Anda di halaman 1dari 4

Tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Perilaku Kesehatan

TENAGA PROFESIONAL DI BIDANG KESEHATAN

Diajukan Untuk Memenuhi Dan Melengkapi Persyaratan Program Studi


Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat

Oleh :

Nur Fatimah 0613519003

Pinda Ayu Widiyani 0613519030

Dosen Pembimbing :

Dr. Asih Kuswardinah, M.Pd

Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat

Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Semarang

2019
RESUME DISKUSI TUGAS ILMU SOSIAL
TENAGA PROFESIONAL DALAM BIDANG KESEHATAN

1. Apa dampak Tenaga Kesehatan yang tidak punya STR?


Dampak tenaga kesehatan yang tidak punya STR adalah akan berpengaruh
terhadap akreditasi suatu rumah sakit atau puskesmas. Hal tersebut dikarenakan STR
merupakan salah satu tanda yang menunjukan kompetensi petugas kesehatan, dimana
untuk mendapatkan STR harus melalui ujian kompetensi sesuai dengan profesi tenaga
kesehatan.
Fenomena tenaga kesehatan tidak punya STR karena biasanya dikarenakan akses
atau alur pembuatan dan perpanajang STR yang cenderung rumit dan lama. Sehingga
sebagian tenaga kesehatan ada yang tidak memperpanjang STR yang sudah dimiliki
sebelumnya meskipun sebenarnya tenaga kesehatan tersebut mempunyai kompetensi
yang sesuai dengan bidang profesinya.

2. Bagaimana pimpinan instansi jika tenaga kesehatan ada yang tidak punya STR?
Sikap pimpinan instansi jika tenaga kesehatan ada yang tidak punya STR,
menugaskan petugas kesehatan terkait untuk bekerja di bagian struktural seperti
bagian bendahara, dan jabatan struktural lainnya yang tidak sesuai dengan kompetensi
petugas kesehatan tersebut. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebijakan dari pimpinan
instansi tersebut, contoh kepala puskesmas. Dalam hal ini, kepala puskesmas berhak
untuk mengatur job desk masing-masing tenaga kesehatan agar sesuai dengan
kompetensi dan legalitas pada tenaga kesehatan tersebut.

3. Bagaimana menurut anda tentang perawat yang tidak melakukan tindakan apapun
pada pasien post op BPH, kemudian tiba-tiba dirujuk?
Pada kasus ‘perawat tidak melakukan tindakan apapun’ dalam menangani pasien
harus dilihat dari berbagai sisi termasuk bergantung dari perawat atau petugas
kesehatan yang bersangkutan. Jika dalam kondisi gawat darurat dan pasien dalam
kondisi belum stabil, maka pasien tidak akan langsung dirujuk. Sebelum dilakukan
rujukan, perawat dan dokter yang berjaga akan melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap kondisi pasien. Jika sudah stabil maka baru akan dilakukan perujukan jika
memang pasien tersebut ada indikasi untuk dirujuk. Dan jika hal tersbeut terjadi di
rumah sakit tentu atas izin dari dokter spesialis yang menjadi dokter penanggung
jawab pasien tersebut.

4. Bagaimana pendapat anda tentang perbedaan perlakuan petugas kesehatan terhadap


pasien mengenat “breast care” terkait tingkat pendidikan?
Perlakuan perbedaan terhdap tingkat pendidikan sangat bergantung pada
profesional tenaga kesehatan yang bersangkuktan. Dalam hal memperlakukan pasien
(termasuk perawatan dan edukasi) sudah disesuaikand engan kebutuhan dan tingkat
pemahaman pasien. Hal ini menyangkut tentang etik ‘justice’, dimana semua pasien
mendapat perlakuan yang sama dari petugas kesehatan. Seharusnya tidak terdapat
perbedaan dalam perlakuan terhadap pasien, tetapi disesuaikan dengan tingkat
pemahaman pasien.

5. Jika ada kasus gawat darurat pada kecelakaan bagaimana tanggungan biaya pasien
tersebut?
Pada kasus gawat darurat terutama kecelakaan, tanggungan biaya pasien bisa
ditanggung oleh Jasa Raharja dengan beberapa ketentuan seperti melibatkan beberapa
kendaraan transportasi (bukan kecelakaan tunggal), harus ada surat keterangan dari
polisi, dan sebagainya . Jika tidak sesuai dengan ketentuan dari Jasa Raharja, maka
bisa menggunakan BPJS dengan ketentuan yang berlaku. Jasa raharja hanya
menanggung biaya perawatan hingga 20 juta, jika melebihi biaya tersebut dapat
menggunakan BPJS untuk pembiayaan lanjutannya.

6. Bagaimana jika ada kasus keluarga pasien protes terhadap tindakan yang dilakukan
oleh dokter atau perawat yang bersangkutan?
Jika terdapat kasus malpraktek atau protes pasien terhadap tindakan dokter maka
dari pihak instansi terkait (RS) akan mengklarifikasi kepada profesi terkait untuk
mengetahui yang sebenarnya terjadi. Biasanya akan ada bagian komite medik yang
mengurus hal tersbeut. Contoh pada kasus terjadi kematian, maka akan dilakukan
audit medis, untuk mengetahui kesalahan yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi pasien
sendiri atau juga melibatkan kelalaian petugas medis.

7. Terkait tentang profesionalisme, bagaimana jika ada profesi yang mempunyai tugas
selain dari profesinya (selain tugas fungsional, bekerja juga di struktural)?
Hal tersebut bukan masalah, karena merupakan tugas tambahan dari tugas pokok
profesinya. Karena dalam instansi juga membutuhkan pengurus atau pejabat struktural
yang mengatur jalannya proses pelayanan kesehatan yang berada di instansi tersebut.

8. Perilaku profesional tenaga kesehatan juga berpengaruh terhadap pengobatan


alternatif yang diminati daripada tenaga profesional kesehatan?
Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
- Kekurangan tenaga di daerah pinggir atau daerah pelosok, karena pemeraatan
petugas kesehatan yang belum merata sehingga beberapa masyarakat masih
mempercayai adat atau kebiasaan yang berlaku, dan lebih percaya pada
pengobatan alternatif
- Pendidikan yang kurang baik, bisa dipengaruhi karena menjamurnya pendidikan
kedokteran tetapi kualitasnya masih dibawah standar, akan mempengaruhi hasil
lulusan dari universitas tersebut
- Penyampaian dari petugas kesehatan yang kurang jelas. Hal tersebut terkait dengan
komunikasi petugas kesehan terkait, contoh dokter. Karena beberapa dokter
kurang bisa menyampaikan edukasi dengan baik, sehingga pasien lebih memilih
ke pengobatan alternatif daripada ke dokter.

Anda mungkin juga menyukai