Anda di halaman 1dari 33

PORTOFOLIO KASUS MEDIKAL

PNEUMONIA

Disusun oleh:
dr. Panji Hadi Permana

Pendamping :
dr. Sherly Monalisa

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RSUD PARIAMAN

2018

PORTOFOLIO KASUS MEDIKAL

Nama Peserta : dr. Panji Hadi Permana

Nama Wahana : RSUD Pariaman

Topik : Kasus medikal

Nama Pasien : Tn. S

Tanggal Presentasi : 14 Mei 2018


1
Nama Pendamping : dr. Sherly Monalisa

Tempat Presentasi : Ruang Konfrensi RSUD Pariaman

Objektif Presentasi : - Keilmuan

 Diagnostik

 Tatalaksana

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

BORANG STATUS PORTOFOLIO MEDIKAL

No. ID dan Nama Peserta dr. Panji Hadi Permana


No. ID dan Nama Wahana RSUD Kota Pariaman
Topik Pneumonia
Tanggal (kasus) 9 Maret 2018
Nama Pasien Tn. S No. RM 138934
Tanggal Presentasi 14-05-2018 Pendamping dr. Sherly Monalisa
Tempat Presentasi Ruang Konfrensi RSUD Pariaman
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
Pasien laki-laki, usia 68 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas yang
□ Deskripsi
semakin lama semakin meningkat sejak 5 hari yang lalu.
□ Tujuan Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan pneumonia

2
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Audit
Bahasan □ Kasus
Cara
Membahas □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien Nama : Tn. S No. Registrasi : 138934
Nama RS : RSUD Kota Pariaman Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Pneumonia / Sesak nafas yang semakin lama semakin
meningkat sejak 5 hari yang lalu.

2. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya untuk keluhan ini.

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien sudah menderita keluhan seperti ini sejak 1 bulan ini,
riwayat tekanan darah tinggi (+), riwayat sakit gula (-), riwayat penyakit jantung (-)
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita keluhan yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien adalah tukang kayu.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal berdua bersama istri di rumahnya.
7. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1. Soedarsono. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya. p 149-79.
2. Mosby’s Medical Dictionary, 8th Edition. 2009. Elsevier.Mandell LA, Wunderink RG,
Anzueto A, Bartlett ZG, Campbell D, Dean NC et al, 2007. Infectious Diseases Society of
America/American Thoracic Socienty Consensus Guideline on the Manegement of
Community-Acquired Pneumonia in Adult. Clinical Infectious Diseases. 44: S2: 527-72.
3. PDPI. Pneumonia Komunitas : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Edisi
II. Badan Penerbit FKUI, Jakarta. 2014.
4. Mulyadi, Nuzul Asmaila, Anggi Yurikno, 2011. Etiology and risk factors for community
acquired pneumonia in dr. Zainoel Abidin Hospital, Banda Aceh. Folia Medica Indonesiana
vol. 47 no. 2 April-June 2011: 127-129.
5. Cunha BA. Community-acquired pneumonia (diunduh 13 Februari 2015). Tersedia dari:
URL: HYPERLINK http://emedicine.medscape.com/article/234240-overview.
6. Ellison Richard T, Donowitz Gerald R. Mandell, Douglas, and Bennett's, 2015. Principles
and Practice of Infectious Diseases, Eighth Edition. 69, 823-846.e5.
7. Limper Andrew H, 2012) Limper Andrew H, 2012 . Overview of pneumonia. In Goldman's
Cecil Medicine, Twenty-Fourth Edition. 97, 587-96.
8. Soedarsono. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK
UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya. p 149-79.
9. Szar Daniel Horton, McGowan, Jeffries, Turley. Crash course respiratory system. Mosby ltd

3
2008 p 169-71.
10. Kamangar Nader. Bacterial Pneumonia (diunduh 15 mei 2015). Tersedia dari: URL:
HYPERLINK: http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview#showall
11. Simonetti Antonella F, Viasus Diego, Garcia-vidal Carolina, Carratalà Jordi, 2013.
Management of community-aquired pneumonia in older adult. Ther Adv infect Dis 2[1] 3-
16.
12. Lim WS, Baudouin SV, George RC, Hill AT, Jamieson C, Jeune I Le et al, 2009. British
Thoracic Society guidelines for the management of community acquired pneumonia in
adults: update 2009. Thorax. 64 (suppl III): iii1-iii55.
13. File TM, Bartlett JG, Thorner A, Treatment of community-acquired pneumonia in adults who
require hospitalization 2015. Diunduh dari: http://www.uptoupdate.com/content/treatment-of-
community-acquired-pneumonia-in-adults-who=require-hospitalization pada tanggal 19
Februari 2015.
14. Welte Tobias, 2015. Managing CAP patient at risk of clinical failure. Respiratory Medicine.
109: 157-169

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Pneumonia
2. Tatalaksana Pneumonia
3. Edukasi pada pasien tentang Pneumonia

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1) Subjektif :
 Sesak nafas yang semakin lama semakin meningkat sejak 5 hari yang lalu. Sesak nafas tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, debu, cuaca, dan makanan. Sesak nafas sudah dirasakan sejak 1
bulan yang lalu.
 Batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu, dahak berwarna putih.
 Demam ada sejak 3 hari yang lalu.
 Pilek tidak ada.
 Riwayat tidur dengan 2 – 3 bantal tidak ada.
 Riwayat terbangun malam hari karena sesak tidak ada.
 Tidak ada riwayat kontak dengan penderita batuk – batuk lama.
 Riwayat batuk darah tidak ada.
 Riwayat keringat pada malam hari tidak ada.
 Riwayat alergi terhadap debu tidak ada.
 Riwayat alergi makanan tidak ada.
4
 Riwayat bersin – bersin pagi hari tidak ada.
 Nafsu makan biasa.
 BAK jumlah dan warna biasa.
 BAB warna dan konsistensi biasa.
 Riwayat pemakaian obat OAT tidak ada.
 Penurunan berat badan tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien menderita penyakit hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak minum obat teratur.
 Riwayat penyakit diabetes melitus dan jantung tidak ada.
 Pasien merokok sejak usia muda tetapi sudah tidak merokok dalam 2 tahun ini.

2) Objektif :
a. Vital sign
- KU : sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan darah : 160/100 mmHg
- Frekuensi nadi : 103 x/menit
- Frekuensi nafas : 38 x/menit
- Suhu : 37,80 C

b. Pemeriksaan sistemik
- Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik
- Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor
- THT : tidak ada kelainan
- Leher : KGB tidak teraba
- Paru :
Inspeksi : normochest, simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikular, Rh +/+, Wh -/-, ekspirasi memanjang +/
+
- Jantung :

5
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung atas RIC II, batas jantung kanan linea sternalis kiri,
batas jantung kiri 1 jari medial linea midclavikularis sinistra RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung murni, teratur, bising tidak ada.
- Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+ ) normal
- Genitalia : tidak diperiksa
- Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik, perfusi baik, refleks fisiologis +/+,
refleks patologis -/-, udem -/-.

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah :
Hb : 10,7 g/dl
Leukosit : 11.450 / uL
Trombosit : 333.000 / uL
Hematokrit : 32,6 %
Gula darah sewaktu : 207 mg/dl
Ureum : 19 mg/dl
Kreatinin : 0,8 mg/dl
Natrium : 139 mmol/L
Kalium : 4,6 mmol/L
Klorida : 111 mmol/L

6
2. Rontgen Thoraks

Interpretasi :
Trachea di tengah.
Jantung: CTR < 0.5
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
Kedua hilus tidak menebal/ melebar
Tampak infiltrat di perihilair kedua lapangan paru.
Kedua diafragma licin, kedua sinus costofrenicus lancip.
Tulang intak, tak tampak destruksi.

Kesan : Pneumonia
7
3. EKG

Konsul Jantung : EKG dalam batas normal

8
3) Assesment (penalaran klinis) :
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 68 tahun datang dengan keluhan sesak
nafas yang semakin lama semakin meningkat sejak 5 hari yang lalu. Sesak nafas tidak dipengaruhi
oleh aktivitas, debu, cuaca, dan makanan. Sesak nafas sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu.
Batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu dan dahak berwarna putih. Demam sejak 3 hari yang lalu.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan tidak minum obat teratur. Pasien
memiliki riwayat merokok sejak usia muda tetapi sudah tidak merokok dalam 2 tahun ini.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 160 / 100 mmHg, frekuensi nadi 103
x/menit, frekuensi nafas 38 x/menit, suhu 37,8 °C. Pada pemeriksaan paru didapatkan suara nafas
bronkovesikuler, ronkhi di kedua lapangan paru dan ekspirasi memanjang. Pada pemeriksaan labor
didapatkan Hb 10,7, leukosit 11.450, hematokrit 32,6 %, trombosit 333.000, gula darah sewaktu 207
mg/dl, ureum 19 mg/dl, kreatinin 0,8 mg/dl, natrium 139 mmol/L, kalium 4,6 mmol/L, dan klorida
111 mmol/L. Dari pemeriksaan labor darah memberikan kesan yaitu terdapat peningkatan leukosit.
Pada rontgen thoraks didapatkan adanya infiltrat di kedua lapangan paru. Pada EKG yang dilakukan
tidak didapatkan adanya kelainan pada jantung. Oleh karena itu, dari anamnesis dan pemeriksaan
yang telah dilakukan ditegakkan diagnosis untuk pasien ini adalah Pneumonia dan Hipertensi stage
2.
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus paru terisi oleh cairan radang,
dengan atau tanpa infiltrasi sel radang ke dalam interstisium. Secara klinis, pneumonia adalah
peradangan parenkim pada paru yang disebabkan oleh mikroorganisme. Peradangan yang
disebabkan oleh M. Tuberculosis tidak termasuk ke dalam pneumonia. Peradangan paru yang
disebabkan oleh selain mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan
lain lain) disebut pneumonitis.
Pasien ditatalaksana dengan pemberian drip aminofilin 1 ampul dalam RL 12 jam / kolf,
Combivent nebu 4 x 1 respul, Pulmicort nebu 2 x 1 respul, injeksi omeprazole 1 x 1 ampul, injeksi
ondansentron 2 x 1 ampul, injeksi ceftriaxone 2 x 1 gram (skin test), n – asetilsistein 3 x 1 caps,
antasid syrp 3 x 1 cth, candesartan 1 x 8 mg tab, amlodipin 1 x 5 mg tab, simvastatin 1 x 20 mg tab,
dan parasetamol 3 x 500 mg tab
Kepada pasien penting pemberian edukasi tentang penyakitnya, faktor risiko, mekanisme
perjalanan penyakit pasien, memakai masker saat berkendaraan, menjaga kesehatan dengan makanan
bergizi sehingga daya tahan tubuh tetap baik dan mencegah timbulnya infeksi kembali. Selain itu,
juga edukasi tentang bagaimana pola hidup sehat pada pasien ini.

9
10
4) Plan :

- Diagnosis klinis : Pneumonia + Hipertensi stage 2

- Diagnosis banding : TB paru

- Pengobatan :

- IVFD drip aminofilin 1 ampul dalam RL 12 jam / kolf.


- Combivent nebu 4 x 1 respul.
- Pulmicort nebu 2 x 1 respul.
- Injeksi omeprazole 1 x 1 ampul.
- Injeksi ondansentron 2 x 1 ampul.
- Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gram (skin test).
- N – asetilsistein 3 x 1 caps.
- Antasid syrp 3 x 1 cth
- Candesartan 1 x 8 mg tab.
- Amlodipin 1 x 5 mg tab.
- Simvastatin 1 x 20 mg tab.
- Paracetamol 3 x 500 mg tab.

- Follow up
10 / 3 / 2018
S/ Sesak (+) berkurang
Batuk (+) dahak (+).
Demam (-).
O/TD : 150/80 mmHg
Nadi : 90 x / menit
Nafas : 34 x / menit
Suhu : 36, 7
Thoraks : Rh +/+, Wh -/-, ekspirasi memanjang +/+
A/Pneumonia (Perbaikan) + Hipertensi stage 2
P/ - IVFD drip aminofilin 1 ampul dalam RL 12 jam/kolf.
- Combivent nebu 4 x 1 respul.
- Pulmicort nebu 2 x 1 respul.
- Injeksi omeprazole 1 x 1 ampul.
11
- Injeksi ondansentron 2 x 1 ampul.
- Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gram.
- N – asetilsistein 3 x 1 caps.
- Antasid syrp 3 x 1 cth
- Candesartan 1 x 8 mg tab.
- Amlodipin 1 x 5 mg tab.
- Simvastatin 1 x 20 mg tab.
- Paracetamol 3 x 500 mg tab (k/p).
- Cek BTA Sputum

12 / 3 / 2018
S/ Sesak (+) berkurang
Batuk (+) dahak (+).
Demam (-).
O/TD : 150/90 mmHg
Nadi : 94 x / menit
Nafas : 34 x / menit
Suhu : 36, 9
Thoraks : Rh +/+, Wh -/-, ekspirasi memanjang +/+
Hasil BTA sputum : -/-/-
A/Pneumonia (Perbaikan) + Hipertensi stage 2
P/ - IVFD drip aminofilin 1 ampul dalam RL 12 jam/kolf.
- Infus Levofloxasin 1 x 500 mg  jika mual  aff.
- Combivent nebu 4 x 1 respul.
- Pulmicort nebu 2 x 1 respul.
- Injeksi omeprazole 1 x 1 ampul.
- Injeksi ondansentron 2 x 1 ampul.
- Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gram.
- N – asetilsistein 3 x 1 caps.
- Antasid syrp 3 x 1 cth
- Candesartan 1 x 8 mg tab.
- Amlodipin 1 x 5 mg tab.
- Simvastatin 1 x 20 mg tab.

12
- OBH syrp 3 x 1 cth.
- Cek GDP dan G2PP.

13 / 3 / 2018
S/ Sesak (+) berkurang
Batuk (+) dahak (+).
Demam (-).
O/TD : 120/70 mmHg
Nadi : 72 x / menit
Nafas : 24 x / menit
Suhu : 37, 3
Thoraks : Rh +/+, Wh -/-, ekspirasi memanjang +/+
Hasil Labor :
GDP : 85 mg/dl
G2PP : 227 mg/dl
A/ Pneumonia (Perbaikan) + Hipertensi stage 2 + DM tipe 2.
P/ - IVFD drip aminofilin 1 ampul dalam RL 12 jam/kolf  aff  IVFD drip aminofilin 1
ampul dalam futrolit 12 jam/kolf
- Infus Levofloxasin 1 x 500 mg
- Combivent nebu 4 x 1 respul.
- Pulmicort nebu 2 x 1 respul.
- Injeksi omeprazole 1 x 1 ampul.
- Injeksi ondansentron 2 x 1 ampul.
- Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gram  aff  Drip Azitromisin 500 mg dalam NaCl 0,9 % 1 x 1
(skin test).
- N – asetilsistein 3 x 1 caps.
- Antasid syrp 3 x 1 cth
- Candesartan 1 x 8 mg tab.
- Amlodipin 1 x 5 mg tab.
- Simvastatin 1 x 20 mg tab.
- OBH syrp 3 x 1 cth.
- Glimepirid 1 x 2 mg tab.

13
14 / 3 / 2018
S/ Sesak (+) berkurang
Batuk (+) dahak (+).
Demam (-).
O/TD : 136/70 mmHg
Nadi : 79 x / menit
Nafas : 25 x / menit
Suhu : 37,0
Thoraks : Rh +/+, Wh -/-, ekspirasi memanjang +/+
A/ Pneumonia (Perbaikan) + Hipertensi stage 2 + DM tipe 2.
P/ - IVFD drip aminofilin 1 ampul dalam futrolit 12 jam/kolf  aff  IVFD futrolit 12 jam/kolf.
- Infus Levofloxasin 1 x 500 mg
- Combivent nebu 4 x 1 respul.
- Pulmicort nebu 2 x 1 respul  aff
- Injeksi omeprazole 1 x 1 ampul  aff  ranitidine 2 x 150 mg tab.
- Injeksi ondansentron 2 x 1 ampul  aff
- Drip Azitromisin 500 mg dalam NaCl 0,9 % 1 x 1  alergi (+)
- N – asetilsistein 3 x 1 caps.
- Antasid syrp 3 x 1 cth
- Candesartan 1 x 8 mg tab.
- Amlodipin 1 x 5 mg tab.
- Simvastatin 1 x 20 mg tab.
- OBH syrp 3 x 1 cth.
- Glimepirid 1 x 2 mg tab.
- PAIIA 3 x 1 caps.
- Rencana : Pulang Besok.

15 / 3 / 2018
S/ Sesak (-)
Batuk (+) dahak (+), sedikit
Demam (-).

14
O/TD : 130/70 mmHg
Nadi : 74 x / menit
Nafas : 20 x / menit
Suhu : 36,7
Thoraks : Rh -/-, Wh -/-, ekspirasi memanjang -/-
A/ Pneumonia (Perbaikan) + Hipertensi stage 2 + DM tipe 2.
P/ - IVFD futrolit 12 jam/kolf  aff
- Infus Levofloxasin 1 x 500 mg  aff  Levofloxasin 1 x 750 mg tab.
- Combivent nebu 4 x 1 respul  aff
- Ranitidine 2 x 150 mg tab.
- N – asetilsistein 3 x 1 caps.
- Antasid syrp 3 x 1 cth
- Candesartan 1 x 8 mg tab.
- Amlodipin 1 x 5 mg tab.
- Simvastatin 1 x 20 mg tab.
- OBH syrp 3 x 1 cth.
- Glimepirid tab 1 x 2 mg tab.
- PAIIA 3 x 1 caps.
- Acc Pulang.

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

15
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus paru terisi oleh cairan

radang, dengan atau tanpa infiltrasi sel radang ke dalam interstisium. Secara klinis,

pneumonia adalah peradangan parenkim pada paru yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Peradangan yang disebabkan oleh M. Tuberculosis tidak termasuk ke dalam pneumonia.1

Peradangan paru yang disebabkan oleh selain mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi

bahan toksik, obat-obatan dan lain lain) disebut pneumonitis.2

Pneumonia dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pemaparan agen infeksi.

Pneumonia diklasifikasikan menjadi pneumonia komunitas (Community Acquired

Pneumonia = CAP), pneumonia yang didapat di rumah sakit (Hospital Acquired Pneumonia

= HAP), pneumonia yang di dapat dari tenaga kesehatan (Health care Associated Pneumonia

= HCAP), dan pneumonia akibat pemakaian ventilator (Ventilator Acquired Pneumonia =

VAP).3

1.2 Epidemiologi

Insiden penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang

tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan

dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat (pneumonia komuniti) atau di dalam

rumah sakit/pusat perawatan (pneumonia nosokomial).2

Infeksi saluran nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang

kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan

WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di

dunia adalah infeksi saluran nafas akut termasuk pneumonian dan influenza. Di Indonesia,

dari buku SEAMIC Health Statistic 2001, influenza dan pneumonia merupakan penyebab

kematian nomor enam. Sedang dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun

16
2001, penyakit infeksi saluran nafas bagian bawah menempati urutan ke 2 sebagai penyebab

kematian.2

Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk

mendapatkan hasilnya. Di negara maju seperti Amerika, dengan cara invasif pun penyebab

pneumonia hanya ditemukan 50%. Meningat pneumonia hanya ditemukan 50%. Mengingat

pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan awal

antibiotik harus diberikan secara empiris.2

1.3 Etiologi

Etiologi pneumoniae antara lain :3


1. Bakteri
Bakteri biasanya mencapai paru melalui inhalasi atau aspirasi secret nasofaring.

Beberapa bakteri yang menyebabkan pneumonia yaitu Staphylococcus aerus, mula-mula

terdapat infeksi stafilokukus pada suatu tempat di badan, kemudian terjadi penyebaran

ke paru-paru, sehingga terjadi pneumonia atau piotoraks. Proses ini terjadi dengan cepat

dengan membuat cepat menjadi buruk. Streptococcus pneumonia atau pneumococcus

merupakan infeksi piogenik yang sering menimbulkan pneumonia, otitis media,

sinusitis, dan meningitis. Infeksi bakteri ini biasanya terjadi setelah diawali oleh infeksi

virus atau sebuah komplikasi. Proliferasi di alveoli menyebabkan pneumonia lobaris,

berupa konsolidasi keseluruhan lobus paru.

2. Virus
Kasus pneumonia oleh virus pada orang dewasa adalah sekitar 10%, kebanyakan

pneumonia ini ringan. Penyebab tersering adalah virus influenza tipe A,B dan

adenovirus.
3. Aspirasi
Aspirasi bisa terjadi karena makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah) dan benda

asing.
4. Jamur
17
Infeksi jamur oleh jamur dan parasit biasanya merupakan penyulit paling berbahaya

pada individu dengan gangguan imun, terutama wanita dengan AIDS. Beberapa

penyebab bronkopneumonia adalah H. Capsulatum, Candida Albicans, Blastomycetes

Dermatitis, Koksidioidomikosis, Aspergilosis dan Aktinimikosis.

1.4 Mekanisme Pertahanan Paru

Paru memiliki sistem pertahanan untuk mencegah bakteri agar tidak masuk kedalam paru.

Mekanisme tersebut diantaranya struktur anatomi, struktur mekanis, sistem imun non

spesifik dan sistem imun spesifik.7 Sistem pertahanan paru terhadap patogen dapat dilihat

dalam tabel 2.1

Tabel 2.1 Sistem pertahanan paru

Lokasi Mekanisme Pertahanan

Nasofaring Rambut hidung


Turbinat

Anatomi saluran nafas atas

Badan mukosilier

Sekresi IgA
Orofaring Saliva

Peluruhan sel epitel

Batuk

Produksi Komplemen

Trakhea, Bronkhus Batuk, reflek epiglotis

Sudut percabangan saluran udara yang lancip

Badan mukosilier

Sekret saluran pernafasan (lysozyme, lactoferrin, secretory


leukocyte proteinase inhibitor, antimicrobial peptides)

18
Sel dendritik a

Jaringan limfoid terkait bronkus

Produksi Imunoglobin (IgG, IgM, IgA)

Saluran akhir Cairan pelapis alveolus (surfaktan, fibronektin,


pernafasan, immunoglobulin, komplemen, asam lemak bebas, iron-
alveolus binding protein)

Makrofag alveoli

Makrofag interstisial

Pemanggilan neutrofil b

Sel dendritik a

Jaringan limfoid
a
Komponen utama dari imunitas yang didapat dan penting dalam respon vaksin atau infeksi

sebelumnya

b
Komponen utama dari imunitas bawaan

1.5 Patogenesis dan Patofisiologi

Paru merupakan organ yang selalu terpapar oleh bermacam patogen. Patogen dapat

mencapai paru melalui inhalasi droplet, aspirasi bakteri orofaring dan kasus jarang melalui

jalur hematogen. Paru tetap steril karena adanya mekanisme pertahanan paru. Infeksi paru

dapat terjadi ketika virulensi kuman berhasil mengalahkan sistem pertahanan paru.7,8,9

Droplet berukuran besar yang mengandung bakteri yang masuk ke saluran

pernafasan akan dikeluarkan oleh tubuh dengan reflek mukosilier. Bakteri akan di dorong

keluar menuju orofaring untuk selanjutnya ditelan ataupun di batukkan. Inhalasi partikel

infeksius yang berukuran kecil (0,5-2,0 μm) cenderung berhasil sampai di alveoli paru.
19
Patogen yang masuk berhasil masuk akan di fagosit oleh makrofag. Kemudian makrofag

akan mengaktifkan pelepasan sitokin dan kemokin diantaranya tumor necrosis factor-α,

interleukin-8, dan leukotrien B. Sitokin dan kemokin ini akan menarik nutrofil yang berada

di pembuluh darah masuk ke alveoli. Neutrofil ini akan mendegradasi patogen tersebut.

Beberapa kasus pada patogen yang memiliki kapsul, degradasi patogen oleh makrofag dan

nutrofil di fasilitasi oleh immunoglonulin G yang berfungsi sebagai opsonin mengikat

permukaan kapsul polisakarida sehingga dapat di eradikasi oleh tubuh. Selain immunoglobin

G terdapat opsonin lain yang berfungsi membantu eradikasi bakteri diantaranya surfaktan A

dan D, fibronektin, dan fitronektin. Ketika patogen dapat lolos dari pertahan paru barulah

akan muncul pneumonia.9

Bakteri yang masuk akan menimbulkan suatu proses peradangan. Proses peradangan

yang terjadi meliputi 4 stadium, yaitu: Stadium Hiperemis, stadium hepatisasi merah,

stadium hepatisasi kelabu dan stadium resolusi.

Stadium hiperemis muncul pada 4-12 jam pertama. Stadium ini merupakan

permulaan respon radang yang berlangsung baru di daerah infeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabiltas darah yang disebabkan oleh mediator

inflamasi. Hal ini akan menimbulkan eksudat cairan plasma ke interstitial dan udem. Cairan

eksudat akan menumpuk di alveoli, bersama dengan udem akan mengganggu proses

pertukaran gas. Hal ini akan bermanifestasi ke penurunan saturasi oksigen di dalam darah.

Stadium hepatisasi merah muncul pada hari 2-4. Pada paru akan muncul akumulasi

dari cairan radang. Cairan radang ini mengandung fibrin dan ektravasasi sel darah merah

dalam jumlah besar. Hal ini akan membuat gambaran merah, relatif padat dan airless pada

paru.

20
Stadium hepatisasi kelabu muncul pada hari 4-8. Hal ini disebabkan oleh deposit sel

fibrin di alveoli. Hepatisasi kelabu merupakan darah konsolidasi lanjut yang ditandai dengan

pemecahan sel darah merah dan sel darah putih.

Stadium resolusi muncul pada hari 8-10. Hal ini merupakan gambaran eliminasi dari

bakteri sudah selesai. Eksudat yang terakumulasi di paru akan diencerkan oleh enzim

fibrinolitik dan akan diarbsorbsi oleh tubuh.10

1.6 Manifestasi Klinis

Pasien pneumonia komunitas akan datang dengan keluhan utama demam > 38°C.

Biasanya diikuti dengan batuk yang produktif, sesak nafas dan nyeri dada oleh karena

peradangan pada pleura.4,6 Manifestasi di paru yang ditemukan pada saat pemeriksaan fisik

diantaranya:11

- Pernafasan yang pendek


- Batuk
- Produksi sputum meningkat
- Nyeri pleura
- Demam
- Penurunan kesadaran
Gejala dan tanda juga dapat muncul diluar paru, diantaranya:6,12
- Perubahan status mental
- Sakit Kepala
- Nyeri telinga
- Limpadenopati

1.7 Diagnosis PPOK1

Diagnosis dari pneumonia ditegakan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan mikrobiologis dan rontgen toraks. Diagnosis

pasti dari pneumonia sudah dapat ditegakan jika pada rontgen torak ditemukan infiltrat/ air

broncogram ditambah dengan beberapa gejala, diantaranya:6

- Batuk
- Sputum yang purulent
21
- Suhu diatas > 38°C di axila
- Nyeri dada
- Sesak nafas
- Suara nafas bronkial, ronkhi dan ditemukan tanda konsolidasi
- Leukosit > 10.000 atau <4500
Untuk mencari bakteri patogen penyebab pneumonia maka diperlukan pemeriksaan

mikrobiologi. Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan untuk mendapatkan etiologi yaitu

kultur dari bahan sputum, darah, atau aspirat jaringan paru dan bilasan bronkus. Namun

untuk mendapatkan hasil biakan membutuhkan beberapa hari. Pneumonia dapat

menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka dari itu pengobatan awal pneumonia

dibarikan antibiotik sesuai rekomendasi pedoman yang ada.4


Pemeriksaan lanjutan dapat dilaksanakan berdasarkan kecurigaan patogen penyebab,

data klinis dan data epidemiologi yang ada. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui

apakah pengobatan dengan pemberian antibiotik sudah tepat atau perlu pemberian antibiotik

yang lebih selektif. Indikasi klinis pemeriksaan lanjutan dapat dilihat pada tabel 2.2.3
Tabel 2.2 Indikasi klinis pemeriksaan lanjutan

Indikasi Kultur Kultur Legionella Pneumokokkal Lain


Darah Sputum UAT UAT

Perawatan ICU X X X X Xa
Pasien rawat jalan gagal terapi X X X Xb
antibiotic
Infiltrat disertai kavitas X X
Leukopenia X X
Peminum alkohol aktif X X X X
Penyakit liver kronik X X
Penyakit paru obstruktif/ struktural X
parah
Asplenia (anatomi dan fisiologi) X X
Riwayat perjalanan (2 minggu) X Xc
Pemeriksaan legionella UAT positif Xd NA
Hasil pneumokokal UAT positif X X NA

22
Efusi Pleura X X X X Xc

Catatan: NA, not applicable;


UAT, urinary antigen test
a
Aspirat Endotrakeal bila di intubasi
b
Kultur Tuberkulosis dan jamur
c
Media khusus legionella
d
Kultur cairan pleura dan torakosentesi

1.8. Derajat Keparahan Penyakit

Penetapan derajat keparahan pneumonia dilaksanakan untuk penentuan penanganan

pasien. Untuk penilaian derajat keparahan pneumonia dapat dilakukan dengan sistem skoring

berupa Pneumonia Severity Index (PSI) atau CURB-65.10,11

PSI atau yang juga dikenal sebagai PORT (Patient Outcomes Research Team)

merupakan sistem skoring yang terdiri dari 20 poin penilaian. Penilaian didasarkan pada

klinis, tanda, gejala, penyakit komorbid, pemeriksaan labor dan pemeriksaan radiologi

pasien.13 Sistem penilaian PSI dapat dilihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Pneumonia Severity Index (PSI)

Karakteristik Pasien Nilai

Faktor Demografi:

Umur
Umur (tahun)
Laki-laki
Umur (tahun)-10
Perempuan

Penghuni panti werda +10


Penyakit Komorbid
Keganasan +30
Penyakit Hati +20
Penyakit jantung kongestif +10
Penyakit serebrovaskuler +10

23
Penyakit ginjal +10
Pemeriksaan fisik
Gangguan kesadaran +20
Frekuensi Nafas >30x/menit +20
Tekanan Darah Sistol <90mm +20
Suhu <35°C atau >40°C +15
Frekuensi Nadi >125x/menit +10
Pemeriksaan Laboratorium
PH <7,35 +30
BUN >10,7 mmol/L +20
Natrium <130mEq/L +20
Glukosa >13,9 mmol/L +10
Hematokrit <30% +10
Tekanan O2 arteri <60mmHg +10

Efusi Pleura +10

(PDPI, 2014)
. Total poin PSI dikelompokan menjadi 5 kelas resiko, yaitu:12
 0-50 = Kelas I
 51-70 = Kelas II
 71-90 = Kelas III
 91-130 = Kelas IV
 >130 = Kelas V

Pasien yang memerlukan rawat inap atau hanya rawat jalan dapat dikelompokan

berdasarkan kelas resiko diatas, yakni:4

 Kelas I dan II – pasien boleh rawat jalan saja

 Kelas III – pasien rawat inap untuk observasi

24
Kelas IV dan V – pasien di rawat inap

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) merekomendasikan kriteria untuk

indikasi rawat inap dengan PSI, yakni:

- Skor PSI lebih dari 70


- PSI <70 disertai kriteria dibawah ini:
o Frekuensi nafas >30x/menit
o PaO2/Fi O2 kurang dari 250 mmHg
o Foto toraks menunjukan infiltrat multilobus
o Tekanan sistolik <90 mmHg
o Tekanan diastolic <60
- Pneumonia pada pengguna NAPZA

PSI memiliki sensitivitas yang tinggi untuk melihat mortality rate, namun sensitivitas

PSI akan menurun pada usia tua yang ektrim. Angka mortalitas pneumonia akan meningkat

seiring dengan peningkatan kelas resiko. Angka mortalitas dari kelas resiko yaitu: Kategori 1

(0.1%), kategori 2 (0.6%), kategori 3 (0.9%), kategori 4 (9.3%), kategori 5 (27%).12

CURB-65 merupakan sistem skoring faktor resiko pada pasien pneumonia. CURB-65

ideal digunakan untuk identifikasi cepat pasien dengan angka kematian yang tinggi. Setiap

faktor resiko dinilai satu.4 Faktor resiko tersebut diantaranya:12,16

 Confusion (Perubahan status mental nilai ≤ 8)


 Urea > 20 mg/dL
 Respiratory Rate ≥30/menit
 Blood presure (sistol <90 mmHg atau diastol ≤60 mmHg)
 Umur ≥ 65 tahun

Perubahan status mental dapat dinilai berdasarkan Abbrevation Mental Test (Uji

Mental). Masing masing poin diberi nilai 1 jika pasien dapat menjawab pertanyaan penilaian.

Poin penilaian uji mental dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Tingkat kesadaran uji mental

Respon Nilai
25
Umur
Tanggal lahir
Waktu (jam terdekat)
Tahun sekarang
Nama rumah sakit
Dapat mengindentifikasi dua orang (misalnya dokter,
perawat)
Alamat rumah
Tanggal kemerdekaan
Nama raja/presiden
Hitung mundur (mulai dari 20 ke belakang)

(PDPI, 2014)

Selain sistem skor, menurut European Respiratory Society (ERP) tahun 2011, pasien

dapat dikategorikan pneumonia berat jika memenuhi kriteria dibawah ini

Dijumpai 2 dari 3 keadaan dibawah ini

 Systolic <90 mmHg


 Gagal nafas dengan rasio PaO2/FiO2 <250
 Multilobaris
Atau dijumpai 1 dari 2 keadaan dibawah ini
 Membutuhkan ventilasi mekanik
 Terdapat shock sepsis
Atau dijumpai 3 dari kriteria minor IDSA/ATS:
 Frekuensi nafas ≥ 30x/menit
 PaO2/FiO2 ≤ 250 mmHg
 Multilobar infiltrat
 Kesadaran munurun/disorientasi
 Uremia (BUN ≥ 20mg/dl)
 Leukopenia (leukosit <4000 sel/mm3)
 Trombositopenia (trombosit < 100.000 sel/mm3)
 Hipotermia (Suhu <36°C)
 Hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan agresi
Pasien yang dinilai dengan skor CURB-65 dapat dikelompokan menjadi kelompok

resiko berdasarkan angka mortalitasnya, yaitu:14


 Skor 0 (0,07% Mortality rate)
 Skor 1 (2,1% Mortality rate)
 Skor 2 (9,2% Mortality rate)
 Skor 3-5 (15%-40% Mortality rate)

26
1.9. Penatalaksanaan

Terapi antibiotik dapat diberikan sesuai dengan terapi empiris yang ada, hal ini

dikarenakan butuh waktu untuk menemukan organisme penyebabnya. Sedangkan pneumonia

merupakan penyakit akut yang akan meningkatkan angka kematian jika tidak ditangani

segera. Antibiotik harus sesegera mungkin diberikan begitu diagnosis CAP ditegakkan.

Pewarnaan gram dari sekret saluran nafas dapat mengarahkan terapi inisial.
Pemberian antibiotik untuk terapi empiris harus berdasarkan beberapa faktor,

diantaranya:15
- Data patogen terbanyak berdasarkan daerah setempat
- Penelitian klinis mengenai efektifitas obat
- Resiko resistensi antibiotik
- Adanya penyakit komorbid

Penatalaksanaan pneumonia dapat dibagi menjadi:


 Pasien rawat jalan
- Pengobatan suportif/Simptomatik
- Istirahat yang cukup
- Minum cukup untuk atasi dehidrasi
- Obat penurun panas pada demam yang tinggi
- Mukolitik dan ekpektoran jika mucus sulit di batuk kan
- Terapi empiris antibiotik diberikan sesegera mungkin setelah sampel sputum

diambil
 Pasien rawat inap
- Pengobatan suportif/Simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi serta koreksi

kaloridan elektrolit
- Obat simptometik lain seperti antipiretik dan mukolitik
- Terapi empiris antibiotik diberikan sesegera mungkin setelah sampel sputum

diambil

 Pasien rawat inap di ruangan intensif


- Pengobatan suportif/simpomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi serta koreksi

kaloridan elektrolit
- Obat simptometik lain seperti antipiretik dan mukolitik

27
- Terapi empiris antibiotik diberikan sesegera mungkin setelah sampel sputum

diambil
- Ventilasi mekanis jika ada indikasi

Untuk petunjuk pemberian antibiotik sebagai terapi empiris pneumonia komunitas

dapat dilihat pada tabel 2.5


Durasi pengobatan pasien pneumonia komunitas berdasarkan panduan IDSA/ATS

minimal 5 hari. Pemberian antibiotik di evaluasi secara klinis dalam 72 jam pertama. Pasien

pneumonia komunitas yang berespon baik pada hari pertama sampai 3 dapat diteruskan

pengobatan hingga 5-7 hari.15 Pasien yang tidak membaik atau memburuk maka antibiotik

diganti sesuai hasil biakan dan pedoman terapi empiris.3


Tabel 2.5 Petunjuk terapi empiris pneumonia komunitas

Rawat Jalan  Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaiaan
antibiotik 3 bulan sebelumnya
- Golongan  laktam ditambah
anti  lactamase atau
- Makrolid baru (klaritromisin,
azitromisin)
 Pasiendengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian
antibiotik
- Fluorokuinolon respirasi
(levofloksasin 750mg, moksifloksasin) atau
- Golongan  laktam ditambah
anti  lactamase atau
-  lactam ditambah makrolid
Rawat inap non ICU  Fluorokuinolon respirasi levofloksasin 750mg, moksifloksasin
atau
  laktam ditambah makrolid

Ruang rawat Tidak ada faktor resiko ifeksi pseudomonas


Intensif   laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin sulbaktam)
ditambah makrolid baru atau fluorokuiknolon respirasi intravena
(IV)
Pertimbangan Bila ada faktor resiko infeksi pseudomonas
khusus  Antipneumokokal, antipseudomonas  lactam (piperacilin-
tazobaktam, sefepime, imipenem atau meropenem) ditambah
levofloksasin 750mg atau
  laktam seperti tersebut diatas ditambah aminoglikosida dan
28
azitromisin atau
  laktam seperti tersebut diatas ditambah aminoglikosida dan
antipneumokokal fluorokuiknolon (untuk pasien yang alergi
penisilin,  laktam diganti dengan azteonam)
Bila curiga disertai infeksi MRSA
 Tambahkan vankomisin atau linezolid

Catatan: - Pola kuman setempat menjadi dasar pemilihan antibiotic


- Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan/memburuk maka
pengobatan disesuaikan dengan bekteri penyebab dan uji sensitivitas
- Bila pengobatan secara empiris memberikan respon baik walaupun hasil uji
sensitivitas tidak sesuai maka terapi antibiotik dilanjutkan dengan evaluasi
klinis

1.10. Pencegahan

Pencegahan pneumonia komunitas dilakukan pada orang yang beresiko tinggi

menderita pneumonia komunitas. Pencegahan pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan

melaksanakan vaksinasi, berhenti merokok, dan prilaku hidup bersih dan sehat.4
Vaksinasi dilakukan kepada orang yang beresiko tinggi menderita pneumonia

komunitas. Pasien yang memiliki resiko tinggi diantaranya orang yang berusia di atas 50

tahun, keluarga orang yang beresiko tinggi, petugas kesehatan yang berkontak dengan pasien

pneumonia komunitas. Vaksinasi yang diberikan diantaranya vaksin influenza dan

pneumokokal.3 Untuk rekomendasi vaksin yang diberikan dapat dilihat pada tabel 2.6
Perokok aktif maupun pasif diketahui merupakan faktor resiko pneumonia

komunitas. Nasehat untuk berhenti merokok harus di sampaikan kepada seluruh pasien

pneumonia komunitas perokok aktif. Nasehat yang diberikan dapat mengikuti pedoman yang

dikeluarkan oleh departemen kesehatan setempat.14


Tabel 2.6 Rekomendasi vaksin yang diberikan untuk mencegah pneumonia komunitas

Faktor yang Vaksin polisakarida Vaksin influenza Vaksin influenza


berpengaruh pneumokokal inaktif yang dilemahkan

Jalur Injeksi intramuskular Injeksi Semprotan


pemberian intramuskular intranasal
Tipe vaksin Komponen bakteri Virus yang inaktif Virus hidup

29
(polisakarida
kapsul)

Grup yang di Semua orang usia Semua orang usia Orang sehat usia
rekomendasikan diatas 65 tahun diatas 50 tahun 5-49 tahuna,
Orang resiko tinggi Orang beresiko termasuk
usia 2-64 tahun tinggi usia 6 petugas medis
Perokok aktifb bulan-49 tahun dan keluarga
Keluarga orang orang resiko
resiko tinggi tinggi
Petugas medis
Anak usia 6-23
tahun
Indikasi resiko Kardiovaskular Penyakit Dihindari pada
tinggi spesifik kronis, penyakit kardiovaskuler pasien resiko
untuk paru, ginjal dan dan paru kronik tinggi
dilakukan hati Penyakit metabolik
vaksinasi Diabetes Mellitus kronis (termasuk
Kebocoran cairan diabtes mellitus)
cerebrospinal Disfungsi ginjal
Alkoholisme Hemoglobinopathy
Asplenia Immunokompremis
Immunokompremise ed
d Peningkatan resiko
Penduduk Amerika aspirasi
dan Alaska asli Rawat inap jangka
Rawat inap jangka lama
lama Penggunaan aspirin
pasien usia kecil
dari 18 tahun

Jadwal Revaksinasi ulang Revaksinasi Revaksinasi


revaksinasi setelah 5 tahun tahunan tahunan
pada (1) orang
dewasa usia diatas
65 tahun, jika
vaksin pertama
sebelum usia 65
tahun; (2) orang
dengan asplenia;
dan (3)
Immunocompromis
ed

30
Catatan:
a
Hindari penggunaan pada pasien asma, penyakit saluran pernafasan reaktif, atau kelaianan

kronik lain pada sistem pernafasan dan kardiovaskuler; pasien dengan penyakit lain,

termasuk diabetes, disfungsi ginjal, hemoglobinopathies, orang dengan imunodefisiensi atau

orang yang menerima terapi imunosupresi; anak atau dewasa yang menggunakan salisiat;

sidroma guillan-barre; dan wanita hamil

b
Pemberian vaksin pada perokok direkomendasikan oleh Pnumonia Guideline Committee
tapi bukan merupakan indikasi pemberian vaksin menurut Advisory Committee On
Immunization Practice Statement

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarsono. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK

UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya. p 149-79.


2. Mosby’s Medical Dictionary, 8th Edition. 2009. Elsevier.Mandell LA, Wunderink RG,

Anzueto A, Bartlett ZG, Campbell D, Dean NC et al, 2007. Infectious Diseases Society

of America/American Thoracic Socienty Consensus Guideline on the Manegement of

Community-Acquired Pneumonia in Adult. Clinical Infectious Diseases. 44: S2: 527-72.


3. PDPI. Pneumonia Komunitas : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Edisi II. Badan Penerbit FKUI, Jakarta. 2014.


4. Mulyadi, Nuzul Asmaila, Anggi Yurikno, 2011. Etiology and risk factors for community

acquired pneumonia in dr. Zainoel Abidin Hospital, Banda Aceh. Folia Medica

Indonesiana vol. 47 no. 2 April-June 2011: 127-129.


5. Cunha BA. Community-acquired pneumonia (diunduh 13 Februari 2015). Tersedia dari:

URL: HYPERLINK http://emedicine.medscape.com/article/234240-overview.


6. Ellison Richard T, Donowitz Gerald R. Mandell, Douglas, and Bennett's, 2015.

Principles and Practice of Infectious Diseases, Eighth Edition. 69, 823-846.e5.


7. Limper Andrew H, 2012) Limper Andrew H, 2012 . Overview of pneumonia. In

Goldman's Cecil Medicine, Twenty-Fourth Edition. 97, 587-96.


8. Soedarsono. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK

UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surabaya. p 149-79.


9. Szar Daniel Horton, McGowan, Jeffries, Turley. Crash course respiratory system. Mosby

ltd 2008 p 169-71.


10. Kamangar Nader. Bacterial Pneumonia (diunduh 15 mei 2015). Tersedia dari: URL:

HYPERLINK: http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview#showall
11. Simonetti Antonella F, Viasus Diego, Garcia-vidal Carolina, Carratalà Jordi, 2013.

Management of community-aquired pneumonia in older adult. Ther Adv infect Dis 2[1]

3-16.
12. Lim WS, Baudouin SV, George RC, Hill AT, Jamieson C, Jeune I Le et al, 2009. British

Thoracic Society guidelines for the management of community acquired pneumonia in

adults: update 2009. Thorax. 64 (suppl III): iii1-iii55.

32
13. File TM, Bartlett JG, Thorner A, Treatment of community-acquired pneumonia in adults

who require hospitalization 2015. Diunduh dari:

http://www.uptoupdate.com/content/treatment-of-community-acquired-pneumonia-in-

adults-who=require-hospitalization pada tanggal 19 Februari 2015.


14. Welte Tobias, 2015. Managing CAP patient at risk of clinical failure. Respiratory

Medicine. 109: 157-169

33

Anda mungkin juga menyukai