Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ATRAUMATIC CARE

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak

DISUSUN OLEH :

Andri Purwanto
Dea selvi Diana
Ernawati Nurparida
Ghaida Bilqis sopandi
Ima Rohima Hendayani
Neng Rika Sopiyanti
Ratu Dewiana Fadhila
Rima Isnaimun Sitompu
Septian Sahidayatulloh
Tantan Muhtar Hidayat

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH BANDUNG
TAHUN AJARAN 2018 – 2019
Jl. KH Ahmad Dahlan Dalam No. 6
ABSTRAKSI

Makalah ini berjudul “ATRAUMATIC CARE PADA ANAK” mempunyai tujuan untuk
menjelaskan apa dan bagaimana tindakan keperawatan yang tidak menimbulkan trauma
hospitalisasi pada anak dan keluarga. Metode yang di gunakan dalam pembuatan makalah ini
adalah menggunakan Metode Study Literatur atau mempelajari buku-buku Acuan, Jurnal, dan
Informasi Internet yang berkaitan dengan kajian penelitian yang penulis laksanakan.
Makalah ini mengulas tentang berbagai macam materi yang behubungan dengan
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah dan

InayahNya kepada kita, sehingga kita masih dapat menghirup nafas keislaman sampai sekarang

ini. Shalawat dan salam semoga tercurah pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang

telah berjuang dengan semangatnya yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman

Jahilliyah kepada jaman Islamiyah.

Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah kami yang berjudul

“Atraumatic Care”. Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Keperawatan Anak

yang telah membimbing kami, dan tidak lupa Kedua Orang tua dan teman-teman yang senantiasa

mendukung dan memotivasi kami dan semoga kita selalu dalam lindungan Allah serta dapat

berjuang dijalan Allah SWT.

Kami menyadari tentunya makalah kami jauh dari sempurna, apalagi dalam

penyusunannya kami cukup mendapatan hambatan namun berkat dukungan semua pihak,

Alhamdulillah makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sebagai bahan motivasi maka dari itu kami mohon saran dan kritik yang dapat

membangun tentunya, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi

masyarakat umumnya. Terima Kasih, semoga Allah senantiasa membimbing kita bersama.

Bandung, 26 september 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia populasi anak mencapai kurang lebih sekitar 40% dari populasi total
penduduk indonesi dan akan selalu meningkat setiap tahunnya (Arsianti, 2006 dalam
skripsi Resti Utami 2012).
Anak merupakan individu yang unik dan memiliki kebutuhan yang berbeda dalam
setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangannya baik dalam kebutuhan fisik,
psikolofis, sosial dan spiritual (Supartini, 2012). Anak sama halnya dengan individu lain
yang akan selalu berada dalam rentang sehat sakit dalam setiap tumbuh kembangnya, bila
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak terpenuhi maka anak akan berada dalam
keadaan sehat, sedangkan saat salah satu kebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya
tidak terpenuhi atau terganggu, anak akan berada pada rentang sakit. Tak jarang sakit
pada anak akan menyebabkan anak harus mengalami hospitalisasi (Shinta, 2011).
Hospitalisai merupaakan suatu proses yang karena alasan yang berencana ataupun
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani perawatan samapi
proses pemulangan kembali ke rumah (Supartini, 2012). Hospitalisasi pada pasien anak
dapat menyebabkan kecemasan dan stres. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik dari petugas, lingkungan baru maupun keluarga yang mendampingi
selama perawatan (Marks, 1998 dalam Nursalam, 2008;1). Dua elemen yang dapat
menghancurkan anak sakit yang merupakan efek emosional hospitalisasi yaitu; pertama
perpisahan dengan lingkungan yang dikenal dan orang tua, yang kedua adalah stres akan
bertambah dengan adanya pengalaman nyeri yang dirasakan (Basford & Slevin,
2006;645).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hospitalisasi

B. Atraumatic Care
1. Pengertian
Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan, oleh
personel, dan melalui penggunaan intervensi yang menghapuskan atau memperkecil
distres psikologis dan fisik yang diderita oleh anak-anak dan keluarganya dalam sistem
pelayanan kesehatan (Wong, et al., 2009).
Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang
dapat mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun
orang tua (Supartini, 2014). Asuhan terapeutik tersebut mencakup pencegahan, diagnosis,
atau penyembuhan kondisi akut atau kronis. Intervensi berkisar dari pendekatan
psikologis berupa menyiapkan anak-anak untuk prosedur pemeriksaaan, sampai pada
intervensi fisik seperti menyediakan ruangan untuk orang tua tinggal bersama anak dalam
satu kamar (rooming in). Distres psikologis meliputi kecemasan, ketakutan, kemarahan,
kekecewaaan, kesedihan, malu, atau rasa bersalah. Sedangkan distres fisik dapat berkisar
dari kesulitan tidur dan immobilisasi sampai pengalaman stimulus sensori yang
mengganggu seperti rasa sakit (nyeri), temperatur ekstrem, bunyi keras, cahaya yang
dapat menyilaukan atau kegelapan (Wong, et al., 2009).
Atraumatic care berkaitan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, dan
bagaimana setiap prosedur dilakukan pada anak untuk mencegah atau meminimalkan
stress fisik dan psikologis (Wong, 1989, dalam Wong, et al., 2009).
Maka dapat disimpulkan, atraumatic care adalah asuhan terapeutik seorang
perawat ataupun tenaga medis terhadap anak dan keluarga dalam bentuk perawatan yang
mampu meminimalkan atau mencegah timbulnya distres fisik maupun psikologis dalam
sistem pelayanan kesehatan sehingga tidak menimbulkan trauma hospitalisasi pada anak
dan keluarganya.
2. Manfaat atraumatic care
Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang perlu perhatian lebih,
karena masa anak merupakan proses menuju kematangan. Berbagai peristiwa yang
dialami anak, seperti sakit atau hospitalisasi akan menimbulkan trauma pada anak seperti
cemas, marah, nyeri, dan lain-lain. Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik,
akan menimbulkan masalah psikologis pada anak yang akan mengganggu perkembangan
anak. Oleh karena itu, manfaat atraumatic care adalah mencegah masalah psikologis
(kecemasan) pada anak, serta mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
(Hidayat, 2012). Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa penerapan
atraumatic care memiliki pengaruh atau hubungan terhadap penurunan respon
kecemasan pada anak yang di hospitalisasi (Bolin, 2011 & Breving, et al., 2015).
3. Tujuan atraumatic care
Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong dan koleganya (2009) sebagai tujuan
utama dari atraumatic care.
b. Mencegah dan mengurangi stres fisik (Supartini, 2014).
c. Mencegah dan mengurangi stres psikologis (Supartini, 2014).
d. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa prinsip atraumatic care sebagai
kerangka kerjanya (Wong, et al., 2009).

4. Prinsip atraumatic care


Supartini (2014) menyatakan bahwa prinsip atraumatic care dibedakan menjadi
empat, yaitu: mencegah atau menurunkan dampak perpisahan antara orang tua dan anak
dengan menggunakan pendekatan family centered, meningkatkan kemampuan orang tua
dalam mengontrol perawatan anaknya, mencegah atau meminimalkan cedera fisik
maupun psikologis (nyeri) serta memodifikasi lingkungan fisik ruang perawatan anak.
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan bagi keluarga, anak mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, dan kurangnya kasih sayang. Gangguan ini akan
menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak (Hidayat, 2012).
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
Perawat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan orang tua dalam
merawat anaknya. Beberapa bukti ilmiah menunjukkan pentingnya keterlibatan orang
tua dalam perawatan anaknya di rumah sakit. Orang tua dipandang sebagai subjek
yang mempunyai potensi untuk melaksanakan perawatan pada anaknya (Darbyshire,
1992 dan Carter & Dearmun, 1995, dalam Wong, et al., 2009).
c. Mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri)
Nyeri sering dihubungkan dengan rasa takut, cemas, dan stres. Mengurangi
nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses
pengurangan nyeri sering tidak dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi melalui
teknik farmakologi dan teknik nonfarmakologi (Wong, et al., 2009).
d. Modifikasi lingkungan fisik
Modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan
keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu
berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Hidayat, 2012).
5. Intervensi atraumatic care
Perawat sebagai salah satu anggota tim kesehatan, memegang posisi kunci untuk
membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan
anaknya di rumah sakit karena perawat berada di samping pasien selama 24 jam dan
fokus asuhan adalah peningkatan kesehatan anak. Asuhan yang berpusat pada keluarga
dan atraumatic care merupakan falsafah utama dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
anak. Oleh karena itu, upaya dalam mengatasi masalah yang timbul baik pada anak
maupun orang tuanya selama dalam masa perawatan berfokus pada intervensi atraumatic
care yang berlandaskan pada prinsip atraumatic care (Supartini, 2014).
1) Intervensi menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
Mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan pada anak dapat dilakukan
dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak (Supartini,
2014), yaitu:
a. Memperbolehkan orang tua untuk tinggal bersama anak selama 24 jam (rooming
in) atau jika tidak memungkinkan untuk rooming in maka berikan kesempatan
orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud untuk mempertahankan
kontak antara mereka.
b. Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti di
rumah.
c. Pempertahankan kontak dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman
sekolah dan berhubungan dengan siapa saja yang anak inginkan.
d. Libatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit
(Susilaningrum, et al., 2013).
2) Intervensi meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak untuk
membantu orang tua dengan cara memberikan informasi sehubungan dengan
penyakit, prosedur pengobatan, prognosis serta perawatan yang dapat dilakukan
orang tua, dan reaksi emosional anak terhadap sakit dan hospitalisasi (Wong, et al.,
2009).
Perawat dapat juga menginformasikan kepada orang tua mainan yang boleh
dibawa ke rumah sakit, membuatkan keluarga jadwal untuk anak, serta penting untuk
perawat mempersiapkan anak dan orang tuanya sebelum dirawat di rumah sakit
melalui kegiatan pendidikan kesehatan pada orang tua. Sehingga selama perawatan di
rumah sakit orang tua diharapkan dapat belajar dalam hal peningkatan pengetahuan
maupun keterampilan yang berhubungan dengan keadaan sakit anaknya (Supartini,
2014).
3) Intervensi mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri) \
Pengkajian nyeri merupakan komponen penting dalam proses keperawatan
terkait mengurangi atau mencegah dampak nyeri. Dalam pengkajian nyeri penting
bagi perawat menggunakan definisi operasional nyeri yang diungkapkan oleh
McCaffery dan Pasero (1999) dalam Wong dan koleganya (2009) yaitu nyeri adalah
apapun yang dikatakan oleh orang yang mengalaminya, ada pada saat orang tersebut
mengatakan itu terjadi.
Wong dan koleganya (2009) juga menyatakan bahwa prinsip pengkajian nyeri
pada anak-anak adalah QUESTT yaitu question the child (tanyakan pada anak), use a
pain rating scale (gunakan skala nyeri), evaluate behavioral and physiologic changes
(evaluasi perubahan-perubahan sikap dan fisiologis), secure parent’s involvement
(pastikan keterlibatan orang tua), take the cause of pain into account (pertimbangkan
penyebab nyeri), dan take action and evaluate results (lakukan tindakan dan evaluasi
hasilnya).
Penatalaksanaan nyeri dapat dilakukan dengan dua teknik. Pertama, teknik
nonfarmakologi dapat dilaksanakan melalui distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing,
stimulasi kutaneus, memberikan strategi koping yang dapat mengurangi persepsi
nyeri dengan cara bicara hal yang positif pada diri, berhenti berfikir tentang hal
menyakitkan, dan kontrak perilaku (Wong, et al., 2009). Kedua, teknik farmakologis
dilakukan dengan cara meningkatkan efektivitas dari pemberian obat melalui
penggunaan prinsip enam benar, meliputi: benar klien, benar obat, benar dosis, benar
cara, benar waktu, benar dokumentasi (Rusy dan Weisman, 2000 dalam Utami,
2012).
Untuk prosedur yang menimbulkan nyeri, anak harus menerima analgesik dan
sedasi yang cukup untuk meminimalkan nyeri dan kebutuhan restrein yang
berlebihan. Untuk anestesi lokal gunakan lidokain yang dibufer untuk mengurangi
sensasi sakit atau berikan EMLA (Extectic Mixture of Local Anesthetics) secara
topikal sebelum dilakukan injeksi parenteral (Wong, 2013). Apabila tindakan
pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan (Hidayat, 2012).
Supartini (2014) menyatakan bahwa meminimalkan rasa takut terhadap
cedera tubuh dan rasa nyeri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri
b. Persiapan ini dilakukan perawat dengan cara menjelaskan apa yang akan
dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua (Supartini,
2014).
c. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu
alat paling efektif untuk penatalaksanaan stres, serta bermain juga sangat penting bagi
mental, emosional dan kesejahteraan sosial anak (Wong, et al., 2009).

Anda mungkin juga menyukai