research on Project Based Learning. California : The Autodesk
Foundation
Trianto.2006.Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik : Konsep,
Landasan Teoritis-Praktis. Surabaya: Prestasi Pustaka Jaya
Yamin martinis. 2013. Strategi Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: GP Press Gorup.
Yusoff Bin Harun.2006. PROJECT-BASED LEARNING HANDBOOK. Malaysia : Educational
Technology Division, Ministry of Education

Anda mungkin juga menyukai