Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu Kedelai

2.1.1 Definisi

Susu kedelai merupakan salah satu produk olahan kedelai yang diperoleh

dengan cara menggiling kedelai yang dicampur air kemudian disaring dan

dipanaskan. Susu kedelai adalah hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai

memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan susu sapi sehingga susu

kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi orang yang alergi terhadap

protein hewani (Astawan, 2004).

Susu kedelai merupakan salah satu minuman suplemen (tambahan) yang

dianjurkan diminum secara berkala atau teratur sesuai kebutuhan tubuh. Sebagai

minuman tambahan, artinya susu kedelai bukan merupakan obat, tetapi bisa menjaga

kondisi tubuh agar tetap fit sehigga tidak mudah terserang penyakit. Baik dalam

bentuk makanan maupun minuman kedelai sangat berkhasiat bagi pertumbuhan

tubuh. Kedelai mengandung unsur-unsur dan zat-zat makanan yang penting bagi

tubuh (Amrin, 2003).

2.1.2 Kandungan Susu Kedelai

Susu kedelai memiliki kadar protein dan komposisi asam amino yang hampir

sama dengan susu sapi. Selain itu, susu kedelai mengandung mineral dan vitamin

dalam jumlah yang cukup. Kedelai merupakan sumber minyak yang tinggi. Kadar
lemak kedelai sekitar 18% dan mengandung asam lemak tidak jenuh esensial yang

sangat dibutuhkan tubuh untuk hidup sehat (Astawan, 2004).

Vitamin yang dominan pada kacang kedelai adalah vitamin A,D,E,K dan

vitamin B1. Mineral yang banyak dijumpai pada kedelai adalah kalsium, fosfor, besi,

natrium, dan kalium. (Astawan, 2004). Sebagai bahan untuk membuat minuman

tambahan yang dianjurkan, setiap 100 gram kedelai mengandung berbagai zat

makanan penting seperti yang diuraikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 1. Kandungan Zat-Zat Makanan Pada Kedelai

Zat Makanan Kedelai Putih (%) Kedelai Hitam (%)

Air 13,75 14,05

Protein 41,00 40,40

Lemak 15,80 19,30

Karbohidrat 14,85 14,10

Mineral 5,25 5,25

Dalam bentuk susu segar (susu kedelai), kandungan zat besi, kalsium,

karbohidrat, fosfor, vitamin A, vitamin B kompleks dosis tinggi, air, dan lesitin bisa

terserap lebih cepat serta baik dalam tubuh (Amrin, 2003). Keunggulan lain yang

dimiliki susu kedelai adalah tidak mengandung laktosa, proteinnya tidak

menimbulkan alergi, rendah lemak, bebas kolestrol dan bergizi tinggi (Astawan,

2004).
Kandungan protein kedelai sekitar dua kali kandungan protein daging, yaitu

sekitar 40% sedangkan kandungan protein daging sekitar 18%. Kandungan protein

yang tinggi ini sangat cocok dikonsumsi untuk masa pertumbuhan, terutama untuk sel

otak serta pembentukan tulang. Selain lebih banyak, kandungan protein kedelai juga

lebih berkualitas dibandingkan dengan yang dikandung kacang-kacangan lainnya

(Amrin, 2003).

2.1.3 Cara Pembuatan Susu Kedelai

Pada dasarnya pembuatan susu kedelai terdiri dari beberapa tahap, yaitu

pemilihan kedelai, pencucian dan perendaman kedelai, penghilangan kulit ari,

pelumatan dengan blender, dan penyaringan susu kedelai (Astawan, 2004). Alat yang

digunakan meliputi blender, panci, timbangan, pengaduk, kain saring dan kompor.

Sedangkan bahan yang diperlukan meliputi kacang kedelai, air, dan gula (Amrin,

2003). Langkah pertama cuci kedelai hingga bersih dari berbagai kotoran (Astawan,

2004). Kedelai yang sudah bersih kemudian ditempatkan ke dalam baskom yang telah

diisi dengan air. Perendaman kedelai dilakukan selama kurang lebih 8-10 jam.

Perendaman bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat proses pelepasan kulit

ari (Amrin, 2003).

Selanjutnya kedelai direbus dalam air mendidih. Perebusan dilakukan sampai

kedelai lunak. Kemudian kedelai di didinginkan, dan dikupas kulit arinya.

Selanjutnya digiling dengan blender dan dicampur dengan air panas (perbandingan

kedelai dan air adalah 1:8) sampai terbentuk hancuran kedelai meyerupai bubur

(Astawan, 2004).
Selanjutnya proses penyaringan, kain penyaring diletakkan diatas saringan

yang terbuat dari kawat. Letakkan saringan tersebut diatas panci. Supaya diperoleh

hasil cairan lebih maksimal, kain penyaring yang berisi susu kedelai itu kemudian

diperas dengan kedua tangan hingga sari kedelai cair yang keluar dapat lebih banyak

dan cepat. Proses terakhir dari pembuatan susu kedelai adalah perebusan. Perebusan

pada susu kedelai sangatlah penting agar susu kedelai dapat segera dikonsumsi

(Amrin, 2003).

2.1.4 Manfaat Susu Kedelai

Susu kedelai sangat baik di konsumsi oleh ibu-ibu yang sedang hamil dan

menyusui karena kandungan protein pada ASI akan semakin meningkat. Bagi

seseorang yang sehat bias mengonsumsi susu kedelai satu gelas penuh (200 ml) setiap

dua hari sekali. Sementara bagi yang sudah terganggu kesehatannya, susu kedelai

dapat dikonsumsi satu hingga dua kali dalam sehari (Amrin, 2003).

Minyak kacang kedelai mengandung sitosterol yakni suatu persenyawaan

yang juga telah dilaporkan berkhasiat untuk menurunkan kadar kolesterol dalam

darah. Selain itu, penggunaan minyak kacang kedelai dapat menghindarkan dari

penyakit jantung. Sebab utamanya ialah, oleh karena minyak kacang kedelai adalah

sumber lechitin. Berbagai penelitian yang dibuat menunjukkan bahwa lechitin dari

kacang kedelai dapat menurunkan kadar kolestrol (Kuntaraf, 2009).

Lesithin diketahui memiliki keampuhan menghancurkan timbunan kolestrol

(lemak) dalam darah dan jaringan tubuh lainnya sehingga peredaran darah akan

berjalan lancar dari seluruh tubuh ke jantung atau sebaliknya. Lesithin juga
membantu proses peremajaan yaitu merontokkan jaringan tubuh yang sudah rusak

dan menggantinya dengan jaringan baru (Amrin, 2003). Susu kedelai juga memiliki

senyawa yang disebut fitoesterogen. Fitoesterogen mampu menghambat osteoporosis

sehingga wanita pada usia menopause tidak akan mengalami keluhan

pasca menopause (Astawan, 2004).

2.2 Bakteri Staphylococcus aureus

2.2.1 Definisi Bakteri Secara Umum

Bakteri berasal dari kata (Yunani = batang kecil). Di dalam klasifikasi bakteri

digolongkan dalam Divisi Schizomycetes. Bakteri dari kata latin bacterium (jamak,

bacteria) adalah kelompok raksasa dari organisme hidup seperti mitokondria dan

kloroplas. Mereka sangatlah kecil dan kebanyakan uniseluler, dengan struktur sel

yang telatif sederhana tanpa nucleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain (Anonim,

2009).

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh mata,

tetapi dengan bantuan mokroskop, mikroorganisme tersebut akan nampak. Ukuran

bakteri berkisar antara panjang 0,5 sampai 10µ dan lebar 0,5 sampai 2,5µ tergantung

jenisnya. (µ = 1 mikron = 0,001 mm). Walaupun terdapat beribu jenis bakteri, tetapi

hanya beberapa karakteristik bentuk sel yang ditemukan yaitu :

1. Bentuk bulat atau cocci ( tunggal = coccus)

2. Bentuk batang atau bacilli (tunggal = bacillus)

3. Bentuk spiral atau spirilli (tunggal = spirillum)

4. Bentuk koma atau vibrios (tunggal = vibrio)


Sel-sel ini dapat dijumpai dalam keadaan tunggal, berpasangan, tetrad, kelompok

kecil, gerombolan, atau rantai. (Buckle, dkk. 1982)

Bakteri Staphylococcus berasal dari perkataan staphyle yang berarti kelompok

buah anggur dan kokus yang berarti benih bulat. Kuman ini sering ditemukan sebagai

kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Dapat menjadi

penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Beberapa jenis kuman ini

dapat meneyebabkan keracunan makanan (Warsa, 1993). Staphylococcus dan

streptokokus adalah dua genus kokus Gram-positif utama penyebab penyakit.

Staphylococcus bersifat positif katalase (Hawley, 2003).

2.2.2 Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus

Gambar 1: Bakteri Staphylococcus aureus

Klasifikasi dari Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococcaceae

Marga : Staphylococcus
Spesies: Staphylococcus aureus

(Warsa, 1993)

2.2.3 Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan salah satu kuman yang cukup

kebal diantara mikroorganisme lainnya dan tahan pada pemanasan 60 oC selama 30

menit (Pratiwi, 2008). Sebagian besar jenis Staphylococcus bersifat lisogenik, yang

berarti bahwa mereka mengandung faga yang tidak berpengaruh terhadap diri mereka

sendiri, tetapi dapat menyebabkan lisis pada beberapa anggota spesies yang sama.

Jenis yang hanya dilisi oleh faga sering ditemukan di dalam susu (Warsa, 1993)

Staphylococcus aureus adalah suatu bakteri peneyebab keracunan yang

memproduksi enterotoksin. Bakteri ini sering ditemukan pada makanan-makanan

yang mengandung protein tinggi, misalnya susu. Staphylococcus aureus merupakan

bakteri gram positif berbentuk kokus dengan diameter 0,7-0,9 µm, dan termasuk

dalam famili Micrococcaceae (Fardias, 1993).

Kuman ini berbentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak

teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Susunan gerombolan yang tidak

teratur biasanya ditemukan pada sediaan yang dibuat dari perbenihan padat,

sedangkan dari perbenihan kaldu biasanya ditemukan tersendiri atau tersusun sebagai

rantai pendek. Kuman ini tidak bergerak, tidak berspora dan gram positif. Hanya

kadang-kadang gram negatif dapat ditemukan pada bagian tengah gerombolan

kuman, pada kuman yang telah difagositosis dan pada biakan tua yang hampir mati

(Warsa, 1993).
Staphylococcus cenderung tumbuh dalam kelompok-kelompok. Karakteristik

Staphylococcus aureus adalah positif koagulase (memulai pembentukan bekuan

fibrin), β-hemolitik, dan toleran garam (halodurik). Staphylococcus aureus memiliki

protein A pada permukaannya, yang mengikat Fc Ig (menghambat fagositosis),

menghasilkan pigmen kuning dan mungkin memproduksi eksotoksin (Hawley, 2003).

Diantara semua kuman yang tidak membentuk spora, maka Staphylococcus

aureus termasuk jenis kuman yang paling kuat daya tahannya. Pada agar miring dapat

tetap hidup sampai berbulan-bulan baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar.

Kuman Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat

antigenentik. Bahan-bahan ekstraseluler yang dibuat oleh kuman ini kebanyakan juga

bersifat antigenetik (Warsa, 1993). Bakteri ini memproduksi enterotoksin yang

bersifat stabil terhadapa pemanasan, tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh enzim-

enzim pencernaan, dan relatif resisten terhadap pengeringan (Pratiwi, 2008).

Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2 mm, cembung,

buram, mengkilat dan konsistensinya lunak. Warna khas ialah kuning keemasan,

hanya intensitas warnanya dapat bervariasi. Koloni yang masih sangat muda tidak

berwarna, tetapi dalam pertumbuhannya terbentuk pigmen yang larut dalam alkohol,

eter, kloroform, dan benzol. Pigmen ini termasuk dalam golongan lipokhrom dan

akan tetap dalam koloni, tidak meresap ke dalam perbenihan (Warsa, 1993).

Staphylococcus aureus dari penampilan mikroskopiknya, sel-selnya tertata

seperti tanda buah-buah kecil. Susunan seperti ini disebabkan oleh pembelahan sel

yang terjadi secara tidak teratur. Staphylococcus aureus bersifat anaerob fakultatif,
membentuk sitokrom hanya pada kondisi aerob dan bersifat relatif tahan terhadap

pengeringan segingga bersifat pathogen (Schlegel dan Schmidt, 1994). Infeksi kulit

yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus sering muncul sebagai nyeri dan panas,

kemerahan dan pembengkakan (Hawley, 2003).

2.3 Uji Cemaran Bakteri dengan Metode Tuang (Pour Plate)

Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan

berkembang menjadi satu koloni. Teknik dalam metode ini ialah mengencerkan

sampel dan mencawankan hasil pengenceran tersebut. Untuk memenuhi persyaratn

statistic, cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni ialah yang mengandung

koloni 30 sampai 300 koloni (Hadioetomo, 1985).

Prinsip metode ini adalah jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan

pada medium agar, maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk

koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop

(Fardias, 1993).

Prinsip kerja dari metode ini adalah dari pengenceran yang dikehendaki,

sebanyak 1 ml atau 0,1 ml larutan tersebut dipipet ke dalam cawan petri

menggunakan pipet 1 ml atau 1,1 ml. Sebaiknya waktu antara dimulainya

pengenceran sampai menuangkan ke dalam cawan petri tidak boleh lebih lama dari

30 menit (Fardias, 1993).

Kemudian ke dalam cawan tersebut dimasukkan agar cair steril yang telah

didinginkan selama 50oC sebanyak kira-kira 15 ml (Fardias, 1993). Selanjutnya

Putar-putarkan cawan tersebut dengan perlahan-lahan sehingga inokulum tercampur


rata dengan medium. Biarkan agar dalam cawan petri itu menjadi padat. Setelah itu

diletakkan dalam posisi terbalik dan diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 24 jam

(Hadioetomo, 1985).

Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu tertentu sesuai dengan jenis mikroba

yang akan dihitung. Medium agar digunakan juga disesuaikan dengan jenis mikroba

yang akan ditumbuhkan. Selama inkubasi, sel-sel yang masih hidup akan tumbuh dan

membentuk koloni yang dapat terlihat langsung oleh mata. Setelah akhir masa

inkubasi, koloni yang terbentuk dihitung. Perhitungan jumlah koloni dapat dilakukan

menggunakan “Quebec Colony Counter” (Fardias, 1993).

2.4 Media Selektif Untuk Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus

Untuk menghitung bakteri Staphylococcus aureus yang spesifik digunakan

medium selektif, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Vogel-Johnson Agar (VJA)

Koloni Staphylococcus aureus pada VJA berukuran kecil dan berwarna hitam,

dikelilingi oleh areal berwarna kuning yang menunjukkan terjadinya fermentasi

manitol. Koloni yang tidak menfermentasi manitol mungkin koloni spesiesnya yaitu

Staphylococcus aureus.

2. Staphylococcus 110 (S 110) Agar

Koloni Staphylococcus aureus pada S 110 Agar berwarna kuning-oranye, dan

jika ditambahn indicator BCP (bromocreso purple) akan mengalami perubahan warna

yang berbeda dengan medium tanpa koloni disekitarnya, yaitu menunjukkan

terjadinya frmentasi manitol.


3. Manitol Salt Agar (MSA)

Koloni Staphylococcus aureus pada MSA dikelilingi oleh areal berwarna

kuning, sedangkan Staphylococcus yang nonpatogenik (yaitu Staphylococcus

epidermis) membentuk koloni berukuran kecil dengan areal berwarna merah atau

ungu disekitarnya (Fardias, 1993).

2.5 Standar Perhitungan

Untuk melaporkan suatu hasil analisis mikrobiologi digunakan suatu standar

yang disebut “Standard Plate Count” (SPC) yang menjelaskan mengenai cara

menghitung koloni pada cawan serta cara memlih data yang ada untuk menghitung

jumlah koloni di dalam suatu contoh.

Cara menghitung koloni pada cawan adalah sebagai berikut :

1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni

antara 30 dan 300.

2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan

koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung sebagai

satu koloni.

3. Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung

sebagai satu koloni (Fardias, 1993).

Anda mungkin juga menyukai