Anda di halaman 1dari 16

Tugas Kelompok

PERENCANAAN DAN EVALUASI PROMOSI KESEHATAN

OLEH :

Andi Reski ( J1A117180) Erik Adi Rahmat ( J1A117311)

Ernol ( J1A117201) Muhammad Agil Aqhza ( J1A117081)

Putu Gunasta ( J1A117112) Muhammad Ainun Jannah ( J1A116320)

PROGRAM STUDI ILMU PROMOSI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya layak tercurahkan kepada Allah SWT. Karena
atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Manusia istimewa yang seluruh perilakunya layak
untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang seluruh getar hatinya
kebaikan. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri ini tepat pada waktunya.
Penulis sangat tertarik untuk mengajukan Judul : “Tugas Seorang Suami Terhadap
Istri ”.
Banyak kesulitan dan hambatan yang Penulis hadapi dalam membuat tugas mandiri
ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari berbagai pihak sehingga
Penulis mampu menyelesaikan tugas mandiri ini dengan baik, oleh karena itu pada
kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
· Perempuan istimewa Ibu dan Ayah yang selalu menjadi inspirasi, serta mencurahkan
kasih sayang tanpa pamrih.
· Ust. Anas sebagai dosen mata kuliah Agama Islam. Semoga ilmunya berkah dan menjadi
aliran amal hingga kelak di Barzakh.
· Teman-teman yang sudah memberikan masukan, sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyimpulkan bahwa tugas kelompok ini masih belum sempurna, oleh karena
itu Penulis menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas kelompok ini dan
bermanfaat bagi Penulis dan pembaca pada umumnya.

Gajah Mada, Oktober 2015


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. ... i

DAFTAR ISI................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1

A. Latar Belakang........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 2

A. Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri dan Anak-anaknya...................... 2

B. Kewajiban Suami Terhadap Istri.............................................................. 3

C. Kesalahan Suami Terhadap Istri................................................................ 4

D. Hak Suami..................................................................................................8

BAB III PENUTUP....................................................................................................... 12

A. Kesimpulan............................................................................................... 12

B. Saran......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga yang harmonis dan mengikuti aturan rumah tangga ataupun mengikuti
sesuai dengan ADRT adalah hal yang sangat penting untuk melanggengkan ikatan
rumah tangga tersebut. sehingga harus bisa menjaga dan memelihara setiap individunya
untuk bisa memberikan yang terbaik kepada suami ataupun istri. Hal itu dikaji dalam
ilmu Fikih Munakahat yang menjelaskan tentang bagaimana hak dan kewajiban suami
istri dalam rumah tangga.
Rotasi waktu banyak memberikan perubahan dalam realita kehidupan sehari-hari.
Perubahan mengharuskan adanya adaptasi dan perubahan pola pikir. Seiring dengan
adanya perubahan itu, tak sedikit yang bermindset bahwa semua perkembangan dan
perubahan harus diikuti dan diterapkan. Padahal mindset mereka salah besar.
Perubahan merupakan suatu tantangan bagi proses pendewasaan pola pikir, yakni
mampu memilah dan memilih mana yang bernilai positif dan negatif. Kesalahan dalam
mindset, sehingga mengabaikan hak dan ataupun kewajiban, Na’udzubillahi min dzalik.
Hal tersebut misalnya tercermin dalam sikap seorang suami atas istrinya, pada
pemenuhan hak dan kewajibannya yang lebih mengedepankan salah satunya, tidak
seimbang antara keduanya. Problematika muncul dari perilaku tersebut. Berawal dari
percekcokan kecil, pisah ranjang, kekerasan dalam rumah tangga, dan berakhir pada
jatuhnya thalak.
Bertolak dari wacana di atas, kami mencoba mengemas dan memaparkan secara
rici tentang hak dan kewajiban suami atas istri yang semestinya, dari berbagai sudut
pandang. Bertujuan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena tidak
terpenuhinya salah satu dari hak dan kewajibannya.

B. Rumusan Masalah
1. Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri dan Anak-anaknya
2. Kewajiban Suami Terhadap Istri
3. Kesalahan Suami Terhadap Istri

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri dan Anak-anaknya
2. Mengetahui Kewajiban Suami Terhadap Istri
3. Dapat Menghindari Kesalahan Yang Biasa Dilakukan Oleh Seorang Suami
Terhadap Istrinya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri dan Anak-anaknya


Sejauh mana standar keilmuan dan keagamaan yang seharusnya dimiliki suami?
Suami adalah pemimpin dalam rumah tangga dan bertanggung jawab terhadap mereka.
Apakah misalnya jika isteri atau anak-anak melakukan perkara yang melanggar syariat,
maka suami ikut berdosa dan berhak menerima azab dari Allah karena dia tidak
menunaikan amanah?
"Seorang suami adalah pemimpin di tengah keluarganya dan dia akan ditanya
tentang orang-orang yang dipimpinnya." Sebagaimana hadits shahih dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Maka dia bertanggung jawab untuk mendidiknya dan
mendidik isterinya serta anak-anaknya. Siapa yang lalai dalam hal ini, kemudian sang
isteri dan anak-anaknya berbuat maksiat, maka dia berdosa, karena sebabnya adalah
karena dia tidak mendidik dan mengajarkan mereka. Jika dia tidak lalai dalam mendidik
anak dan kemudian keluarganya melakukan sebagian kemaksiatan, maka dia tidak
berdosa. Akan tetapi, dia tetap diwajibkan mengingatkan mereka setelah terjadi
kemaksiatan tersebut agar mereka meninggalkan perkara-perkara yang bertentangan
dengan syariat.
Syekh Saleh Al-Fauzan hafizhahullah berkata,
"Pendidikan terhadap anak-anak hendaknya dimulai pada usia mumayyiz. Awali
dengan pendidikan agama, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
‫)داود أبو رواه( المضاجع في بينهم وفرقوا لعشر عليها واضربوهم لسبع بالصالة أوالدكم مروا‬
"Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah pada
usia sepuluh tahun. Pisahkan tempat tidur di antara mereka." (HR. Abu Daud)
Jika sang anak telah mencapai usia tamyiz, maka ketika itu, bapaknya diperintahkan
untuk mengajarkannya dan mendidiknya dengan cara mengajarkannya Al-Quran dan
beberapa hadits-hadits. Juga hendaknya dia mengajarkan sang anak hukum-hukum
syariat yang sesuai dengan usia anak-anak, misalnya mengajarkannya bagaimana
berwudu, bagaimana shalat, kemudian mengajarkannya zikir untuk tidur, ketika bangun
tidur, ketika makan, minum. Karena, jika anak sudah mencapai usia tamyiz, maka dia
sudah dapat memahami perintah dan larangan. Kemudian hendaknya dia juga dilarang
dari perkara-perkara yang tidak layak sambil menjelaskan bahwa hal-hal tersebut tidak
dibolehkan melakukannya, seperti dusta, namimah, dan lainnya. Sehingga dia terdidik
dengan benar dan meninggalkan keburukan sejak kecil. Ini perkara yang sangat penting
dan sering dilalaikan sebagian orang tua.
Banyak orang-orang yang tidak memperdulikan urusan anak-anaknya dan tidak
memberinya arahan yang benar. Mereka biarkan saja anaknya tidak mengerjakan shalat
tanpa mengarahkannya. Mereka biarkan anaknya tumbuh dalam kebodohan dan
perbuatan yang tidak baik serta bergaul dengan orang-orang yang buruk, hilir mudik di
jalan-jalan dan mengabaikan pelajaran mereka atau perbuatan-perbuatan negatif lainnya
yang terjadi di tengah para pemuda muslim akibat kelalaian orang tuanya. Mereka akan
ditanya tentang masalah ini, karena Allah menyerahkan tanggung jawab terhadap anak-
anaknya di pundak mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat pada saat usia mereka tujuh

2
tahun, dan pukulah mereka pada usia sepuluh tahun." Ini merupakan perintah dan tugas
bagi orang tua. Maka siapa yang tidak memerintahkan anak-anaknya melakukan shalat,
dia telah bermaksiat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan melakukan perbuatan
yang diharamkan serta meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin,
dan setiap kalian akan ditanya tentang orang-orang yang dia pimpin." (HR. Bukhari dan
Muslim).
Sebagaian orang tua, ironisnya, sibuk dengan urusan dunianya dan tidak
memperdulikan anak-anaknya. Mereka tidak menyisihkan waktunya untuk anak-
anaknya. Akan tetapi seluruh waktunya hanya untuk dunia. Ini merupakan bahaya yang
besar dan banyak terjadi di negeri-negeri Islam yang dampaknya sangat negatif terhadap
pendidikan anak-anak mereka. Maka sesungguhnya mereka tidak mendapatkan kebaikan,
baik untuk agama maupun dunianya. Laa haula wa laa quwwata illa billahil'aliyyil aziim.
(Al-Muntaqa fi Fatawa Syekh Al-Fauzan, 5/297, 298, soal no. 421) Wallahua'lam.

B. Kewajiban Suami Terhadap Istri


1. Membayar mahar atau maskawin. Memang hal ini bukanlah suatu syarat atau
rukun dalam perkawinan, tetapi mahar ini merupakan suatu kewajiban yang harus
diberikan oleh suami kepada istri. Sebagaimana dalam firman Allah
swt: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita yang kamu nikahi sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan.” (QS. An-Nisa : 4)
2. Memberi nafkah. Pemberian nafkah ini bersifat wajib bagi suami terhadap
istrinya, ayah terhadap anaknya, dan tuan terhadap budaknya yang meliputi
keperluan hidup seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal.
3. Menggaulinya dengan baik. Dalam artian dengan penuh kasih sayang, pengertian,
tanpa kasar dan zalim.
4. Berlaku adil jika istri lebih dari satu. Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw
bersabda: “Barang siapa beristri dua, sedangkan dia lebih mementingkan salah
seorang dari keduanya, maka ia akan datang nanti pada hari kiamat, sedangkan
pinggangnya (rusuknya) dalam keadaan bungkuk.”
5. Wajib memberikan makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian,
tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali
dalam rumah sendiri.
6. Wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (Qs. Al0Ahzab : 34
dan QS. At-tahrim : 6)
7. Tidak boleh membuka aib (kejelekan) istri kepada siapapun
8. Menjaga istrinya dengan baik. Termasuk menjaga istrinya dari segala sesuatu
yang menodai kehormatannya, menjaga harga dirinya, dan menjunjung tinggi
kehormatannya.
9. Apabila istri durhaka kepada suami, maka suami wajib mendidiknya dan
membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.

3
Itulah beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami kepada istri.
Semoga, dengan terpenuhinya kewajiban tersebut dapat terciptanya keluarga yang
sakinah, mawadah, dan warahmah. Amin

C. Kesalahan Suami Terhadap Istri


Keutuhan sebuah rumah tangga sangat dipengaruhi oleh baiknya kepemimpinan
seorang suami (sebagai kepala keluarga) dalam membina keluarganya. Lebih-lebih
lagi adalah SIKAP & PERILAKUnya dalam bergaul dengan isterinya. Suami isteri
sebagai tokoh UTAMA dalam sesebuah rumahtangga, bila mengalami kerusakan
maka bangunan rumahtangga pun akan runtuh. Disebabkan hubungan ini seharusnya
sangat dijaga dengan memperhatikan HAK & KEWAJIBAN masing-masing. Bagi
suami isteri harus saling menunaikan kewajibannya setelah itu baru boleh
mendapatkan apa yang menjadi haknya.
Jika kita melihat kenyataan dalam masyarakat, dua sikap suami yang saling
bertentangan dalam menyantuni isteri mereka, sikap inilah yang perlu di ambil
perhatian, hal ini dapat menimbulkan masalah yang berujung dengan sebuah
perceraian.
Pertama, suami yang meremehkan isterinya, yang mensia – siakan hak-haknya &
melakukan pelbagai kesalahan berkaitan dengan hak isterinya.
Kedua, suami melepaskan kendalinya terhadap isteri & membebaskannya begitu
saja (dalam kata lain, , suami ber ‘LEPAS TANGAN’).
Allah berfirman dalam Al-Quran, Surah An Nisa : 34 :
“Kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (lelaki atas sebahagian yang lain (wanita) & mereka (lelaki) telah
menafkahkan sebahagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yg soleh, ialah
yang taat Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka). Wanita- wanita yg kamu khuatirkan nusyuznya, maka
nasihatilah mereka & pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka & pukullah mereka.
Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari–cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”
Berikut ini adalah 10 (sepuluh) KESALAHAN-KESALAHAN suami yang
banyak dilakukan, yang kesemuanya berdasarkan kepada dua sikap keliru tipe para
suami diatas

1. Tidak mengajarkan AGAMA dan HUKUM syariat Islam kepada isteri


Banyak kita temui bahwa para isteri tidak mengetahui bagaimana cara
sholat yang betul, hukum haid & nifas, bertingkah laku/berperilaku terhadap
suami secara tidak Islami & tidak mendidik anak-anak secara Islam. Bahkan ada
yang terjerumus ke dalam pelbagai jenis kesyirikan. Yang menjadi fokus
perhatian seorang isteri hanyalah bagaimana cara memasak & menghidangkan
makanan tertentu, cara berdandan yang cantik dsb. Tidak lain semua kerana
tuntutan suami, sedangkan masalah AGAMA, terutama ibadahnya tidak pernah
ditanyakan oleh suami.
Padahal Allah s.w.t berfirman yang bermaksud:
“Hai orang–orang yang beriman, peliharalah dirimu & keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia & batu, penjaganya malaikat –

4
malaikat yang kasar, keras & tidak mendurhakai Allah terhadap apa yg di
perintahkan-Nya kepada mereka & selalu mengerjakan apa yang diperintakan”
{Al-Quran, Surah At-Tahrim:6}
Maka para suami diminta untuk tidak sesekali mengABAIkan hal ini,
karena semuanya akan diminta dipertanggungjawaban atasnya. Hendaklah benar-
benar mengajarkan agama kepada isterinya, baik dilakukan sendiri atau melalui
perantara. Antara lain yang dapat dilakukan; menghadiahkan buku-buku tentang
Islam & hukum-hukumnya serta berbincang bersama-sama, kaset/cd ceramah,
mengajak isterinya menghadiri ke majlis-majlis ILMU yang disampaikan oleh
orang-orang yang berilmu dsb.. (yang paling praktis.. ajaklah solat berjamaah di
rumah atau di masjid )
2. Suka mencari kekurangan & kesalahan isteri
Dalam suatu hadith riwayat Bukhari & Muslim, Rasulullah s.a.w melarang
lelaki yang berpergian dalam waktu yang lama, pulang menemui keluarganya di
waktu malam, karena dikhawatirkan akan mendapati berbagai kekurangan isteri
& cela isterinya. Bahkan suami diminta bersabar & menahan diri dari kekurangan
yang ada pada isterinya, juga ketika isteri tidak melaksanakan kewajibannya.
Karena suami juga mempunyai kekurangan & celaan, seperti sabda Rasulullah:
“Janganlah seorang suami yang beriman membenci isterinya yang beriman.
Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhai akhlak lain
darinya.” {H.R. Muslim}
3. Memberi hukuman yang tidak sesuai dengan kesalahan isteri
Ini termasuk bentuk kezaliman terhadap isteri, antara lain iaitu:
 Menggunakan pukulan di tahap awal pemberitahuan hukuman {lihat Al-
Quran, Surah An-Nisa : 34}
 Mengusir isteri dari rumahnya tanpa ada kebenaran secara syar’ie {lihat Al-
Quran, Surah Ath-Thalaq : 1}
 Memukul wajah, mencela dan menghina.
Dalam as-Sunan dan al-Musnan dari Mu’awiyah bin Haidah al-Qusyairi
bahawa ia berkata: “Ya Rasulullah, apakah HAK isteri atas suaminya? Nabi
s.a.w menjawab:
“Hendaklah engkau memberinya makan jika engkau makan, memberinya
pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul wajah, tidak menjelek-
jelekkannya …..” {H.R. Ibnu Majah disahihkan oleh Syeikh Albani}

4. Culas dalam memberi nafkah kepada isteri


“Dan ibu-ibu hendaklah menyusukan anak-anak mereka selama dua
tahun yaitu bagi orang yang hendak menyempurnakan penyusuan itu; dan
kewajiban ayah ialah memberi makan dan pakaian kepada isterinya itu menurut
cara yang sepatutnya. Tidaklah diberatkan seseorang melainkan menurut
kemampuannya. Janganlah menjadikan seseorang ibu itu menderita
karena anaknya, dan (jangan juga menjadikan) seseorang ayah itu menderita
karena anaknya; dan waris juga menanggung kewajiban yang tersebut (jika si
ayah telah tiada). kemudian jika keduanya (suami isteri berkeinginan
menghentikan penyusuan itu dengan persetujuan (yang telah dicapai oleh)
mereka sesudah berunding, maka mereka berdua tidaklah salah (melakukannya).
Dan jika kamu hendak beri anak-anak kamu menyusu kepada orang lain, maka

5
tidak ada salahnya bagi kamu apabila kamu serahkan (upah) yang kamu berikan
itu dengan cara yang patut. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, serta
ketahuilah, sesungguhnya Allah sentiasa melihat akan apapun yang kamu
lakukan.” {Al-Quran, Surah Al-Baqarah : 233}
Isteri BERHAK mendapatkan nafkah, kerana dia telah membolehkan
suaminya bersenang–senang kepadanya, dia telah mentaati suaminya, tinggal di
rumahnya, mengasuh & mendidik anak-anaknya. Dan jika isteri mendapati
suaminya culas dalam memberi nafkah, bakhil, tidak memberikan nafkah
kepadanya tanpa ada pembenaran syar’i, maka dia boleh mengambil harta suami
untuk mencukupi keperluannya secara ma’ruf (tidak berlebihan) meskipun tanpa
sepengetahuan suaminya.
Sabda Rasulullah s.a.w: “Jika seorang muslim mengeluarkan nafkah untuk
keluarganya sedangkan dia mengharapkan pahalanya, maka nafkah itu adalah
sedekah baginya.” {Muttafaq ‘alaih}

5. Sikap keras, kasar, tidak lembut terhadap isteri


Rasulullah s.a.w bersabda: “Mukmin yang paling sempurna adalah yang
paling baik akhlaknya. Dan sebaik–baik kalian adalah yang paling baik tehadap
isteri-isterinya.” {H.R. at-Tirmidzi, disahihkan oleh Syeikh Albani}
Maka suami hendaklah berakhlak baik terhadap isterinya dengan bersikap
lembut & menjauhi sikap kasar.

6. Kesombongan suami membantu isteri dalam urusan rumahtangga


Ini kesalahan yang paling banyak MENJANGKITI para suami. Padahal
lelaki yang paling UTAMA yakni Rasulullah s.a.w tidak segan untuk
membantu pekerjaan isterinya.
Ketika Aisyah r.a ditanya tentang apa yang dilakukan Rasulullah s.a.w di
rumahnya, beliau menjawab:
“Beliau membantu pekerjaan isterinya & jika datang waktu solat, maka
beliau pun keluar untuk solat.” {H.R. Bukhari}

7. Menyebarkan rahasia dan aib isterinya


“Sesungguhnya diantara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi
Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli isterinya & isterinya
menggaulinya kemudian dia menyebarkan rahasia-rahasia isterinya.” {H.R.
Muslim}
Dalam hadith ini diHARAMkan seorang suami menyebarkan apa yang
terjadi antara dia dengan isterinya terutama perilaku keduanya di tempat tidur.
Juga diharamkan menyebutkan perinciannya, serta apa yang terjadi pada
isterinya baik berupa perkataan maupun perbuatan lainnya.

8. Sikap terburu-buru dalam menceraikan isteri


Wahai suami yang mulia, sesungguhnya hubungan antara engkau &
isterimu adalah hubungan yang kuat lagi suci, oleh karena itu Islam menganggap
penceraian adalah perkara besar yang tidak boleh diremehkan karena penceraian
akan menyeret kepada kerusakan, kacau balaunya pendidikan anak dsb. Dan

6
hendaknya perkataan cerai/talak itu tidak digunakan sebagai bahan
gurauan/mainan. Karena Rasulullah s.a.w telah bersabda:
“Ada 3 hal yang kesungguhannya dan gurauannya sama-sama dianggap
sungguh-sungguh yaitu: NIKAH, TALAK (cerai) dan RUJUK.” {H.R. Abu
Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinilai “hasan” oleh asy-Syeikh Albani}
Memang perselisihan antara suami isteri sering terjadi kadang sampai
mengarah kepada penceraian. Akan tetapi penceraian ini tidak boleh dijadikan
sebagai langkah pertama dalam penyelesaian perselisihan ini. Bahkana harus
diusahakan berbagai cara untuk menyelesaikannya, karena kemungkinan besar
akan banyak rasa penyesalan yang ditimbulkan dikemudian hari kelak.
Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya Iblis meletakkan
singgahsananya di atas air (laut), kemudian ia mengutus para tentaranya. Maka
tentara yang paling dekat dengan Iblis adalah yang paling besar fitnahnya
(penyesatannya). Maka datanglah salah satu tenteranya dan melapor: Aku telah
melakukan ini dan itu, maka Iblis berkata: Engkau belum melakukan apa-apa,
kemudian datanglah tentara yang lain dan melapor: Aku telah menggodanya
hingga akhirnya aku menceraikannya dengan isterinya. Maka Iblis pun
mendekatkan tentara syaitan ini di sisinya lalu berkata: Engkau tentara terbaik.”
{H.R. Muslim}

9. Berpoligami tanpa memperhatikan ketentuan syari’at


Menikah untuk kedua kali, ketiga dan keempat kali merupakan salah satu
perkara yang Allah syariatkan. Akan tetapi yang menjadi catatan di sini bahwa
sebahagian orang yang ingin menerapkan syariat ini/telah menerapkannya tidak
memperhatikan sikapnya yang tidak memenuhi kewajiban serta tanggungjawab
terhadap isteri. Terutama isteri pertama & anak-anaknya.
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah)
seorang saja.” {Al-Quran, Surah An-Nisa : 3}
Sikap ini merupakan KEADILAN yang diperintahkan Allah s.w.t. Memang
benar berpoligami merupakan syariat Islam, tetapi jika seseorang tidak mampu
melaksanakannya dengan baik & tidak memenuhi syarat-syaratnya maka tidak
boleh memikul tanggungjawabnya, bila dilakukan maka menjuruskan kerusakan
sebuah rumahtangga, menghancurkan anak-anak & menambah permasalahan
keluarga & juga kepada masyarakat. Maka fikirkanlah akibatnya & perhatikanlah
dengan saksama perkaranya sebelum masuk kelayakan ke’dalam’nya.

10. Lemahnya kecemburuan


Para suami memBIARkan kemolekan, keindahan & kecantikan isterinya
DINIKMATI & DIPERTONTONkan oleh ramai orang. Dia memBIARkan
isterinya menampakkan auratnya ketika keluar rumah, membiarkan berkumpul
dengan lelaki-lelaki lain. Bahkan sebahagian ada yang BANGGA karena telah
memiliki isteri yang cantik yang boleh dinikmati ‘pandangan’ kebanyakan orang.
Padahal wanita dimata Islam adalah makhluk yang SANGAT mulia, sehingga
keindahan & keelokannya hanya diperuntukkan atau DIKHUSUSkan buat
suaminya saja dan tidak sesekali di’jaja’ sebebasnya kemana-mana.
Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap istrinya tidak akan
membiarkan isterinya berjabat tangan dengan lelaki lain yang BUKAN mahram.

7
“Ditusukkan kepala seorang lelaki dengan jarum dari besi lebih baik
daripada dia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” {lihat dalam
ash-Shahihah : 226}
Seorang suami yang memiliki kecemburuan terhadap isterinya, dia akan
memperhatikan sabda Rasulullah s.a.w:
“Janganlah kalian masuk menemui para wanita.” lalu seorang Ansar
berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan al-hamwu (kerabat suami/ipar )?”
Beliau mengatakan, “Al- hamwu (ipar) adalah kematian.” {Muttafaq ‘alaih}
Perhatikan juga ancaman Rasulullah s.a.w terhadap lelaki yang tidak
memiliki kecemburuan terhadap keluarga (isteri):
“Tiga golongan yang Allah s.w.t tidak akan melihat mereka pada hari
kiamat iaitu seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang
menyerupai lelaki dan ad-Dayyuts” {H.R. An-Nasa’i dinilai ‘hasan’ oleh syeikh
Albani, lihat ash-Shahihah : 674}
Dan ad-Dayyuts(dayus) adalah LELAKI yang tidak memiliki kecemburuan
terhadap keluarganya.

D. Hak Suami
Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri hanya merupakan hak-hak
kebendaan,sebab menurut hukum islam istri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang
diperlukan untuk mencukupkan kebutuhan hidup keluarga.Bahkan lebih diutamakan istri
tidak usah ikut bekerja mencari nafkah,jika memang suaminya mampu memenuhi nafkah
keluarga dengan baik.Hal ini dimaksudkan agar istri dapat melaksanakan kewajiban
membina keluarga yang sehat dan mempersiapkan generasi yang shaleh.Kewajiban ini
cukup berat bagi istri jika memang dilaksanakan dengan baik.ini berarti bahwa agar istri
jangan sampai ditambah beban kewajibannya yang berat itu dengan ikut mencari nafkah
keluarga.Kecuali apabila keadaan memang mendesak,usaha suami tidak dapat
menghasilkan kecukupan nafkah keluarga,maka dalam batas-batas yang memberatkan istri
dapat diajak berusaha mencari nafkah yang diperlukan itu.
Hak-hak suami dapat disebutkan pada pokoknya ialah : hak ditaati mengenai hal-hal
yang menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi pelajaran kepada istri dengan cara
yang baik dan layak dengan kedudukan suami istri.
1. Hak ditaati
QS.An-nisa’ ayat 34 mengajarkan bahwa kaum laki-laki (suami) berkewajiban
memimpin kaum perempuan (istri),karena kaum laki-laki mempunyai kelebihan atas
perempuan (dari segi kodrat kejadiannya),dan adanya kewajiban laki-laki memberi
nafkah untuk keperluan keluarganya.Istri-istri yang shaleh adalah yang patuh kepada
Allah dan kepada suami-suami mereka serta memelihara harta benda dan hak-hak
suami.

8
Kewajiban suami memimpin istri itu tidak akan terselenggara dengan baik apabila
istri tidak taat kepada pimpinan suami.Isi dari pengertian taat adalah :
a. Istri supaya bertempat tinggal bersama suami dirumah yang telah disediakan.
b. Taan kepada perintah-perintah suami,kecuali apabila melanggar larangan Allah.
c. Berdiam dirumah,tidak keluar kecuali dengan izin suami.

Kewajiban taat yang meliputi emapat hal tersebut disertai dengan syarat-syarat yang
tidak memberatkan istri.
a) Bertempat tinggal bersama suami
Istri berkewajiaban memenuhi hak suami bertempat tinggal di rumah yang telah
disediakan apabila syarat-syarat sebagai berikut :
1.) Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri
2.) Rumah yang disediakan adalah pantas untuk menjadi tempat tinggal istri serta
dilengkapi dengan perabot dan alat-alat yang diperlukan untuk hidup berumah
tnagga secara wajar dan sederhana serta tidak melebihi kemampuan suami
3.) Rumah yang disediakan cukup menjamin keamanan jiwa dan harta
bendanya,tidak terlalu jauh dengan tetangga dan penjaga-penjaga keamanan
4.) Suami dapat menjamin keselamatan istri ditempat yang disediakannya.

b) Taat kepada perintah-perintah suami


Istri wajib memenuhi hak suami, taat kepada perintah-perintahnya apabila
memenuhi syarat-syarat sbb :
1. Perintah yang dikeluarkan suami termasuk hal-hal yang ada hubungannya
dengan kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, apabila misalnya suami
memerintahkan istri untuk membelanjakan harta milik pribadinya sesuai
keinginan suami, maka istri tidak wajib taat, sebab pembelanjaan harta milik
pribadi istri sepenuhnya menjadi hak istri yang tidak dapat dicampuri oleh
suami.
2. Perintah yang dikeluarkan harus sejalan dengan ketentuan syariah apabila ada
hal yang bertentangan dengan syariah maka perintah itu tidak boleh ditaati.
Hadist Nabi riwayat Bukhari,Muslim,Abu Dawud dan Nasa’i dari Ali
menjawab : “Tidak dibolehkan taat kepada seorangpun dalam bermaksiat
kepada Allah,taat hanyalah dalam hal-hal yang ma’ruf.”
3. Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya yang merupkan hak istri,baik
yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat bukan kebendaan.

c) Berdiam di rumah
Istri wajib berdiam dirumah dan tidak boleh keluar kecuali dengan izin suami,
apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Suami telah memenuhi kewajiban membayar mahar untuk istri.

9
2. Larangan keluar rumah tidak berakibat memutuskan hubungan keluarga,
dengan demikian apabila suami melarang istri menjenguk keluarga-
keluarganya, maka istri tidak wajib taat,ia boleh keluar untuk berkunjung,
tetapi tidak boleh bermalam tanpa izin suami.

d) Tidak menerima masuknya seseorang


Hak suami agar istri tidak menerima masuknya seseorang tanpa izinnya,
dimaksudkan agar ketentraman hidup rumah tangga tetap terpelihara. Ketentuan
tersebut berlaku apabila orang yang datang itu bukan mahram istri. Apabila yang
datang itu adalah mahramnya, dibenarkan menerima kedatangan mereka tanpa izin
suami.

2. Hak memberi pelajaran


Bagian kedua dari ayat 34 surat An-Nisa’ mengajarkan, apabila terjadi
kekhawatiran suami bahwa istrinya bersikap membangkang, hendaklah diberi nasehat
secara baik-baik, apabila dgn nasehat si istri belum juga mau taat, hendaklah suami
berpisah tidur dengan istri, dan apabila dengan demikian masih belum juga kembali
taat, maka suami dibenarkan memberi pelajaran dengan jalan memukulnya(yang tidak
melukai dan tidak pada bagian muka).
Khusus mengenai hak suami memukul istri tersebut, perlu ditambahkan
penjelasan bahwa Al-Qur’an meletakkan hak tersebut pada tingkat terakhir, setelah
pemberian nasehat dan berpisah tidur tidak berhasil. Banyak hadist Nabi yang
mengajarkan agar suami bersikap hormat, kasih sayang, lembut kepada istrinya.
Bahkan terdapat pula peringatan yang khusus, agar suami jangan suka memukul
istrinya.
Riwayat Bayhaqi dari Ummi kultsum menyebutkan pada suatu ketika
datanglah beberapa orang lelaki kepada Nabi mengadukan sikap membangkang istri-
istri mereka, karena Nabi melarang memukul istri, kemudian Nabi pun mengizinkan
mereka untuk memukul istri-istri mereka, seraya mengatakan : “Orang-orang yang
terbaik di antara kamu sama sekali tidak akan sampai hati memukul istrinya.”
Dari banyak hadist yang memperingatkan agar suami menjauhi memukul istri
itu dapat diperoleh ketentuan bahwa Al-Qur’an membolehkan suami memberi
pelajaran istri dengan jalan memukul itu hanya berlaku apabila istri memang tidak
mudah diberi pelajaran dengan cara yang halus. Itupun baru dilakukan dalam tingkat
terakhir, dan dengan cara yang tidak mengakibatkan luka pada badan istri dan tidak
pada bagian muka. Kaum wanita pada dasarnya amat halus perasaannya. Nasehat-
nasehat yang baik biasanya sudah cukup untuk mengadakan perubahan sikap terhadap
suaminya. Kalau hal ini belum juga cukup, dipisah tidur sudah dipandang sebagai

10
pelajaran yang lebih berat. Namun demikian, apabila pelajaran tingkat kedua ini belum
juga membekas, pelajaran yang paling pahit dapat dilakukan, tetapi dengan cara yang
tidak mengakibatkan cedera dan tidak pada bagian muka.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam berumah tangga banyak terdapat halangan dan rintangan serta masalah-
masalah, itu adalah hal yang sangat biasa. Untuk mengatasi halangan dan rintangan
serta masalah-masalah yang terdapat dalam kehidupan rumah tangga, maka penuhilah
hak dan kewajiban antara suami dengan istri. Dengan terpenuhinya kewajiban
tersebut insyak Allah tercipta keluarga yang bahagia, sakinah mawaddah dan
warahma.
Hak merupakan suatu yang merupakan milik atau dapat dimilki oleh suami
dan istri diperoleh dari hasil perkawinannya. Sedangkan kewajiban di sini adalah hal-
hal yang wajib dilakukan atau diadakan oleh salah seorang dari suami atau istri untuk
memenuhi hak dari pihak yang lain.

B. Saran
Sesuai dengan kesimpulan diatas, penulis menyarankan kepada setiap
mahasiswa ataupun pembaca dapat memahami konsep hak dan kewajiban seorang
suami terhadap istrinya, agar dapat membangun keluarga yang di ridhoi Allah SWT,
amin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mukhtar, Kamal, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta 1974

As’ad, Mahrus, Wahid, Memahami Fiqh Madrasah Aliyah Kelas II, Armico, Bandung, 2

13

Anda mungkin juga menyukai