Anda di halaman 1dari 8

2013

Status Keselamatan Jalan


di WHO Regional Asia Tenggara
tahun 2013

Fact Sheet
Fakta Sekilas
Kecelakaan lalu lintas mengakibatkan 33.815 korban tewas di kawasan Asia Tenggara (South
East Asia Region, disingkat SEAR) pada tahun 2010, dengan rata-rata 18,5 korban tewas per
100.000 populasi.

Rata-rata kematian karena kecelakaan lalu lintas lebih tinggi pada negara berpendapatan
menengah ke bawah dengan 19,5 kematian per 100.000 populasi dari pada di negara miskin
dengan 12,7 kematian karena kecelakaan lalu lintas per 100.000 populasi.

Pengguna jalan yang rentan (pengguna kendaraan bermotor roda dua dan tiga, pejalan kaki dan
pesepeda) menyumbangkan hampir setengan (50%) dari total kematian karena kecelakaan lalu
lintas di wilayah Regional Asia Tenggara.

Dua per tiga kendaraan yang memadati lalu lintas di SEAR adalah kendaraan bermotor roda dua
dan tiga, pengguna dari kendaraan tersebut menyumbangkan sepertiga dari total kematian di
regional ini;

Tidak ada negara di kawasan ini yang memiliki peraturan yang mengatur lima faktor risiko cidera
dari kecelakaan lalu lintas secara menyeluruh, diantaranya : pembatasan kecepatan, konsumsi
alkohol saat mengemudi, penggunaan helm untuk pengguna kendaraan roda dua, penggunaan
sabuk keselamatan dan pengaman untuk penumpang anak-anak;

Hanya tiga negara di regional ini yang memiliki kebijakan bagi pejalan kaki, pengendara sepeda
dan menggunakan angkutan umum, dan hanya lima negara yang memiliki kebijakan untuk
memisahkan pengguna jalan rentan sebagai upaya untuk melindungi mereka;

Delapan negara di regional ini memiliki lembaga yang khusus untuk mengelola keselamatan
jalan, namun kebanyakan hanya berbentuk komite antar kementerian/lembaga pemerintah.
2
Latar Belakang

Pada tahun 2010, Sidang Umum PBB mngeluarkan resolusi no. 64/255 dan menetapkan Dekade Aksi
Keselamatan jalan 2011-2020 sebagai langkah tanggap atas meningkatnya angka kejadian cidera akibat
kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia. tujuan dari dekade aksi ini adalah untuk menurunkan angka kematian
akibat kecelakaan lalu lintas yang cenderung meningkat, dan menyelamatkan lima juta jiwa yang diperkirakan
berpotensi menjadi korban selama satu dekade.

Sebagai panduan bagi negara-negara anggota dalam menyusun kebijakan nasional untuk mencapai tujuan
dekade aksi ini, disusunlah rencana aksi global. Rencana ini diharapkan dapat membantu pemerintah dan
pemangku kebijakan lain untuk menyusun rencana aksi nasional dan kerangka kegiatan-kegiatan yang bersifat
koordinatif pada tingkat nasional dan global. Resolusi ini juga menyerukan akan pentingnya pemantauan rutin
terhadap pencapaian global, upaya-upaya dan target yang ada dalam rencana aksi.

Kumpulan fakta keselamatan jalan di ini disusun dari data yang didapat dari laporan yang kedua mengenai
status dunia untuk keselamatan jalan pada tahun 2013 (second Global status report on road safety 2013). Data
dikumpulkan dari sebelas negara anggota SEAR dari periode Mei hingga Desember 2011 menggunakan
kuesioner survey global yang terstandardisasi.

Kecelakaan lalu lintas bertanggung jawab terhadap 334,815 kematian di regional selama 2010

pada tahun 2010, sebanyak 334,815 orang tewas karena cidera kecelakaan lalu lintas di SEAR. Rata-rata
kematian karena cidera kecelakaan lalu lintas adalah 18.5 kematian per 100,000 populasi, dengan angka
terkecil, 1.9 kematian per 100,000 populasi di Maladewa hingga 88.1 kematian per 100.000 populasi di Thailand
(gambar 1).

Rata-rata kematian karena kecelakaan lalu lintas lebih tinggi pada negara berpendapatan
menengah

Rata-rata kematian karena kecelakaan lalu lintas di negara berpendapatan menengah di kawasan ini adalah
19.5 kematian per 100,000 populasi, sementara di negara berpendapatan rendah sebesar 12.7 kematian per
100,000 populasi. Semakin meningkatnya kendaraan bermotor dan pembangunan ekonomi adalah faktor
utama penyebab meningkatnya angka kematian kecelakaan lalu lintas di negera berpendapatan menengah.

Kenaikan jumlah kendaraan bermotor yang signifikan di negara-negara Regional Asia


Tenggara

Jumlah kendaraan bermotor terdaftar meningkat sebesar 28% dari jumlah 168 juta pada tahun 2009 menjadi
215 juta tahun 2013

Gambar 1: Estimasi kematian karena kecelakaan lalu lintas per 100,000 populasi
di negara-negara SEAR

Timor-Leste 19.5
Thailand 38.1
SriLanka 13.7
Nepal 16
Myanmar 15
Maldives 1.9
Indonesia 17.7
India 18.9
Low-incomecountry
DPRKorea 10.7
Middle-incomecountry
Bhutan 13.2
Bangladesh 11.6

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Source: Global status survey on road safety 2013


3

Gambar 2 : Jumlah kendaraan terdaftar per 1000 populasi


di negara-negara SEAR

450
412.1
400

350
303.1
Numberofvehicles

300

250
189.6
200
158.5
150
93.9
100 79.4
48.5 39.4
50
10.9 8.6
0
Bangladesh

Nepal

Bhutan

Thailand

Timor-Leste
Maldives
India

Indonesia
Myanmar

SriLanka
LowIncomeCountries MiddleIncomeCountries

Source: Global status survey on road safety 2013

Di Regional Asia Tenggara terdapat 124.7 kendaraan terdaftar per 1000 populasi, jumlah tertinggi terdapat di
negaraThailand dengan 412.1, diikuti 303.2 di Indonesia dan 189.6 di Sri Lanka. Jumlah proporsi kendaraan
terkecil terdapat di Timor Leste dengan 8.6 kendaraan per 1000 populasi. namun, perbandingan ini tidak dapat
dijadikan acuan untuk memperkirakan rata-rata kematian karena kecelakaan lalu lintas. Sebagai contoh, Inggris
memiliki rata-rata 565 kendaraan untuk setiap 1000 populasi namun angka kematian karena kecelakaan lalu
lintas-nya rendah yaitu 5.4 kematian per 100,000 populasi. Fakta ini menggarisbawahi pentingnya melibatkan
faktor lain seperti manajemen keselamatan jalan yang layak, peraturan perundang undangan, penegakan hukum
dan kelengkapan keselamatan pada kendaraan. Faktor-faktor ini bergantung pada sistem peraturan, status
ekonomi dan kebijakan politik di masing-masing negara.

Pengguna jalan rentan (kendaraan bermotor roda dua dan tiga, pejalan kaki dan pesepeda)
menyumbangkan hampir 50% dari kematian

Setengah dari jumlah kematian karena kecelakaan lalu lintas berasal dari pengguna jalan rentan, dengan rincian,
33% kematian dari pengguna kendaraan bermotor roda dua dan tiga, 12% pejalan kaki, dan 4% pengendara
sepeda. Namun, angka ini berbeda di masing-masing negara tergantung status pendapatannya. Sebagai contoh,
di negara berpendapatan menengah pengguna kendaraan bermotor roda dua dan tiga sebagai penyumbang
34% dari kematian kecelakaan lalu lintas, pada negara berpendapatan rendah, pejalan kaki adalah penyumbang
terbesar dengan 34% (lihat tabel 1)

Tabel 1: Proporsi angka kematian karena kecelakaan lalu lintas berdasarkan tipe
kendaraan pengguna jalan di negara-negar berpenghasilan menengah dan rendah di
region asia tenggara pada tahun terkini saat dilaporkan - di antara tahun 2009 dan 2010
Kematian berdasarkan posisi pengguna jalan

Penumpang Penumpang ranmor Pesepeda Pejalan kaki Lain-lain


mobil (%) roda dua dan tiga (%) (%) (%)
(%)

Low-income countries 25 19 6 34 16
Middle-income countries 15 34 4 11 36
All SEA Region countries 15 33 4 12 36
a
All figures in the table show percentage of deaths by road user types.
4
Perbedaan ini tergambar saat data masing-masing negara dianalisa, tiga per empat angka kematian di Thailand
berasal dari pengguna kendaraan bermotor roda dua dan tiga. Proporsi besar angka kematian yang berasal dari
pengguna kendaraan ini juga terdapat di Indonesia dengan 36% dan India dengan 32%, sementara di
Bangladesh pejalan kaki lah penyumbang angka kematian terbanyak. pejalan kaki juga menjadi proporsi korban
meninggal karena kecalakaan lalu lintas di Myanmar sebesar 27%, India 21% dan Maladewa dengan 17%.
kemudian proporsi tertinggi angka kematian karena kecelakaan lalu lintas di negara Bhutan dan Maladewa
adalah pengguna kendaraan roda empat masing-masing 61% dan 50%.

Gambar 3 : Distribusi angka kematian karena kecelakaan lalu lintas berdasarkan tipe
kendaraan pengguna jalan di tujuh negara SEAR, pada tahun terkini saat dilaporkan -
di antara tahun 2009 dan 2010

100% 2.5
5.1
90% 15.8
22.9
35.7 32.4 33.3
80%
Percentageofallvehicletype

2-3wheeler
70%
40.8 8.7 26.5 73.5 pedestrian
60% 60.8
16.7 Car/Taxi/Van
21.1
50% 15.5
Bicycle
40% 6.1 4.6
1.7 26.2 Bus
8.3
30% 23.6
Truck
12.7 13.3 50.0 7.7
20% 8.6 Others
2.8 34.5
10% 8.8 6.7 13.2
19.0 17.1
5.3 9.2 3.0
0% 2.9 0.0 0.5 1.3
Bangladesh Bhutan Indonesia India Maldives Myanmar Thailand

Source: Global Status Report on Road Safety 2013

Tidak ada negara di kawasan ini yang memiliki peraturan perundangan yang secara lengkap
mengatur kelima faktor risiko cidera kecelakaan lalu lintas : pembatasan kecepatan, konsumsi
alkohol saat mengemudi, penggunaan helm untuk pengguna kendaraan roda dua, penggunaan
sabuk keselamatan dan pengaman untuk penumpang anak-anak

Pembatasan kecepatan
Hanya Bangladesh satu satunya negara di kawasan ini yang memiliki aturan kecepatan jalan dalam kota yang
komprehensif (diatur dengan pembatasan kecepatan sebesar ≤ 50 km/jam dan pemerintah setempat dapat
menguranginya saat diperlukan), sementara sepuluh negara lain -kecuali Korea Utara, hanya memenuhi satu
dari dua kriteria aturan kecepatan jalan dalam kota yang komprehensif. Sementara di India, Indonesia, dan
Thailand memiliki aturan dimana pemerintah daerah dapat mengatur pembatasan kecepatan di daerah
perkotaan namun tidak memiliki pembatasan kecepatan di daerah perkotaan ≤ 50 km/jam.
Bhutan, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri Lanka dan Timor Leste tidak memperbolehkan pemerintah daerah
mengatur sendiri pembatasan kecepatan di daerahnya tapi memiliki pembatasan kecepatan di daerah perkotaan
≤ 50 km/jam. Hasil konsensus di masing-masing negara untuk penegakan hukum terhadap pelanggaran batas
kecepatan adalah rendah untuk di kawasan ini, kecuali Korea Utara yang menilai "bagus" (nilai delapan dari
maksimum sepuluh).

Konsumsi alkohol saat mengemudi


Hanya empat negara (Korea Utara, India, Thailand, dan Timor Leste) yang memiliki peraturan yang secara
komprehensif mengatur konsumsi alkohol saat mengemudi (didefinisikan sebagai aturan perundangan yang
berlaku nasional mengatur ambang konsentrasi alkohol dalam darah - BAC kurang dari sama dengan 0.05 g/dl).
Di Bangladesh, Indonesia dan Nepal memiliki peraturan yang mengatur mengenai konsumsi alkohol saat
mengemudi namun tidak didasarkan pada sistem pengukuran yang lebih sahih dari menggunakan pengukuran
ambang konsentrasi alkohol dalam darah. Hasil konsensus di masing-masing negara untuk penegakan hukum
terhadap pelanggaran konsumsi alkohol saat mengemudi adalah rendah untuk di kawasan ini, kecuali Korea
Utara yang menilai "bagus". Bhutan dan Thailand menetapkan standard nol alkohol untuk pengemudi
profesional. Myanmar menetapkan standard nol alkohol untuk pengemudi profesional dan pemula. Hanya Korea
Utara yang menetapkan standard nol alkohol untuk semua pengemudi.
5

Helm untuk pengguna kendaraan bermotor roda dua


Semua negara kecuali Maladewa memiliki peraturan yang secara komprehensif mengatur tentang penggunaan
helm (didefinisikan sebagai peraturan perundangan yang mengharuskan penggunaan helm oleh pengendara
dan penumpang kendaraan bermotor roda dua di semua tipe jalan dan untuk semua tipe atau jenis kendaraan
bermotor roda dua). Namun demikian, tujuh negara (Bhutan, Korea Utara, India, Indonesia, Myanmar, Sri lanka
dan Thailand) memiliki peraturan perundangan yang mengatur mengenai helm dan standard dari helm itu sendiri.
Empat negara (Bhutan, Korea Utara, Indonesia dan Maladewa) menilai penegakan hukum terhadap penggunaan
helm sudah cukup bagus (nilai delapan dari maksimum sepuluh).

Penggunaan sabuk keselamatan


Dari sebelas negara anggota SEAR, hanya sepuluh negara memiliki peraturan yang mengatur penggunaan
sabuk keselamatan, namun, peraturan yang secara lengkap mengatur penggunaan sabuk keselamatan baik
untuk penumpang di depan maupun belakang hanya terdapat di enam negara (Bhutan, Korea Utara, India,
Maladewa, Nepal dan Timor Leste). Rata-rata penggunaan sabuk keselamatan di kawasan ini bervariasi dari 27%
di India hingga 79% di Sri Lanka. penegakan hukum secara keseluruhan untuk penggunaan sabuk keselamatan
adalah rendah, kecuali Korea Utara yang menilai "bagus" (nilai delapan dari maksimum sepuluh).

Pengaman untuk penumpang anak-anak (child restraint)


Banyak yang harus dibenahi mengenai pengaman untuk penumpang anak-anak karena hanya satu negara yang
sudah memiliki peraturan mengenai pengaman untuk penumpang anak-anak. Namun begitu, tidak ada cukup
informasi mengenai penegakan hukum untuk penggunaan pengaman untuk penumpang anak-anak di Timor-
Leste.

Lembaga pemerintah yang bertanggung jawab menyusun strategi dan target


Delapan negara di kawasan ini memiliki lembaga pemerintah yang mengelola keselamatan jalan, dan mayoritas
bentuknya adalah komisi antar kementerian, kecuali Korea Utara (kabinet). Peran dari lembaga-lembaga ini
berbeda-beda, di delapan negara hanya berupa koordinasi lintas sektor dalam pengambilan kebijakan untuk
keselamatan jalan, enam negara diantaranya menerapkan evaluasi berkala peraturan perundangan dengan
implementasi di lapangan. Hanya lima negara yang memiliki lembaga untuk penyusunan dan pemuktahiran
peraturan perundangan.

Delapan negara memiliki strategi nasional keselamatan jalan, namun tidak ada yang secara khusus atau
sepenuhnya didanai oleh pemerintah. India dan Thailand memiliki strategi nasional dan bermacam-macam
strategi antar sektor dan lapisan pemangku kebijakan, sementara Timor-Leste hanya memiliki strategi untuk
masing-masing sektor yang berbeda.

Compliance with motorcycle helmet law including children, Thailand.


Photo credit: Emergency Room team, Maharaj Nakon Srithammaraj Hospital
6

A separate bicycle lane, Indonesia.


Photo credit: MOH Indonesia

Menyusun target penting untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan yang dicapai, namun dari delapan
negara yang memiliki strategi nasional tersebut hanya enam (Bangladesh, Bhutan, Korea Utara, Indonesia,
Myanmar dan Thailand) yang menetapkan target terukur untuk cidera berat dan fatal, sementara hanya Korea
Utara yang memiliki target spesifik untuk cidera sedang. Dua negara (Bhutan dan Korea Utara) memiliki target
terukur untuk lima faktor risiko utama (pembatasan kecepatan, konsumsi alkohol saat mengemudi, penggunaan
helm untuk pengguna kendaraan roda dua, penggunaan sabuk keselamatan dan pengaman untuk penumpang
anak-anak) dalam strategi nasional mereka. Thailand hanya memiliki target untuk penggunaan helm dan tidak
terhadap faktor risiko lainnya.

Kebijakan untuk mempromosikan berjalan kaki, bersepeda, transportasi umum dan pemisahan
pengguna jalan rentan sebagai cara untuk melindungi mereka

Tiga negara (Korea Utara, India dan Indonesia) memiliki kebijakan nasional yang mendukung berjalan kaki
dan/atau bersepeda sebagai moda alternatif selain menggunakan mobil, sementara tujuh negara lainnya
memiliki kebijakan untuk mendukung investasi pada transportasi umum sebagai moda komuter. Lima negara
memiliki kebijakan untuk memisahkan dan termasuk melindungi pengguna jalan rentan (jalur pejalan kaki, jalur
sepeda motor, dan jalur sepeda).

Standard keselamatan kendaraan untuk melindungi penumpang

Lima negara menerapkan standar atau fitur-fitur keselamatan internasional atau regional, India Myanmar dan
Timor-Leste menerapkan NCAP atau program penilaian mobil baru. Dua negara (Thailand dan Indonesia)
menerapkan peraturan PBB mengenai UNECE World Forum for Harmonization of Vehicle Regulation WP.29.

Penanganan paska-kecelakaan yang baik dapat mengurangi kematian

Hanya empat negara (Bhutan, Maladewa, Thailand dan Timor-Leste) yang memiliki nomor telepon gawat darurat
nasional untuk pelayanan kesehatan paska terjadinya kecelakaan. Di enam negara lain, kurang dari 10% korban
yang cidera berat (mengalami cidera yang cukup serius sehingga perlu dibawa ke rumah sakit) dibawa ke rumah
sakit menggunakan ambulans. Hanya tiga negara (Bhutan, Korea Utara dan Thailand) dimana ≥ 50% korban
dibawa menggunakan ambulans.
7

Rekomendasi
Cidera kecelakaan lalu lintas menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di kawasan Asia Tenggara.
Meskipun cidera kecelakaan lalulintas telah cukup banyak mendapatkan perhatian selama sepuluh tahun
belakangan ini di dunia, namun banyak yang harus dibenahi di rkawasan ini untuk menyelamatkan lebih banyak
nyawa lagi.

Usaha yang lebih besar diperlukan agar negara-negara di kawasan ini memiliki peraturan yang
komprehensif mencakup faktor-faktor risiko utama (pembatasan kecepatan, konsumsi alkohol
saat mengemudi, penggunaan helm untuk pengguna kendaraan roda dua, penggunaan sabuk
keselamatan dan pengaman untuk penumpang anak-anak)

Sementara itu, sudah ada beberapa kemajuan pada beberapa negara anggota SEAR, usaha yang lebih besar
lagi dibutuhkan untuk memperkuat peraturan yang ada dan membawa hal tersebut untuk sejalan dengan
kenyataan di lapangan, yaitu untuk menawarkan perlindungan terhadap populasi di jalan sebesar mungkin.
Karena belum ada negara di kawasan ini yang memiliki peraturan yang secara lengkap mencakup faktor-faktor
risiko utama (pembatasan kecepatan, konsumsi alkohol saat mengemudi, penggunaan helm untuk pengguna
kendaraan roda dua, penggunaan sabuk keselamatan dan pengaman untuk penumpang anak-anak), negara-
negara SEAR harus segera menyempurnakan aturan yang ada untuk lebih komprehensif.

Peraturan yang mengatur faktor-faktor risiko dari cidera kecelakaan lalu lintas harus ditegakkan
dengan ketat

Beberapa negara belum menegakkan peraturan dengan optimal. Untuk memaksimalkan capaian dari peraturan
tentang keselamatan jalan, kesuksesan implementasi dari kebijakan dan penegakan hukum sangat penting dan
mendasar. Ini membutuhkan sumber daya yang cukup dan didukung oleh political will yang kuat, juga motivasi
untuk menarik perhatian masyarakat dan mendapatkan dukungan mereka.

Kebijakan harus tersedia dan diimplementasikan untuk mendukung penggunaan moda


kendaraan tak bermotor maupun transportasi umum, dan untuk memisahkan pengguna jalan
rentan sebagai cara untuk melindungi mereka

Pemerintah negara-negara SEAR diseyogyakan untuk berinvestasi dalam penyediaan sistem transportasi umum
yang aman sebagai salah satu alternatif jalan keluar mengurangi dampak negatif dari pertumbuhan kendaraan
bermotor. Pemerintah disarankan untuk mengadaptasi kebijakan yang berkesinambungan untuk
mempromosikan bentuk-bentuk moda transportasi tak bermotor seperti berjalan kaki dan bersepeda.
Membebaskan jalur pejalan kaki dari pedagang kaki lima dan membangun jalur sepeda yang terpisah dari lalu
lintas kendaraan bermotor sangat penting untuk dilakukan sebagai bagian dari membangun sistem komuter
alternatif yang berkesinambungan. Jalur kendaraan bermotor roda dua diperlukan untuk memisahkan motor
dengan kendaraan-kendaraan berat.

Lebih lanjut, promosi penggunaan transportasi umum yang aman dapat mengurangi jumlah kendaraan di jalan
yang berarti juga mengurangi risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas, mengurangi kemacetan dan perbaikan
kualitas udara. Perhatian tambahan juga patut diberikan untuk perlindungan pengguna jalan rentan dimana
berdampak terhadap hampir setengah dari total jumlah kematian di kawasan ini. Kebijakan dan implementasi
untuk memisahkan pengguna jalan rentan sebagai upaya untuk melindungi mereka (jalur pejalan kaki, pesepeda
dan kendaraan bermotor roda dua) harus segera diadaptasi.

Penangan korban paska kecelakaan harus diperkuat

Upaya dan akses untuk pre-hospital care dan pelayanan kegawatdaruratan medis masih sangat kurang di semua
negara di kawasan ini. Semua negara angota SEAR diseyogyakan untuk membangun sistem kegawatdaruratan
medis dan nomer telepon kegawatdaruratan nasional tunggal untuk pelayanan paska kecelakaan. Peningkatan
kapasitas untuk para penyedia layanan kegawatdaruratan oleh institusi kesehatan terstandardisasi spesialistik
kedaruratan medis untuk dokter dan perawat juga dibutuhkan.

Standard keselamatan kendaraan harus ditingkatkan untuk melindungi penumpang

Peraturan komprehensif untuk pencegahan kejadian kecelakaan lalu lintas harus diberlakukan dan
diimplementasikan selayaknya untuk manufaktur, perakitan dan impor kendaraan bermotor. Negara-negara
disarankan untuk menerapkan standard dan fitur keselamatan internasional (seperti NCAP, peraturan UN) dan
fitur-fitur keselamatan ini harus dimonitor secara berkesinambungan.
8

Picture: Good and shaded footpath for pedestrians, Colombo, Sri Lanka
Photo credit: Santjiarakul S

Sistem surveillans cidera harus diperkuat

Data cidera kecelakaan lalu lintas harus diperkuat sebagai upaya penyedia data yang berkesinambungan.
Kualitas dari sistem pengumpulan data berkaitan dengan korban cidera, tewas dan mengalami disabilitas
sebagai dampak dari kecelakaan lalu lintas harus diperbaiki untuk dapat digunakan sebagai perencanaan
kebijakan

Strategi nasional harus memiliki target terukur untuk pencegahan cidera

Kebanyakan strategi di wilayah ini tidak memiliki kebijakan dan implementasi turunannya dan target terukur.
Tinjauan terhadap kebijakan harus dilakukan berkala untuk memasukkan target target yang dapat diukur untuk
cidera fatal dan lima faktor risiko untuk memonitor kesuksesan kebijakan tersebut.

Keselamatan jalan harus diintegrasikan dengan paket pelayanan kesehatan primer dan sistem
kesehatan masyarakat

Pencegahan terhadap cidera kecelakaan lalu lintas dan promosi keselamatan jalan harus diintegrasikan dengan
program kesehatan masyarakat, juga pada paket dan kebijakan pelayanan kesehatan primer. Jejaring institusi
nasional, akademisi dan individu-individu yang bergerak di bidang keselamatan jalan harus dibangun dan
diperkuat, forum untuk berbagi pengalaman antar pegiat keselamatan jalan seyogyanya segera dibentuk.

Penghargaan
Kumpulan data ini disusun oleh Md.Nazmul Karim, Rania Saad bertugas untuk mengkoordinasikan pengumpulan
data, dan Chamaiparn Santikarn memberikan masukan masukan berharga. terimakasih juga diberikan kepada
Margie Peden, Tamitza Toroyan, Kacem Iaych, Kidist Bartolomeos dari WHO pusat untuk dukungan dan koordinasi
terhadap proyek ini, analisis data, tinjauan dan komentar dan masukan untuk rancangan dokumen ini. terimakasih
untuk kepala perwakilan dan penanggung jawab program ini di WHO perwakilan negara-negara dan koordinator
pengumpulan data di tingkat nasional. terimakasih khusus diberikan kepada para responden dan perwakilan
pemerintah yang menyetujui informasi yang diberiukan untuk penyususnan laopran dunia ini. "WHO
mengungkapkan rasa terima kasih kepada Bloomberg Philanthropies untuk dukungan finansial untuk penyusunan
dan publikasi Laporan Dunia untuk Keselamatan Jalan 2013 (tersedia di www.who.int/violence_injury_prevention
/road_safety_status/2013) dan kumpulan data Region Asia Tenggara untuk Keselamatan Jalan 2013 (tersedia di
http://www.searo.who.int/entity/disabilities_injury_ rehabilitation/topics/en/)

Dialihbahasakan oleh Gde Yulian Yogadhita, dengan tim editor Kania Safitri, Dessy Guyanto, Nursila Dewi, Sharad
Adhikary, dan Khanchit Limpakarnjanarat.

For detailed information, please contact:


Disability Injury Prevention and Rehabilitation Unit, Department of Sustainable Development & Healthy Environments (SDE),
World Health Organization, Regional Office for South-East Asia, World Health House, Indraprastha Estate,
Mahatma Gandhi Marg, New Delhi – 110002, India.
http://www.searo.who.int

Anda mungkin juga menyukai