Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH EKONOMI MAKRO

Tonggak perubahan ekonomi dunia tidak dapat dipisahkan dari masa kelam
perekonomian Amerika Serikat pada akhir tahun 1929-1930-an dimasa pemerintahan Herbert
Hoover. Nilai saham merosot, pengangguran tinggi, barang dan jasa yang dihasilkan rendah
hingga deflasi yang cukup tajam, peristiwa kebangkrutan Amerika ini dikenal sebagai The
Great Depression atau Depresi Besar (kemerosotan parah). The Great Depression membuat
rakyat merasa terpukul. Bagaimana tidak, kurang lebih selama 10 tahun terakhir
perekonomian Amerika berjaya pada masanya, pada tahun 1920an semua aspek ekonomi
berjalan lancar mulai dari kesempatan kerja dimana-mana menyebabkan angka pengangguran
rendah, lalu output barang dan jasa terkendali sehingga pendapatan nasional meningkat, dan
tingkat harga yang stabil. Kemudian, pada akhir tahun 1929 Depresi Besar terjadi, pada 24
Oktober 1929 bursa saham New York di Wall Street jatuh dengan total saham yang
diperdagangkan sebanyak 13 juta saham dengan harga yang rendah, yang berdampak pada
banyaknya perusahaan gulung tikar, mereka menderita kerugian karena menjual saham
dengan harga yang rendah. Kerugian perusahaan-perusahaan ini menyebabkan banyak tenaga
kerja yang diberhentikan, dan kesempatan kerja tidak ada. Akibatnya, pengangguran yang
merupakan salah satu masalah ekonomi, muncul di negara tersebut yakni sebanyak 1,5 juta
orang pada tahun 1929. Empat tahun kemudian pengangguran meningkat hampir sembilan
kali lipat yakni sebanyak 13 juta orang,padahal jumlah angkatan kerja pada waktu itu
sebanyak 51 juta. Artinya, pengangguran sudah mencapai 25% suatu angka yang cukup
mengkhawatirkan (Pracoyo,2007:6). Karena tingkat pengangguran yang tinggi dan tutupnya
perusahaan-perusahaan industri, maka aktifitas produksi juga terhenti dan output barang dan
jasa juga turun hingga 50% pada tahun 1933, hingga akhirnya berimbas ke pendapatan
nasional negara tersebut.
Salah satu aspek ekonomi terhenti maka akan berimbas ke aspek lainnya, inilah yang
terjadi ketika Depresi Besar. Lantas, bagaimana hal tersebut dapat terjadi?? apa sebenarnya
penyebab kekacauan itu??
Jauh sebelum The Great Depression pada tahun 1929-1930an, para ahli ekonomi
sudah mengenal dan mendukung teori/pemikiran Adam Smith (1723-1790) seorang tokoh
ekonomi dengan karyanya yang terkenal yaitu The Wealth of Nation bahkan dengan karyanya
ini beliau dikenal sebagai bapak ekonomi dunia. Para ahli yang sepakat dengan Adam Smith
adalah orang-orang yang menganut sistem ekonomi liberalisme/Kapitalisme yang kemudian
disebut kaum klasik. Mereka secara ideologis percaya bahwa sistem Lassez Faire atau sistem
dimana setiap orang betul-betul bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi apapun bisa
mencapai kesejahteraan masyarakat secara otomatis (Boediono,1982:17). Jadi, Adam Smith
berkeyakinan bahwa sistem perekonomian sepenuhnya dilimpahkan pada mekanisme pasar
tanpa perlu campur tangan pemerintah, dan pasar akan mencapai tingkat full employment
(seluruh sumber daya dimanfaatkan dalam perekonomian/kegiatan ekonomi yang
optimal/kesempatan kerja penuh) dengan sendirinya secara otomatis melalui penyesuain-
penyesuain dalam kegiatan ekonomi. Menurut kaum klasik walau perekonomian diserahkan
kepada mekanisme pasar kelebihan atau kekurangan produksi tidak akan terjadi, mengapa??
Karena mereka meyakini mekanisme pasar akan menyesuaikan diri secara otomatis sehingga
hal-hal tersebut tidak akan terjadi, seperti ketika produsen memproduksi suatu produk maka
para pemilik faktor produksi (sektor rumah tangga) akan mendapat pendapatan yang akan
mereka gunakan untuk membeli produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh para produsen,
sehingga walau sebanyak apapun melakukan produksi tidak akan terjadi kekurangan atau
kelebihan output produksi, karena para konsumen akan membeli seluruh hasil produksi
mereka, sehingga keseimbangan akan kembali tercapai dengan sendirinya melalui kegiatan-
kegiatan ekonomi tersebut. Hal ini berkaitan dengan teori Invisible Hand oleh Adam Smith
bahwa “Hasrat” individu untuk melakukan suatu tindakan ekonomi seperti mengkonsumsi
(terutama ketika pendapatan naik) dan memproduksi barang dan jasa (untuk memaksimalkan
keuntungan) akan terus terjadi dan saling membutuhkan, seperti produksi total masyarakat
akan memenuhi kebutuhan total masyarakat secara tepat (Boediono,1982:18) sehingga
mekanisme pasar akan seimbang dengan sendirinya tanpa campur tangan pemerintah. Begitu
juga dalam pasar tenaga kerja, menurut kaum klasik pengangguran adalah masalah ekonomi
sementara, karena mekanisme pasar akan melakukan penyesuaian-penyesuaian hingga full
employment akan kembali terjadi.
Salah seorang tokoh ekonomi beraliran liberal ekonomi, Jean Baptiste Say (1767-
1832) menggagas suatu hukum yang berkaitan dengan Invisible Hand Adam Smith, yaitu
Hukum Say yang berbunyi “Supply creates its own demand” atau “penawaran menciptakan
permintaannya sendiri”. Hukum Say memiliki berbagai penafsiran. Versi jangka panjang
adalah bahwa tidak mungkin ada kelebihan barang secara umum untuk waktu yang sangat
lama karena mereka yang memproduksi barang, oleh tindakan mereka memproduksi,
menghasilkan daya beli untuk membeli barang-barang lainnya. Tapi Say juga mengatakan
bahwa dalam jangka pendek tidak akan ada kelebihan produksi barang relatif terhadap
permintaan (Priyono dan Ismail, 2012:315). Mudahnya, menurut Say meskipun produsen
memproduksi suatu produk dan memasarkannya dalam jumlah besar maka tidak akan terjadi
kelebihan produk barang dan jasa di masyarakat, karena penawaran produk dari produsen
tersebut akan menciptakan permintaan dari masyarakat. Sehingga, produksi dalam jumlah
besar sekalipun akan habis terjual di masyarakat seiring berjalannya waktu karena penawaran
akan menciptakan permintaan dari masyarakat itu sendiri. Jelas hukum Say ini sejalan dengan
pemikiran Adam Smith dan kaum klasik.
Kepercayaan akan pemikiran Adam Smith serta Hukum Say diatas terus menjadi
"acuan" perekonomian Amerika Serikat hingga terjadinya Depresi Besar 1930-an. Ketika itu
pasar saham sedang baik, harga saham semakin tinggi hingga keinginan perusahaan untuk
berinvestasi saham cukup tinggi. Untuk mendapat modal lebih, para pemilik modal atau
perusahaan-perusahaan pada saat itu terus-menerus memproduksi produk mereka, dengan
kepercayaan bahwa penawaran mereka akan menciptakan permintaan dari masyarakat,
sehingga tidak akan terjadi kelebihan produksi. Mereka yakin bahwa dengan memproduksi
banyak produk maka masyarakat yang notabebe pemilik faktor produksi (seperti tenaga
kerja) akan mendapat pendapatan yang tinggi pula searah dengan banyaknya produksi
perusahaan, karena adanya "Invisible Hand" masyarakat terutama pada saat pendapatan tinggi
maka, perusahaan beranggapan masyarakat akan membelanjakan uangnya untuk membeli
produk yang ditawarkan untuk memenuhi "hasrat" memenuhi kebutuhan ekonomi mereka
sehingga, pendapatan perusahaan akan naik. Namun, keadaan dilapangan berbanding terbalik
dengan apa yang perusahaan yakini, masyarakat memilih untuk tidak membelanjakan seluruh
pendapatannya, selain untuk konsumsi masyarakat juga menyisihkan uangnya untuk
ditabung, karena pada saat itu daya beli masyarakat turun karena memilih untuk
menabungkan uangnya.
Kemudian apa yang terjadi?? Yang terjadi adalah kelebihan produk karena
perusahaan terus menerus melakukan produksi dan daya beli masyarakat turun, sehingga
kekurangan permintaan dalam masyarakat. Pada 21 Oktober 1929 terjadi penjualan saham
besar-besaran karena kerugian perusahaan dan ketakutan akan harga saham yang terus
menurun, akibatnya harga saham merosot tajam, dan pada 24 Oktober 1929 jumlah saham
yang dijual mencapai 13 juta saham dengan harga rendah. Perusahaan-perusahaan mengalami
kerugian yang besar, mulai dari produknya yang tidak terjual hingga membuat mereka harus
menjual saham dengan harga yang murah hingga banyak perusahaan yang melakukan PHK
terhadap pekerjanya bahkan banyak pula yang gulung tikar, dampaknya tingkat
pengangguran Amerika Serikat naik, hingga pada 1933 tingkat pengangguran mencapai
angka 25%. Ketika banyak produk yang ditawarkan maka perusahaan akan menurunkan
harga jual produknya, sesuai dengan hukum permintaan dimana ketika harga turun maka
penawaran naik, hingga pada tahun 1930-an terjadi deflasi yang cukup besar, dan berdampak
pada pendapatan nasional Amerika Serikat yang sudah pasti turun tajam.
Mulai dari penurunan harga saham, banyak perusahaan pailit, pengangguran tinggi,
deflasi barang dan jasa, hingga pendapatan nasional turun drastis, maka terjadilah The Great
Depression 1930-an di Amerika Serikat yang tentunya berpengaruh terhadap negara-negara
lain di dunia.
Akhirnya, pada tahun 1936 terbitlah buku The General Theory of Employment,
Interest and Money karya ekonom Inggris John Maynard Keynes (1883-1946) yang
mengubah pandangan ekonomi dunia, dalam bukunya ia mengungkap kritik terhadap teori
klasik Adam Smith, menurut pandangan keynes mekanisme pasar tidak dapat menjamin
terjadinya keseimbangan bahkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, karena mekanisme
pasar menurut kaum klasik hanya dikendalikan oleh para perusahaan untuk memperoleh
keuntungan maksimal, para produsen memproduksi barang secara terus-menerus, kemudian
mereka akan menurunkan harga barang ketika permintaan sedikit dan akan menaikkan harga
barang ketika permintaan banyak, akhirnya terjadilah deflasi yang tidak terkendali. Karena
itu, Keynes berpendapat bahwa perlu adanya campur tangan pihak yang berwenang dalam hal
ini yaitu pemerintah, untuk mengawasi dan membuat kebijakan-kebijakan apabila keadaan
ekonomi suatu negara tak terkendali. Keynes sangat tidak sependapat dengan Hukum Say dan
teori Adam Smith tentang "penyesuaian mekanisme pasar", menurut Keynes kegiatan
ekonomi akan selalu ditentukan oleh Agregate Demand dan Agregat Supply, melakukan
produksi suatu barang juga harus memperhatikan permintaan masyarakat, karena kelebihan
atau kekurangan produksi besar kemungkinan terjadi. Keynes dalam bukunya The General
Theory of Employment, Interest and Money mengatakan bahwa orang ingin menaikkan
konsumsi mereka begitu pendapatan mereka naik, tetapi tidak sebanyak kenaikan pendapatan
mereka, hal ini berarti pendapatan seseorang dapat digunakan untuk konsumsi dan hal
lainnya, salah satunya untuk ditabung, karena itulah konsumsi naik namun tidak sebesar
kenaikan pendapatannya, hal ini dapat memicu kelebihan produksi apabila pemerintah tidak
mengawasi kegiatan produksi perusahaan.
Keynes juga beranggapan bahwa pengangguran tidak dapat dikendalikan oleh tingkat
upah, menurutnya tingkat upah tidak fleksibel karena sulit untuk naik, dan tidak mungkin
untuk turun, berbeda dari teori klasik yang mengatakan bahwa kelebihan tenaga kerja akan
menurunkan upah dan kekurangan tenaga kerja akan menaikkan upah. Begitu pula dengan
penentuan harga barang, pemerintah dapat ikut andil memberi kebijakan agar perusahaan-
perusahaan tidak sewenang-wenang dalam menaikkan dan menurunkan harga. Jadi, Keynes
berpendapat pasar bebas tidak akan menaikkan perekonomian negara atau mencapai Full
Employment, untuk mencapai hal itu perlu adanya campur tangan pemerintah dalam membuat
kebijakan-kebijakan pemerintah salah satunya dalam menentukan tingkat harga agar inflasi
tetap terkendali.
Banyak tokoh ekonomi yang mendukung teori-teori Keynes ini, para ahli ini dikenal
sebagai keynesian, setelah muncul teori-teori keynesian, ekonomi Amerika Serikat perlahan-
lahan pulih dan dengan dengan ini maka teori keynes banyak digunakan pada berbagai negara
di dunia.

(+)
https://www.researchgate.net/publication/304748835_BUKU_TEORI_EKONOMI

buku teori ekonomi, 10 juli 14.30

https://www.binadarma.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/BUKU-TEORI-EKONOMI_PDF.pdf

publiksi BI, juli 09:30 pm

https://www.bi.go.id/id/publikasi/seri-
kebanksentralan/Documents/6.%20Kebijakan%20Moneter%20di%20Indonesia.pdf

publiksi BI, juli 09:30 pm

http://journal.walisongo.ac.id/index.php/economica/article/view/850/753

jurnal teori invisible hand, 10 juli 22.15

http://proceedings.uhamka.ac.id/index.php/psd/article/view/22

Prosiding kolokium doktor dan semhas penelitian hibah, 10 juli 22.14

Anda mungkin juga menyukai