Anda di halaman 1dari 73

I

SBN:97
8-97
9-1
458-
97-
9

Pr
osi
di
ng Pus
atSa
insAnt
ari
ksa

W O RKSH O P
Ri
setMedan MagnetBumi
dan Apl
ikasi
nya
EDISII

Ba
ndung,
8Sept
ember2
015
PENANGGUNG JAWAB
Kepala Pusat Sains Antariksa

PANITIA
WORKSHOP RISET MEDAN MAGNET BUMI DAN APLIKASINYA

Bandung, 8 September 2015

Visca Wellyanita, M.Si


Mira Juangsih, M.Si
Anton Winarko, S.Si
Sucipto, S.A.B
Raden Yayan Heriana, S.Sos
Patah Supriatna

PENYUNTING
Ketua :
Drs. Jiyo, M.Si

Anggota :
Drs. Mamat Ruhimat, M.Si
Anwar Santoso, M.SI
La Ode Muhammad Musafar Kilowasid, M.Sc
Fitri Nuraeni, M.Si

Tata Letak
Anton Winarko, S.Si
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan hidayah
kepada kita semua sehingga prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya tahun
2015 ini dapat diterbitkan.
Prosiding ini memuat 10 (sepuluh) makalah yang telah dipresentasikan pada workshop yang
dilaksanakan pada tanggal 18 September 2015 di Bandung, yang dihadiri 62 peserta dari 8 lembaga.
Lembaga-lembaga tersebut meliputi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Sekolah
Tinggi Mateorologi, Klimatologi dan Geofiskika (STMKG), Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan (PPPGL), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BVMBG), Institut
Teknologi Bandung (ITB), Pusat Survei Geologi-ESDM, Universitas Mataram, dan satuan kerja di
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Dengan terlaksananya kegiatan ini maka telah terbangun satu forum komunikasi antar komunitas
pengguna informasi medan magnet bumi untuk riset dan aplikasinya. Melalui forum ini telah dilakukan
presentasi hasil riset, simulasi, dan diskusi ilmiah antar peneliti medan magnet bumi dan pengguna
informasinya. Dengan demikian terwujud komunitas riset medan magnet bumi yang semakin bertambah
jumlah dan peningkatan pemahaman tentang pentingya informasi medan magnet bumi, khususnya
untuk peringatan dini bahaya antariksa (space-hazard).
Tema yang dipresentasikan dalam kegiatan ini merupakan hasil penelitian tentang dinamika
magnetosfer berdasarkan variasi medan magnet bumi, metode pengamatan, pengolahan dan interpretasi
data medan magnet bumi, aplikasi informasi medan magnet bumi untuk penelitian geofisika dan
prekursor gempa bumi.
Prosiding ini dapat diwujudkan melalui proses penyuntingan (review) oleh para peneliti yang
berkompeten di Lingkungan LAPAN, perbaikan oleh para penulisnya, dan penyusunan tata-letak oleh
tim penerbitan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
semua pihak terkait yang telah berupaya maksimal untuk mewujudkan prosiding ini.
Suksesnya pelaksanaan workshop juga tidak terlepas dari dukungan kerjasama dari lembaga mitra yang
hadir dan satuan kerja di lingkungan LAPAN. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih dan
apresiasi kepada seluruh mitra yang hadir. Semoga kegiatan ini akan lebih memperkuat kerjasama di
masa mendatang.
Terakhir, kami selalu mengharapkan kritik yang membangun, saran, dan masukan untuk meningkatkan
mutu kegiatan yang telah dilaksanakan.

Bandung, Februari 2016


Kepala Pusat Sains Antariksa

i
SUSUNAN ACARA WORKSHOP RISET MEDAN MAGNET BUMI DAN
APLIKASINYA

Bandung, 8 September 2015


Waktu Kegiatan Pembicara Judul
08.00-08.30 Pendaftaran ulang
Peserta/
Sesi Poster
08.30-09.00 Pembukaan
09.00-09.30 Keynote Speech Dra. Clara Y. Yatini, M.Sc.
09.30-10.00 Rehat Kopi/Sesi
Poster
10.00-10.30 Pembicara 1 Laode M. Musafar, M.Sc. Percepatan Partikel di
Magnetosfer Bumi Melalui
Interkasinya dengan Gelombang
ULF
10.30-11.00 Pembicara 2 Dr. Darharta Dahrin Karakterisasi sifat kemagnetan
batuan untuk Studi
Paleoklimat,Gunungapi dan
Masalah Pencemaran Lingkungan
11.00-11.30 Pembicara 3 Drs. Hasanudin Observasi Magnet Bumi di
BMKG
11.30-12.00 Pembicara 4 Dr. Rer. Nat. Teti Zubaidah, S.T., Observasi dan Riset Geomagnetik
M.T. di Universitas Mataram
12.00-13.30 Isoma
13.30-14.00 Pembicara 5 Muhammad Arif Saifudin, S.T. Aplikasi dan Pemanfaatan
Magnetometer di Satelit LAPAN-
A2 & LAPAN-A3
14.00-14.30 Pembicara 6 Dr. Suaidi Ahadi Pemanfaatan Data Magnet Bumi
untuk Studi Prekursor Gempa
Bumi di Indonesia untuk Jangka
Panjang dan Jangka Pendek.
14.30-15.00 Pembicara 7 Fitri Nuraeni, M.Si. Cuaca Antariksa dan Riset
Geomagnet
15.00-15.30 Resume Workshop
15.30-16.00 Penutupan

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
SUSUNAN ACARA ii
DAFTAR ISI iii
RESUME v

Makalah Workshop Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya


Bandung, 18 September 2015
Analisis Perubahan Medan Geomagnet di Atas Indonesia Terhadap Kejadian Badai 1
Geomagnet Tanggal 17 Maret 2015 dan 23 Juni 2015
(Analysis of Geomagnetic Field Change over Indonesia to Geomagnetic Storm 17th
March 2015 and 23rd June 2015)
A. Santoso, M. Ruhimat, R. Kesumaningrum, S. C. Pranoto, F. Nuraeni, S. Filawati, S.
Latifah, M. Gustia
Respons Gangguan Geomagnet Terhadap Medan Listrik Merger 7
(Geomagnetic Disturbances Response to the Merging Electric Field)
M. Ruhimat, A. Santoso, R. Kesumaningrum, S. Filawati
Korelasi Puncak Gangguan Komponen H Medan Magnet Bumi dengan Durasi Badai 13
Geomagnet
(Correlation of Geomagnetic H Component Disturbances Peak with Geomagnetic
Storm)
Y. H. Ali, S. P. D. Sriyanto, R. Margiono
Metode Empirical Mode Decomposition Untuk Penentuan Nilai Indeks K 18
(Empirical Mode Decomposition Method to Determine K Index Value)
N. Woropalupi, S. Ahadi, M. Syirodjudin
Penerapan Metode Polarisasi Rasio Untuk Deteksi Anomali Emisi Ulf Sebagai 23
Indikasi Prekursor Gempa Bumi Lombok, 22 Juni 2013
(Application of Ratio Polarization Method For Detecting Ulf Emissions as Precursor
Indication Of Lombok Earthquake, June 22nd 2013)
A. D. P. Ratri, S. Ahadi, F. Nuraeni
Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku Fase 28
Pra-Seismik periode September-Oktober 2014
(Analysis of ULF Emission Anomalies as Moluccas Sea Earthquake Precursor Pre-
Seismic Phase period of September to October 2014)
I. Kurniawati, S. Ahadi, P. Harjadi
Analisis Gempa Bumi di Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali Emisi ULF 35
(Analysis of Liwa Earthquake on April 3, 2014 Based on ULF Emission Anomaly)
T. Wulandari*, S. Ahadi, P. J. P. Harjadi
Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua 41
Berdasarkan Perubahan Pola Deklinasi Terhadap Pergerakan Lempeng
(Analysis of Significant Earthquake Events (M ≥ Sr) in Papua Region Based on
Changes in Pattern of Declination to Plate Movement)
N. S. Akuba*, S. Ahadi
Analisis Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Berdasarkan Perubahan Pola 49
Deklinasi dan Perkembangan Lempeng Tektonik
(Analysis of Earthquake Events in Sumatran Region Based on Change of Declination
Pattern and Plate Tectonics Development)
R. A. Sagala dan S. Ahadi

iii
Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan 55
Pola Deklinasi
(Analysis of Significant Earthquakes (M>7.0) on Java Region Based on Changes of
Declination Pattern)
Y. H. Perdana* dan S. Ahadi
DAFTAR PESERTA vi
DOKUMENTASI viii

iv
RESUME
Sepuluh makalah yang dimuat dalam prosiding ini merupakan hasil penelitian tentang respon
medan magnet di Indonesia terhadap kejadian badai geomagnet, respon gangguan geomagnet terhadap
medan listrik merger di magnetosfer, korelasi antara puncak gangguan geomagnet komponen H dengan
durasi badai, dan metode untuk menentukan indeks K. Kemudian penerapan metode polarisasi rasio
untuk mendetekasi anomali emisis gelombang ULF, dan pola deklinasi pergerakan lempeng, keduanya
untuk mendeteksi prekursor gemba bumi.
Makalah pertama membahas respon medan magnet Bumi di beberapa stasiun pengamatan di
Indonesia terhadap badai geomagnet yang terjadi pada tanggal 17 Maret dan 23 Juni tahun 2015.
Korelasi antara badai geomagnet dengan perubahan geomagnet (DH) adalah sekitar 96% (0,96).
Makalah kedua membahas tentang respon gangguan geomagnet terhadap medan listrik merger di
magnetosfer. Dengan menggunakan data hasil pengamatan di stasiun Manado selama 2008 - 2012
ditemukan bahwa gangguan geomagnet di siang hari memiliki korelasi yang baik dengan medan listrik
merger selama rekoneksi dengan koefisien korelasi r = 0,7, sedangkan koefisien korelasi selama waktu
malam adalah r = 0,3.
Korelasi antara puncak gangguan komponen H medan magnet Bumi dengan durasi badai
geomagnet dibahas pada makalah ketiga. Tujuh badai geomagnet yang tercatat di stasiun Tondano
selama Juni 2012 hingga Desember 2013 dibandingkan dengan indeks Dst. Dengan koefisien korelasi
Pearson diperoleh kesimpulan bahwa durasi badai geomagnet mempunyai korelasi Pearson 0,609
dengan puncak gangguan komponen H medan geomagnet, sedangkan korelasinya dengan indeks Dst
adalah 0,870. Makalah berikutnya membahas metode Empirical Mode Decomposition untuk
menentukan indeks K regional Indonesia. Hasilnya menujukkan bahwa pada hari tenang nilai indeks
geomagnet kurang dari 3 dan pada saat badai magnet nilai indeksnya 6-7.
Selanjutnya, 3 makalah membahas prekursor gempa bumi berdasarkan anomali gelombang ULF.
Tiga kasus kejadian gempa bumi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah gempa Lombok pada
22 Juni 2013, gempa bumi di Laut Maluku selama September-Oktober 2014, dan gempa bumi Liwa
pada 3 April 2014. Hasilnya, telah terjadi anomali gelombang ULF pada 5-12 hari sebelum gempa bumi
Lombok, 11 hari sebelum gempa bumi di Laut Maluku, dan 5 hari sebelum gempa di Liwa.
Tiga makalah berikutnya membahas perubahan pola deklinasi sebelum kejadian gempa bumi di
Papua, Sumatera, dan Jawa, menggunakan data pengamatan selama 100 tahun (1915-2014). Dari 5
kejadian gempa di Papua, 4 diantaranya terjadi perubahan deklinasi 10 tahun sebelum dan sesudah
gempa bumi. Di Sumatera terjadi perubahan deklinasi 0,03○ per tahun pada beberapa tahun sebelum
dan sesudah gempa bumi. Kemudian di Pulau Jawa perubahan deklinasi terjadi 1 tahun hingga 4 tahun
sebelum kejadian gempa bumi. Perubahan deklinasi sebesar 0,207395○ terjadi sebelum gempa bumi
dengan kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km dan sebesar 0,332694○ terjadi sebelum gempa
dengan episentrum 60 - 300 km.

v
1
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Analisis Perubahan Medan Geomagnet di Atas Indonesia Terhadap Kejadian


Badai Geomagnet Tanggal 17 Maret 2015 dan 23 Juni 2015
Analysis of Geomagnetic Field Change over Indonesia to Geomagnetic Storm 17th
March 2015 and 23rd June 2015
A. Santoso1,*, M. Ruhimat1, R. Kesumaningrum1, S. C. Pranoto1, F. Nuraeni1, S. Filawati1, S.
Latifah2, M. Gustia2
1
Pusat Sains Antariksa LAPAN
2
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Sebelas Maret
*Email :anwar.santoso@lapan.go.id

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Matahari merupakan sumber penggerak utama cuaca antariksa. Badai geomagnet


Diterima : 8 September 2015 merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi sebagai akibat interaksi
Direview : 9 Oktober 2015 Matahari-Bumi dalam cuaca antariksa tersebut. Akibat badai geomagnet maka
Direvisi : 11 Januari 2016 terjadi gangguan medan geomagnet di seluruh permukaan Bumi yang
Diterbitkan : 6 April 2016 perubahannya berbeda-beda. Perubahan tertinggi terasa di lintang tinggi kemudian
menurun secara eksponensial sampai ke lintang ekuator-rendah. Di tahun 2015
telah terjadi 2 badai geomagnet intensitas kuat dan sangat kuat (diperkirakan
terbesar dalam siklus matahari ke-24) yaitu masing-masing badai geomagnet
PERUJUKAN tanggal 17 Maret 2015 dan badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015. Bagaimana
perubahan medan geomagnet di Indonesia terhadap kejadian badai geomagnet
A. Santoso et al. 2016. Analisis Perubahan tanggal 17 Maret 2015 dan 23 Juni2015? Untuk mengetahui hal tersebut maka
Medan Geomagnet di Atas Indonesia Terhadap dilakukan analisis perubahan komponen H medan geomagnet stasiun Sumedang,
Kejadian Badai Geomagnet Tanggal 17 Maret stasiun Watukosek, Stasiun BMKG Manado dan stasiun BMKG Jayapura
2015 dan 23 Juni 2015. Prosiding Workshop terhadapkedua badai geomagnet tersebut.Analisis perubahan medan geomagnet di
Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, Indonesia terhadap kedua badai geomagnet menunjukkan pola perubahan yang
Edisi I, halaman 1-6, Pusat Sains Antariksa tidak sama. Perubahan medan geomagnet terhadap kejadian badai geomagnet
LAPAN, ISBN 978-979-1458-97-9. tanggal 23 Juni 2015 lebih baik dibandingkan tanggal 17 Maret 2015 yang
ditunjukkan dengan nilai korelasi rata-rata antara indeks Dst dengan variasi
gangguan komponen H medan geomagnet (DH) di Indonesia masing-masing yaitu
96,18% (23 Juni 2015) dan 95,58% (17 Maret 2015). Demikian juga dengan nilai
deviasinya bahwa tanggal 23 Juni 2015 lebih baik daripada tanggal 17 Maret 2015
yaitu masing-masing 16,93 nT dan 18,94 nT (semakin kecil nilai deviasi standar
maka polanya semakin berimpit).
Kata kunci : badai geomagnet tipe SSC dan GS, perubahan medan geomagnet,
cuaca antariksa

Solar activity is known as main drivers of space weather and magnetospheric


phenomena such as geomagnetic storm.The geomagnetic storm is a natural
phenomenon that occurs as a result of the interaction between the Sun and the
Earth in the space weather. Due to the geomagnetic storm then the geomagnetic
field disturbances will occur on the entire Earth's surface. The level (manifestation)
of geomagnetic disturbances on Earth's surface is different. The highest response
was in latitude then decreases exponentially to-low equatorial latitudes. In 2015,
there has been occurred 2 strong geomagnetic storms (They are predicted as the
largest geomagnetic storms in solar cycles 24th), respectively geomagnetic storms
on March 17th, 2015 and geomagnetic storms on June 23rd, 2015. Both of them
are SSC geomagnetic storms. How are the geomagnetic field response in Indonesia
2

Santoso et al. / Analisis Perubahan Medan Geomagnet di Atas Indonesia Terhadap Kejadian Badai Geomagnet ………..

to the geomagnetic storm events on March 17th, 2015 and June 23rd, 2015? To
know about that, we analyzed response of H-component of geomagnetic field from
Sumedang, Watukosek, Manado and Jayapura stations during both these
geomagnetic storms. Analysis of geomagnetic field change in Indonesia to both
geomagnetic storms showed not the same response. Response of geomagnetic field
to the geomagnetic storm during June 23rd, 2015 better than March 17th, 2015 as
indicated by the value of the average correlation between the index Dst with H-
component geomagnetic field variation (DH) in Indonesia respectively are 96.18%
(June 23rd, 2015) and 95.58% (March 17th, 2015). Likewise, the deviation value
of them on June 23rd, 2015 was better than March 17th, 2015, respectively are
16.93 and 18.94nT (the smaller of the standard deviation value then of it’s the
pattern was so closed or better).
Keywords : SSC and GS geomagnetic storm, geomagnetic storm manifestation,
space weather

PENDAHULUAN bersamaan dengan kondisi medan magnet antar planet yang


mengarah ke selatan (Burton et al., 1975; Gonzales et al., 1994;
Badai geomagnet merupakan salah satu fenomena yang
Nagatsuma, 2002; Ballatore and Gonzales, 2003; Russel, 2006,
terkai cuaca antariksa (space weather) yang dapat diukur dari
Gopalswamy, 2009). Ilustrasinya seperti ditunjukkan pada
pengamatan permukaan bumi melalui indeks Dst. Matahari
Gambar 2-1.
merupakan sumber penggerak utama cuaca antariksa. Salah
satu fenomena di matahari yang membangkitkan badai Selama periode meningkatnya aktivitas geomagnet, maka
geomagnet adalah Coronal Mass Ejection (CME) dan Coronal kerapatan plasma ionosfer lintang rendah, medan listrik, dan
Holes (CH). Badai geomagnet menimbulkan gangguan arus akan mengalami kenaikan kuat dan berlangsung secara
geomagnet yang bersifat global dan dapat teramati di seluruh global (Russel, 2006). Penetrasi langsung medan listrik dari
permukaan bumi. Walaupun terjadi di seluruh permukaan daerah lintang tinggi ke lintang yang lebih rendah dan
bumi, namun perubahan gangguan geomagnetnya berbeda- gangguan efek dinamo, keduanya memainkan peran penting
beda terhadap lintang. Perubahan gangguan geomagnet dalam restrukturisasi ionosfer dan termosfer ekuator
terhadap badai geomagnet tertinggi terjadi di lintang tinggi (Maruyama et al., 2005). Respon medan listrik dan arus ekuator
utara-selatan dan menurun secara eskponensial terhadap terhadap gangguan geomagnet telah diuji secara detail pada
penurunan lintang sampai ke lintang rendah dan ekuator. sejumlah besar kasus perkasus dan medan listrik daerah
ekuator telah dipelajari secara statistik maupun model empiris
Untuk mengetahui perubahan gangguan medan magnet di
(Fejer dan Scherliess, 1997; Richmond, 1995; Veenadhari dan
Indonesia terhadap kejadian badai geomagnet maka dilakukan
Alex, 2006). Menurut Santoso (2010), perubahan gangguan
analisis variasi komponen H medan geomagnet dari stasiun-
geomagnet pada saat badai geomagnet dari lintang tinggi ke
stasiun pengamat geomagnet di Indonesia dibandingkan
lintang rendah adalah nilainya berkurang secara eksponensial
dengan indeks Dst menggunakan metode statistik saat kejadian
dan di sekitar lintang 40o LU/LS tampak pola yang menarik
badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 dan 23 Juni 2015.
yaitu sedikit menguat menuju arah ekuator (Chapman, 1961;
Hasil studi berupa kajian dapat dimanfaatkan untuk koreksi dan Rastogi et al., 2004).
bahan pertimbangan dalam kegiatan prediksi atau identifikasi Tingkat gangguan medan geomagnet di lintang rendah dan
badai geomagnet, mitigasi dampaknya terhadap arus GIC dan ekuator dinyatakan dengan indeks Dst dan pertama kali
survei geologi. diperkenalkan oleh Sugiura (1964). Gangguan medan
geomagnet tersebut dicirikan dengan 3 fase yaitu fase awal
LANDASAN TEORI (initial phase), fase utama (main phase) dan fase pemulihan
Ketika CME terjadi, energi dan partikel-partikel bermuatan (recovery phase). Nilai Dst diperoleh dari rata-rata gangguan
terbawa oleh angin surya (solar wind) menjelajah ke seluruh pada komponen H stasiun-stasiun pengamat geomagnet yang
ruang antar planet di jagad raya dalam 3 parameter yaitu terletak di sekitar lintang menengah dan rendah (Hermanus,
parameter kecepatan angin surya (Vsw), kerapatan angin surya Kakioka, Honolulu dan San Juan). Indeks Dst adalah indikator
(Nsw) dan tekanan angin surya (Psw). Pada saat berinteraksi terbaik untuk mengetahui intensitas arus cincin (ring current)
dengan magnetosfer bumi terjadi transfer energi dan dan sangat sensitif untuk menunjukkan tingkat gangguan yang
momentum ke dalam magnetosfer melalui mekanisme berasal dari matahari (Burton et al, 1975; Mayaud, 1980;
rekoneksi. Transfer energi dan momentum dapat terjadi dalam Gonzalez et al., 1994). Badai geomagnet sering berlangsung
bentuk penurunan intensitas medan magnet bumi sebagai sampai beberapa hari. Menurut Kumar et al., 2010 dan
akibat dari rekoneksi magnet. Transfer energi dan momentum Adekoya et al., 2012, kuat badai geomagnet dapat
akan menimbulkan perubahan sistem arus listrik di dalam dikelompokkan menjadi dalam 5 kelas yakni lemah (Dst > -50
magnetosfer dan ionosfer. Perubahan arus tersebut nT); sedang (-50 nT > Dst > -100 nT0; kuat (-100 > Dst > -200
menyebabkan peningkatan aktivitas magnet di seluruh nT); sangat kuat (-200 > Dst > -300 nT) dan super badai (Dst <
permukaan bumi yang dinamakan badai geomagnet. Dengan -300 nT).
demikian, gangguan geomagnet yang dinamakan badai
geomagnet dikendalikan oleh perilaku kopling angin surya-
magnetosfer bumi sebelum, dan pada saat badai geomagnet
berlangsung. Gangguan geomagnet akan semakin kuat
3
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Interplanetary Magnetic Field arah IMF Bz(+) Interplanetary Magnetic Field arah utara
Utara
IMF Bz(-)
Utara
Angin surya

Angin surya

Gambar 2-1: Ilustrasi mekanisme terbentuknya badai geomagnet. Komponen IMF yang dominan
berperan dalam pembentukan badai geomagnet adalah Bz yang mengarah ke selatan
(ke bawah, Bz(-)) (Russel, 2006).
Medan geomagnet yang terukur di permukaan bumi mengalami dilakukan ploting variasi gangguan komponen H medan
variasi dari waktu ke waktu. Variasi medan geomagnet geomagnet dari stasiun pengamat geomagnet di Indonesia.
dinyatakan dengan magnetogram komponen horizontal (H)
atau utara-selatan, deklinasi (D) atau timur-barat dan vertikal Identifikasi terhadap keberadaan data medan geomagnet di
(Z). Perubahan medan geomagnet yang terukur di permukaan Indonesia, diperoleh bahwa hanya 5 stasiun yang datanya dapat
bumi terhadap badai geomagnet adalah berbeda-beda digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini yaitu
bergantung pada karakteristik badai geomagnetnya dan lintang dari Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer (BPAA)
stasiun pengamat geomagnet berada (Brijesh et al., 2005; Sumedang (6°,91’ LS; 107°,83’ BT), Balai Pengamatan
Pandey dan Dubey, 2009). Perubahan medan geomagnet Antariksa dan Atmosfer (BPAA) Pasuruan (7°,34’ LS;
terbesar terjadi di daerah kutub-kutub bumi (utara dan selatan) 112°,40’ BT), stasiun geofisika BMKG Manado (1,30° LU;
dan menurun secara eksponensial menuju ke lintang rendah. 124,93° BT), stasiun geofisika BMKG Kupang (10,21° LS;
Perubahan medan geomagnet di suatu daerah menyatakan 123,65° BT), dan stasiun geofisika BMKG Jayapura (2°,30’
besarnya gangguan medan magnet di daerah tersebut oleh LS; 140°,24’ BT) pada bulan Maret 2015 dan Juni 2015.
badai geomagnet. Untuk menghitung besarnya gangguan
medan geomagnet digunakan formulasi : Setelah data diperoleh, langkah pertama adalah melakukan
identifikasi badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 dan 23
𝐻𝐻(𝑡𝑡) = 𝐻𝐻𝑜𝑜 (𝑡𝑡) + 𝐻𝐻𝑆𝑆𝑆𝑆 (𝑡𝑡) + 𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑡𝑡) Juni 2015 menggunakan data indeks Dst dan CME serta CH.
Selanjutnya, menghitung Sq bulan Maret 2015 menggunakan
𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑡𝑡) = 𝐻𝐻(𝑡𝑡) − 𝐻𝐻𝑜𝑜 (𝑡𝑡) − 𝐻𝐻𝑆𝑆𝑆𝑆 (𝑡𝑡) … (2-1)
data tanggal 10, 30, 5, 14, 9, 15, 13, 27, 26, 12 Maret 2015 dan
dengan DH(t) menyatakan besarnya gangguan komponen H Juni 2015 menggunakan data tanggal 20, 5, 2, 4, 3, 19, 6, 29,
medan geomagnet, H(t) menyatakan besarnya medan 30, 12 Juni 2015 (masing-masing dipilih 5 hari sesuai
geomagnet yang terukur oleh magnetometer, H o (t) merupakan keberadaan data) berdasarkan persamaan (2-2). Hasilnya
besarnya medan geomagnet utama akibat pergerakan inti bumi kemudian digunakan untuk menghitung DH(t)bulan Maret dan
dan H Sq (t) menyatakan besarnya medan geomagnet pada hari Juni 2015 berdasarkan persamaan (2-1). DH(t) hasil
tenang. perhitungan kemudian diplot bersama indeks Dst pada tanggal
H Sq (t) diperoleh dari rata-rata 5 hari paling tenang pada yang sama dan dianalisis. Terakhir menyimpulkan hasil
masing-masing bulan dan dihitung menggunakan formulasi : analisis yang telah diperoleh disesuaikan teori yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN


𝐻𝐻𝑞𝑞1 +𝐻𝐻𝑞𝑞2 +𝐻𝐻𝑞𝑞3 +𝐻𝐻𝑞𝑞4 +𝐻𝐻𝑞𝑞5
𝐻𝐻𝑆𝑆𝑆𝑆 (𝑡𝑡) = …(2-2) Badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 (Dst = -223 nT)
5
dan 23 Juni 2015 (Dst = -195 nT) sampai saat ini diperkirakan
merupakan dua kejadian badai geomagnet terbesar di
dengan indeks q menyatakan hari tenang dan indeks 1 hingga sepanjang siklus matahari ke-24. Kedua badai geomagnet
5 menyatakan urutan hari tenang dalam bulan yang dimaksud. mempunyai perbedaan bentuk visualnya maupun aktivitas di
matahari yang menjadi sumber pembentuknya.
DATA DAN METODOLOGI
Badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 onsetnya terjadi pada
Dalam makalah ini, data yang digunakan meliputi indeks Dst pukul 04.00 UT dan diikuti dengan penurunan indeks Dst pada
(http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dstdir/index.html), katalog hari fase utama badai geomagnet sampai puncaknya di -223 nT
tenang internasional (http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/cgi- (kategori sangat kuat menurut klasifikasi Kumar et al., (2010);
bin/qddays-cgi), katalog kejadian CME Adekoya et al., (2012)) pukul 23.00 UT, seperti ditunjukkan
(http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list/) dan katalog kejadian pada Gambar 4-1. Ketika onset badai geomagnet terjadi, posisi
CH (http://www.solen.info/solar/coronal_holes.html) bulan Indonesia berada di sisi siang. Sedangkan, ketika puncak badai
Januari sampai Juni 2015. Identifikasi badai geomagnet geomagnet terjadi, posisi Indonesia berada di sisi malam
menggunakan indeks Dst bulan Januari sampai Juni 2015 menuju pagi.
diperoleh 2 kejadian badai geomagnet kuat (Dst ≤ -100 nT)
yakni badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 (Dst = -223 nT) Badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 kemungkinan
dan 23 Juni 2015 (Dst = 195 nT). Untuk mengetahui perubahan dibangkitkan oleh kolaborasi antara fenomena CH dan CME
medan geomagnet terhadap kedua badai geomagnet maka beberapa hari sebelumnya. Hal ini karena dua hari sebelum
4

Santoso et al. / Analisis Perubahan Medan Geomagnet di Atas Indonesia Terhadap Kejadian Badai Geomagnet ………..

badai geomagnet (tanggal 15 Maret 2015) telah terjadi pemicunya yaitu dua kejadian CME pada 2 hari sebelumnya
fenomena halo CME dengan lebar sudut > 180o dan diperkuat dengan analisis terhadap komponen H medan
(http://sidc.oma.be/cactus/catalog/LASCO/2_5_0/qkl/2015/03 geomagnet dari stasiun Jayapura (H JYP ) maka dipastikan
/latestCMEs.html) dan fenomena CH dalam periode tanggal bahwa badai geomagnet 23 Juni 2015 bertipe Sudden Storm
14-16 Maret 2015 yang berlokasi di ekstensi CH kutub selatan Commencement (SSC) yang ditandai dengan kenaikan
matahari (www. solen.info/solar/coronal_holes.html). mendadak indeks Dst atau H JYP pada fase awal (initial phase)
pukul 16.00 UT tanggal 21 Juni 2015.
Perubahan terhadap badai geomagnet tertinggi terjadi secara
global di seluruh permukaan bumi. Perubahan tertinggi terjadi
di lintang tinggi baik utara maupun selatan dan menurun secara
eskponensial terhadap penurunan lintang sampai ke lintang
rendah dan ekuator. Badai geomagnet sangat kuat (Dst = -223
nT) tanggal 17 Maret 2015 dan kuat (Dst = -204 nT) tanggal 23
Juni 2015 dibangkitkan oleh jumlah CME yang berbeda
sebelum badai geomagnet. Badai geomagnet sangat kuat
Gambar 4-1: Variasi indeks Dst bulan Maret 2015 (sumber : tanggal 17 Maret 2015 dibangkitkan oleh fenomena CME
http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_provisional/201503/index. tunggal. Sedangkan badai geomagnet kuat tanggal 23 Juni 2015
html) dibangkitkan oleh fenomena CME yang terjadi secara
beruntun. Seharusnya badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015
Bahkan dalam website tersebut dilaporkan bahwa gangguan dengan halo CME beruntun mempunyai intensitasnya lebih
medan geomagnet yang terjadi dalam periode 17-18 Maret besar daripada badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 dengan
2015 kemungkinan dikarenakan oleh Corotating Interaction halo CME tunggal. Namun, kenyataannya intensitas badai
Region (CIR/ dihasilkan oleh CH) dan CME dalam beberapa geomagnet tanggal 23 Juni 2015 dengan halo CME beruntun
hari sebelumnya. Walaupun telah terjadi halo CME dan CH mempunyai intensitasnya lebih kecil daripada badai geomagnet
sebelum badai geomagnet dalam periode yang hampir tanggal 17 Maret 2015 dengan halo CME tunggal. Hal ini
bersamaan, diduga fenomena Halo CME tanggal 15 Maret kemungkinan disebabkan oleh geoefektivitas antariksa pada
2015 lah yang dominan menjadi sumber pembentukan badai saat kedua badai geomagnet terjadi adalah berbeda. Seperti
geomagnet (www.swpc.noaa.gov/sites/default/files/images/ diketahui bahwa geoefektivitas antariksa sangat
u33/StPatrick'sDay_Geomagnetic_Storm.pdf). Analisis visual mempengaruhi pembentukan badai geomagnet (Gopalswamy,
terhadap pola indeks Dst dan komponen H medan geomagnet 2009). Geoefektivitas antariksa dipengaruhi oleh kondisi angin
dari stasiun Jayapura (H JYP ) dipastikan bahwa badai surya dan medan magnet antarlanet dan lokasi interaksinya saat
geomagnet 17 Maret 2015 bertipe Sudden Storm rekoneksi. Hasil identifikasi terhadap angin surya dan medan
Commencement (SSC) yang ditandai dengan kenaikan magnet antarplanet menunjukkan bahwa interaksi antara angin
surya dan medan magnet antarplanet arah selatan dengan
mendadak indeks Dst atau H JYP pada fase awal (initial phase).
magnetosfer pada badai geomagnet 17 Maret 2015 terjadi di
Badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015 onsetnya terjadi pada sisi siang pukul 04.00 UT (pukul 11.00 WIB atau pukul 12.00
pukul 16.00 UT dan diikuti dengan penurunan indeks Dst pada WITA atau 13.00 WIT). Sedangkan pada badai geomagnet 23
fase utama badai geomagnet sampai puncaknya di -204 nT Juni 2015 terjadi di sisi malam 16.00 UT (pukul 23.00 WIB
(kategori kuat menurut Kumar et al., (2010); Adekoya et al., atau 24.00 WITA atau 01.00 WIT hari berikutnya). Sehingga,
(2012)) pukul 05.00 UT, seperti ditunjukkan pada Gambar 4-2. puncak amplitudo gangguan medan geomagnet pada badai
Ketika onset badai geomagnet terjadi, posisi Indonesia berada geomagnet 17 Maret 2015 lebih besar daripada badai
di sisi malam. Sedangkan, ketika puncak badai geomagnet geomagnet 23 Juni 2015. Selain itu, pada kejadian badai
terjadi, posisi Indonesia berada di sisi tengah hari. geomagnet tanggal 17 Maret 2015, arah Bz relatif cenderung
terus mengarah ke selatan dalam beberapa jam setelah
rekoneksi dengan nilai Bz = -18 nT. Sedangkan pada kejadian
badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015 walaupun nilai Bz-nya
= -26 nT namun arahnya berfluktuasi setelah rekoneksi.
Diduga, kondisi ini pulalah yang menyebabkan perbedaan
intensitas pada kedua kejadian badai geomagnet tersebut.

Gambar 4-2: Indeks Dst bulan Juni 2015. (sumber :


http://wdc.kugi.kyoto.ac.jp/dst_realtime/201506/index.html)

Badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015 dibangkitkan oleh dua


fenomena CME berurutan di permukaan matahari yaitu tanggal
21 dan 22 Juni 2015. Akibatnya bentuk pola indeks Dst yang
ditunjukkannya berbeda dengan badai tanggal 17 Maret 2015. Gambar 4-3: Variasi gangguan komponen H medan
Pola indeks Dst pada badai geomagnet 23 Juni 2015 secara geomagnet di Indonesia dan indeks Dst saat kejadian badai
visual ampak seperti berpola badai geomagnet Gradual Storm geomagnet tanggal 17 Maret 2015
(GS). Namun, identifikasi lebih lanjut terhadap sumber
5
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Gambar 4-4 menunjukkan perubahan medan geomagnet di


sekitar Watukosek-Pasuruan, Kupang dan Jayapura serta
indeks Dst dalam kejadian badai geomagnet tanggal 23 Juni
2015. Pada Gambar 4-4 diperoleh hal yang berbeda yaitu
secara visual tampak bahwa nilai indeks Dst minimum lebih
kecil daripada nilai DH minimum. Selisih antara Dst minimum
dengan DH minimum rata-rata nilainya adalah 56,7 nT (lihat
Tabel 4-2). Hal ini merepresentasikan bahwa perubahan medan
geomagnet di Indonesia lebih besar dibandingkan di lintang
menengah (lokasi indeks Dst diambil). Kecepatan perubahan di
Indonesia relatif hampir sama dengan di lintang menengah. Hal
ini ditunjukkan dengan DH minimum di Indonesia terjadi
hampir bersamaan dengan minimumnya indeks Dst. Fenomena
Gambar 4-4: Variasi gangguan komponen H medan lebih kuatnya perubahan medan geomagnet di Indonesia
geomagnet di Indonesia dan indeks Dst saat kejadian badai terhadap badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015 terkait dengan
geomagnet tanggal 23 Juni 2015. sumber pembangkitan badai geomagnetnya yaitu 2 kejadian
halo CME yang terjadi secara berurutan tanggal 21 dan 22 Juni
Gambar 4-3 dan 4-4 menampilkan plot variasi terganggu 2015. Analisis secara statistik kaitan antara variasi gangguan
komponen H medan geomagnet dari beberapa stasiun komponen H medan geomagnet (DH) di Indonesia dengan
pengamat geomagnet di wilayah Indonesia yaitu stasiun indeks Dst terhadap badai geomagnet 23 Juni 2015, seperti
Sumedang (DH SMD ), Waktukosek (DH WTK ), Jayapura ditampilkan pada Tabel 4-2.
(DH JYP ), Kupang (DH KPG ), dan Manado (DH MND ) bersama
dengan indeks Dst saat kedua badai geomagnet terjadi. Tabel 4-2: Nilai korelasi antara indeks Dst dan variasi
gangguan komponen H medan geomagnet saat badai
Gambar 4-3 menunjukkan perubahan medan geomagnet di geomagnet tanggal 23 Juni 2015
sekitar Sumedang, Watukosek-Pasuruan, Manado dan
Jayapura serta indeks Dst terhadap badai geomagnet tanggal 17 Deviasi
Yang
Maret 2015. Pada gambar tersebut secara visual tampak bahwa No Korelasi Deviasi Dstmin-
dikorelasikan
nilai indeks Dst minimum lebih besar daripada nilai DH DHmin
minimum. Selisih antara Dst minimum dengan DH minimum 1 Dst-DH_WTK 96,25% 15,97 nT 52 nT
rata-rata nilainya adalah -17,5 nT (lihat Tabel 4-1). Hal ini
merepresentasikan bahwa perubahan medan geomagnet di 2 Dst-DH_KPG 96,33% 18,64 nT 62 nT
Indonesia lebih kecil dibandingkan di lintang menengah (lokasi
3 Dst-DH_JYP 96,00% 16,18 nT 56 nT
indeks Dst diambil). Namun demikian, kecepatan perubahan di
Indonesia lebih cepat daripada di lintang menengah yang RATA-RATA 96,18% 16,93 nT 56,7 nT
ditunjukkan dengan DH minimum di Indonesia lebih dulu
terjadi dibandingkan indeks Dst minimum. Fenomena lebih Dari Tabel 4-2 diperoleh bahwa nilai korelasi dan deviasi rata-
kecilnya perubahan medan geomagnet di Indonesia terhadap rata antara indeks Dst dengan gangguan medan geomagnet
badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 diduga terkait dengan komponen H di Indonesia dalam kejadian badai geomagnet 23
sumber pembangkit badai geomagnetnya yaitu hanya CME Juni 2015 masing-masing adalah 96,18% dan 16,93 nT.
tunggal tanggal 15 Maret 2015. Secara statistik kaitan antara
variasi gangguan komponen H medan geomagnet (DH) di Dari kedua tabel di atas dapat dikatakan bahwa perubahan
Indonesia dengan indeks Dst terhadap badai geomagnet 17 medan geomagnet di Indonesia terhadap kejadian badai
Maret 2015, seperti ditampilkan pada Tabel 4-1. geomagnet tanggal 23 Juni 2015 lebih baik dibandingkan
dengan tanggal 17 Maret 2015. Hal ini ditunjukkan dengan
Tabel 4-1: Nilai korelasi antara indeks Dst dan variasi nilai korelasi rata-rata antara variasi indeks Dst dan variasi
gangguan medan geomagnet komponen H terhadap badai gangguan geomagnet komponen H di Indonesia (DH) saat
geomagnet tanggal 17 Maret 2015 badai geomagnet 23 Juni 2015 lebih besar daripada tanggal 17
Deviasi Maret 2015 yaitu masing-masing 96,18% dan 95,58%.
Yang Demikian juga dengan nilai deviasi standar rata-rata antara
No Korelasi Deviasi Dstmin-
dikorelasikan variasi indeks Dst dan variasi gangguan komponen H medan
DHmin
geomagnet di Indonesia (DH) saat badai geomagnet 23 Juni
1 Dst-DH_SMD 93,72% 22,20 nT -5 nT 2015 lebih baik daripada tanggal 17 Maret 2015 yaitu masing-
2 Dst-DH_WTK 87,47% 31,12 nT -11 nT masing 16,93 nT dan 18,94 nT (nilai deviasi standar semakin
3 Dst-DH_MND 95,14% 19,99 nT -11 nT kecil maka polanya semakin berimpit).
4 Dst-DH_JYP 96,02% 17,89 nT -43 nT
RATA-RATA 95,58% 18,94 nT -17,5 nT KESIMPULAN
Dari Tabel 4-1 diperoleh bahwa nilai korelasi dan deviasi rata- Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa perubahan
rata antara indeks Dst dengan gangguan medan geomagnet medan geomagnet dari kejadian badai geomagnet tanggal 23
komponen H di Indonesia dalam kejadian badai geomagnet 17 Juni 2015 lebih baik dibandingkan tanggal 17 Maret 2015. Hal
Maret 2015 masing-masing adalah 95,5% dan 18,94 nT. ini ditunjukkan dengan nilai korelasi rata-rata antara indeks Dst
6

Santoso et al. / Analisis Perubahan Medan Geomagnet di Atas Indonesia Terhadap Kejadian Badai Geomagnet ………..

dengan gangguan medan geomagnet komponen H di Indonesia Maruyama N., Richmond A. D., Fuller-Rowell T. J., Codrescu
dari kejadian badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 dan 23 M. V., Sazykin S., Toffoletto F. R., Spiro R. W., Millward G.
Juni 2015 yaitu masing-masing 96,18% dan 95,58%. Demikian H., 2005, Interaction between direct penetration and
juga dengan nilai deviasinya bahwa tanggal 23 Juni 2015 lebih disturbance dynamo electric fields in the storm-time equatorial
baik daripada tanggal 17 Maret 2015 yaitu masing-masing ionosphere, Geophysical Research Letters Vo. 32, L17105.
16,93 nT dan 18,94 nT (nilai deviasi standar semakin kecil
Mayaud, P.N., 1980, Derivation, meaning and use of
maka polanya semakin berimpit). Masih diperlukan penelitian
lanjutan dengan data kejadian badai geomagnet lainnya yang geomagnetic indices, Geophysical monograph 22. America
lebih banyak untuk mendapatkan hasil kesimpulan yang lebih Geophysical Union, Washington, DC.
akurat.
Nagatsuma T., 2002, “Geomagnetic storm”, Journal of the
UCAPAN TERIMA KASIH communications research laboratory, 49, No. 3.

Terima kasih disampaikan kepada Kabid Geomagnet dan Pandey S. K., and Dubey S. C., 2009, Characteristic features
Magnet Antariksa, Pusat Sains Antariksa-LAPAN atas of large geomagnetic storms observed during solar cycle 23,
masukan dan saran pada review awal sebelum makalah ini Indian Journal of radio & Space Physics, 38, pp. 305-312.
diusulkan untuk masuk dalam Workshop Geomagnet 2015.
Rastogi R. G., Kitamura T., and Kitamura K., 2004,
Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala ICSWSE
Geomagnetic field variations at the equatorial electrojet
Kyushu University (Dulu bernama SERC Kyushu University
yang dikepalai Prof. Kiyohumi Yumoto) atas station in Sri Lanka, Peredinia, Annales Geophysicae, 22,
diperkenankannya menggunakan data MAGDAS di Manado, 2729-2739.
Kupang dan Jayapura.. Richmond, A. D., 1995, The ionospheric wind dynamo: Effects
of its coupling with different atmospheric regions, in The upper
DAFTAR RUJUKAN mesosphere and lower thermosphere: A Review of experiment
Adekoya B. J., Chukwuma V. U., Bakare N. O., and David T. and theory, Geophys. Monogr. Ser., Vol. 87, R. M. Johnson
and T. L. Killeen, Eds. AGU, Washington DC, pp. 49-65.
W., 2012, Effects of geomagnetic storm on middle latitude
ionospheric F2 during storm of 2-6 April 2004, Indian Journal Russell C.T., 2006, The solar wind interaction with the Earth’s
of Radio & Space Physics, Vol. 41, pp 606-616. Magnetosphere : Tutorial, Department of Earth and space
sciences and Institute of Geophysics and Space Physics of
Ballatore P. and W. D. Gonzalez, 2003, On the estimates of University of California, Los Angeles.
ring current injection and decay, Earth Planets Space, 55, 427-
435. Santoso A., 2010, Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar
Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet, Prosiding Pertemuan
Brijesh Singh, S. C. Dubey, D. P. Tiwari and A. K. Tripathi, Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang, pp. 275-283.
2005, The study of large geomagnetic storms observed during
of period 1986-2002, 29th International cosmic ray conference Sugiura M., 1964, Hourly values of equatorial Dst for IGY,
Pune, 2, pp. 299-302. Ann. Int. Geophys. Year, 35, 9-45.

Burton, R. K., R. L. McPherron, and C. T. Russell, 1975, An Veenadhari B., and Alex S., 2006, Space weather effects on low
empirical relationship between interplanetary conditions and latitude geomagnetic field and ionospheric plasma response,
Dst, J. Geophys. Res., 80, 4204–4214. ILWS Workshop 2006, GOA.

Chapman S., 1951, The equatorial electrojet as detected from http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dstdir/index.html, pusat data
the abnormal electricurrents distribution above Huancayo, indeks Dst
Peru and elsewhere: Arch. Metrol. Geophys. Bioklimatol, A4, http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/cgi-bin/qddays-cgi, data hari
368-390. tenang internasional
Fejer B. G. and Scherliess L., 1997, Empirical models of storm http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list/), katalog kejadian CME
time equatorial zonal electric fields, J. Geophys. Res., Vol.
102, pp. 24047-24056. http://www.solen.info/solar/coronal_holes.html, katalog
kejadian CH
Gonzales, W.D., J.A. Joselyn, Y. Kamide, H.W. Kroehl, G.
http://www.swpc.noaa.gov/sites/default/files/images/u33/StPa
Rostoker, B.T. Tsurutani, and V.M. Vasyliunas, 1994, “What
trick'sDay_Geomagnetic_ Storm.pdf, National Weather
is a geomagnetic storm?“, Journal of Geophysical Research, Service, membahas tentang kejadian badai geomagnet 17
99, pp. 5771-5792. Maret 2015
Gopalswamy N., 2009, Halo coronal Mass ejections and
geomagnetic storm, Earth Planet Space, 61, 1-3.
Kumar P., Uddin W., Taori A., Chandra R., and Bisht S., 2010,
Ionospheric response to the space weather event of 18
November 2003- An investigation, Indian Journal of Radio &
Space Physics, Vol 39, pp 290-295.
7
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Respons Gangguan Geomagnet Terhadap Medan Listrik Merger


Geomagnetic Disturbances Response to the Merging Electric Field
M. Ruhimat*, A. Santoso, R. Kesumaningrum, S. Filawati
Pusat Sains Antariksa LAPAN
*Email : mamat.ruhimat@lapan.go.id

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Rekoneksi magnet adalah proses fisik yang terjadi pada magnetosfer ketika medan
Diterima : 8 September 2015 magnet antarplanet paralel atau antiparalel dengan garis-garis medan magnet bumi.
Direview : 9 Oktober 2015 Selama rekoneksi, energi angin surya ditransfer ke magnetosfer. Fenomena tersebut
Direvisi : 21 Januari 2016 dapat dipantau di bumi dalam bentuk peningkatan gangguan geomagnet. Kami
Diterbitkan : 6 April 2016 menganalisis hubungan antara fenomena magnetosfer dan gangguan medan magnet
bumi untuk memahami karakteristik gangguan geomagnet yang berasal dari
variabilitas medan listrik selama rekoneksi. Dalam analisis kita menggunakan
angin surya dan data medan magnet antarplanet serta variasi medan geomagnet
PERUJUKAN diamati dari Observatorium Manado dari 2008 ke 2012. Kami menemukan bahwa
gangguan geomagnet di siang hari memiliki korelasi yang baik dengan medan
Ruhimat et al. 2016. Respons Gangguan listrik merger selama rekoneksi dengan koefisien korelasi r = 0,7, sedangkan
Geomagnet Terhadap Medan Listrik Merger. koefisien korelasi selama waktu malam adalah r = 0,3.
Prosiding Workshop Riset Medan Magnet
Bumi dan Aplikasinya, Edisi I, hal. 7-12, Pusat Kata kunci : rekoneksi magnet, magnetosfer, gangguan geomagnet, medan listrik
Sains Antariksa LAPAN, ISBN 978-979-1458- merger
97-9.
Magnetic reconnection is a physical process which occur in the magnetosphere
when the interplanetary magnetic field parallel or antiparallel with the Earth’s
magnetic field lines. During reconnection, the solar wind energy is transferred to
the magnetosphere. Such phenomena can be monitored on the Earth in the form of
the increase of geomagnetic disturbance. We analyzed the correlation between
magnetospheric phenomena and Earth’s magnetic field disturbance to understand
the characteristics of geomagnetic disturbance which comes from the variability of
electric field during reconnection. In the analysis we use the solar wind and
interplanetary magnetic field data and the variation of geomagnetic field observed
from Manado observatory from 2008 to 2012. We found that the geomagnetic
disturbance in the day time has good correlation with the electric field during
reconnection with correlation coefficient r = 0.7, while the correlation coefficient
during night time is r = 0.3
Keywords : magnetic reconnection, magnetosphere, geomagnetic disturbance,
Merging electric field

1. PENDAHULUAN geomagnet dan tegak lurus kecepatan angin surya di


Gangguan geomagnet merupakan fenomena alam yang magnetosfer yang akan menghasilkan medan listrik merger.
sering muncul akibat dari medan geomagnet berinteraksi
dengan medan magnet lainnya, dapat bersumber dari dalam Dengan melakukan pengamatan parameter angin surya dan
atau luar bumi. Ketika medan geomagnet berinteraksi dengan gangguan geomagnet diharapkan dapat memahami proses
medan magnet matahari yang dibawa oleh angin surya yakni rekoneksi yang terjadi di magnetosfer dan efeknya terhadap
medan magnet antarplanet/ Interplanetary Magnetic Field medan geomagnet. Dalam proses rekoneksi yang terjadi di sisi
(IMF), maka akan berlangsung proses tranfer energi. Proses ini siang akan menghasilkan medan listrik merger, dengan
dikenal dengan peristiwa rekoneksi magnet, apabila arah mengkorelasikan parameter medan listrik merger di
medan magnet antarplanet berlawanan arah dengan medan magnetosfer dengan gangguan geomagnet di permukaan bumi
dapat diketahui responnya.
8

Ruhimat et al. / Respons Gangguan Geomagnet Terhadap Medan Listrik Merger

2. LANDASAN TEORI magnet matahari yang dibawa oleh angin surya maka terjadilah
transfer energi yang besar dalam magnetosfer bumi. Efek
Rekoneksi magnet memiliki peranan penting dalam
magnet dapat dilihat melalui arus cincin di lintang menengah
konversi energi yang tersimpan dalam medan magnet. Interaksi
dan rendah. Energi arus cincin dikendalikan oleh ion berenergi
angin surya dengan magnetosfer bumi menyebabkan
yang terinjeksikan ke dalam magnetosfer melalui mekanisme
serangkaian fenomena, karakter dan perubahan intensitas
rekoneksi antara medan magnet antarplanet dan medan magnet
secara signifikan dengan parameter angin surya. Fenomena
magnetosfer.
yang paling intensif, seperti konveksi plasma akan memicu
generasi sistem arus global, terkait dengan adanya medan Burton at al. (1975) memperkenalkan sebuah persamaan
listrik skala besar di magnetosfer. Kemunculan medan listrik diferensial sederhana untuk menggambarkan evolusi Dst yang
inilah yang paling sering diperhitungkan dalam proses terkoreksi oleh kondisi-kondisi angin surya sebagai berikut :
rekoneksi garis gaya medan magnet tersebut di magnetopause
dDst * Dst *
dan di magnetotail (Pudovkin,1985). Konsep rekoneksi = Q(t ) − …(2-1)
diperkenalkan dalam fisika magnetosfer bahwa rekoneksi dt τ
dapat terjadi di sisi siang magnetosfer bumi di magnetopaus
dan di ekor magnetosfer (magnetotail). Ilustrasinya dengan τ adalah konstanta waktu luruh yang menandai
ditunjukkan pada Gambar 2-1. hilangnya partikel-partikel arus cincin ke atmosfer melalui
presipitasi dan pergantian muatan, Q adalah laju injeksi energi
Medan magnet antarplanet mempunyai 3 komponen yaitu Bx, arus cincin, dalam metode Ballatore dan Gonzales (2003)
By dan Bz. Diantara ketiga komponen tersebut yang berperan diberikan sebagai fungsi E m (mV/m) yaitu proyeksi ekuatorial
dominan dalam pembentukan badai geomagnet adalah IMF Bz. medan listrik merger dan Dst* yang merupakan Dst terkoreksi
Dalam Gambar 2-1 IMF Bz mengarah ke utara (ke atas)-selatan oleh efek tekanan angin surya (P sw ) dan arus cincin pada
(ke bawah)(Russell,2002). kondisi tenang. Perumusan Dst* dituliskan dalam persamaan
(2-2) sebagai berikut:
Beberapa studi oleh Koskinen dan Tanskanen(2002), Echer et

Interplanetary Magnetic Field selatan Interplanetary Magnetic Field utara

Utara

Utara Angin
surya
Angin
surya

Gambar 2-1: Ilustrasi mekanisme terjadinya badai geomagnet setelah “interplanetary shock” (Russell, 2002)

al. (2008) menunjukkan bahwa terlepas dari sumber asalnya, Dst* = Dst – b (P sw )1/2 + c …(2-2)
faktor utama yang menyebabkan letusan matahari menjadi
dengan b dan c adalah konstanta.
geoeffective adalah lama dan besar medan magnet antarplanet
(IMF) komponen Bz mengarah ke selatan. Peran penting dari Burton et al. (1975) menyatakan bahwa input energi arus cincin
Bz arah selatan cukup mampu menjelaskan, bagaimana rekoneksi dipertimbangkan sebanding dengan parameter
orientasi tertentu dari Bz memungkinkan transfer energi, massa upstream VB s , dengan V adalah komponen kecepatan angin
dan momentum yang efisien dari angin surya menuju surya dan B s adalah komponen B z arah selatan. Kan dan Lee
magnetosfer bumi melalui proses rekoneksi magnet (Rawat et (1979), Akasofu (1981) dan Gonzales (1990) memperkenalkan
al, 2010). medan listrik merger (merging electric field) yang masuk
magnetosfer sebagai parameter E m , yang merepresentasikan
Pemeriksaan rekaman yang berkesinambungan dari setiap
medan listrik rekoneksi di zona ekuatorial dengan formulasi :
komponen medan geomagnet biasanya mengungkapkan dua
jenis variasi yaitu pertama, rekaman menunjukkan variasi yang E m = VBt sin 2  φ  …(2-3)
halus atau licin yang dikenal dengan variasi tenang (Sq) dan  2
kedua, rekaman yang kadang-kadang menunjukkan fluktuasi
dengan E m dalam mV/m dan B t adalah [(B y ) + (Bz ) ] proyeksi
2 2

cepat dan tidak teratur disebut sebagai gangguan geomagnet.


Gangguan geomagnet dapat dikelompokan menjadi dua IMF pada bidang Y-Z dan φ adalah sudut antara B t dengan
kejadian yang berbeda yaitu substorm dan storm (badai). Badai sumbu Z dan juga mempertimbangkan komponen B y IMF
adalah reaksi global untuk kondisi antarplanet ekstrim dalam perhitungan karena perilaku komponen B y berpengaruh
terutama setelah peristiwa erupsi matahari seperti lontaran terhadap variasi intensitas arus elektrojet yaitu sebuah
massa korona (coronal mass ejection, CME) (Zaourar et al., komponen arus di sekitar ekuator (Velichko et al., 2002).
2013). Ketika medan geomagnet berinteraksi dengan medan
9
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

3. DATA DAN METODOLOGI Tabel 4-1: Kejadian gangguan geomagnet di Manado


Metode yang digunakan dalam mengetahui peristiwa No Onset Siang hari No Onset Malam hari
rekoneksi magnet di magnetosfer dengan analisis statistik. 1 05-Sep-08 1 08-Mar-08
Dalam penelitian ini digunakan data: 2 11-Okt-08 2 14-Jun-08
- Variasi harian geomagnet dari stasiun Manado 3 02-Mei-10 3 27-Mei-10
(Koordinat geografi 1,44o LU, 124,84o BT; Koordinat 4 03 Ags 10 4 06-Jan-11
Geomagnet 6,91o LS, 196,06o BT) mulai tahun 2008 5 11-Okt-10 5 04-Feb-11
sampai dengan 2012. Pemilihan stasiun geomagnet 6 01-Mar-11 6 27-Mei-11
yang digunakan dalam penelitian ini terkait dengan 7 04-Jun-11
kelengkapan data dalam kurun waktu 4 tahun ini yang 8 22-Jan-12
cukup banyak merekam kejadian badai magnet dan
lokasinya berada di lintang geomagnet rendah yakni
lebih kecil dari 10o LS.
- Angin surya dan medan magnet antarplanet tiap jam
dari Goddard Space Flight Center, http:
omniweb.gsfc.nasa.gov/form/dx1.html.
Langkah-langkah yang dikerjakan dalam pengolahan data
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kejadian badai geomagnet dengan
menggunakan indeks Dst
b. Mengolah data Sq (variasi hari tenang geomagnet)
pada tanggal kejadian gangguan menggunakan model
empirik hari tenang geomagnet (Ruhimat et al., 2013,
dan Yamazaki et al. ,2011).
Gambar 4-1 : a) Variasi geomagnet komponen H dari stasiun
c. Menghitung gangguan geomagnet ((∆H) tiap jam Manado pada tanggal 11 Oktober 2008. b) Variasi hari tenang
dengan cara menghitung selisih variasi harian menggunakan model empirik. c) Gangguan geomagnet dari
geomagnet komponen H dikurangi variasi Sq. stasiun Manado terjadi mulai pukul 07 UT.
d. Menghitung medan listrik merger Em, saat terjadi
Kondisi angin surya pada tanggal 11 Oktober 2008 ditunjukan
proses rekoneksi berdasarkan persamaan (2-3).
dalam Gambar 4-2. Kerapatan partikel pada pukul 4 UT hingga
Menghitung korelasi antara medan listrik merger (Em) dengan pukul 8 UT meningkat hingga mencapai 30 partikel/cm3,
gangguan geomagnet (∆H) Manado pada kejadian siang hari sementara kecepatan angin surya sekitar 300 km/detik. Setelah
dan malam hari. pukul 06 UT kecepatan angin surya mulai meningkat secara
berangsur-angsur hingga mencapai 500km/detik.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4-3 menunjukkan kurva medan magnet antarplanet
Dalam kurun waktu 2008 sampai dengan 2012 gangguan komponen By dan Bz serta indeks Dst pada tanggal 11 Oktober
geomagnet di Manado tercatat hanya 14 kejadian gangguan 2008. Perhatikan kurva medan magnet antarplanet komponen
geomagnet terdiri dari 8 gangguan terjadi sisi siang hari Bz, pada pukul 07 UT hingga pukul 09 UT dalam kondisi
(magnetopause) dan 6 gangguan terjadi sisi malam hari negatif atau dengan kata lain Bz mengarah ke Selatan. Pada
(magnetotail). Rincian kejadiannya tercantum dalam tabel 4-1. kondisi seperti ini medan magnet antarplanet Bz (ke arah
Selatan) berlawanan arah dengan medan magnet bumi di
Gambar 4.1 kurva a) yang menunjukkan variasi geomagnet
magnetosfer (ke arah Utara), sehingga terjadi proses rekoneksi
komponen H dari stasiun Manado pada tanggal 11 Oktober
magnet mulai sekitar pukul 08 UT. Pada proses rekoneksi
2008. Kurva b) menunjukkan variasi hari tenangnya yang
terjadi transfer energi dari angin surya ke magnetosfer. Partikel
dihitung menggunakan model empirik untuk Manado yang
angin surya masuk ke magnetosfer bagian dalam. Dalam
dikembangkan Ruhimat (2013). Kurva c) menunjukkan
Gambar4-2 pada sekitar pukul 08 UT kerapatan partikel
gangguan geomagnet di stasiun Manado pada tanggal 11
menurun ini menandakan proses rekoneksi terjadi, sementara
Oktober 2008. Gangguan geomagnet dimulai (onsetnya) sekitar
kecepatan angin surya meningkat terus.
pukul 07 UT. Kemudian fase utama gangguan berlangsung dari
pukul 07 UT hingga pukul 11 UT, digambarkan dengan
menurunnya intensitas geomagnet. Selanjutnya setelah pukul 11
UT berlangsung fase pemulihan (recovery) yaitu kurva
intensitas geomagnetnya naik untuk kembali pada kondisi
normal. Gangguan geomagnet yang ditunjukkan dalam Gambar
4-1 merupakan salah satu contoh kejadian gangguan yang
terjadi pada siang hari atau bagian magnetosfer belahan siang
hari.
10

Ruhimat et al. / Respons Gangguan Geomagnet Terhadap Medan Listrik Merger

Gambar 4-4: a) Variasi geomagnet komponen H dari stasiun


Gambar 4-2: Kondisi angin surya yang ditunjukkan dengan Manado pada tanggal 14 Juni 2008. b) Variasi hari tenang
kecepatan dan kerapatan partikel angin surya. menggunakan model empirik. c) Gangguan geomagnet dari
stasiun Manado terjadi mulai pukul 19 UT.

Gambar 4-3: Kurva medan magnet antarplanet komponen By Gambar 4-5: Kecepatan dam kerapatan angin surya pada
dan Bz serta indeks Dst pada tanggal 11 Oktober 2008. tanggal 14 Juni 2008

Dengan cara yang sama seperti Gambar 4-1 diperoleh Gambar Gambar 4-7 menunjukkan korelasi gangguan geomagnet dari
4-4 yang menunjukkan kejadian gangguan geomagnet terjadi Manado dengan medan listrik merger Em pada kejadian siang
pada malam hari. Kejadian gangguan ini diawali dengan hari. Koefisien korelasinya diperoleh sebasar r = 0,7. Hal ini
adanya peningkatan intensitas geomagnet komponen H di menunjukkan gangguan geomagnet di Manado pada siang hari
sekitar pukul 12 UT dan mulai turun kembali pada pukul 19 memiliki keterkaitan yang kuat dengan medan listrik merger.
UT. Dalam Gambar 4-5 terlihat pada pukul 12 UT ada Dengan kata lain kecepatan angin surya dan medan magnet
peningkatan kerapatan partikel angin surya sampai pada pukul antarplanet mempengaruhi gangguan geomagnet di permukaan
17 UT dan mencapai kisaran 30 partikel/cm3, dan setelah itu bumi disisi siang hari.
menurun. Kecepatan angin surya yang semula relatif konstan
di kisaran 300 km/detik kemudian berangsur-angsur naik
setelah pukul 12 UT hingga mencapai 500 km/detik pada pukul
23 UT.
Gambar 4-6 menunjukkan kondisi medan magnet antarplanet
By dan Bz serta indeks Dst pada tanggal 14 Juni 2008, yang
menunjukkan adanya kejadian gangguan geomagnet. Pada
pukul 12 UT ada peningkatan indeks Dst sampai mencapai +35
nT dan kemudian pukul 19 UT indeks Dst mulai turun
intensitasnya sebagai tanda dimulainya fase utama dari
gangguan geomagnet. Penurunan indeks Dst ini dipicu oleh
medan magnet antarplanet Bz yang mengarah ke selatan yaitu
adanya proses rekoneksi.
Gambar 4-6: Medan magnet antar planet By dan Bz serta
indeks Dst tanggal 14 Juni 2008
11
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dan
International Center for Space Weather Science and Education
(ICSWSE) Kyushu University yang telah bekerja sama dalam
pengamatan medan magnet bumi di Indonesia serta kepada
Pusat Sains Antariksa yang mendanai penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

Gambar 4-7: Korelasi gangguan geomagnet di Manado dengan Akasofu S.L., (1981), Energy coupling between the solar wind
medan listrik merger Em pada kejadian siang hari. and the magnetosphere, Space Sci. Rev., 28, 121-190.

Korelasi gangguan geomagnet di Manado dengan medan listrik Ballatore P and Gonzales W D., (2003) , On the estimates of
merger pada kejadian malam hari ditunjukan dalam Gambar 4- the ring current injection and decay, Earth Planets Space, 55,
8. Koefisien korelasinya diperoleh r = 0,3 dan termasuk dalam 427-435.
kategori lemah. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan Burton, R. K., R. L. McPherron, and C. T. Russell, (1975), An
geomagnet tidak secara dominan dipengaruhi oleh medan empirical relationship between interplanetary conditions and
listrik merger. Masih ada proses lain yang terjadi di ionosfer Dst, J. Geophys. Res., 80, 4204-4214.
yang mempengaruhi kejadian gangguan geomagnet malam
hari. Dengan kata lain persamaan medan listrik merger ini Echer E., Gonzales W D., Tsurutani B T.,(2008), Interplanetary
berlaku untuk peristiwa rekoneksi siang hari saat kecepatan condition leading to superintense geomagnetic storms (Dst≤-
tegak lurus medan magnet. 250) during solar cycle 23, Geophysical Research Letters, Vol.
35, L06S03, 1-5.
Gonzales W. D., (1990), An unified view of solar wind –
magnetosphere coupling functions, Planet Space Sci., 38, 627-
632.
Kan J R. and L C Lee., (1979), Energy Coupling Fuction and
Solar Wind-Magnetosphere Dynamo, Geophysical Research
Letters, Vol. 6 , no. 7, 577-580.
Koskinen H E J., and Tanskanen E I., (2002), Magnetospheric
energy budget and the epsilon parameter, Journal of
Geophyisical Research, Vol. 107, No. A11, 42-1- 42-10.
Pudovkin M I and Semenov V S., (1985), Magnetic Fields
Reconnection Theory and The Solar Wind Magnetosphere
Interaction : A Review, Space Science Reviews, Vol 41, 1-89.
Gambar 4-8: Korelasi gangguan geomagnet di Manado Rawat R., Alex S., Lakhina G S., (2010), Storm-time
dengan medan listrik merger Em pada kejadian malam hari. characteristics of intense geomagnetic storms (Dst≤-200) at
low-latitudes and associated enegetics, Journal of Atmospheric
5. KESIMPULAN and Solar-Terretrial Physics, 72, 1364-1371.
Dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 dari Ruhimat M., M A Aris, C Y Yatini (2013), Model Empirik Hari
stasiun geomagnet Manado tercatat 14 kejadian gangguan Tenang Geomagnet di Regional Indonesia, Prosiding Seminar
geomagnet yang terdiri dari 8 kejadian dengan onsetnya terjadi Nasional Sains Atmosfer dan Antariksa, Lapan,308-316.
di siang hari dan 6 kejadian dengan onsetnya terjadi malam
hari. Dari korelasi gangguan geomagnet dengan medan listrik Russell C.T.(2002) Reconnection in Planetary
merger Em diperoleh bahwa koefisien korelasi r = 0,7 untuk Magnetospheres. Adv. Space Res. V.29 No. 7 pp 1045-1052.
kajadian gangguan siang hari dan r = 0,3 untuk kejadian Velichko V. A., R. N. Boroyev, M. G. Gelberg, D. G. Baishev,
gangguan malam hari. Korelasi kejadian siang hari lebih baik J. V. Olson, R. J. Morris, and K. Yumoto, (2002), North-south
dibanding dengan kejadian malam hari. Hal ini menunjukkan asymmetry of the substorm intensity depending on the IMF By-
gangguan geomagnet siang hari berhubungan kuat dengan component, Earth planets space, 54, 955-961.
proses rekoneksi magnet yang terjadi di magnetopause atau
dengan parameter kecepatan angin surya dan medan magnet Yamazaki Y., K.Yumoto, M.G. Cardinal, B.J. Fraser, P.
antarplanet. Dengan kata lain persamaan medan listrik merger Hattori, Y. Kakinami, J.Y. Liu, K.J.W. Lynn, R. Marshall,
ini berlaku untuk peristiwa rekoneksi siang hari saat kecepatan D.Mc. Namara, T. Nagatsuma, V.M. Nikiforov, R.E. Otadoy,
tegak lurus medan magnet. M. Ruhimat, B.M. Shevtsov, K. Shiokawa, S. Abe, T. Uozumi,
A. Yoshikawa, (2011), An Empirical model of the quiet daily
geomagnetic field variation, J. Geoph. Res. Vol 116, A10312.
12

Ruhimat et al. / Respons Gangguan Geomagnet Terhadap Medan Listrik Merger

Zaourar N, M. Hamoudi, M. Mandea, G. Balasis, and M.


Holschneider,(2013), Wavelet-based multiscale analysis of
geomagnetic disturbance Earth Planets Space, 65, p1525–1540
http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/kp/index.html
http://omniweb.gsfc.nasa.gov/form/dx1.html
13
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Korelasi Puncak Gangguan Komponen H Medan Magnet Bumi dengan Durasi


Badai Geomagnet
Correlation of Geomagnetic H Component Disturbances Peak with Geomagnetic
Storm
Y. H. Ali*, S. P. D. Sriyanto, R. Margiono
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatogi dan Geofisika (STMKG)
*Email : yusufhaidarali30@gmail.com

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Nilai indeks K merepresentasikan besarnya gangguan medan geomagnet komponen


Diterima : 8 September 2015 H di stasiun pengamatan medan geomagnet. Salah satu gangguan magnet tersebut
Direview : 9 Oktober 2015 ialah badai geomagnet. Semakin besar kekuatan badai magnet, maka akan semakin
Direvisi : 28 Desember 2015 lama durasi terjadinya badai magnet sampai fase pemulihan. Untuk melihat korelasi
Diterbitkan : 6 April 2016 antara besarnya gangguan medan geomagnet komponen H dengan durasinya, kami
memilih 7 badai geomagnet yang tercatat di stasiun pengamatan magnet Tondano
(TND), Sulawesi Utara sepanjang bulan Juni 2012 sampai Desember 2013. Dan
sebagai perbandingannya, kami juga menggunakan indeks Dst rata – rata setiap tiga
PERUJUKAN jam terhadap durasi badai magnet yang terjadi. Koefisien korelasi Pearson
digunakan untuk menghitung korelasinya. Analisis terhadap hasil pengolahan data
Ali et al. 2016. Korelasi Puncak Gangguan menunjukkan bahwa puncak gangguan komponen H medan geomagnet
Komponen H Medan Magnet Bumi dengan mempunyai korelasi kuat dengan durasi badai geomagnet, dengan koefisien
Durasi Badai Geomagnet . Prosiding korelasi Pearson 0,609. Sedangkan korelasi indeks Dst dan durasi badai geomagnet
Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan mempunyai korelasi sangat kuat dengan koefisien korelasi pearson 0,870. Korelasi
Aplikasinya, Edisi I, hal. 13-17, Pusat Sains yang lebih baik dari indeks Dst dikarenakan indeks Dst merupakan hasil
Antariksa LAPAN, ISBN 978-979-1458-97-9. penggabungan data beberapa stasiun stasiun pengamatan magnet.
Kata kunci : gangguan magnet, indeks Dst, korelasi Pearson

The value of K-index represent the geomagnetic disturbance of H component on an


magnetic station. A kind of the magnetic disturbance is geomagnetic storm. The
greater strength of the magnetic storm, the longer of its duration until the recovery
phase. To see a correlation between the geomagnetic disturbance of H component
and its duration. We selected seven geomagnetic storms that recorded in Tondano
magnetic station (TND), North Sulawesi during June 2012 until December 2013.
And for the comparison, we also used the average every three hours of Dst-index
with the magnetic storm duration that happened. Pearson correlation coefficient
was used to calculate the correlation. Analysis of the data processing results show
that the peak of geomagnetic field H component disturbance has a strong
correlation with the duration of the geomagnetic storm , with a Pearson correlation
coefficient of 0.609. While the correlation of Dst-index and duration of
geomagnetic storms have a very strong correlation with a Pearson correlation
coefficient of 0.870. Dst index is a better corelation because it has the result of
combining data from some magnetic stations
Keywords : magnetic disturbance, Dst-index, Pearson correlation

I. PENDAHULUAN
Medan magnet bumi mempunyai komponen-komponen sudut inklinasi, komponen H, komponen Z, komponen X,
yang dapat diukur arah dan intensitas kemagnetannya. komponen Y, dan medan magnetik total (F) sebagaimana
Komponen-komponen tersebut meliputi : sudut deklinasi, diilustrasikan pada Gambar 1-1.
14

Ali et al. / Korelasi Puncak Gangguan Komponen H Medan Magnet Bumi dengan Durasi Badai Geomagnet

Sebaliknya dikatakan tidak ada atau lemah hubungannya bila


nilai koefisien korelasi mendekati nilai 0,00 (Sarwono, 2006).
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui korelasi antara
gangguan maksimum komponen H dengan durasi badai
geomagnet di stasiun observasi magnet Tondano. Selain itu,
diuraikan juga perbandingan korelasi di Tondano dengan
korelasi yang didapat dari gangguan maksimum indeks Dst.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan awal untuk studi
selanjutnya dalam menentukan durasi dan waktu selesainya
badai geomagnet untuk upaya mitigasi pada kerusakan
peralatan komunikasi dan jaringan listrik.

Gambar 1-1: Komponen-komponen medan magnet bumi 2. DATA DAN METODOLOGI


(Siswoyo et al. 2011) Data medan magnet yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data digital menitan komponen H dari stasiun
Kuat medan magnet bumi tidak konstan namun bervariasi pengamatan medan magnet bumi Tondano (TND) dengan
terhadap waktu dan posisi. Secara spasial (berdasarkan koordinat 1,29°LU dan 124,95°BT selama bulan Juni 2012
tempat), nilai medan magnet bumi bervariasi akibat perbedaan hingga bulan Desember 2013. Pengolahan data dilakukan
lintang tempat yang merujuk pada dekat atau tidaknya dengan dengan mengoreksi nilai medan geomagnet komponen H
kutub magnet dan akibat adanya medan magnet lokal (anomaly dengan data medan magnet utama bumi International
field). Nilai variasi medan magnet bumi secara temporal Geomagnetik Reference Field (IGRF), kemudian dicari selisih
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu variasi sekuler, variasi antara nilai maksimum dan minimum (R) dalam periode tiga
harian/diurnal, dan badai magnet. jam. Selanjutnya dikonversikan ke nilai Indeks K yang
Aktivitas matahari sangat berpengaruh pada medan magnet menyatakan tingkat gangguan medan geomagnet regional.
bumi. Pengaruh aktivitas matahari pada medan magnet bumi Tidak setiap observatorium mempunyai konversi yang sama
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu Quite Day, Disturb untuk skala R dan indeks K, karena setiap stasiun memiliki
Day, dan Solar Storm. Quite Day adalah hari tenang yang zona respon dan gangguan magnet yang berbeda-beda
didefinisikan sebagai tidak adanya aktifitas gangguan medan (Rachyany et al. 2007). Untuk indeks K yang digunakan di
magnet bumi akibat angin matahari. Disturb Day adalah hari stasiun Tondano mengacu pada nilai indeks dari stasiun
yang teridentifikasi adanya gangguan kecil oleh angin matahari Honolulu dengan koordinat 11,78°LU dan 93,5°BT yang
terhadap medan magnet bumi. Solar Storm didefinisikan umumnya juga digunakan oleh observatorium di daerah lintang
sebagai hari dimana terjadi Badai Matahari yang mengganggu rendah (Ruhimat et al. 1992) yang diklasifikasikan seperti pada
medan magnet bumi yang dinamakan badai geomagnet Tabel 2-1.
(geomagnetic storm). Aktivitas matahari antara lain terjadinya Tabel 2-1. Konversi dari harga R (nT) ke harga indeks K di
solar flare (loncatan bunga api matahari) dan peningkatan stasiun Honolulu (Ruhimat et al. 1992)
sunspot (bintik-bintik hitam matahari). Makin banyak bintik
yang muncul di permukaan matahari, maka tingkat aktivitas K R (nT)
matahari dikatakan makin tinggi (Husni, 2010). 0 0-3
Angin Matahari mempengaruhi aktivitas manusia, 1 4-6
menyebabkan lonjakan medan listrik secara tiba-tiba yang akan 2 7 - 12
mengakibatkan kerusakan pada peralatan teknologi tinggi 3 13 - 24
seperti peralatan satelit, komunikasi, dan sistem jaringan 4 25 - 40
distribusi listrik. Menurut Habirun dan Rachyany (2011) 5 41 - 70
tiupan solar wind yang sangat kuat dapat memecahkan medan 6 71 - 120
magnet bumi pada waktu sangat singkat (badai geomagnet). 7 121 - 200
Gangguan dari badai geomagnet tersebut mengakibatkan 8 201 - 300
kenaikan atau penurunan variasi harian komponen H yang 9 300 - …
tegak lurus terhadap gangguan hingga ratusan nanotesla dari
kondisi normal. Dari rentang waktu tersebut diambil 7 kejadian badai
Umumnya, badai geomagnet terdiri dari 3 fase yaitu fase awal, geomagnet, yaitu 16-19 Juni 2012, 14-18 Juli 2012, 30
fase utama dan fase pemulihan. Durasi fase pemulihan bisa September-3 Oktober 2012, 23-24 November 2012, 17-22
berlangsung berhari-hari. Hal ini bergantung pada intensitas Maret 2013, 8-10 Oktober 2013, dan 7-9 Desember 2013.
gangguannya. Korelasi antara gangguan maksimum komponen Ketujuh badai geomagnet tersebut dipilih berdasarkan nilai
H dengan durasi badai geomagnet dilihat melalui analisis Indeks K stasiun Tondano ≥ 5 dan nilai Indeks Dst ≤ -30 nT.
statistik dengan metode regresi dan koefisien korelasi. Nilai Berdasarkan klasifikasi badai geomagnet, nilai indeks K ≥ 5
koefisien korelasi yang mendekati 1,00 dapat dikatakan bahwa termasuk badai geomagnet minor dan nilai indeks K antara 7-9
ada hubungan kuat antara dua variabel yang diperhitungkan. termasuk badai geomagnet kuat (Central Technology, Inc.
2011). Selain indeks K, Indeks Disturbance Storm Time (Dst)
15
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

juga digunakan sebagai acuan terjadinya badai geomagnet (Husni, 2010). Gambar 3-1 adalah tampilan magnetogram yang
karena indeks Dst adalah indeks aktivitas magnet secara global dilihat melalui software gdasview.jar pada awal badai
pada daerah ekuator. Nilai dari indeks ini dinyatakan dalam geomagnet.
nanotesla (nT) yang merupakan nilai rata-rata dari komponen
H medan magnet bumi yang dihitung secara periodik setiap jam
dari empat lokasi observasi medan magnet bumi di sekitar
ekuator (Pranoto, 2010). Badai geomagnet ditandai dengan
menurunnya pergerakan intensitas pada indeks Dst (Rachyany,
2009). Menurut Loewe dan Prolss (1997) badai geomagnet
dapat diklasifikasikan berdasarkan besarnya intensitas Dst
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2-2. Indeks Dst diperoleh
dari situs internet dengan alamat http://wdc.kugi.kyoto-
u.ac.jp/dst_final/index.html.
Tabel 2-2: Klasifikasi badai geomagnet berdasarkan
besarnya intensitas Dst (Loewe dan Prolss, 1997)
No. Klasifikasi Dst Intensitas Dst (nT)
1. Lemah -50 ≤ Dst < -30
2. Sedang -100 ≤ Dst < -50
3. Kuat -200 ≤ Dst < -100
4. Sangat kuat Dst < -200

Proses selanjutnya adalah menghitung korelasi antara


gangguan maksimum komponen H dengan durasi badai
geomagnet di stasiun Tondano. Nilai gangguan maksimum
komponen H didapat dari nilai gangguan tertinggi pada
komponen H medan geomagnet di stasiun Tondano selama
badai geomagnet berlangsung. Untuk membandingkan nilai
gangguan medan geomagnet di stasiun Tondano dengan indeks
Dst, dilihat rata – rata per 3 jam dari nilai indek Dst dimulai
Gambar 3-1: Variasi komponen H medan geomagnet di
dari pukul 00.00 UT, sehingga terdapat 8 interval yang sama
Tondano. Garis merah menandakan awal terjadinya badai
dengan pengolahan gangguan medan geomagnet di stasiun
geomagnet.
Tondano. Setelah didapat rata-rata nilai per 3 jam indeks Dst,
selanjutnya diambil nilai tertinggi indeks Dst selama badai
Penentuan waktu berakhirnya badai geomagnet didasarkan
geomagnet berlangsung.
pada klasifikasi indeks Dst yang diberikan oleh Loewe dan
Metode yang digunakan dalam mencari tren garis antara Prolss (1997), sehingga apabila nilai indeks Dst ≥ -30 nT, maka
gangguan maksimum medan geomagnet dengan durasinya badai geomagnet dianggap telah berakhir. Perhitungan durasi
adalah metode regresi linier dan eksponensial. Selain itu, badai geomagnet menggunakan satuan menit. Pada tabel 3-1
digunakan metode korelasi product moment/Pearson untuk diuraikan hasil pengolahan data geomagnet stasiun observasi
melihat keterkaitan antara satu variabel dengan variabel magnet Tondano dan indeks Dst.
lainnya (Bevington, 1969) yang dapat dihitung dengan rumusan
Setelah menghitung hubungan antara puncak gangguan badai
matematis sebagai berikut :
geomagnet, didapatkan korelasi puncak gangguan komponen
∑𝑛𝑛 � �
H stasiun Tondano dan indeks Dst masing-masing dengan
𝑖𝑖=1(𝑋𝑋𝑖𝑖 −𝑋𝑋 )(𝑌𝑌𝑖𝑖 −𝑌𝑌 )
𝑟𝑟𝑥𝑥𝑥𝑥 = …(2-1) durasi badai geomagnet seperti Gambar 3-2.
�∑𝑛𝑛 � 2 𝑛𝑛 � 2
𝑖𝑖=1(𝑋𝑋𝑖𝑖 −𝑋𝑋) . ∑𝑖𝑖=1(𝑌𝑌𝑖𝑖 −𝑌𝑌) .

dengan :
r xy = hubungan variabel x dan variabel y
x = gangguan maksimum komponen H (nT)
y = durasi (menit)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Indeks K lebih dari sama dengan 5 mengindikasikan adanya
badai magnet di stasiun Tondano. Penentuan awal badai
geomagnet dilakukan secara kualitatif dengan melihat Sudden Gambar 3-2: Korelasi durasi badai geomagnet dengan nilai
Storm Commencement (SSC) medan magnet bumi pada gangguan maksimal komponen H geomagnet stasiun TND (a)
magnetogram stasiun observasi geomagnet Tondano, dengan regresi linier, (b) dengan regresi eksponensial.
kemudian dicatat waktu awal tersebut dalam UT. SSC
merupakan permulaan terjadinya badai magnet yang mendadak
16

Ali et al. / Korelasi Puncak Gangguan Komponen H Medan Magnet Bumi dengan Durasi Badai Geomagnet

Dari Gambar 3-2 diketahui bahwa hubungan durasi (y) dan indeks Dst dan durasi badai geomagnet menggunakan regresi
puncak gangguan komponen H stasiun Tondano (x) adalah eksponensial lebih baik dari pada menggunakan regresi linier.
y=79,13x - 4830 dengan R2 = 0,702 jika diplot menggunakan Sementara itu, dihitung pula nilai korelasi product
regresi linier. Sedangkan jika diplot menggunakan regresi moment/Pearson (r Pearson) agar bisa mengetahui secara jelas
eksponensial, hubungan durasi (y) dan puncak gangguan kuatnya korelasi antara durasi badai geomagnet dengan puncak
komponen H stasiun Tondano (x) adalah y=145,3e0,028x dengan gangguan komponen H stasiun Tondano dan indeks Dst
R2 = 0,683. Artinya untuk analisa korelasi puncak gangguan masing-masing. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3-2.
komponen H stasiun Tondano dan durasi badai geomagnet
menggunakan regresi linier lebih baik dari pada menggunakan Tabel 3-2. Korelasi antara gangguan maksimum badai
regresi eksponensial. geomagnet dengan durasi badai geomagnet.

R2
R2 regresi r
regresi
eksponensial Pearson
linier
Komponen H
stasiun magnet 0,702 0,683 0,609
Tondano

Indeks Dst 0,689 0,716 0,870

Gambar 3-3: Korelasi durasi badai magnet dengan nilai indeks Sebaran nilai dari grafik gangguan komponen H medan
Dst (a) dengan regresi linier, (b) dengan regresi eksponensial. geomagnet maksimum terhadap durasinya mempunyai
kecenderungan linier. Sementara itu, sebaran nilai dari grafik
Dari Gambar 3-3 diketahui bahwa hubungan durasi (y) dan indeks Dst terhadap durasinya mempunyai kecenderungan
indeks Dst (x) adalah y=50,63x-904,1 dengan R2 = 0,689 jika eksponensial berdasarkan nilai R kuadrat dari garis trennya.
diplot menggunakan regresi linier. Sedangkan jika diplot Maka dalam hal penentuan tren terbaik korelasi komponen H
menggunakan regresi eksponensial , hubungan durasi (y) dan dan durasinya tidak boleh mengacu pada tren linier saja pada
puncak gangguan komponen H stasiun Tondano (x) adalah umumnya.
y=559,7e0,018x dengan R2 = 0,716. Sehingga untuk analisa

Tabel 3-1. Hasil perhitungan nilai maksimal gangguan komponen H dengan pengolahan Stasiun
observasi Tondano dan Indeks-Dst.
Tanggal / Stasiun Tondano Nilai absolut
Tanggal /
waktu Nilai maksimum Durasi
No waktu awal Indeks
akhir badai maksimum indeks Dst (nT) (menit)
badai (UT) K
(UT) gangguan (nT) per 3 jam
16-06-2012 / 19-06-2012 /
1 6 95 61 3727
09:53 00:00
14-07-2012 / 18-07-2012 /
2 7 140 119 4910
18:10 04:00
30-09-2012 / 02-10-2012 /
3 6 94 113 3209
11:31 17:00
23-11-2012 / 24-11-2012 /
4 6 75 37 931
19:29 11:00
17-03-2013 / 21-03-2013 /
5 7 123 118 6661
05:59 21:00
08-10-2013 / 09-10-2013 /
6 6 83 59 1061
20:19 14:00
07-12-2013 / 08-12-2013 /
7 6 95 52 1476
22:24 23:00
17
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Antara gangguan maksimum komponen H medan geomagnet Rachyany, S., dkk. 2007. Telaah Indeks K Geomagnet di Biak
dari stasiun Tondano dengan durasi badai geomagnet dan Tangerang, Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol.
mempunyai korelasi yang kuat, dengan nilai koefisien korelasi 2 No. 1, hal 1-9.
Pearson adalah 0,609. Sementara itu antara indeks Dst dengan
Ruhimat, M., Sobari O., Indra Satria E., 1992. Menentukan
durasi badai geomagnet mempunyai korelasi yang sangat kuat,
Indeks-K untuk Stasiun Geomagnet Watukosek, Majalah
dengan nilai koefisien korelasi Pearson adalah 0,870.
LAPAN.
Penentuan kategori korelasi kuat dan sangat kuat merujuk pada
definisi yang diberikan oleh Sarwono (2006). Jika ditinjau dari Sarwono, J., 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan
korelasi Pearson, korelasi indeks Dst lebih kuat dari pada Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.
korelasi gangguan komponen H di stasiun observasi Tondano
karena nilai indeks Dst didapatkan dari beberapa stasiun Siswoyo, Yusuf M., dan Sanusi, 2011. Interpretasi Anomali
observasi magnet sedangkan stasiun observasi Tondano hanya Magnetik Pada Penentuan Lokasi Baru Stasiun Magnet
mempunyai data di satu titik observasi magnet. (Stasiun Geofisika Angkasa Jayapura). Diambil dari :
http://data.bmkg.go.id/share/Dokumen/ssc_3.pdf (31 Agustus
2015).
4. KESIMPULAN
WDC for Geomagnetism, Kyoto. 2014. Katalog indeks Dst.
Korelasi antara nilai maksimal indeks Dst dan durasi badai
Diambil dari : http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/index.html (7 Juni
geomagnet yang trennya cenderung eksponensial mempunyai
2015).
korelasi lebih kuat dari pada nilai puncak gangguan komponen
H stasiun observasi geomagnet Tondano yang cenderung linier.
Korelasi indeks Dst dengan durasinya sangat kuat dengan
koefisien korelasi Pearson 0,870. Korelasi nilai puncak
gangguan komponen H medan geomagnet dengan durasi badai
geomagnet mempunyai korelasi kuat dengan koefisien korelasi
Pearson 0,609. Korelasi yang lebih baik dari indeks Dst
dikarenakan indeks Dst merupakan hasil penggabungan data
beberapa stasiun stasiun pengamatan magnet.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada pegawai
Stasiun Geofisika Manado, khususnya Pos Pengamatan
Geomagnet Tondano atas data yang diberikannya kepada kami.
Terimakasih juga kepada dosen dan orang tua kami yang terus
memberikan dorongan agar penelitian ini terlaksana dengan
lancar.

DAFTAR RUJUKAN
Bevington, P., 1969. Data Reduction and Error Analysis for
The Physical Sciences, McGrow-Hill, New York.
Central Technology, Inc. 2011. Geomagnetic Storms. United
States : Central Technology, Inc.

Habirun dan Rachyany S., 2011. Analisis Perubahan Variasi


Harian Komponen H pada saat Terjadi Badai Magnet, Majalah
Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 6 No. 1, hal 27-33.
Husni, M., 2010. Magnet Bumi I. Jakarta: Akademi
Meteorologi dan Geofisika.
Loewe C.A dan Prolss G.W., 1997. Classification and Mean
Behaviour of Magnetic Storms. J. Geophys. Res. A 102 14209-
14213.
Pranoto, S. C., 2010. Studi Tentang Badai Magnet
Menggunakan Data Magnetometer di Indonesia. Prosiding
Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, hal 284-288.
Rachyany, Sity, 2009. Analisis Indeks Disturbance Storm Time
dengan Komponen H Geomagnet, Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan IPA., FMIPA-UNY.
Hal 231-236 Yogyakarta.
18

Woropalupi et al. / Metode Empirical Mode Decomposition Untuk Penentuan Nilai Indeks K

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Metode Empirical Mode Decomposition Untuk Penentuan Nilai Indeks K


Empirical Mode Decomposition Method to Determine K Index Value
N. Woropalupi1,*, S. Ahadi1,2, M. Syirodjudin2
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)
2
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
*Email : niken.woropalupi@bmkg.go.id

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Metode tentang perhitungan indeks K telah dibuat sebelumnya oleh beberapa


Diterima : 8 September 2015 peneliti salah satunya yaitu metode Addaptive Smoothing. Menggunakan prinsip
Direview : 2 Oktober 2015 yang sama dengan metode Addaptive Smoothing, dibuatlah suatu metode baru
Direvisi : 28 Desember 2015 untuk menghitung indeks K yaitu metode Empirical Mode Decomposition. Dari
Diterbitkan : 6 April 2016 nilai indeks K yang didapatkan, dibuat suatu indeks yang dapat mengetahui pola
aktivitas geomagnet, yang dinamakan Indeks Geomagnet Indonesia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pola hari terganggu dan hari tenang berdasarkan indeks
geomagnet dan indeks K di wilayah Indonesia . Data yang digunakan dalam
PERUJUKAN penelitian ini antara lain data MagDAS ( Gunung Sitoli, Sicincin, Liwa) , dan data
dari observatorium geomagnet BMKG (Tuntungan, Tondano, Kupang dan
Woropalupi et al. 2016. Metode Empirical Jayapura). Hasil analisis didapatkan bahwa pada hari tenang pada tanggal 1 Juni
Mode Decomposition Untuk Penentuan Nilai dan 28 Juli 2014 menghasilkan nilai indeks geomagnet kurang dari 3, badai magnet
Indeks K. Prosiding Workshop Riset Medan 17 Maret 2015 menghasilkan indeks geomagnet 6, dan badai magnet 22-23 Juni
Magnet Bumi dan Aplikasinya, Edisi I, hal. 18- 2015 menghasilkan indeks geomagnet 6-7. Kedua badai magnet tersebut
22, Pusat Sains Antariksa LAPAN, ISBN 978- menyebabkan kenaikan mendadak pada komponen H yang terekam di seluruh
979-1458-97-9. observatorium.
Kata kunci : Indeks K, Empirical Mode Decomposition, Badai Magnetik, Indeks
Geomagnet Indonesia

Method for calculation of K-index has been developed by several researchers


before, one of them is Addaptive Smoothing method. By using similar principle with
Addaptive Smoothing method, we developed a new method for calculating K index
and then we called as Empirical Mode Decomposition method. the K index values
were obtained, created an index to determine the pattern of geomagnetic activity ,
is called Indonesia Geomagnetic Index. The purpose from this study is determine
the pattern of Disturbed Days and Quite Days according to geomagnetic index dan
K index in Indonesia region. The data used in this study include the MagDAS data
(Gunung Sitoli, Sicincin, Liwa), and BMKG geomagnetic Observatory data (
Tuntungan, Tondano, Kupang and Jayapura). The result showed that the
geomagnetic index value on June 1 and July 28, 2014 is less than three, magnetic
storm on March 17, 2015 produce geomagnetic index 6 and magnetic storm June
22-23, 2014 produce geomagnetic index 6-7. Both of storm caused a sudden
increase in the H component recorded in the entire observatory
Keywords : K index , Empirical Mode Decomposition , Magnetic Storm ,
Indonesia Geomagnetic Index

1. PENDAHULUAN material, konduktivitas batuan dan paleomagnet. Sedangkan


pengaruh eksternal disebabkan oleh aktivitas luar angkasa di
Perubahan medan magnet di permukaan bumi dapat
luar bumi (Basavaiah, 2011).
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
berupa keadaan kemagnetan kulit bumi, variasi lateral Salah satu indeks yang menunjukkan adanya gangguan pada
konduktivitas kulit bumi, suseptibilitas dan rentabilitas medan magnet bumi adalah indeks K. Indeks K merupakan
19
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

indeks lokal yang menggambarkan kondisi geomagnet lokal di Metode yang digunakan dalam makalah ini yaitu metode EMD
sekitar stasiun. Metode perhitungan Indeks K telah dilakukan (Empirical Mode Decomposition). EMD merupakan algoritma
oleh beberapa peneliti sebelumnya (Menvielle dkk, 1995 ; untuk analisis sinyal multikomponen yang bekerja dengan cara
Nowozynsky dkk, 1991). Pada penelitian Menvielle dkk (1995) membagi suatu sinyal menjadi beberapa sub bagian sinyal
diuraikan mengenai perbandingan antara indeks K yang dengan frekuensi berbeda, dinamakan Intrinsic Mode Function
didapat dari hand-scaled dan indeks K yang didapat dari (Huang dkk, 1996). Metode ini hanya digunakan untuk
perhitungan di komputer dengan metode FMI (Finnish perhitungan indeks K, yaitu dalam penentuan pola variasi
Meteorological Institute). edangkan Nowozynsky dkk (1991) regular S R . Adapun diagram alir EMD untuk penentuan pola
mendeskripsikan metode computerized derivation lain untuk
menghitung nilai indeks K yaitu dengan Metode Addaptive
Smoothing.
Matahari merupakan sumber utama terjadinya gangguan
geomagnet antara lain badai geomagnet, pelepasan partikel
energi tinggi, badai radiasi (radiation storm) dan semburan
radiasi elektromagnet. Akibat dari aktivitas geomagnet tersebut
dapat mempengaruhi variasi komponen H medan magnet bumi.
Oleh karena itu, dari penelitian ini ingin diketahui pola hari
terganggu dan hari tenang berdasarkan nilai indeks K dan
seberapa besar pengaruh dari badai magnet untuk wilayah
Indonesia. Selain itu, di makalah ini akan dijelaskan juga
metode Empirical Mode Decomposition sebagai metode baru
untuk menghitung indeks K.

2. DATA DAN METODOLOGI


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
dengan resolusi 1 detik periode 1 Januari 2014 – 30 Juni 2015
dari stasiun MagDAS (Gunung Sitoli, Sicincin, Liwa) dan
stasiun magnet bumi BMKG ( Tuntungan, Tondano, Kupang
dan Jayapura ), yang lokasi-lokasinya ditampilkan pada Gambar 2-2: Diagram alir penentuan variasi reguler SR
gambar 2.1. Lokasi-lokasi tersebut dipilih karena dianggap metode EMD
sudah mewakili untuk memonitoring indeks K seluruh

Gambar 2-1: Lokasi Stasiun Penelitian


Indonesia. variasi regular S R adalah sebagaimana ditunjukkan pada
gambar 2-2. Dengan x(t) merupakan sinyal utama yang akan
Sedangkan periode yang akan dianalisis adalah hari tenang
didekomposisikan; m 1 merupakan rata-rata dari nilai batas atas
berdasarkan buletin ISGI (http://isgi.unistra.fr/monthly_
dan batas bawah; dan r 1 adalah residual antara sinyal x(t) dan
bulletin.php) dan dipilih dua hari tenang yaitu pada tanggal 1
IMF. Nilai residual r 1 ini akan digunakan untuk mencari IMF 2 ,
Juni 2014 dan 28 Juli 2014, dan badai magnet kuat dengan Dst
IMF 3 , dan seterusnya, sehingga didapatkan :
(Disturbance Storm Time) ≤ -100 nT selama periode Januari
2014 – Juni 2015 yaitu tanggal 17 Maret 2015 dan 22-23 Juni r n = r (n-1) – IMF n ... (2-1)
2015. Data Dst didownload dari website World Data Centre
Proses sifting IMF ini akan berhenti bila memenuhi kriteria :
Kyoto (http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dstae/index.html).
jika nilai residual r n menjadi sebuah fungsi monotonik dan
20

Woropalupi et al. / Metode Empirical Mode Decomposition Untuk Penentuan Nilai Indeks K

komponen IMF yang sudah mencapai nilai minimumnya. Dari Tabel 2.2: Indeks kp NOAA
diagram alir dan rumus tersebut dapat disusun persamaan (2-2)
Desimal Skala Desimal Skala
: Kp Kp
Kp Geomagnet Kp Geomagnet
𝑥𝑥(𝑡𝑡) = ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑖𝑖 + 𝑟𝑟𝑛𝑛 ... (2-2)
0o 0 G0 5o 5 G1
dengan x(t) adalah sinyal utama, IMF menyatakan sinyal x(t) 0+ 0,33 G0 5+ 5,33 G1
yang telah didekomposisi menjadi n IMF, r n merupakan
residual terakhir dan i=1,....,n adalah jumlah IMF yang 1- 0,67 G0 6- 5,67 G1
mengalami iterasi. 1o 1 G0 6o 6 G2
Variasi reguler yang digunakan untuk perhitungan indeks K 1+ 1,33 G0 6+ 6,33 G2
pada metode ini merupakan penjumlahan dari empat IMF 2- 1,67 G0 7- 6,67 G2
terakhir. Syarat sinyal yang digunakan merupakan sinyal yang
dianggap pada kondisi tenang atau memiliki gangguan 2o 2 G0 7o 7 G3
geomagnet yang relatif kecil. Syarat lainnya yaitu data yang 2+ 2,33 G0 7+ 7,33 G3
digunakan harus lengkap. Langkah selanjutnya yaitu 2,67 G0 8- 7,67 G3
3-
mengurangkan sinyal yang akan dihitung indeks K nya dengan
variasi regular yang didapatkan dengan metode EMD, dan 3o 3 G0 8o 8 G4
amplitudonya dikonversi ke skala indeks K yang dijelaskan 3+ 3,33 G0 8+ 8,33 G4
pada tabel 2-1
4- 3,67 G0 9- 8,67 G4
Tabel 2-1: Konversi amplitudo ke skala indeks K
4o 4 G0 9o 9 G5
4+ 4,33 G0
K R(nT)
0 5 5- 4,67 G0
1 10
2 20 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3 40
4 70 Setelah dilakukan identifikasi hari terganggu dan hari tenang
5 120 pada periode Januari 2014 hingga Juni 2015 dengan batasan
6 200
badai magnet (hari terganggu) yang diteliti adalah badai
7 330
magnet dengan Dst indeks ≤ -100 nT, terdapat dua badai
magnet kuat yang terjadi yaitu tanggal 17 Maret 2015 dan 22
8 500
9 >500

Dari tabel di atas, dapat diketahui jika nilai R < 5 nT maka K =


0; jika 5< R<10 maka K = 1; dan seterusnya hingga jika R >
500 nT maka K = 9.
Selanjutnya, berdasarkan prinsip yang sama dengan cara
menghitung Indeks Kp untuk 13 stasiun lintang menengah
yaitu merata-ratakan nilai indeks K dari setiap bagiannya dan
dikonversikan ke skala indeks Kp NOAA (Tabel 2.2), dari nilai
indeks K yang didapatkan tersebut dibuat juga suatu indeks Juni 2015. Selain itu, dipilih juga dua hari tenang berdasarkan
untuk mengetahui tingkat aktivitas geomagnet di wilayah buletin ISGI yaitu tanggal 1 Juni 2014 dan 28 Juli 2014.
Indonesia. Indeks ini dinamakan Indeks Geomagnet Indonesia.
(a)

(b)
21
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

(c)

(b)

(d)

Gambar 3-1: Distribusi nilai indeks K di masing-masing


stasiun, (a) 1 Juni 2014, (b) 28 Juli 2014, (c) 17 Maret 2015,
dan (d) 22-23 Juni 2015
(c)
Gambar 3.1 menunjukkan distribusi nilai indeks k yang
dihitung menggunakan metode Empirical Mode
Decomposition pada masing-masing stasiun. Jika dilihat dari
distribusi nilai indeks K, tampak bahwa ketika pada kondisi
hari tenang indeks K cenderung bernilai 0-3. Ketika komponen
H medan magnet bumi terganggu akibat aktivitas geomagnet,
nilai indeks K akan juga akan semakin besar. Untuk studi kasus
badai magnetik tanggal 17 Maret 2015, distribusi nilai indeks
K pada masing-masing stasiun rata-rata bernilai 4-6 dan
ditandai dengan kenaikan tiba-tiba pada komponen H rata-rata
sebesar 69,6 nT. Sama halnya dengan badai magnet tanggal 22
Juni 2015, nilai indeks K pada masing-masing stasiun ketika (d)
terjadi badai magnet bernilai 6-7 dan ditandai dengan kenaikan Gambar 3-2: Indeks Geomagnet Indonesia, (a) 28 Juli 2014,
tiba-tiba pada komponen H rata-rata 100,1 nT. (b) 1 Juni 2014, (c) 17 Maret 2015, dan (d) 22-23 Juni 2015.

Namun, nilai indeks K yang terdistribusi secara lokal belum Gambar 3-2 menunjukkan nilai indeks geomagnet indonesia
mampu untuk merepresentasikan tingkat aktivitas geomagnet. pada hari terganggu dan hari tenang. Pada hari tenang yang
Untuk semakin meyakinkannya, dari nilai indeks K yang ditunjukkan oleh gambar (a) dan (b) tanggal 1 Juli 2014 dan 28
didapatkan tersebut, dibuatlah suatu indeks yang dapat Juli 2014 memiliki nilai indeks geomagnet ± 2. Hal ini
merepresentasikan aktivitas geomagnet di wilayah Indonesia, menunjukkan tidak adanya aktivitas geomagnet yang
dinamakan Indeks Geomagnet Indonesia yang ditunjukkan signifikan. Sedangkan pada hari terganggu yang ditunjukkan
pada gambar 3-2. oleh gambar (c) dan (d), pada tanggal 17 Maret 2015 memiliki
indeks geomagnet mencapai ±6 dan tanggal 22-23 Juni 2015
indeks geomagnetnya mencapai ±7. Bila dibandingkan dengan
pola indeks geomagnet pada hari tenang, terlihat adanya
gangguan yang signifikan pada komponen H medan magnet
bumi yang terekam di stasiun magnet bumi Indonesia.
4. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan
bahwa terdapat kesamaan antara tingkat aktivitas geomagnet
dengan pola nilai indeks di Indonesia, dimana ketika hari
tenang , pola nilai indeks berkisar antara 0 – 3, pada badai
(a) tingkat lemah hingga sedang pola nilai indeks antara 4 – 6, pada
badai kuat hingga sangat kuat pola nilai indeks yang terjadi
22

Woropalupi et al. / Metode Empirical Mode Decomposition Untuk Penentuan Nilai Indeks K

lebih dari 7. Badai magnetik tanggal 17 Maret 2015 memiliki


nilai rata-rata impuls yang terekam di setiap stasiun sebesar
69,6 nT, sedangkan badai magnetik tanggal 22 Juni 2015
memiliki nilai rata-rata impuls sebesar 100,1 nT. Sehingga,
makin besar nilai indeks geomagnetiknya maka besarnya
impuls pertama yang terekam pada stasiun magnet juga makin
tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.
Hasanuddin selaku Kepala Bidang Geofisika Potensial dan
Tanda Waktu BMKG yang telah mengizinkan penulis untuk
memperoleh data penelitian , serta staff Bidang Geopot dan
Tanda Waktu BMKG atas bantuannya.
DAFTAR RUJUKAN
Basavaiah, N., 2011, Geomagnetism : Solid Earth and Upper
Atmosphere Perspectives, Springer, New York USA
Gonzales, W.D., Joselyn, J.A., Kamide, Y., Kroehl, H.W.,
Rostoker, G., Tsurutani, B.T., dan Vasiliunas, V.M., 1994,
What Is Geomagnetic Storm?, J. Geophys.Res., 84, 875 - 881
Huang, N.E., Shen, Z., Long, S.R., Wu, M.C., Shih, H.H.,
Zheng, Q., Yen, N., Tung, C.C., dan Liu, H.H., 1996, The
Empirical Mode Decomposition And The Hilbert Spectrum For
Nonlinear And Non-Stationary Time Series Analysis, Proc. R.
Soc. Lond. A, 454, 903 – 995
Menvielle, M., Papitashvii,N., Hakkinen, L. dan Sucksdorff,
C.,1995, Computer Production of K indices : review and
comparison of methods, Geophys. J. Int, 123, 866 – 886
Nowoźyńsky,K., Ernst, T., dan Jankowski, J., 1991, Adaptive
Smoothing methode for computer derivation of K-indices,
Geophys. J. Int, 104, 85-93
http://isgi.unistra.fr/monthly_bulletin.php diakses tanggal 13
Juli 2015
http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dstae/index.html diakses tanggal
30 Juni 2015
23
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Penerapan Metode Polarisasi Rasio Untuk Deteksi Anomali Emisi Ulf Sebagai
Indikasi Prekursor Gempa Bumi Lombok, 22 Juni 2013
Application of Ratio Polarization Method For Detecting Ulf Emissions as
Precursor Indication Of Lombok Earthquake, June 22nd 2013
A. D. P. Ratri1,*, S. Ahadi1, F. Nuraeni2
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatogi dan Geofisika (STMKG)
2
Pusat Sains Antariksa LAPAN
*Email : aldilla.damayanti.16@gmail.com

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Emisi ULF sebagai akibat dari aktivitas gempa bumi merupakan suatu fenomena
Diterima : 8 September 2015 yang kini banyak dikembangkan dalam penelitian seismo-electromagnetic untuk
Direview : 30 September 2015 precursor gempa bumi.Umumnya, anomali emisi ULF akibat gempa bumi lebih
Direvisi : 28 Desember 2015 lemah daripada gangguan yang disebabkan oleh badai magnet dan anomali emisi
Diterbitkan : 6 April 2016 ULF terkait gempa bumi hanya terjadi secara lokal di daerah yang akan terjadi
gempa bumi. Ini menunjukkan bahwa aktivitas gempa bumi merupakan suatu hal
yang unik sehingga banyak penelitian yang dilakukan untuk memberikan
peringatan dini sebelum terjadi gempa bumi. Seismo-Electromagnetic
PERUJUKAN menghubungkan keadaan di lithosfer dan atmosfer sebelum dan saat terjadi gempa
bumi. Tulisan ini memilih Ultra Low Frequency (ULF) di lithosfer sebagai
Ratri et al. 2016. Penerapan Metode Polarisasi parameternya. ULF merupakan salah satu frekuensi yang dipancarkan oleh
Rasio Untuk Deteksi Anomali Emisi Ulf gelombang Elektromagnetik dengan frekuensi yang sangat rendah sehingga
Sebagai Indikasi Prekursor Gempa Bumi mempunyai panjang gelombang paling panjang. Akibatnya, ULF bisa terdeteksi
Lombok, 22 Juni 2013. Prosiding Workshop hingga ke permukaan. Berdasarkan analisa data yang diperoleh dari LAPAN dan
Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, Stasiun Geofisika Kupang menggunakan metoda polarisasi rasio komponen
Edisi I, hal. 23-27, Pusat Sains Antariksa vertikal terhadap horizontal,diperoleh adanya anomali emisi ULF pada frekuensi
LAPAN, ISBN 978-979-1458-97-9. 0,012 Hz yang ditandai dengan peningkatan emisi ULF dengan lead time 12 hari
dengan Lemi-030 di Bali dan 5 hari dengan MAGDAS 9 di Kupang. Peningkatan
emisi ULF tersebut tidak berasosiasi dengan badai magnetik, sehingga
diindikasikan sebagai prekursor gempa bumi.Hal ini diperkuat dengan nilai Index
Dst yang tidak menunjukkan adanya gangguan magnetik.
Kata kunci : Indeks Dst, emisi ULF, prekursor gempa bumi, seismo-
electromagnetic

ULF emissions as an effect of earthquake activity is a phenomenon that is now


being studied in seismo-electromagnetic for earthquake precursor. Generally,
anomaly of ULF emissions caused by earthquake activity is weaker than
geomagnetic storms, so anomalies occur only locally in the area where the
earthquake was happen. It show that the earthquake activity is unique and because
of its uniqueness it has been much research done thus expected to give clues as
early warning before earthquake. Seismo-electromagnetic related the state in the
lithosphere and atmosphere ionosphere before and when earthquake occur. This
paper we choose the Ultra-Low Frequency(ULF) in the lithosphere as a parameter.
Ultra-Low-Frequency(ULF) is one of band frequency that emitted by
electromagnetic wave with the lowest frequency of all, so it has the longest wave
length. As a result, ULF can be detected up to the surface. Based on the analysis of
data obtained from the LAPAN agency and Geophysics Station in Kupang by ratio
polarization of Vertical to Horizontal component, obtained that there are some
anomaly of ULF emissions at 0,012 Hz in frequency is characterized by increasing
of ULF emissions with lead time 12 days using Lemi-030 in Bali and 5 days using
MAGDAS 9 in Kupang before the earthquake occurred. Increasing of ULF
24

Ratri et al. / Penerapan Metode Polarisasi Rasio Untuk Deteksi Anomali Emisi Ulf…

emissions is not associated with magnetic storm that is indicated as an earthquake


precursor. This is supported by the Dst Index showed no magnetic disturbance.
Keywords : Dst Index, ULF emissions, earthquake precursor, seismo-
electromagnetic

I. PENDAHULUAN
Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam berupa Kupang dan sensor Lemi-030 di Stasiun Klimatologi
getaran yang bersifat alamiah dari pergerakan lempeng yang Negara,Bali. Pemilihan frekuensi 0,012 Hz (Hattori, 2004)
menyebabkan terjadinya pelepasan energi secara tiba-tiba dari bertujuan untuk mengurangi dampak dari angin matahari (solar
batuan di kerak bumi. Oleh karena gempa bumi terjadi secara wind) dan solar flare. Data yang diolah adalah hasil
tiba-tiba dan tidak dapat dicegah, maka salah satu usaha yang pengamatan malam hari waktu setempat (pukul 23:00 – 04:00).
dapat dilakukan adalah dengan melakukan prediksi atau Pemilihan waktu ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas
peramalan gempa bumi (Saroso,2008). sinyal dalam menentukan onset time (waktu awal), karena pada
waktu tersebut gangguan magnet lingkungan sangat kecil.
Emisi gelombang ULF (Ultra Low Frequency) sebagai akibat
dari aktivitas gempa bumi kini menjadi salah satu prekursor Penelitian ini mengambil studi kasus Gempa bumi Lombok
jangka pendek yang menjanjikan. ULF merupakan salah satu pada tanggal 22 Juni 2013 dengan Magnitudo 6,4 SR dan
gelombang elektromagnetik dengan frekuensi rendah (f < 10 kedalaman pusat gempa 33 Km (Gambar 2-1). Berikut
Hz) (Yumoto dkk, 2006) sehingga mempunyai panjang langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, sebagai
gelombang paling panjang. Akibatnya, ULF bisa terdeteksi berikut :
hingga di permukaan.
a. Konversi data dari raw data (stasiun) menjadi data
Permasalahan yang timbul adalah adanya transmisi gelombang biner. Raw data biner dalam ekstensi mgd kemudian
elektromagnetik yang terdeteksi oleh sensor bisa disebabkan diubah menjadi data ASCII (dalam ekstensi gea). Hal
oleh gempa bumi dan faktor eksternal yaitu badai magnetik. ini dilakukan untuk memudahkan pembacaan data
Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk memisahkan dari sensor. Data yang digunakan adalah data
faktor eksternal sehingga diperoleh informasi yang komponen horizontal (H) dan vertikal (Z) per detik
meyakinkan bahwa anomali yang muncul disebabkan oleh dan dipilih data pengamatan pukul 15-20 UTC
gempa bumi atau badai magnet. (malam hari).
Penelitian ini menerapkan metode polarisasi rasio komponen b. Untuk fase Pre-seismic, terlebih dahulu menghitung
vertikal terhadap horizontal (Hayakawa dkk, 1996a; Yumoto, rata-rata nilai Z/H hasil pengamatan selama 1 detik.
2006) untuk mengetahui anomali yang muncul berasal dari Hal ini dilakukan karena sampling rate antara LEMI-
gempa bumi atau berasal dari badai magnet. Hipotesis yang 30 dan MAGDAS 9 berbeda. Lemi-30 memiliki
akan diujikan dalam penelitian ini adalah jika anomali yang sampling rate 64 Hz, sedangkan MAGDAS 9
terjadi berasal dari aktivitas gempa, maka perbandingan antara memiliki sampling rate 1 Hz. Dengan demikian data
komponen vertikal dan horizontal akan melewati batas atas dari kedua sensor bisa dibandingkan.
standar deviasi. Metode ini diharapkan dapat digunakan untuk
c. Menghilangkan noise berupa spike menggunakan
memisahkan anomali ULF akibat gempa bumi dengan anomali
differensiasi.
ULF akibat faktor eksternal sehingga bisa digunakan dalam
penelitian prekursor gempa bumi selanjutnya serta dapat d. Melakukan proses filtering menggunakan bandpass
dijadikan sebagai informasi pendukung mitigasi bencana filter dengan band frekuensi bervariasi, dipilih band
(Nuraeni dkk,2010). frekuensi yang dapat menampilkan hasil anomali ULF
dengan baik. Dalam hal ini dipilih frekuensi 0,012 Hz
2. DATA DAN METODOLOGI
e. Setelah difilter, dicari Power Spectral Density (PSD)
Data yang digunakan adalah data geomagnet hasil nya menggunakan Fast Fourier Transform (FFT)
pengamatan menggunakan sensor Lemi-030 di Stasiun untuk mengubah data dari domain waktu ke domain
Klimatologi Negara (8,34°LS - 114,63°BT) tahun 2013 dan frekuensi, kemudian dihitung nilai rasio Power
data geomagnet dari sensor MAGDAS 9 di Stasiun Geofisika Spectral Density (PSD) dari komponen Z dan H
Kupang (10,16°LS - 123,59°BT) tahun 2013. Selain itu juga (S Z /S H ) dari stasiun Negara di Bali dan Stasiun
digunakan data Index Dst (Disturbance Storm Time) untuk Geofisika di Kupang untuk melihat ada dan tidaknya
memvalidasi anomali yang terjadi disebabkan oleh badai indikasi anomali sebelum gempa bumi (Prattes, 2011
magnetik atau murni disebabkan oleh aktivitas gempa. dan Ahadi dkk,2015).
Pengolahan data ULF dari data geomagnet menggunakan f. Setelah diperoleh data dalam domain frekuensi,
polarisasi rasio Z/H untuk frekuensi ULF (0,012 Hz) hasil kemudian dilakukan analisis spektrogram dengan
pengamatan selama 15 hari sebelum gempa bumi 22 Juni 2013 metode PWELCH (0,012 Hz) untuk fase pre-seismic.
menggunakan sensor MAGDAS 9 di Stasiun Geofisika
25
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

g. Nilai rasio PSD tersebut diubah ke dalam domain


waktu kemudian bandingkan dengan Index Dst untuk
memastikan penyebab anomali tersebut,disebabkan
oleh badai magnet atau murni dari aktivitas gempa
bumi.
h. Menghitung simpangan baku untuk mengetahui
waktu awal (onset time) terjadinya anomali.
i. Membuat trend simpangan baku semakin halus
dengan melakukan rata-rata berjalan selama tiga hari.
j. Indikator anomali ditunjukkan dengan adanya
peningkatan nilai rasio komponen vertikal dengan
horizontal (S Z /S H ) yang melewati batas standar
deviasinya. Gambar 3-1: Polarisasi Rasio Z/H di hari tenang yang terdeteksi
Hasilnya kita dapat mengetahui ada atau tidaknya anomali oleh Lemi-030 pada frekuensi 0,012 Hz
emisi ULF serta waktu terjadinya anomali sebelum gempa
bumi terjadi.

Gambar 3-2: Polarisasi Rasio Z/H di hari tenang yang


terdeteksi oleh MAGDAS 9 pada frekuensi 0,012 Hz

3.2 Gempa bumi 22 Juni 2013

Gambar 2-1: Daerah penelitian Pada tanggal 22 Juni 2013 terjadi gempa bumi dengan
kekuatan 6,4 SR, kedalaman 33 km dan episenter gempa bumi
3. HASIL DAN PEMBAHASAN terletak pada 8,39°LS – 116,63°BT pusat gempa bumi di darat.
Berdasarkan teori microfracturing (Molchanov dan Hayakawa,
3.1 Hari Tenang Tanpa Gangguan Badai dan Gempa Bumi 1995; Molchanov dan Hayakawa, 1998a), gelombang dengan
Hari tenang adalah hari tidak ada gangguan baik oleh badai rentang frekuensi yang sangat kecil bisa terdeteksi hingga ke
magnetik, gangguan lokal akibat perbuatan manusia hingga permukaan.
gangguan akibat gempa bumi yang terdeteksi oleh sensor Karena frekuensi yang lebih besar akan mengalami atenuasi
Lemi-030 dan MAGDAS 9 (Gambar 3.1 dan Gambar 3.2). karena terserap oleh medium selama penjalaran gelombang,
Data hari tenang digunakan untuk mengetahui frekuensi yang sehingga akan lebih cepat terdeteksi daripada gelombang yang
digunakan (0,012 Hz) bebas dan tidak ada gangguan ketika memiliki frekuensi lebih besar. Akibatnya, anomali terjadi
tidak ada badai magnetik dan gempa bumi. Waktu yang apabila ada peningkatan polarisasi rasio Z/H, yaitu nilai
digunakan dalam pengolahan data untuk hari tenang adalah polarisasi rasio Z/H lebih tinggi dari batas standar deviasi +.
malam hari pukul 23.00 – 04.00 WITA (UT+8) Pemilihan
waktu ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas sinyal, pada Berdasarkan teori dan pengolahan data yang sudah dilakukan,
waktu tersebut gangguan magnet lingkungan sangat kecil. diperoleh adanya peningkatan emisi ULF yang cukup
signifikan di kedua stasiun dengan sensor yang berbeda pada
Pada gambar 3-1 dan 3-2, terlihat bahwa frekuensi 0,012 Hz polarisasi rasio Z/H dengan frekuensi 0,012 Hz (Gambar 3-3 -
yang terdeteksi oleh sensor Lemi-030 dan MAGDAS 9 Gambar 3-4).
menunjukkan tidak adanya gangguan, baik itu dari badai
magnetik, gangguan lokal akibat perbuatan manusia maupun Untuk Stasiun Klimatologi Negara yang berjarak 220,0001 km
gempa bumi. Akibatnya pola pada hari tersebut juga akan dari pusat gempa dengan sensor Lemi-030 pada frekuensi
tenang, dengan tidak adanya nilai polarisasi rasio Z/H yang 0,012 Hz (Gambar 3-3), diperoleh adanya peningkatan emisi
melewati batas standar deviasi.Oleh karena itu, frekuensi 0,012 ULF dari nilai polarisasi rasio Z/H dengan lead time (durasi
Hz bisa digunakan sebagai indikasi prekursor “Pre-seismic”. waktu) lebih lama daripada Stasiun Geofisika Kupang (Gambar
3-4), yaitu 15 hari sebelum gempa bumi terjadi. Namun,
anomali yang terdeteksi oleh sensor Lemi-030 pada hari ke-15
sebelum gempa bumi terjadi cenderung disebabkan oleh badai
magnetik daripada gangguan akibat gempa bumi. Hal ini
26

Ratri et al. / Penerapan Metode Polarisasi Rasio Untuk Deteksi Anomali Emisi Ulf…

terlihat dari nilai Indeks Dst-nya yang menunjukkan nilai -71. Sedangkan di Stasiun Geofisika Kupang yang berjarak 787,37
Indeks Dst tersebut, menunjukkan bahwa telah terjadi badai km dari pusat gempa dengan sensor MAGDAS 9 pada
magnetik dengan level sedang (Loewe dan Prolss, 1997), frekuensi 0,012 Hz,diperoleh adanya anomali berupa
sehingga anomali yang terdeteksi pada hari ke-15 sebelum peningkatan polarisasi rasio Z/H yang melebihi batas standar
gempa bumi tersebut tidak bisa diindikasikan sebagai prekursor deviasi + terdeteksi pada tanggal 17 Juni 2013 yaitu 5 hari
“Pre-seismic”. Anomali lain yang terekam sensor Lemi-030 sebelum gempa bumi terjadi. Anomali tersebut tidak
pada frekuensi 0,012 Hz terjadi pada hari ke-12,11,10,6,5,4,2 berasosiasi dengan badai magnet. Hal ini didukung dengan
dan 1 hari sebelum gempa bumi terjadi, yaitu tanggal nilai Indeks Dst yang tidak menunjukkan indikasi badai
10,11,12,16,17,18, 20 dan 21 Juni 2013. Anomali pada hari- magnetik, sehingga anomali pada tanggal 17 Juni 2013 yang
hari tersebut diindikasikan sebagai prekursor “Pre-seismic” terdeteksi di Stasiun Geofisika Kupang diindikasikan sebagai
untuk Gempa bumi 22 Juni 2013. Hal ini diperkuat dengan nilai prekursor “pre-seismic” untuk Gempa bumi 22 Juni 2013.
Indeks Dst yang tidak menunjukkan adanya badai magnetic.

Gambar 3-3: Polarisasi Rasio Z/H frekuensi 0,012 Hz untuk Gempa bumi 22 Juni 2013 dengan sensor Lemi-030 di
Stasiun Klimatologi Negara,Bali.

Gambar 3-4: Polarisasi Rasio Z/H frekuensi 0,012 Hz untuk Gempa bumi 22 Juni 2013 dengan sensor MAGDAS 9
di Stasiun Geofisika,Kupang.

Adanya perbedaan waktu munculnya anomali ini dikarenakan


jarak episenter gempa bumi terhadap Stasiun Klimatologi
Negara lebih dekat dibandingkan dengan Stasiun Geofisika
Kupang, sehingga transmisi gelombang elektromagnetik dari
27
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

pusat gempa terlebih dahulu terdeteksi di Stasiun Klimatologi Nuraeni, F., Juangsih, M., Wellyanita,V., Haryanto, C.E. dan
Negara daripada di Stasiun Geofisika Kupang. Selain itu, juga Aris, M.A. 2010, Penentuan Prekursor Gempa Bumi
terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada banyaknya Menggunakan Data Geomagnet Near Real Time Dengan
anomali yang terdeteksi antara kedua sensor. Pada sensor Metode Perbandingan Polarisasi 2 Stasiun, Majalah Sains Dan
Lemi-030 cenderung lebih peka terhadap transmisi gelombang Teknologi Dirgantara,No 1,Vol 5,hal 11
elektromagnetik yang menimbulkan anomali daripada
Prattes, G., Schwingenschuh, K., Eichelberger, U.H.,
MAGDAS 9. Hal ini dikarenakan, sampling rate yang dimiliki
Magnes,W., Boudjana, M., Stachel, M., Vellante,
oleh Lemi-030 lebih besar yaitu 64 Hz, daripada MAGDAS 9
M.,Villante,U., Wesztergom, V., dan Nenovski,P. 2011. Ultra
yang memiliki sampling rate 1 Hz.
Low Frequency (ULF) European Multi Station Magnetic Field
Anlaysis before and during the 2009 Earthquake at L’Aquila
4. KESIMPULAN
regarding Geotechnical Information. Nat. Hazards Earth Syst.
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan metode Sci., 11, 1959-1968, doi:10.5194/nhess-11-1959-2011.
polarisasi rasio Z/H dan analisis yang telah dilakukan, dapat
Saroso, S. 2008. Analisa Fraktal Emisi Sinyal ULF Dan
diperoleh kesimpulan bahwa terjadi anomali emisi ULF
Kaitannya Dengan Gempa Bumi di Indonesia. Jurnal Sains
ditandai dengan peningkatan nilai polarisasi rasio Z/H pada
Dirgantara.Vol.6 No.1, 39-46.
frekuensi 0,012 Hz. Anomali muncul pada 12 hari sebelum
gempa bumi dengan sensor Lemi-030 di Bali dan 5 hari Yumoto, K. 2006. Studies on Geomagnetic Field and the
sebelum gempa bumi Lombok dengan sensor MAGDAS 9 di Relationship with The Sun, Solar Physics Seminar 2006, Natl.
Kupang. Adanya anomali emisi ULF dengan ditandai Obs. Malaysia: National Space Agency.
peningkatan nilai polarisasi rasio Z/H beberapa hari menjelang
terjadinya gempa bumi tersebut tidak berasosiasi dengan
gangguan badai magnetik. Peningkatan ini bisa diindikasikan
sebagai prekursor “Pre-seismic” akibat dari proses fisis seismo-
electromagnetic.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terima kasih kami ucapkan sebesar-besarnya kepada Prof.
Kiyohumi Yumoto untuk data MAGDAS, BMKG yang telah
menyediakan data gempa bumi dan geomagnet, LAPAN untuk
data geomagnet Negara,serta Kyoto university dengan data
Index Dst-nya yang sangat bermanfaat dalam penelitian
prekursor gempa bumi ini. Terima kasih juga kepada seluruh
pihak yang telah membantu dan memberikan masukan atas
penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN
Ahadi,S., Puspito, N.T., Ibrahim,G., Saroso,S., Yumoto,K.,
Yoshikawa,A., dan Muzli. 2015. Anomalous ULF Emissions
and Their Possible Association with the Strong Earthquake in
Sumatra,Indonesia during 2007-2013. J.Math.Fund SCi.,47,
pp 84-103. doi:10.5614/j.math.fund.sci,2015.47.1.7
Hattori, K. 2004. ULF Geomagnetic Changes Associated with
Large Earthquake. TAO, Vol 15,No.3,329-360.
Hayakawa, M., R. Kawate, O. A. Molchanov, and K. Yumoto.
1996a. Results of ultra-low-frequency magnetic field
measurements during the Guam earthquake of 8 August
1993.Geophys. Res. Lett., 23, 241-244.
Loewe C. A dan Prolss G. W., 1997. Classification and mean
behaviour of magnetic storms, J. Geophys. Res. A 102 14209-
14213.
Molchanov,O.A. dan Hayakawa,M. 1995. Generation of ULF
electromagnetic emissions by microfracturing. Geophys.
Res.Lett.,22,3091-3094.
Molchanov,O.A., dan Hayakawa,M., 1998a, On the generation
mechanism of ULF seismogenic emissions. Phys. Earth Planet.
Inter., 105,210-210. doi:10.1016/S0031-9201(97)00091-5
28

Kurniawati et al. / Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku……

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku Fase
Pra-Seismik periode September-Oktober 2014
Analysis of ULF Emission Anomalies as Moluccas Sea Earthquake Precursor Pre-
Seismic Phase period of September to October 2014
I. Kurniawati1,2*, S. Ahadi1,2, P. Harjadi1
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)
2
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
*Email : indahkurniawati.bmkg@gmail.com

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Pengamatan anomali emisi ULF dilakukan pada gempa bumi besar tanggal 10
Diterima : 8 September 2015 September (Mw=6,3 SR) dan 24 Oktober 2014 (Mw=5,1 SR) yang terjadi di zona
Direview : 1 Oktober 2015 subduksi Laut Maluku. Metode yang dilakukan adalah analisis polarisasi rasio
Direvisi : 28 Desember 2015 komponen Z dan H (Sz/S H ) dan komponen horizontal stasiun utama dan
Diterbitkan : 6 April 2016 referensi(S H1 /S H2 ). Data MAGDAS digunakan dalam periode 30 agustus-30
Oktober 2014 dengan stasiun Manado sebagai stasiun utama dan Sicincin sebagai
stasiun referensi. Indeks Dst juga diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa anomali
yang terjadi bukan berasal dari gangguan eksternal namun dari aktivitas seismik.
PERUJUKAN Hasil penelitian menunjukkan anomali ULF sebelum gempa terjadi pada hari
tenang dianggap sebagai prekursor yang berkaitan dengan fase pra-seismik gempa
Kurniawati et al. 2016. Analisis Anomali bumi.
Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi
Laut Maluku Fase Pra-Seismik periode Kata kunci : ULF, prekursor gempa bumi, MAGDAS, metode polarisasi
September-Oktober 2014. Prosiding Workshop
Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya,
Edisi I, hal. 28-34, Pusat Sains Antariksa
LAPAN, ISBN 978-979-1458-97-9. ULF emissions anomaly been carried out on large earthquakes at September 10th
2014 (Mw=6.3) and October 24th 2014 ( Mw=5.1) that occur in the Moluccas sea
subduction zone. The method used polarization ratio analysis between vertical
component (Z) and horizontal component (H) (Sz/S H ) and Horizontal component
between main station and reference station (S H1 /S H2 ). MAGDAS data period of
August 30th to October 30th, 2014 from Manado station being used as the main
station and Sicincin as reference station. Dst index are necessary to confirm that
anomalies come from external source or purely from seismic activity. The result of
this study is that ULF anomaly before earthquake which is happened on quiet day
considered as precursor associated with earthquake’s pre-seismic phase.
Keywords : ULF, earthquake precursor, MAGDAS, polarization method

sinyal alami dari interaksi matahari, gangguan buatan manusia


I. PENDAHULUAN
dan gangguan akibat aktivitas litosfer (Masci, 2011). Banyak
Gempa bumi besar sering terjadi di sekitar Laut Maluku penelitian yang menunjukkan bahwa kejadian gempa bumi
karena kondisi tektonik yang sangat kompleks (lihat Gambar besar dapat dilihat tanda awalnya, salah satunya dengan
1-1) akibat pertemuan lempeng Australia, Eurasia, Pasifik dan melihat anomali medan magnet. Emisi ULF merupakan bukti
lempeng mikro Filipina sehingga terbentuk tunjaman ke arah yang paling meyakinkan adanya anomali medan magnet yang
barat-timur (Hall dan Wilson, 2000). Dengan demikian, perlu berkaitan dengan gempa bumi (Hirano dkk., 2011). Frekuensi
adanya sistem mitigasi bencana gempa bumi, salah satunya emisi ULF (0,01-10 Hz) teramati sebelum dan sesudah gempa
dengan pengamatan prekursor gempa bumi pada emisi ULF. bumi besar di Armenia, Spitak 17 Desember 1988 (Ms=6,9) (
Kopytenko dkk., 1993), gempa bumi Loma Prieta California 18
Gelombang ULF yang tercatat di magnetometer merupakan
November 1989(Ms=7,1)(Fraser-Smith dkk., 1990) dan
superposisi gelombang-gelombang yang dipengaruhi oleh
29
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

gempabumi Guam China 8 Agustus 1993(Ms=8)(Hayakawa akibat aktivitas manusia. Gangguan aktivitas manusia dapat
dkk., 1996) menggunakan pengamatan magnet bumi. dihilangkan dengan memilih waktu pengamatan tengah malam
sedangkan gangguan alami dari badai magnet tidak dapat
dihilangkan (Masci, 2010).
Mekanisme fisis perubahan emisi ULF terkait gempa bumi
(Hattori dkk., 2006) dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Efek Elektrokinetik (Fenoglio dkk., 1995) yaitu
perubahan tekanan pada patahan batuan menghasilkan
aliran elektrokinetik, disebabkan oleh deposit silika
pada batuan tersebut sehingga menghasilkan aliran
gangguan magnet bumi.
(2) Efek Induksi, perubahan konduktifitas geo-elektrik
(geo-electric Conductivity) di litosfer akibat aktivitas
di sumber gempa bumi (Focal Zone) yang
menyebabkan perubahan amplitudo pada gelombang
elekromagnet non-lithospheric (Mogi, 1985).
(3) Efek Micro-Fracturing, (Molchanov dan Hayakawa,
Gambar 1-1: Model 3D konvergensi Laut Maluku : 1995) menjelaskan bahwa sumber gempa bumi
modifikasi Hall dan Wilson (2000) membangkitkan emisi ULF dan menjalar hingga
(http://www.sp.lyellcollection.org, 2015) tercatat oleh magnetometer, tergantung permitivitas
dielektrik secara makroskopis (ᵋ g ) dan konduktivitas
Gelombang ULF yang tercatat di magnetometer merupakan (σ g ).
superposisi gelombang-gelombang yang dipengaruhi oleh Pemahaman prekursor gempa bumi laut khususnya di
sinyal alami dari interaksi matahari, gangguan buatan manusia Indonesia belum tuntas dikuasai. Penulisan makalah ini
dan gangguan akibat aktivitas litosfer (Masci, 2011). Banyak bertujuan untuk mengetahui fenomena anomali ULF yang
penelitian yang menunjukkan bahwa kejadian gempa bumi berkaitan dengan proses persiapan gempa bumi di sekitar Laut
besar dapat dilihat tanda awalnya, salah satunya dengan Maluku.
melihat anomali medan magnet. Emisi ULF merupakan bukti
yang paling meyakinkan adanya anomali medan magnet yang 2. DATA DAN METODOLOGI
berkaitan dengan gempa bumi (Hirano dkk., 2011). Frekuensi
emisi ULF (0,01-10 Hz) teramati sebelum dan sesudah gempa Data yang digunakan adalah data hasil pengamatan
bumi besar di Armenia, Spitak 17 Desember 1988 (Ms=6,9) ( menggunakan MAGDAS stasiun Manado(124,84°BT dan
Kopytenko dkk., 1993), gempa bumi Loma Prieta California 18 1,44°LU) dan Sicincin (100,3°BT dan -0,55°LS) dari Agustus
November 1989(Ms=7,1)(Fraser-Smith dkk., 1990) dan hingga Oktober 2014. Dalam makalah ini analisis anomali ULF
gempabumi Guam China 8 Agustus 1993(Ms=8)(Hayakawa gempa bumi Laut Maluku ditujukan pada stasiun terdekat yaitu
dkk., 1996) menggunakan pengamatan magnet bumi. stasiun Manado, sedangkan stasiun Sicincin sebagai referensi
digunakan untuk memastikan pengaruh badai magnet yang
Beberapa penelitian ( Hayakawa dkk., 2007; Uyeda dkk., 2009; terjadi karena jika terjadi badai magnet maka akan
Hayakawa dan Hobara, 2010) menjelaskan bahwa saat proses menimbulkan gangguan pada rekaman magnet walaupun pada
persiapan gempa bumi besar dapat membangkitkan gelombang stasiun jauh dari lokasi penelitian. Sebagai konfirmasi jika ada
elektromagnetik dan digunakan sebagai prekursor yang paling gangguan badai magnet, digunakan juga data indeks Dst (
meyakinkan untuk prekursor gempa dalam rentang waktu Disturbance storm time index). Terdapat dua gempa bumi besar
pendek. Sedangkan penelitian lainnya (seperti Eftaxias dkk., untuk studi kasus penelitian ini, dengan lengkap ditampilkan di
2001; Pulinets dan Baoyarchuk, 2004; Molchanov dan Tabel 2-1.
Hayakawa, 2008; Eftaxias dkk., 2009) menyebutkan bahwa
untuk mengamati prekursor elektromagnet hanya dapat Untuk mendapatkan sinyal ULF dilakukan proses seperti
terdeteksi hingga ratusan km. Radiasi seismo-elektromagnet berikut :
dapat mempengaruhi amplitudo gelombang ULF di permukaan (1) Memilih data pengamatan malam ( 22.00-04.00
tanah melalui radiasi langsung dari hiposenter gempa WITA) untuk menghindari gangguan akibat aktivitas
(Fenoglio dkk., 1995; Molchanov dan Hayakawa, 1995) dan manusia dan gangguan badai magnet signifikan.
secara tidak langsung dari sumber akibat variasi konduktivitas
listrik yang bersesuaian dengan aktivitas seismik ( Marzer dan (2) Menyaring data dengan bandpass filter pada frekuensi
Klemperer, 1997). 1/600 sampai 1/3 Hz.

Pengamatan anomali ULF dengan polarisasi rasio komponen Z (3) Menganalisis spektrum dengan metode Welch yang
dan H (Sz/S H ) menjadi kunci utama untuk mendeteksi membagi panjang sinyal (N data) ke dalam beberapa
gelombang ULF akibat aktivitas seismik (Hayakawa dkk., segmen secara overlapping 50%. Pada setiap segmen
2007). Hal yang penting adalah memisahkan anomali akibat dilakukan FFT dengan panjang jendela N+1dan
gempa dengan gelombang alami, badai matahari dan gangguan perumusannya seperti pada persamaan (2-1).
30

Kurniawati et al. / Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku……

E{P welch } =
1

𝑓𝑓𝑓𝑓/2
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃(𝑝𝑝)|𝑊𝑊(𝑓𝑓 − 𝑝𝑝)|2 𝑑𝑑𝑑𝑑 … (2- (5) Menghitung rasio komponen Z dan H stasiun Manado
𝑓𝑓𝑓𝑓 𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑈𝑈 −𝑓𝑓𝑓𝑓/2 dan Sicincin (Sz/S H ) serta hasil komponen H antara
1) stasiun Manado dan Sicincin (S H1 /S H2 ).
dengan s = frekuensi cuplik, Ls = panjang data dalam satu (6) Menghitung standar deviasi data dan melakukan
segmen, U = normalisasi dari periodigram (Pxx) , W = moving average 2 harian dari hasil polarisasi masing-
rectangular windows (1024) p = banyak segmen dan f = masing stasiun.
frekuensi yang dipilih.
(7) Membuat analisis data.
(4) Memilih frekuensi pada 0,012 Hz dan 0,022 Hz (dalam
rentang Pc3)

Tabel 2-1: Daftar gempa Bumi yang diteliti


Magnitudo Kedalaman Lintang Bujur Jarak gempa
No. OT(WITA)
(Mw) (km) (°) (°) dari sensor (km)
1. 6,2 30 10-Sep-14 10:46:06 -0,19 125,17 184,6 2760,9
2. 5,1 53,7 24-Okt-14 10:23:47 1,46 126,48 182,1 2914,5

badai magnet yang cukup besar -75 nT dan terdapat 2 gempa


3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan jarak berbeda terhadap stasiun Manado. Pengaruh
3.1 Analisis Gempa Bumi 10 September 2014 badai magnet masih dapat dilihat pada hasil polarisasi (S Z /S H )
tanggal 15 September, sedangkan anomali lainnya pada hari
Pada Gambar 3-1, hasil rasio (S Z /S H ) stasiun Manado pada
tenang muncul sebagai prekursor gempa di Laut Maluku
frekuensi 0,012 Hz menunjukkan adanya anomali ULF yang karena anomali tersebut tidak dipengaruhi gangguan badai
muncul pada tanggal 30 Agustus, 3, 6 dan 7 September dengan magnet.
nilai yang bervariasi ( lihat Tabel 3-1). Terdapat gangguan

Gambar 3-1: Anomali ULF di stasiun Manado (bulat hitam putus-putus) muncul sejak
11 hari sebelum gempa di Laut Maluku 6,2 Mw ( bintang kuning) pada rasio SZ/SH
Manado frekuensi 0,012 Hz. Terdapat gempa jauh di Sumatera 5,3 Mw (bintang hijau)

Tabel 3-1: Anomali S Z /S H frekuensi 0,012 Hz di stasiun gempa di sekitar stasiun (bintang hijau dalam Gambar 3-2).
Manado sebelum gempa bumi 6,2 Mw 10 September 2014 Pada saat badai magnet terjadi, anomali akibat badai magnet
juga terekam di stasiun Sicincin.
Besar Anomali
No. Tanggal (S Z/ S H ) 0,012 Keterangan Pada frekuensi 0,022 Hz, Polarisasi rasio (S Z /S H ) stasiun
Hz) Manado (lihat Gambar 3-3) menunjukkan anomali, namun
1 30/08/14 3,9 Anomali muncul pengaruh badai magnet tidak terlihat karena data magnet tidak
sejak 11 hari ada. Anomali saat hari tenang terjadi pada tanggal 2, 6, 7, dan
2 03/09/14 1,12 10 September merupakan prekursor gempa di Laut Maluku dan
sebelum gempa
3 06/09/14 0,65 6,2 Mw 10 besarnya tidak terlalu jauh dengan hasil polarisasi pada
4 07/09/14 0,24 September 2014 frekuensi 0,012 Hz (lihat Tabel 3-2). Penyebab anomali pada
hari tenang bersumber dari litosfer dan informasi ini
merupakan prekursor gempa bumi di Laut Maluku.
Adanya atenuasi gelombang elektromagnet yang hanya dapat
melewati medium hingga ratusan km (Molchanov dan
Hayakawa, 2008), maka anomali beberapa hari sebelum gempa
Laut Maluku pada rekaman magnet stasiun Sicincin bukanlah
anomali dari gempa bumi Laut Maluku, melainkan pengaruh
31
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Gambar 3-2: Anomali ULF di stasiun Sicincin (bulat merah putus-putus) ditujukan untuk
gempa di Sumatera 5,3 Mw (bintang hijau) bukan gempa di Laut Maluku 6,2 Mw ( bintang
kuning) pada rasio S Z /S H Sicincin frekuensi 0,012 Hz

Gambar 3-3: Anomali ULF di Manado (bulat hitam putus-putus) muncul


sejak 9 hari sebelum gempa di Laut Maluku 6,2 Mw ( bintang kuning) pada
rasio S Z /S H Manado frekuensi 0,022 Hz. Terdapat gempa jauh di Sumatera 5,3
Mw (bintang hijau) (bintang hijau). Terjadi badai magnet ( kotak merah putus-
putus)

Sama halnya pada frekuensi 0,012 Hz, hasil polarisasi rasio akibat badai magnet. Hal ini menunjukkan bahwa badai magnet
S Z /S H Sicincin frekuensi 0,022 Hz juga terlihat gangguan mempengaruhi rekaman magnet pada magnetometer.

Gambar 3-4: Anomali ULF di Sicincin (bulat merah putus-putus) ditujukan


untuk gempa di Sumatera 5,3 Mw (bintang hijau) bukan gempa di Laut
Maluku 6,2 Mw ( bintang kuning) pada rasio S Z /S H Sicincin frekuensi 0,022
Hz.
32

Kurniawati et al. / Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku……

Gambar 3-5: Rasio S H.Manado /S H.Sicincin pada frekuensi 0,012 Hz muncul


anomali ULF (bulat hitam putus-putus) sejak 10 hari sebelum gempa di
Laut Maluku 6,2 Mw.
Untuk lebih meyakinkan adanya anomali ULF sebagai polarisasi S Z / S H stasiun Manado saat anomali ULF sebagai
prekursor gempa, dilakukan analisis perbandingan polarisasi prekursor dan badai magnet terekam.
rasio komponen H stasiun Manado terhadap stasiun Sicincin
Polarisasi rasio komponen H ( S H.MND / S H.SCN ) pada frekuensi
(S H.MND / S H.SCN ). Polarisasi rasio komponen H (S H.MND /
0,022 Hz (lihat Gambar 3-6) juga muncul anomali tanggal 10
S H.SCN ) frekuensi 0,012 Hz (lihat Gambar 3-5) juga muncul
dan 11 September saat hari tenang sebagai prekursor dan
anomali mulai tanggal 1 dan 7 September saat hari tenang
pengaruh badai magnet tidak terlihat.
sebagai prekursor dan tanggal 15 September masih ada
pengaruh badai magnet. Hal ini bersesuaian dengan hasil

H/H 0.022 σ+
ZH.MND/ZH.SCN 0.022 Hz
25
60
-25
20

Nilai dst ( nT)


No Data
H/H

No Data -75
No Data
No Data

-20

-60 -125
6.2 Mw 5.3 Mw
-100 -175
1/9/14
2/9/14
3/9/14
4/9/14
5/9/14
6/9/14
7/9/14
8/9/14
9/9/14
30/8/14
31/8/14

10/9/14
11/9/14
12/9/14
13/9/14
14/9/14
15/9/14

Gambar 3-6: Rasio S H.Manado /S H.Sicincin pada frekuensi 0,022 Hz muncul anomali ULF (bulat
hitam putus-putus) pada saat dan setelah gempa di Laut Maluku 6,2 Mw.

3.2. Analisis Gempa Bumi 24 Oktober 2014


Pada polarisasi rasio S Z /S H frekuensi 0.012 Hz stasiun
Manado (lihat Gambar 3-7) tidak terlihat anomali saat hari
tenang. Ini menunjukkan bahwa gangguan magnet sangat
intensif terjadi di bulan Oktober sehingga prekursor untuk
gempa 24 Oktober sangat sulit ditentukan.
Sedangkan polarisasi rasio S Z /S H stasiun Sicincin 0,012 Hz
(lihat Gambar 3-8) Badai magnet terjadi secara berurutan juga
terekam. Keadaan ini sama dengan hasil Polarisasi rasio S Z /S H
stasiun Manado 0,012 Hz. Gambar 3-7: Anomali ULF di Manado tidak terlihat sebelum
gempa di Laut Maluku 5,1 Mw ( bintang kuning) pada rasio
S Z /S H Manado frekuensi 0,012 Hz. Terdapat gempa jauh di
Sumatera 5,1 Mw (bintang hijau).
33
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Tidak berbeda jauh dengan polarisasi rasio S Z /S H stasiun


Manado pada frekuensi 0,012 Hz, polarisasi rasio S Z /S H pada
frekuensi 0,022 Hz ( gambar 3-9) juga tidak terlihat anomali
ULF sebagai prekursor gempa. Dengan kondisi data yang tidak
lengkap membuat hasil yang tidak maksimal.
Polarisasi rasio S Z /S H Sicincin pada frekuensi 0,022 Hz juga
terlihat adanya pengaruh badai magnet yang terekam (lihat
Gambar 3-10). Untuk hasil polarisasi rasio S Z /S H bulan
oktober, menunjukkan bahwa tidak ada anomali sebagai
prekursor gempa 5,1 Mw Laut Maluku 24 oktober 2014 karena
terjadi badai magnet yang signifikan terus berlangsung. Hasil
Gambar 3-8: Rasio S Z /S H Sicincin 0,012 Hz menunjukkan
polarisasi rasio S Z /S H tidak terdapat anomali, maka polarisasi
badai magnet berurutan. Gempa di Laut Maluku 5,1 Mw
komponen H antara stasiun Manado dan Sicincin tidak perlu
(bintang kuning) dan gempa di Sumatera 5,1 Mw (bintang
dilakukan.
hijau).

Gambar 3-9: Anomali ULF di Manado tidak terlihat sebelum gempa di Laut
Maluku 5,1 Mw ( bintang kuning) pada rasio S Z /S H Manado frekuensi 0,022 Hz.
Terdapat gempa jauh di Sumatera 5,1 Mw (bintang hijau)

Gambar 3-10: Rasio S Z /S H Sicincin 0,022 Hz menunjukkan badai magnet


berurutan. Gempa di Laut Maluku 5,1 Mw (bintang kuning) dan gempa di Sumatera
5,1 Mw (bintang hijau)

yang terekam akibat seismik karena terjadi badai magnet


4. KESIMPULAN
signifikan secara berurutan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
anomali ULF dapat digunakan untuk pengamatan prekursor UCAPAN TERIMA KASIH
gempa bumi di Laut Maluku fase pra-seismik, terutama pada
Terima kasih kami ucapkan kepada ICSWSE dan BMKG
frekuensi 0,012 Hz dan 0,022 Hz. Fase pra-seismik gempa 10
untuk penyediaan data gempa bumi dan magnet bumi serta
September 2014, frekuensi 0,012 Hz anomali muncul 11 hari
LAPAN atas nama Jiyo, Fitri Nuraeni dan Buldan Muslim atas
sebelum gempa dan frekuensi 0,022 Hz anomali muncul 9 hari
perbaikan yang bermanfaat dalam penulisan makalah ini.
sebelum. Untuk gempa 24 Oktober 2014 tidak ada anomali
34

Kurniawati et al. / Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku……

DAFTAR RUJUKAN Masci,F.2011.On the seismogenic increase of the ratio of the


ULF geomagnetic field component.Journal Physics of the Earth
Eftaxias, K, P. Kapiris, J. Polygiannakis, N. Bogris, J.
and Planetary Interiors.doi:10.1016/j.pepi.2011.05.001
Kopanas, G. Antonopoulos, A. Peratzakis dan
V.Hadjicontis.2001.Signature of pending earthquake from Merzer, M., dan S. L. Klemperer, 1997. Modeling low-
electromagnetic anomalies. Geophys.Res.Lett..28(17).3321. frequency magnetic-field precursors to the Loma Prieta
doi:10.1029/2001 GL013124 earthquake with a precursory increase in fault-zone
conductivity. Pure Appl. Geophys., 150, 217–248,
Eftaxias, K, L. Athanasopoulou, G. Balasis, M. Kalimeri, S.
10.1007/s000240050074
Nikolopoulos, Y. Contoyiannis, J. Kopanas, G. Antonopoulos,
dan C. Nomicos.2009. Unfolding the procedure of Molchanov, O. dan M.Hayakawa.2008.Seismo
characterizing recorded ultra lowfrequency, kHZ and MHz Electromagnetics and Related Phenomena: History and latest
electromagetic anomalies prior to the L’Aquila earthquake as results. TerraPub, Tokyo, Hlm.189
pre-seismic ones – Part 1. Nat. Hazards Earth Syst. Sci., 9,
Molchanov, O., dan M. Hayakawa, 1995. Generation of ULF
1953-1971, doi: 10.5194/nhess-9-1941-2009
electromagnetic emissions by microfracturing. Geophys. Res.
Fenoglio, M. A., M. J. S.Johnston, dan J. D. Byerlee.1995. Lett., 22.Vol.22.Hlm.3091-3094.doi:10.1029/95GL00781
Magnetic and electric fields associated with changes in high
Mogi ,K.1985.Earthquake Prediction.Academic Press.
pore pressure in fault zones: Application to the Loma Prieta
Tokyo.Hlm. 382
ULF emissions. J. Geophys. Res., 100, B7, 12951-12958,
doi:10.1029/95JB00076 Pulinets, S.A.,dan Boyarchuk, K.A.2004.Ionospheric
Precursors of Earthquakes.Springer.Berlin, Germany, Hlm.
Fraser-Smith, A.C., Bernardi, A., McGill P.R., Ladd M.E.,
315
Helliwell R.A., dan Villard O.G. Jr.1990. Low Frequency
Magnetic Field Measurements Near The Epicentre of The Ms Uyeda, S., T. Nagao, dan M. Kamogawa.2009.Short-term
7.1 Loma Prieta Earthquake.Geophys.Res.Let. Vol.17 No.9. earthquake prediction: current status of seismo-
Hlm. 1465-1468 electromagnetics.Tectonophysics.470.Hlm.205-
213.doi:10.1016/j.tecto.2008.07.019
Hall,R.,dan Wilson, M.E.J.2000.Neogene sutures in eastern
Indonesia.Journal of Asia Earth Science 18.Hlm.781-808 http://www.sp.lyellcollection.org, diakses tanggal 14 Februari
2015
Hattori, K., A.Serita, C. Yoshino, M. Hayakawa, dan N.
Isezaki.2006.Singular Spectral analysis and principal
component analysis for signal discrimination of ULF
geomagnetic data associated with 2000 Izu Isldan Earthquake
Swarm.Physics and Chemistry of the Earth. 31, Hlm.281-291
Hayakawa M., dan Hobara Y.2010. Current status of seismio-
electromagnetics for short-term earthquake prediction.
Geomatics. Nat Haz Risk 1, hlm. 115-
155.doi:10.1080/19475705.2010.486933
Hayakawa M., Kawate R., Molchanov O.A, dan Yumoto
K.1996. Result of Ultra-Low frequency magnetic field
measurement during the Guam Earthquake of 8 August
1993.Geophys.Res.Lett.23, Hlm.241-244
Hayakawa M., K. Hattori dan K. Ohta. 2007. Monitoring of
ULF (ultra-low-frequency) geomagnetic variations associated
with earthquakes. Sensor, 7. Hlm.1108-
1122.doi:10.3390/s7071108.
Hirano T., K. Hattori, P.Hang dan Y.Ishiguro. 2011. ULF
geomagnetic changes possibly associated with the 2008 Iwate-
Miyagi Nairiku earthquake. IEEE.Hlm.9-11
Kopytenko, Yu. A, Matiashvili, T.G..,Voronov, P. M.,
Kopytenko, E.A dan Molchanov, O.A.1993.Detection of ultra-
low frequency emissions connected with Spitak earthquake and
its aftershock activity, based on geomagnetic pulsation data at
Dusheti and Vardzia observatories. Phy. Earth Planet. Int,77.
Hlm.85-95.
Masci, F., 2010. On claimed ULF seismogenic fractal
signatures in the geomagnetic field. J. Geophys. Res., 115,
A10236, doi:10.1029/2010JA015311
35
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Analisis Gempa Bumi di Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali Emisi
ULF
Analysis of Liwa Earthquake on April 3, 2014 Based on ULF Emission Anomaly
T. Wulandari*, S. Ahadi, P. J. P. Harjadi
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)
*Email : triwulandari11031991@gmail.com

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Beberapa ilmuwan pernah mengamati adanya anomali pada sinyal elektromagnet


Diterima : 8 September 2015 ULF (Ultra Low Frequency) di bumi sebelum terjadinya gempa bumi berkekuatan
Direview : 4 November 2015 besar. Anomali dalam sinyal ULF dapat dianggap sebagai tanda awal akan
Direvisi : 28 Desember 2015 terjadinya gempa bumi. Gempa bumi yang akan diteliti adalah gempa berkekuatan
Diterbitkan : 6 April 2016 5,7 mw di liwa pada tanggal 3 April 2014. Data magnet yang digunakan berasal
dari stasiun magnetik Liwa (LWA) dan Tuntungan (TSI). Dengan mengguankan
metode polariasi rasio Z/H ditemukan bahwa lead time anomali pada gempa ini
adalah 9 hari sebelum gempa. Arah emisi ULF untuk gempa ini juga diteliti dengan
PERUJUKAN menggunakan metode gradien komponen H selama 4 hari sebelum gempa tersebut.
Hasilnya diperoleh arah emisi ULF yang cukup baik dengan penyimpangan 0,53o
Wulandari et al. 2016. Analisis Gempa Bumi Di dari arah episenter gempa tersebut. Penyimpangan arah yang relatif kecil terhadap
Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali arah episenter gempa mengindikasikan bahwa arah emisi ULF tersebut dapat
Emisi Ulf. Prosiding Workshop Riset Medan digunakan sebagai prekursor yang merepresentasikan arah episenter gempa
Magnet Bumi dan Aplikasinya, Edisi I, hal. 35- sebenarnya.
40, Pusat Sains Antariksa LAPAN, ISBN 978-
979-1458-97-9. Kata kunci : Emisi ULF, Elektromagnetik, Prekursor Gempa, polarisasi rasio Z/H,
metode gradient

Scientists had ever observed the anomaly of ULF electromagnetic signal on the
ground before earthquakes which have big magnitude. Anomalies which happened
in the ULF signal can be considered as the initial signature of the earthquke. The
earthquake that will be observed has magnitude 5.7 mw on April 3, 2014 in Liwa.
Magnetic data were used from ground based magnetic stasion of Liwa (LWA) dan
Tuntungan (TSI). By using polarization ratio Z/H method, lead time for the
earthquake was found out at 9 days before earthquake. The direction of ULF
emission was also observed by using gradient method with component H as 4 days
before the earthquake. The result was acquired that the direction of ULF emission
was almost exact with its deviation angle about 0.53o from the direction of the
earthquake. The deviation angle is relatively small and it can be considered as a
precursor that represents the epicenter.
Keywords : ULF emission, electromagnetic, earthquake precursor, polarization
ratio Z/H, gradient method

1. PENDAHULUAN rentang frekuensi, seperti ULF (Ultra Low Frequency), VLF


(Very Low Frequency), dan VHF (Very High Frequency).
Prekursor gempa bumi jangka pendek (kurang dari 30 hari)
Namun emisi gelombang ULF dianggap sebagai fenomena
dengan emisi gelombang elektromagnet telah dilakukan oleh
yang paling menjanjikan dan dapat digunakan sebagai
beberapa ilmuwan sebagai studi awal untuk prekursor gempa
prekursor jangka pendek yang dapat dipercaya (Kopytenko
bumi (Fraser-Smith dkk., 1990, Ismaguilov dkk., 2002, Hattori,
dkk., 2001).
2004, Ahadi, 2014). Pada penelitian tersebut diuraikan
pembahasan tentang anomali elektromagnet yang terjadi Emisi elektromagnet ditransmisikan dari hiposenter gempa
sebelum gempa bumi. Penelitian mengenai prekursor akibat adanya efek tektonik selama fase persiapan gempa bumi
elektromagnet dapat dilakukan dengan menggunakan beragam (Hattori, 2004). Penelitian mengenai emisi ULF dilakukan
36

Wulandari et al. / Analisis Gempa Bumi di Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali Emisi Ulf

berdasarkan pada prinsip bahwa emisi gelombang gempa bumi. Salah satu metode yang digunakan untuk
elektromagnet dapat dibangkitkan sebagai suatu pulsa di menentukan arah episenter gempa bumi adalah dengan
hiposenter gempa bumi. Gelombang elektromagnet dengan menggunakan metode gradien. Metode ini menggunakan 3
frekuensi tinggi tidak dapat merambat di litosfer sebaik ULF stasiun magnet. Dengan menggunakan 3 stasiun dapat
hingga jarak yang jauh karena atenuasi yang cukup besar, dikonstruksi vektor gradien komponen magnet di sepanjang
tetapi ULF bisa merambat hingga titik pengamatan dekat permukaan bumi. Arah vektor gradien tersebut mengarah pada
permukaan bumi dan hanya sedikit mengalami atenuasi. Hal suatu episenter gempa bumi (Kopytenko dkk., 2001).
inilah yang menjadikan dasar bahwa emisi ULF dapat diamati Sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 2.1, S1, S2, S3
dan berkaitan dengan kejadian gempa bumi (Hayakawa dkk., merupakan stasiun-stasiun magnet yang berada pada pasangan
2007). array pertama, dan S4, S5, dan S6 merupakan stasiun-stasiun
magnet yang berada pada pasangan array kedua. Dalam
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian ini hanya digunakan 1 pasang array (3 stasiun).
polarisasi power ratio dengan membandingkan nilai vertikal
dan horizontal magnet (S Z /S H ). Anomali emisi ULF yang
3. DATA DAN METODOLOGI
terlihat setelah diukur dengan metode tersebut divalidasi
dengan indeks Dst geomagnet sehingga dapat diketahui Data gempa bumi yang digunakan dalam penelitian ini
penyebab dari anomali tersebut berasal dari gempa bumi atau terjadi pada tanggal 03-04-2014 16:30:25 WIB (03-04-2014
aktivitas magnetik (Ibrahim dkk., 2012). Selain itu akan 09:30:25 UTC), dengan lokasi episenter 5,24o LS 102,28o BT,
dilakukan pula penentuan arah sumber emisi ULF yang sekitar 199 km barat daya Lampung. Gempa ini memiliki
dianggap sebagai representasi arah episenter gempa bumi magnitudo sebesar 5,7 Mw dan terjadi pada kedalaman 44 km.
dengan menggunakan metode gradien.

2. LANDASAN TEORI
Prekursor gempa bumi dapat dilakukan dengan mengamati
anomali emisi ULF yang terlihat dari data magnet bumi. Nilai
magnet bumi yang terekam di stasiun geomagnet merupakan
representasi dari keadaan medan magnet di sekitar bumi. Bumi
memiliki medan magnet yang secara dominan dihasilkan dari
dalam bumi dan membentuk perisai pelindung di sekitar bumi
yang dinamakan magnetosphere. Perisai ini dapat melindungi
bumi dari partikel matahari berenergi tinggi yang berbahaya
(Gunnarsdóttir, 2012).
Emisi ULF dapat dibangkitkan di daerah sumber gempa bumi
dan merambat hingga tercatat pada sensor. Muatan listrik dapat
dihasilkan di daerah retakan litosfer akibat gempa bumi.
Muatan ini menghasilkan gelombang elektromagnetik yang
menambahkan nilai medan magnet di sekitar lokasi sumber
gempa bumi (Molchanov dan Hayakawa, 1996). Proses ini
disebut microfracturing.
Gambar 3-1: posisi episenter gempa 3 April 2014. Bintang
merah adalah episenter gempa

Polarisasi rasio Z/H untuk gempa 3 April 2014 dilakukan


dengan menggunakan data dari stasiun LWA dan TSI. Stasiun
LWA dijadikan sebagai stasiun utama dengan jarak terhadap
episenter D= 199,08 km. Sementara itu TSI dijadikan stasiun
referensi karena letaknya cukup jauh dari gempa ini yaitu
berjarak D=1054,53 km. Berikut ini adalah diagram alir yang
menjelaskan proses pengolahan data dengan mengguanakan
polarisasi rasio Z/H.

Proses pengolahan data dalam tulisan ini dimulai dengan


menggabungkan data mentah yang diunduh dari server
MAGDAS dimana tiap 1 file berisi 10 menit nilai medan
Gambar 2-1: Skema penentuan arah sumber ULF dengan magnet bumi per detik komponen H dan Z menjadi data yang
menggunakan 2 pasang array stasiun magnet (Kopytenko dkk., tiap 1 file berisi 1 hari nilai medan magnet bumi per detik.
2001) Penggabungan data ini menghasilkan data biner berekstensi
Beberapa peneliti telah berhasil mendeteksi dan menghitung *.mgd. Kemudian data ini dikonversi menjadi data ASCII
arah sumber anomali ULF yang diyakini sebagai arah episenter (American Standard Code for Information Interchange)
37
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

dengan ekstensi *.gea. Data ASCII yang berisi nilai komponen (G21), serta antara stasiun 3 dan 1 (G31). Semua parameter
H dan Z per detik difilter dan dipilih frekuensi 0,012 Hz. yang telah dihitung tersebut digunakan untuk menentukan arah
Frekuensi ini digunakan karena mengacu dalam penelitian sumber emisi ULF (vektor gradien) dalam besaran derajat yang
(Ahadi, 2014) yang membuktikan dengan analisis spektral disebut sudut alpha (α) dengan rumus:
bahwa frekuensi 0,012 Hz merupakan frekuensi yang paling
baik dalam menghasilkan prekursor untuk wilayah Sumatera. 𝛼𝛼 = ±𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐺𝐺21 cos(𝛽𝛽)
…(3-1)
Setelah difilter, dihitung nilai PSD (Power Spectra Density) �𝐺𝐺212 +𝐺𝐺312 −2 𝐺𝐺21 𝐺𝐺31 sin(𝛽𝛽)

dari komponen Z dan H dengan transformasi Fourier. Nilai


PSD komponen Z dari stasiun pencatat (terdekat dengan Dengan,
episenter) dan H dari stasiun referensi (jauh dari episenter) ini
𝛥𝛥𝛥𝛥21
dibandingkan. Kemudian nilai polarisasi rasio Z/H ini dihitung 𝐺𝐺21 = …(3-2)
𝑑𝑑21
standar deviasinya, jika nilai polarisasi rasio Z/H ini
menyimpang dan melebihi batas standar deviasinya maka ini Nilai G21 adalah vektor gradien antara stasiun 2 dan 1, G31
disebut anomali. Anomali ini harus diklarifikasi dengan indeks adalah vektor gradien antara stasiun 3 dan 1, α adalah sudut
DST untuk meyakinkan bahwa bukan disebabkan badai antara sumbu X dan arah vektor gradien, β adalah sudut antara
magnet. Selain itu dilakukan pula rasio PSD dari komponen H sumbu Y dan garis yang menghubungkan stasiun 1 dan 3,
di stasiun pencatat dengan komponen H di stasiun referensi, ΔB21 adalah beda nilai komponen magnet (komponen H atau
nilai ini juga dihitung untuk meyakinkan bahwa anomali pada Z) dari stasiun 2 dan 1, d21 adalah jarak antara stasiun 2 dan 1
polarisasi rasio Z/H adalah prekursor. (km).
Sementara itu, untuk menghitung arah emisi ULF dengan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
metode gradien digunakan data komponen H dari 3 stasiun
terdekat dengan episenter, dalam penelitian ini, untuk Nilai polarisasi rasio Z/H pada stasiun LWA dan TSI
penentuan arah emisi ULF digunakan data dari stasiun Liwa dihitung untuk frekuensi f=0,012 Hz, untuk stasiun LWA dapat
(LWA) dengan koordinat 5,0 LS dan 104,1 BT , Gunungsitoli dilihat pada Gambar 4-1 panel B dan untuk stasiun TSI dapat
(GSI) 1,3 LU dan 9,7 BT dan Sicincin (SCN) 0,5 LS dan 100,3 dilihat dalam Gambar 4.1 panel C. Jika meninjau tanggal 3
BT. Diawali dengan menentukan sumbu koordinat yang terdiri Maret 2014 hingga 15 Maret 2014 (daerah dalam kotak hitam
dari sumbu X dan sumbu Y. Sumbu X adalah garis yang putus-putus pada Gambar 4-1 panel B dan C), terlihat beberapa
diarahkan dari stasiun 1 ke stasiun 2, sumbu Y adalah garis anomali yang cukup signifikan pada stasiun LWA dan relatif
yang tegak lurus terhadap sumbu X dan terhubung dengan lebih kecil pada stasiun TSI. Anomali tersebut ambigu untuk
stasiun 3. Agar lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3-1. disebut sebagai prekursor gempa 3 April 2014. Ambiguitas ini
disebabkan oleh terjadinya badai magnet lemah pada tanggal
13 Maret 2014, selain itu pula pada tanggal 15 Maret 2014
terdapat dua gempa bumi yang berjarak cukup dekat dengan
stasiun LWA yaitu sejauh 419 km dengan magnitudo 5,6 mw
dan TSI sejauh 92 km memilki magnitudo 5,4 mw.
Pada tanggal 23 Maret2014 di stasiun TSI tercatat suatu
anomali (kotak hijau putus-putus dalam Gambar 4-1 panel C).
Anomali ini sulit dianggap sebagai prekursor gempa karena
berasal dari gangguan sinyal. Hal ini dapat dibuktikan dengan
melihat rekaman nilai komponen H dan Z pada waktu tersebut.
Pada Gambar 4-2 panel A ditunjukkan bahwa nilai medan
magnet komponen H dan Z pada tanggal 23 Maret 2014
mengalami noise. Gambar 4-2 panel B menguatkan bukti
bahwa nilai medan magnet komponen H dan Z yang terekam
saat itu memang mengalami noise karena sinyal tersebut
memiliki nilai diff (selisih antara dua nilai medan magnet yang
saling berdekatan, contoh: selisih nilai komponen H antara data
detik ke-1 dan detik ke-2, detik ke-2 dan detik ke-3, detik ke-3
dan detik ke-4, dan seterusnya) melebihi ambang batasnya 0,5.
Gangguan sinyal ini bisa jadi disebabkan oleh masalah teknis
Gambar 3-1: skema penentuan arah vektor gradien dalam
seperti gangguan listrik pada magnetometer.
suatu array stasiun yang terdiri dari 3 stasiun magnet.
Pada tanggal 29 Maret 2014 di stasiun LWA terdapat anomali
Selanjutnya dihitung persamaan garis sumbu X dan sumbu Y. nilai polarisasi rasio Z/H yang bisa jadi merupakan prekursor
Hal ini dilakukan agar nilai titik pusat koordinat (X0, Y0) dapat untuk gempa 3 April 2014 (Gambar 4-1 panel B). Sinyal pada
dihitung. Kemudian dihitung jarak antara stasiun 3 dan 1 (d13), tanggal tersebut menunjukkan bahwa nilai medan magnet
serta jarak antara titik pusat koordinat dan stasiun 3 (d03), komponen Z relatif memiliki intensitas frekuensi lebih tinggi
sehingga dapat diperoleh nilai sudut bheta (β). Selanjutnya daripada nilai medan magnet komponen H (Gambar 4-3 panel
dihitung selisih nilai (beda nilai gradien) komponen H yang C). Hal ini menujukkan bahwa pada tanggal 29 Maret 2014,
sudah difilter pada frekuensi 0,012 Hz antara stasiun 2 dan 1 aktivitas magnet dipengaruhi oleh gangguan litosfer. Sehingga
38

Wulandari et al. / Analisis Gempa Bumi di Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali Emisi Ulf

anomali pada tanggal tersebut dapat dianggap sebagai Gambar 4-1: polarisasi rasio Z/H pada frekuensi 0,012 Hz
prekursor untuk gempa 3 Aprl 2014. Dengan kata lain, lead utuk gempa 3 April 2014. (A) Indeks Dst (garis biru), batas
time yang tercatat untuk gempa ini adalah sekitar 5 hari. indeks badai<-30 nT (garis kuning). (B) Polarisasi rasio Z/H
stasiun LWA (garis biru), batas stasndar deviasi (garis merah).
(C) Polarisasi rasio Z/H stasiun TSI (garis biru), batas stasndar
deviasi (garis merah)
Agar dapat lebih meyakinkan bahwa anomali pada polarisasi
rasio Z/H (dalam Gambar 4-1 panel B) adalah prekursor, maka
perlu dilihat pula pola nilai polarisasi H/H dari stasiun LWA
terhadap stasiun GSI. Polarisasi rasio H stasiun LWA/H
stasiun TSI pada Gambar 4-4 (dalam kotak hijau)
menunjukkan anomali yang disebabkan gangguan sinyal pada
stasiun LWA. Anomali yang disebabkan oleh badai magnet
juga terlihat beberapa kali pada polarisasi rasio H/H tersebut
(Gambar 4-4, kotak oranye). Sementara itu pada Gambar 4-4
(dalam kotak ungu) muncul suatu anomali di tanggal 29 maret
2014 atau sama dengan onset time pada polarisasi rasio Z/H di
stasiun LWA. Adanya kemiripan waktu anomali ini bisa jadi
merupakan kemungkinan bahwa anomali prekursor untuk
gempa 3 April 2014 adalah pada waktu tersebut.

Gambar 4-2: Nilai medan magnet di stasiun TSI saat ada gangguan sinyal pada tanggal 23 Maret 2014. (A) nilai
medan magnet komponen H (kiri) dan komponen Z (kanan). (B) diff pada komponen H (kiri) dan komponen Z
(kanan).

Gambar 4-3: Spektrum medan magnet di stasiun LWA saat ada gangguan litosfer pada tanggal 29 Maret 2014. (A) nilai medan
magnet komponen H (kiri) dan komponen Z (kanan). (B) diff pada komponen H (kiri) dan komponen Z (kanan). (C) spektrogram
dari nilai medan magnet komponen H (kiri) dan komponen Z (kanan).
39
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Gambar 4-4: polarisasi rasio H/H dari stasiun LWA terhadap


stasiun TSI
Arah emisi ULF dihitung sejak 3 hari sebelum gempa 3 April
2014. Dalam penentuan arah tersebut digunakan data magnet
komponen horisontal (H) dari 3 stasiun yaitu LWA, SCN, dan
GSI. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh sudut vektor
dan akurasinya berupa besar simpangan sudut vektor terhadap
arah episenter gempa tertera pada tabel 4-1. Gambar 4-5: Arah emisi ULF tanggal 31 maret 2014 (3 hari
Tabel 4-1: Hasil perhitungan arah emisi ULF untuk gempa 3 sebelum gempa)
April 2014 dan Akurasinya
Besar
simpangan
sudut vektor α sudut vektor
Tanggal
(derajat) terhadap arah
episenter
(derajat)
31 Maret 2014 106,280 49,252

01 April 2014 81,285 24,257

02 April 2014 92,194 35,166

03 April 2014 56,499 -0,529

Dalam tabel 4.1 ditunjukkan bahwa pada tanggal 2 April 2014


(1 hari sebelum gempa) arah emisi ULF mengalami
penyimpangan lebih besar daripada tanggal 1 April 2014 (2
hari sebelum gempa) yaitu sebesar 35 derajat dari episenter
gempa sebenarnya. Namun pada tanggal 3 April 2014 (hari
Gambar 4-6: Arah emisi ULF tanggal 1 April 2014 (2 hari
saat gempa terjadi) besar penyimpangan terhadap arah
sebelum gempa)
episenter relatif lebih kecil yaitu sebesar -0.0529 derajat. Hal
ini mengindikasikan bahwa semakin mendekati hari saat
terjadinya gempa, maka hasil perhitungan arah emisi ULF akan
semakin mendekati arah episenter gempa 3 April 2014. Secara
visual, hasil perhitungan arah emisi ULF sejak 3 hari sebelum
gempa hingga saat gempa 3 April 2014 dapat dilihat pada
Gambar 4-5, 4-6, 4-7, dan 4-8.
40

Wulandari et al. / Analisis Gempa Bumi di Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali Emisi Ulf

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis memberikan apresiasi dan rasa terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada Bapak Syirojudin yang telah
berkenan membagi ilmu serta waktunya untuk membantu
proses pengolahan data dalam tulisan ini.

DAFTAR RUJUKAN
Ahadi, S., 2014, Analisis Pola Prekursor Gempa Bumi Kuat
Sumatera Periode 2007-2012 Berdasarkan Emisi ULF (Ultra-
Low-Frequency) Menggunakan Data Geomagnet, Disertasi,
program pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Fraser-Smith, A. C., Bernardi, A., McGill, P. R., Ladd, M. E.,
Helliwell, R. A., dan Villard, Jr., O. G., 1990, Low-Frequency
Magnetic Field Measurements Near The Epicenter of The Ms
7.1 Loma Prieta Earthquake, Geophysical Research Letters,
Vol. 17, No. 9 pp 1465-1468.
Hattori, K., 2004, ULF Geomagnetic Changes Associated with
Large Earthquakes, TAO, Vol. 15, No. 3, pp 329-360.
Gambar 4-7: Arah emisi ULF tanggal 2 April 2014 (1 hari Hayakawa, M., Hattori, K., dan Ohta, K., 2007, Monitoring of
sebelum gempa) ULF (ultra-low-frequency) Geomagnetic Variations
Associated with Earthquakes, MDPI, Japan.
Ibrahim, G., Ahadi, S., dan Saroso, S., 2012, Karakteristik
Sinyal Emisi ULF yang Berhubungan dengan Prekursor
Gempabumi di Sumatera, Studi Kasus: Gempabumi Padang
2009 dan Gempabumi Mentawai 2010, Jurnal Meteorologi
dan Geofisika, Vol. 13, No. 2, pp 81-89, Pusat Penelitian dan
Pengembangan-BMKG.
Ismaguilov, V. S., Kopytenko, Yu. A., Hattori, K., dan
Hayakawa, M., 2002, Variations of Phase Velocity and
Gradient Values of ULF Geomagnetic Disturbances
Connected with The Izu Strong Earthquakes, Natural Hazards
and Earth System Sciences, Vol. 3, pp 211-215, European
Geosciences Union.
Kopytenko, Y., Ismagilov, V., Hayakawa, M., Smirnova, N.,
Troyan, V., dan Peterson, T., 2001, Investigation of The ULF
Electromagnetic Phenomena Related to Earthquakes:
Contemporary Achievements and The Perspectives, Annali Di
Geofisica, Vol.44,No.2.
Molchanov, O.A., dan Hayakawa, M., 1996, On The
Generation mechanism of ULF Seismogenic Electromagnetic
Gambar 4-8: Arah emisi ULF tanggal 3 April 2014 (hari Emissions, Physics of the Earth and Planetary Interiors,
saat gempa) Elsevier, pp 201–210.

5. KESIMPULAN
Dari gempa 3 April 2014 (5,7 mw) dihasilkan prekursor di
stasiun LWA (D=199,08 km) dengan onset time anomali emisi
ULF pada tanggal 29 Maret 2014 atau lead time sebesar 5 hari.
Perhitungan arah dari gempa ini menghasilkan arah emisi ULF
yang fluktuatif, sejak h-3 (31 Maret 2014) menyimpang
sebesar 49,252o, pada h-2 (1 April 2014) sebesar 24,257o, pada
h-1 (2 April 2014) sebesar 35,166o, dan pada hari saat terjadi
gempa yang hanya menyimpang sejauh 0,529o dari arah
episenter sebenarnya. Penyimpangan arah tersebut bernilai
kecil dan berarti hampir mendekati arah episenter yang
sebenarnya.
41
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua


Berdasarkan Perubahan Pola Deklinasi Terhadap Pergerakan Lempeng
Analysis of Significant Earthquake Events (M ≥ Sr) in Papua Region Based on
Changes in Pattern of Declination to Plate Movement
N. S. Akuba*, S. Ahadi
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)
*Email : akuba.bmkg@gmail.com

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Telah dilakukan penelitian perubahan pola deklinasi dengan menggunakan data


Diterima : 8 September 2015 deklinasi geomagnet di wilayah Papua. Medan magnet bumi dapat digunakan
Direview : 8 November 2015 dalam rekonstruksi pergerakan lempeng tektonik lokal dan regional. Nilai dan arah
Direvisi : 28 Desember 2015 deklinasi disetiap wilayah sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh lokasi kutub
Diterbitkan : 6 April 2016 magnet yang berpindah terhadap waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara perubahan pola deklinasi dengan kejadian gempa bumi signifikan
di wilayah penelitian dengan lokasi di koordinat 00 LS – 100 LS dan 1300 BT-1510
BT. Pada penelitian ini data yang digunakan yaitu nilai komponen deklinasi yang
PERUJUKAN diperoleh dari model IGRF selama 100 tahun dari tahun 1915 sampai dengan tahun
2014 dengan rentang grid 10 dan data gempa bumi diperoleh dari katalog USGS
Akuba, N.S dan S. Ahadi. 2016. Analisis yang terjadi pada rentang waktu dan koordinat penelitian dengan magnitudo M ≥
Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di 7,0 SR. Pemetaan deklinasi dilakukan dengan menggunakan program GMT
Wilayah Papua Berdasarkan Perubahan Pola kemudian dilakukan penggabungan dalam bentuk animasi. Berdasarkan hasil
Deklinasi Terhadap Pergerakan Lempeng . pemetaan dan analisis arah deklinasi di wilayah Papua cenderung bergerak ke arah
Prosiding Workshop Riset Medan Magnet timur dengan nilai deklinasi yang bervariasi di tiap tahunnya. Hal ini bersesuaian
Bumi dan Aplikasinya, Edisi I, hal. 41-48, dengan arah desakan pergerakan lempeng Indo-Australia terhadap lempeng Pasifik
Pusat Sains Antariksa LAPAN, ISBN 978-979- dengan kecepatan 70 mm/tahun. Berdasarkan hasil analisis 5 data gempa bumi
1458-97-9. signifikan, 4 diantaranya mengalami penyimpangan pola deklinasi sebelum dan
sesudah terjadi gempa bumi di setiap koordinat pada lintang yang sama.
Kata kunci : Magnet bumi, Deklinasi, Lempeng tektonik, Gempa bumi

Research of declination pattern changes using geomagnetic method in Papua has


been conducted. Magnetic field can be used in the reconstruction both of local and
regional tectonic plate movement. The value and direction of declination in each
region vary widely, this is caused by the location of the magnetic poles which are
moving towards the time. This study aims to determine the relationship between
declination pattern changes with significant earthquake events in the study area
with locations in coordinates 00 LS – 100 LS dan 1300 BT-1510 BT. In this study,
the source data is declination component value obtained from the model IGRF for
100 years from 1915 until 2014 with a range of grid 10 and from the catalog USGS
earthquake that occurred in the same period and coordinate research area with
magnitudo M ≥ 7,0 SR. Declination value data mapping had been done by using
programs GMT then the merger in animated. Based on the results of the mapping
and analysis of the direction of declination in the study area tend to move eastward
with values varying declination in each year. This corresponds to the direction of
movement of the insistence of the Indo - Australian plate against the Pacific plate
at a speed of 70 mm / year. Based on the analysis of 5 significant earthquakes 4
among them shown the irregularities pattern of declination before and after an
earthquake in each coordinate on the same latitude..
Keywords : Magnetic Field, Declination, Plate Tectonic, Earthquake
42

Akuba dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua……

I. PENDAHULUAN pada jaman Paleozoik pertengahan dan Oligosen maupun


episode beku dalam Paleozoik Pertengahan, Triasik, Kretasius,
Papua terbentuk oleh tumbukan yang dihasilkan dari
dan Miosen pertengahan. Akan tetapi, sebaran paling luas dari
interaksi konvergen dua lempeng yaitu lempeng Pasifik dan
aktivitas tektonik dan vulkanik dimulai pada Miosen Akhir dan
lempeng Australia. Lempeng Pasifik mengalami subduksi
berlanjut hingga sekarang ini yang disebut Melanesian
sehingga lempeng ini berada di bawah lempeng Australia.
Orogeny (Dow dan Sukamto, 1984).
Pada awalnya seluruh Papua dan Australia bagian utara berada
di bawah permukaan laut. Ketika lempeng Indo-Australia dan Beberapa peneliti seperti Jackson et al. (2000), mengemukakan
lempeng Pasifik bertemu di sekitar 40 juta tahun lalu, pulau bahwa pola deklinasi di permukaan bumi tampak bergerak
Papua mulai muncul di permukaan laut pada sekitar 35⁰ perlahan ke arah barat. Hal ini terlihat pada bagian belahan
Lintang Selatan. Dengan kata lain bahwa subduksi antara bumi Atlantik di lintang menengah. Kemudian Halley, (1692),
kedua lempeng tersebut telah menyebabkan endapan benua Bullard et al., (1950), Vestine dan Kahle (1968), Bloxham et
Australia terangkat sehingga pulau Papua terangkat ke atas. al., (1989), Jackson et al., (2000), Wardinski, (2005)
Proses pengangkatan ini berdasarkan skala waktu geologi, mengemukakan bahwa pola deklinasi yang tampak bergerak
kecepatannya 2,5 km per juta tahun (Dow et al, 1985). perlahan ke arah barat kemungkinan ada hubungannya dengan
gerakan di inti luar bumi yang berupa cairan dan bergerak
Akibat tumbukan tersebut terjadi perubahan yang sangat
perlahan ke arah barat, yang mempengaruhi secara langsung
signifikan di bagian cekungan di bagian selatan dan
garis-garis gaya medan magnet bumi (geomagnet).
mengarahkan mekanisme perkembangan jalur sesar naik
Papua. Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan pola
searah kemiringan konvergensi antara pergerakan lempeng deklinasi terhadap pergerakan lempeng dan hubungannya
Australia ke arah utara dan lempeng Pasifik ke arah barat dengan gempa signfikan (M ≥ 7 SR) yang terjadi di wilayah
mengakibatkan terjadinya resultan tekanan deformasi arah Papua. Wilayah penelitian berada di 00 LS – 100 LS dan 1300
Northeast-Southwest (NE-SW). Hal ini mengakibatkan BT-1510 BT memanfaatkan data medan geomagnet komponen
pergerakan evolusi tektonik Papua cenderung ke arah Utara – deklinasi (D) menggunakan data IGRF selama 100 tahun dari
Barat sampai sekarang. tahun 1915 sampai dengan tahun 2014.

2. DATA DAN METODOLOGI


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai
komponen deklinasi (D) yang diperoleh dari The International
Geomagnetic Reference Field (IGRF)
di http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-web/#igrfgrid 100 tahun
terakhir, yakni dari tahun 1915 sampai tahun 2014. Data nilai
komponen X (komponen horizontal/ utara-selatan medan
geomagnet koordinat geografis) diperoleh dari program
Generic Mapping Tools (GMT) dengan perintah mgd77magref
yang diprogram dengan input lokasi penelitian 00 LS – 100 LS
dan 1300 BT-1510 BT dengan grid 10.
Data komponen deklinasi dan komponen X selama 100 tahun
tersebut kemudian diplot arah deklinasi di setiap grid untuk
menghasilkan vektor komponen horizontal dan dipetakan
menggunakan program GMT per tahun dengan format gambar
.jpeg sehingga menghasilkan 100 gambar.

Gambar 1-1: Setting tektonik Papua (sumber: agung- Untuk melihat terjadinya perubahan pola sudut deklinasi
sabtaji.blogspot.com) sebelum terjadinya gempa bumi signifikan, maka digunakan
data deklinasi 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah
Pada bagian belakang busur lempeng kontinental Australia terjadinya gempa bumi. Gempa bumi signifikan yang
terjadi pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari dimaksud adalah gempa bumi dengan magnitudo M ≥ 7.0 SR
kelompok batu gamping Papua Nugini selama Oligosen – awal (Tabel 2-1). Data gempa bumi didapatkan dari katalog United
Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung States Geological Survey USGS yang terjadi pada rentang
cepat dan terus menerus. Pada bagian tepi utara Lempeng waktu dan koordinat wilayah penelitian. Katalog USGS dapat
Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman, membentuk diakses melalui http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/
perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak Grafik pola deklinasi anomali yang ditinjau terkait gempa
samudera selama periode 44 – 24 juta tahun yang lalu. signifikan (titik X) adalah pada grid dengan lokasi terdekat
Zona deformasi yang berada di sebelah Timur adalah bagian dengan episenter gempa bumi. Grafik pembanding yang
dari New Guinea Mobile Belt (Sabuk Mobil New Guinea) dan difungsikan sebagai pola deklinasi normal atau tidak terdapat
merupakan campuran dari batuan kraton lempeng Australia dan kejadian gempa bumi signifikan diambil dari dua titik grid.
lempeng Pasifik. Walaupun pencatatannya terpisah-pisah, Titik pertama diambil dari lokasi grid dengan bujur yang sama
terdapat bukti bahwa batuannya berasal dari tektonik utama dengan episenter tetapi lintang yang berbeda (titik Y). Titik
43
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

kedua diambil dari lokasi grid dengan lintang yang sama tapi
bujur yang berbeda (titik Z). Kemudian dilakukan analisis
terhadap ada tidaknya hubungan perubahan pola deklinasi
terhadap terjadinya gempa signifikan.
Tabel 2-1: Data gempa M >7.0 SR di skitar wilayah Papua (Sumber: katalog USGS
http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/)
Waktu Lintang Bujur Kedalaman Magnitudo Lokasi
1938-02-01
-5,045 131.614 25 8,5 Laut Banda
T19:04:22.000Z
1996-02-17
-0,891 136,952 33 8,2 Biak, Indonesia
T05:59:30.550Z
1979-09-12
-1,679 136,04 5 7,9 Biak, Indonesia
T05:17:51.400Z
1935-09-20 New Guinea, Papua New
-3,824 141,416 30 7,8
T01:46:43.000Z Guinea
2009-01-03 Sekitar Utara Papua,
-0,414 132,885 17 7,7
T19:43:50.650Z Indonesia

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil pemetaan dari data nilai komponen deklinasi dengan
menggunakan program GMT menunjukan bahwa arah
deklinasi di daerah penelitian 00 LS – 100 LS dan 1300 BT-1510
BT dari tahun 1915 sampai dengan tahun 2014 bergerak ke arah
timur dengan nilai deklinasi yang bervariasi di tiap tahunnya,
seperti ditunjukkan pada Gambar 3-1.

Gambar 3-2: Grafik rata-rata nilai deklinasi tahunan


pulau Papua

Hasil pemetaan gempa bumi signifikan menunjukan bahwa


yang mengalami penyimpangan pola deklinasi sebelum dan
sesudah terjadi gempa bumi di setiap koordinat berada pada
lintang yang sama dengan bujur yang berbeda. Sedangkan pada
bujur yang sama dengan lintang yang berbeda menunjukan
pola perubahan deklinasi yang serupa. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh pergerakan lempeng Indo-Australia dan
lempeng Pasifik.

3.1 Analisis Gempa Laut Banda 1 Februari 1938


Gambar 3-1: Hasil pemetaan nilai komponen deklinasi Hasil pemetaan gempa bumi signifikan pada Gambar 3-3
pulau Papua tahun 1915 dengan menggunakan program menunjukkan lokasi dua titik yang digunakan untuk melihat
GMT perbandingan perubahan nilai deklinasi. Titik X merupakan
titik lokasi gempa bumi signifikan dengan magnitudo 8,5 SR
Nilai rata-rata deklinasi dari tahun 1915 – 2014 menunjukan yang terjadi di Laut Banda (-5,040 LS – 131,610 BT) pada tahun
perubahan nilai yang signifikan hingga mendekati 50 (lihat 1938. Sedangkan titik Z merupakan titik pembanding di -5,040
Gambar 3-2). Nilai rata deklinasi pada tahun 1930 mencapai LS – 1350 BT yang berada di lintang yang sama dengan titik X
4,520 kemudian turun mendekati 20 pada tahun 1951. Turunnya dan tidak mengalami gempa bumi signifikan dalam rentang
nilai deklinasi tersebut dimungkinkan terjadi akibat perubahan waktu yang sama.
formula perhitungan model IGRF pada periode tersebut. Pada
tahun 1952 nilainya naik sampai pada tahun 1993 mencapai
4,400 kemudian turun kembali mendekati 3.80 sampai dengan
tahun 2014.
44

Akuba dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua……

deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian gempa bumi


signifikan diambil dari dua titik grid. Titik X merupakan lokasi
gempa bumi signifikan dengan magnitudo 8,5 SR yang terjadi
di Laut Banda (-5,040 LS – 131,610 BT) pada tahun 1938 (tanda
panah). Sedangkan titik Z merupakan titik pembanding di -
5,040 LS – 1350 BT yang berada di lintang yang sama dengan
titik X. Hasil analisis secara visual menunjukkan bahwa terjadi
perbedaan pola grafik deklinasi di titik X dan Z. Nilai deklinasi
di titik X naik dari 3,380 pada tahun 1928 menjadi 3,80 pada
tahun 1940. Kemudian nilainya turun menjadi 3,680 pada tahun
1945 dan nilainya naik kembali menjadi 3,860 sampai tahun
2014. Sedangkan di titik Z dari tahun 1928 - 1939 nilai
deklinasinya tidak menunjukan kenaikan yang sangat drastis
yakni hanya berkisar pada 3,460 – 3,480. Bahkan pada tahun
Gambar 3-3: Peta perbandingan gempa signifikan titik X 1940 deklinasinya mengalami penurunan hingga mencapai
dengan pola normal titik Z dengan lintang yang sama 3,570 dan kemudian sedikit demi sedikit naik hingga tahun
2014. Gempa ini terjadi di daerah pertemuan tiga lempeng
Gambar 3-4 menunjukkan perbandingan grafik nilai deklinasi yakni Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik yang relatif bergerak
dalam rentang waktu 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah satu terhadap yang lain.
gempa bumi. Grafik pembanding ini difungsikan sebagai pola

Laut Banda 1938-02-01 8.5 SR


3.5 3.9
3.88
3.48 3.86
3.84
3.46 3.82
3.8
3.44 3.78
3.76
3.42 3.74
Deklinasi

Deklinasi
3.72
3.4 3.7
3.68 X
3.38 3.66
3.64 Z
3.36 3.62
3.6
3.34 3.58
3.56
3.32 3.54
3.52
3.3 3.5
1926 1928 1930 1932 1934 1936 1938 1940 1942 1944 1946 1948 1950
Tahun

Gambar 3-4: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama

3.2 Analisis Gempa Biak 17 Februari 1996


Hasil pemetaan gempa bumi signifikan pada Gambar 3-5
menunjukan lokasi di dua titik yang digunakan untuk melihat
perbandingan perubahan nilai deklinasi. Titik X merupakan
gempa bumi signifikan dengan magnitudo 8,2 SR yang terjadi
di Biak (-0,890 LS – 136,960 BT) pada tahun 1996 sedangkan
titik Y merupakan titik pembanding di -0,890 LS – 1390 BT
yang berada di lintang yang sama dengan titik Z dan tidak
mengalami gempa bumi signifikan dalam rentang waktu yang
sama.

Gambar 3-5: Peta perbandingan gempa signifikan titik X


dengan pola normal titik Z dengan lintang yang sama
45
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Biak 1996-02-17 8.2 SR


2.95 3.5

2.9 3.45

3.4
2.85
3.35
Deklinasi

Deklinasi
2.8
3.3
2.75 X
3.25
Z
2.7
3.2
2.65 3.15

2.6 3.1
1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008
Tahun

Gambar 3-6: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama
Gambar 3-6 menunjukkan perbandingan grafik nilai deklinasi deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian gempa bumi
dalam rentang waktu 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah signifikan diambil dari dua titik grid. Titik X merupakan lokasi
gempa bumi. Grafik pembanding ini digunakan sebagai pola gempa bumi signifikan dengan magnitudo 7,9 SR yang terjadi
deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian gempa bumi di Biak (-1,670 LS – 136,040 BT) pada tahun 1979 (tanda
signifikan diambil dari dua titik grid. Titik X merupakan lokasi panah). Titik Z merupakan titik pembanding di (-1,670 LS –
gempa bumi signifikan dengan magnitudo 8,2 SR yang terjadi 1400 BT) yang berada di lintang yang sama dengan titik X.
di Biak (-0,890 LS – 136,960 BT) pada tahun 1996 (tanda
panah). Titik Z merupakan titik pembanding di -0,890 LS –
1390 BT yang berada di lintang yang sama dengan titik X. Hasil
analisis secara visual menunjukkan bahwa terjadi perbedaan
pola grafik antara titik X dan Z. Pada tahun 1986 – 1990 nilai
deklinasi antara titik X dan Z serupa yakni 2,90, kemudian
terjadi penurunan dari tahun 1990 hingga tahun 2014. Jika di
tinjau dari mekanisme fokus gempa Biak ini terjadi di zona
subduksi, yaitu adanya pergerakan lempeng Pasifik (Carolina)
ke arah selatan yang kemudian menunjam di bawah lempeng
Australia (Irian Jaya) (Prawiradisastra dan Subekti, 1997).

3.3 Analisis Gempa Biak 12 September 1979


Hasil pemetaan gempa bumi signifikan pada Gambar 3-7
menunjukan lokasi di dua titik yang digunakan untuk melihat Gambar 3-7: Peta perbandingan gempa signifikan titik X
perbandingan perubahan nilai deklinasi. Titik X merupakan dengan pola normal titik Z dengan lintang yang sama
gempa bumi signifikan dengan magnitudo 7,9 SR yang terjadi Hasil analisis secara visual menunjukkan bahwa terjadi
di Biak (-1,670 LS – 136,040 BT) pada tahun 1979. Sedangkan perbedaan pola grafik antara titik X dan Z. Nilai deklinasi di
titik Z merupakan titik pembanding di -1,670 LS – 1400 BT titik X yakni 3,250 pada tahun 1969 kemudian turun hingga
yang berada di lintang yang sama dengan titik X dan tidak mencapai 3,040 pada tahun 1985. Selanjutnya bergerak naik
mengalami gempa bumi signifikan dalam rentang waktu yang secara perlahan hingga tahun 2014. Sama halnya dengan
sama. gempa 17 Februari 1996 jika di tinjau dari mekanisme fokus
Gambar 3-8 menunjukkan perbandingan grafik nilai deklinasi gempa Biak ini terjadi di zona subduksi, yaitu adanya
dalam rentang waktu 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah pergerakan lempeng Pasifik (Carolina) ke arah selatan yang
gempa bumi, grafik pembanding ini difungsikan sebagai pola kemudian menunjam di bawah lempeng Australia (Irian Jaya).
(Prawiradisastra dan Subekti, 1997)
46

Akuba dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua……

Biak 1979-09-12 7.9 SR


3.28 3.82
3.26
3.24 3.8
3.22
3.2 3.78
3.18
Deklinasi

Deklinasi
3.16
3.76
3.14 X
3.12
3.1 3.74 Z
3.08
3.06 3.72
3.04
3.02 3.7
1968 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990
Tahun

Gambar 3-8: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama

3.4 Analisis Gempa New Guinea, Papua New Guinea 20


September 1935
Hasil pemetaan gempa bumi signifikan pada gambar 3-9
menunjukan lokasi di dua titik yang digunakan untuk melihat
perbandingan perubahan nilai deklinasi. Titik X merupakan
lokasi gempa bumi signifikan dengan magnitudo 7,8 SR yang
terjadi di New Guinea, Papua New Guinea (-3,820 LS – 141,410
BT) pada tahun 1935 sedangkan titik Z merupakan titik
pembanding di (-3,820 LS – 1450 BT) yang berada di lintang
yang sama dengan titik X dan tidak mengalami gempa bumi
signifikan dalam rentang waktu yang sama.

Gambar 3-9: Peta perbandingan gempa signifikan titik X


dengan pola normal titik Z dengan lintang yang sama

New Guinea, Papua New Guinea 1935-09-20 7.8 SR


4.5 5
4.4 4.9
4.3 4.8
4.2 4.7
Deklinasi

Deklinasi

4.1 4.6
X
4 4.5
Z
3.9 4.4
3.8 4.3
3.7 4.2
1923 1926 1929 1932 1935 1938 1941 1944 1947
Tahun

Gambar 3-10: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama
Gambar 3-10 menunjukkan perbandingan grafik nilai deklinasi deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian gempa bumi
dalam rentang waktu 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah signifikan diambil dari dua titik grid. Titik X merupakan gempa
gempa bumi. Grafik pembanding ini difungsikan sebagai pola bumi signifikan dengan magnitudo 7.8 SR yang terjadi di New
47
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Guinea, Papua New Guinea (-3,820 LS – 141,410 BT) pada yang sama dengan titik X dan tidak mengalami gempa bumi
tahun 1935 (tanda panah). Sedangkan titik Z merupakan titik signifikan dalam rentang waktu yang sama.
pembanding di (-3,820 LS – 1450 BT) yang berada di lintang
yang sama dengan titik X, Hasil analisis secara visual
menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan pada pola grafik
antara titik X dan Z setelah terjadi gempa bumi. Nilai
maksimum di titik X mencapai 4,50 tahun 1925 dan minimum
3,80 pada tahun 1945.

3.5 Analisis Gempa Sekitar Utara Papua, Indonesia 3


Januari 2009
Hasil pemetaan gempa bumi signifikan pada gambar 3-11
menunjukan lokasi di dua titik yang digunakan untuk melihat
perbandingan perubahan nilai deklinasi. Titik X merupakan
lokasi gempa bumi signifikan dengan magnitudo 7,7 SR yang Gambar 3-11: Peta perbandingan gempa signifikan titik X
terjadi di sekitar Utara Papua, Indonesia (-0,410 LS – 132,880 dengan pola normal titik Z dengan lintang yang sama
BT) pada tahun 2009. Sedangkan titik Z merupakan titik
pembanding di -0,410 LS – 1390 BT yang berada di lintang

Sekitar Utara Papua, Indonesia 2009-01-03 7.7 SR


2.3 3.4
2.2
2.1
2 3.3
1.9
1.8
1.7 3.2
1.6
1.5
1.4
Deklinasi

Deklinasi
1.3 3.1
1.2
1.1
1 3 X
0.9
0.8 Z
0.7 2.9
0.6
0.5
0.4
0.3 2.8
0.2
0.1
0 2.7
1992 1995 1998 2001 2004 2007 2010 2013 2016
Tahun

Gambar 3-12: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama

Gambar 3-12 menunjukkan perbandingan grafik nilai deklinasi penurunan secara drastis dari 3,30 hingga mendekati 00.
dalam rentang waktu 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah Berdasarkan hasil centroid moment tensor (CMT), jenis sesar
gempa bumi. Grafik pembanding ini difungsikan sebagai pola penyebab gempa bumi di Manokwari berubah-ubah. Hal ini
deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian gempa bumi dipicu oleh pergerakan patahan Sorong yang terdapat pada
signifikan diambil dari dua titik grid. Titik X merupakan lokasi bagian utara Manokwari (Irsyam, 2010) dan patahan berada
gempa bumi signifikan dengan magnitudo 7,7 SR yang terjadi dalam batas pergerakan lempeng Pasifik yang terus menekan
di sekitar Utara Papua (-0,410 LS – 132,880 BT) pada tahun lempeng Australia ke arah selatan. (Setyowidodo dan Santosa,
2009 (tanda panah). Sedangkan titik Z merupakan titik 2011).
pembanding di -0,410 LS – 1390 BT yang berada di lintang
yang sama dengan titik X, Hasil analisis secara visual 4. KESIMPULAN
menunjukkan bahwa terjadi perbedaan pola grafik antara titik
Dari hasil pemetaan nilai komponen deklinasi selama 100
X dan Z. Pada tahun 1994 sampai tahun 2000 nilai deklinasi
tahun menunjukan bahwa arah deklinasi di daerah penelitian 00
antara titik X dan Z memiliki pola deklinasi yang serupa yakni
LS – 100 LS dan 1300 BT-1510 BT dari tahun 1915 sampai
berkisar 3,30, tetapi pada tahun 2000 sampai 2014 mengalami
perubahan. Pada tahun 2000 sampai tahun 2014 di titik X dengan tahun 2014 cenderung bergerak ke arah timur dengan
mengalami penurunan nilai deklinasi dari 3,30 menjadi 1,50. nilai deklinasi bervariasi 3,80 sampai 4,40 setiap tahunnya.
Nilai rata-rata deklinasi dari tahun 1915 – 2014 menunjukan
Tidak seperti titik X, pada titik Z nilai deklinasinya mengalami
perubahan nilai yang signifikan hingga 4,60 (lihat Gambar 3-
48

Akuba dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua……

2). Nilai rata-rata deklinasi pada tahun 1930 mencapai 4,520 Wardinski I., 2005, Core flow models from decadal and sub-
kemudian turun mendekati 3,80 pada tahun 1951. Pada tahun decadal secular variation of the main geomagnetic field. Ph.D.
1952 nilainya naik sampai pada tahun 1993 mencapai 4,400 Thesis, Der Freien University Berlin.
kemudian turun mendekati 3,80 sampai dengan tahun 2014.
http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-web/#igrfgrid
Berdasarkan hasil analisis terhadap 5 data gempa bumi
signifikan (M ≥ 7 SR) diperoleh bahwa 4 diantaranya http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/
mengalami penyimpangan pola deklinasi 10 tahun sebelum dan
http://agung-sabtaji.blogspot.com
10 tahun sesudah terjadi gempa bumi di setiap koordinat pada
lintang yang sama. Sedangkan pada bujur yang sama
menunjukan bahwa pola deklinasi memiliki pola perubahan
deklinasi yang serupa. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
pengaruh pergerakan lempeng Indo-Australia dan lempeng
Pasifik Gempa yang tidak mengalami penyimpangan pola
deklinasi yaitu gempa Manokwari. Hal ini disebabkan oleh
pergerakan patahan Sorong pada bagian utara Manokwari serta
berada dalam batas pergerakan lempeng Pasifik yang terus
menekan lempeng Australia ke arah selatan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terimakasih disampaikan kepada IGRF dan USGS
yang telah menyediakan data untuk penelitian. Terimakasih
kepada tim penelitian Andy Rachmadan, Aprilia Nur Vita,
Ricardi Sagala, Yusuf Hadi Perdana. Terimakaih kepada Dr.
Suaidi Ahadi, MT yang telah membimbing penulisan paper ini.

DAFTAR RUJUKAN
Bullard E. C., Freedman C., Gellman H., and Nixon J, 1950,
The westward drift of Earth's magnetic field. Phil. Trans. R.
Soc. Lond. A, 243, 67-92.
Bloxham J., Gubbins D., and Jackson A., 1989, Geomagnetic
secular variation. Phil. Trans. R. Soc. Lond. A, 329(1606), 415-
502, November 1989.
Dow D. B. dan Sukamto R., 1984, : Western Irian Jaya: the
end-product ofoblique plate convergence in the Late Tertiary,
Tectonophysics, 106, p.109-139.
Halley E., 1692, On the cause of the change in the variation of
the magnetic needle, with a hypothesis of the structure of the
internal parts of the Earth. Phil. Trans. R. Soc. Lond., 17, 470-
478.
Irsyam, M., 2010, Hasil Study Tim Revisi Peta Gempa
Indonesia 2010, Bandung.
Setyowidodo I. dan Santosa B. J., 2011, Analisis Seismogram
Tiga Komponen Terhadap Moment Tensor Gempa Bumi Di
Manokwari Papua 03 Januari 2009.
Jackson A., Jonkers A. R. T., and Walker M. R., 2000, Four
centuries of geomagnetic secular variation from historical
records. Phil. Trans. R. Soc. Lond. A, 358, 957-990
Prawiradisastra S. dan Santoso E. W., 1997, Identifikasi
Gempa Biak 17 Februari 1996 Sebagai Upaya Program Miigasi
Bencana.
Vestine E. H. and Kahle E., 1968, The weswtard drift and the
geomagnetic secular change. Geophys. J. R. Astr. Soc., 15, 29-
37, 1968
49
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Analisis Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Berdasarkan Perubahan


Pola Deklinasi dan Perkembangan Lempeng Tektonik
Analysis of Earthquake Events in Sumatran Region Based on Change of Declination
Pattern and Plate Tectonics Development
R. A. Sagala*dan S. Ahadi
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)
*Email : ricardosagala93@gmail.com

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Sejak tahun 1915 hingga akhir 2014, United States Geological Survey (USGS)
Diterima : 8 September 2015 mencatat sekitar 2032 kejadian gempa bumi signifikan M≥5 dan 33 kejadian gempa
Direview : 8 November 2015 bumi dengan M≥7 di wilayah Sumatra. Dewasa ini, metode magnet dianggap
Direvisi : 28 Desember 2015 efektif dan paling banyak digunakan untuk studi lempeng tektonik dan prekursor
Diterbitkan : 6 April 2016 gempa bumi. Pada penelitian digunakan data magnet komponen deklinasi (D) dari
data generasi IGRF-12 selama 100 tahun (1915-2014) untuk menganalisis
hubungan perubahan sudut deklinasi terhadap perkembangan tatanan tektonik lokal
dan gempa bumi signifikan untuk studi kasus wilayah Sumatra dengan koordinat
PERUJUKAN antara 6o LU - 6o LS dan 94o BT - 106o BT. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai
deklinasi wilayah Sumatra bervariasi terhadap lokasi dan waktu dengan nilai rata-
Sagala, R. A. dan S. Ahadi. 2016. Analisis rata perubahan sekitar 0,03 derajat per tahun dengan kecenderungan ke arah timur.
Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Hal ini kemungkinan berkaitan dengan arus konveksi yang bergerak ke arah timur
Berdasarkan Perubahan Pola Deklinasi dan yang menyebabkan adanya zona subduksi di sebelah barat Sumatra. Perubahan
Perkembangan Lempeng Tektonik. Prosiding nilai deklinasi yang signifikan juga terlihat beberapa tahun sebelum dan sesudah
Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan terjadi gempa bumi signifikan. Dari analisis antara dua titik yang terletak di
Aplikasinya, Edisi I, hal. 49-54, Pusat Sains lempeng Eurasia dan Indo-Australia didapatkan kecenderungan pergerakan
Antariksa LAPAN, ISBN 978-979-1458-97-9. deklinasi berlawanan yaitu timur-barat. Arah pergerakan deklinasi berlawanan
antara dua titik di lempeng berbeda pada penelitian ini menunjukkan keterkaitan
dengan terjadinya gempa bumi signifikan.
Kata kunci : Magnet bumi, deklinasi, pergerakan lempeng, prekursor gempa
bumi.

Since 1915 to end of 2014, United States Geological Survey (USGS) recorded over
2032 significant earthquake events of M≥5 and 33 earthquake events of M≥7
happened in Sumatra. Recently, magnetic method is considered as an effective and
widely used method for tectonic plate and earthquake precursor study. This study
use declination component value from IGRF-12 over 100 years (1915-2014). To
analyze the correlation of declination changing local tectonic setting with
significant earthquakes for case study in Sumatra placed in 6o N - 6o S dan 94o E -
106o E. The result of this study showed that declination value in Sumatra varies by
place and time with average value over 0.03 degrees per year and moving eastern.
It may be related with convection current that move eastern and caused subduction
zone in western Sumatra. Declination changes were seen few years before and after
earthquake event. From two point analization that placed on Eurasia Plate and
Indo-Australia Plate the declination tend to drift in opposite direction of East-West.
Opposite movement between two point at the different plate related with significant
earthquake.
Keywords : Geomagnetism, declination, plate movement, earthquake precursor
50

Sagala dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Berdasarkan Perubahan Pola …

1. PENDAHULUAN dengan magnitudo momen (Mw) 9,0 pada tanggal 26


Desember 2004 menyebabkan tsunami yang menimbulkan
Sumatra merupakan wilayah yang rawan bencana gempa
korban ratusan ribu jiwa dan kerusakan infrastruktur yang
tektonik. Hal ini disebabkan sistem tektonik kompleks yaitu
sangat dahsyat.
adanya pertemuan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia di
sepanjang Palung Sunda yang mempunyai subduksi oblique Berdasarkan teori Sea Floor Spreading yang dikemukakan
dengan sudut penunjaman landai dengan kecepatan sekitar 50 pertama kali oleh Harry Hammond Hess tahun 1960 bahwa
mm/tahun (Prawirodirdjo et al., 2010), sesar Mentawai, dan arus konveksi dari mantel bumi membawa kerak samudera
zona sesar besar Sumatra. Sejak tahun 1915 hingga akhir 2014, menjauhi punggung samudera dan menuju ke palung samudera
United States Geological Survey (USGS) mencatat sekitar (oceanic trench) menyebabkan suatu sistem tektonik. Pada
2032 kejadian gempa bumi signifikan dengan magnitudo Gambar 1-1 ditunjukkan ilustrasi zona subduksi kerak
Mw≥5 dan 33 kejadian gempa bumi dengan magnitudo Mw≥7 samudera menunjam ke dalam mantel bumi bersama dengan
di wilayah Sumatra. Diantaranya adalah gempa bumi Aceh arus konveksi yang mengalir ke bawah.

Gambar 1-1: Ilustrasi cross section Sumatran subduction system dari lantai dasar Samudera Hindia hingga Semenanjung
Malaya dalam skala (Barber et al., 2005).
Di daerah pemekaran samudera, batuan tertentu misalnya geografis. Sudut antara kutub utara magnet bumi dengan kutub
basalt, banyak mengandung besi sehingga termagnetisasi oleh utara geografis disebut sudut deklinasi (D). Perubahan ini
medan magnet bumi pada saat batuan basalt tersebut dicatat di berbagai tempat di dunia sehingga dapat dibuat
membeku. Jadi pada saat medan magnet bumi berada pada model estimasi nilai dan perubahan tahunan medan magnet
polaritas normal suatu blok batuan lempeng samudera akan bumi yang disebut dengan International Geomagnet Reference
terbentuk dengan polaritas normal. Sebaliknya, pada saat Field (IGRF).
polaritasnya berubah maka akan terbentuk blok batuan baru
Penelitian Jackson et al. (2000) yang menggunakan
dengan polaritas terbalik. Demikian seterusnya, sehingga
pengamatan langsung dari medan geomagnet selama 400 tahun
terbentuk pita-pita anomali magnet pada batuan di dasar
(1590 – 1990) menyimpulkan bahwa pola deklinasi terlihat di
samudera (Purwana, 2009). Di daerah pemekaran tersebut juga
permukaan bumi tampak bergerak perlahan ke arah barat. Hal
terdapat pola zig-zag yang menunjukkan pola pergerakan
ini paling terlihat di belahan bumi atlantik di lintang menengah
lempeng yang berubah arah dan kecepatannya.
pada khatulistiwa. Fenomena ini juga diamati oleh peneliti
Komponen medan magnet yang berasal dari dalam medan terkait lainnya dan disimpulkan bahwa hal tersebut mungkin
magnet bumi merupakan efek yang timbul karena sifat inti berkaitan dengan gerakan cairan inti luar bumi yang bergerak
bumi yang cair sehingga memungkinkan adanya gerak relatif perlahan ke arah barat, yang mempengaruhi secara langsung
antara kulit bumi dengan inti bumi yang sering disebut dengan garis-garis medan geomagnet (Halley, 1692; Bullard et al.,
efek dinamo. Dalam teori magnetohidrodinamik yang 1950; Vestine dan Kahle, 1968; Bloxham et al., 1989; Jackson
dikemukakan oleh W.M.Elsasser tahun 1947 dan E.C. Bullard et al., 2000; Wardinski, 2005). Penelitian lain oleh Zubaidah
tahun 1949, dinyatakan bahwa di dalam inti bumi terdapat (2010) dalam disertasinya membahas fenomena seismo-
aliran fluida yang terionisasi sehingga menimbulkan aksi elektromagnet, yaitu kemungkinan korelasi geomagnet dengan
dinamo oleh dirinya sendiri (self-exiting dynamo action) yang peristiwa seismik menggunakan data variasi sekuler generasi
dapat menimbulkan medan magnet bumi utama. Sekali terjadi IGRF-10 menunjukkan bahwa ada perubahan (anomali)
eksitasi, maka dinamo tersebut menghidupkan-diri terus- geomagnet yang cukup besar selama interval waktu yang
menerus (self-perpetuating) selama ada sumber energi primer singkat setiap terjadi gempa.
untuk mempertahankan arus konveksi. Arus konveksi di dalam
Pada penelitian ini penulis memanfaatkan data magnet
inti luar ini diaktifkan oleh proses termal atau gravitasional
komponen deklinasi (D) dari data generasi IGRF-12 untuk
(Jacobs, 1994).
menganalisis hubungan perubahan pola sudut deklinasi
Medan magnet bumi tidak statis melainkan berubah pada skala terhadap tektonik setting lokal dan hubunganya dengan gempa
waktu. Perubahan yang terjadi selama dekade tersebut dikenal bumi signifikan (Mw>7) untuk studi kasus wilayah Sumatra.
dengan variasi sekuler. Melalui studi paleomagnet dapat Batasan wilayah pada penelitian ini adalah wilayah Sumatra
diperoleh gambaran kondisi mengenai informasi kutub magnet dengan koordinat antara 6o LU - 6o LS dan 94o BT - 106o BT
purba. Kutub - kutub magnet bumi tidak berimpit dengan kutub
51
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

dan data deklinasi yang digunakan adalah data 100 tahun dari melalui command mgd77magref. Hasil pemetaan
tahun 1915 hingga 2014. merepresentasikan kemiringan komponen magnet horizontal
(H). Perbesaran sudut deklinasi pada Gambar 2-1 dituliskan
2. DATA DAN METODOLOGI melalui formula berikut.
Batasan wilayah pada penelitian ini adalah wilayah 𝑌𝑌 = 𝑋𝑋tan(10𝐷𝐷) … (2.2)
Sumatra dengan koordinat antara 6o LU - 6o LS dan 94o BT -
dengan Y adalah komponen magnet yang searah utara
106o BT. Data deklinasi yang digunakan adalah data 100 tahun
sebenarnya, X adalah komponen magnet yang searah timur
dari tahun 1915 hingga 2014. Data tersebut dibagi dengan
sebenarnya, dan D adalah besar sudut deklinasi.
koordinat 5o LU - 5o LS dan 95o BT - 105o BT dalam beberapa
grid. Jarak masing-masing grid yang digunakan adalah 1
derajat. Data deklinasi pada masing-masing grid diperoleh dari
model versi terbaru IGRF generasi ke 12 (IGRF-12) yang
diunduh dari kalkulator geomagnet di website NOAA yang
diakses melalui http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-
web/?model=igrf#igrfgrid. Data deklinasi model IGRF
merupakan model tahunan, sehingga pada penelitian ini hanya
diambil satu sampel data yakni pada 1 Januari pukul 10.00
Universal Time Coordinated (UTC) setiap tahunnya.
Generasi IGRF-12 adalah rilisan The International Association
of geomagnetism dan Aeronomy (IAGA) yang merupakan
versi terbaru dari deskripsi matematis standar medan magnet
utama bumi yang digunakan secara luas dalam studi interior
bumi, kerak, ionosfer, dan magnetosfer. Data generasi ini
berlaku untuk medan magnet utama bumi untuk periode 1900
- 2015 dan model prediksi linear variasi sekuler untuk periode
2015 - 2020. IGRF adalah produk dari upaya kolaborasi antara
pemodel medan magnet dan lembaga yang terlibat dalam
mengumpulkan dan menyebarluaskan data medan magnet dari
satelit dan stasiun pengamatan di seluruh dunia. IGRF
merupakan rangkaian model matematis medan magnet bumi
dan variasi sekuler. Setiap model terdiri dari satu set koefisien
Gambar 2-1: Peta deklinasi (D) wilayah Sumatra tahun
harmonis bola (Gauss), m dan n, dalam serangkaian potensial
1915 perbesaran 10 kali.
medan magnet (V). Formula matematis medan potensial
magnet V adalah sebagai berikut:
Untuk melihat terjadinya perubahan pola sudut deklinasi
𝑎𝑎 𝑛𝑛+1 φ sebelum terjadinya gempa bumi signifikan, digunakan data
𝑛𝑛
V= 𝑎𝑎 ∑𝑁𝑁
𝑛𝑛=1 ∑𝑚𝑚=0 � � �𝑔𝑔𝑛𝑛𝑚𝑚 cos 𝑚𝑚 + deklinasi beberapa tahun sebelum dan sesudah terjadinya
𝑦𝑦
gempa bumi. Sebagai studi kasus digunakan 2 kejadian gempa
ℎ𝑛𝑛𝑚𝑚 sin 𝑚𝑚
φ � 𝑃𝑃𝑚𝑚 (cos 𝜃𝜃) ...(2.1) bumi pada Tabel 2-1 dengan magnitudo M≥ 7,0 dalam rentang
𝑛𝑛
waktu dan lokasi penelitian. Data gempa bumi didapatkan dari
Dengan r adalah radius Bumi (6371,2 km), a adalah jarak dari katalog USGS yang terjadi pada rentang waktu dan koordinat
penelitian. Katalog USGS dapat diakses melalui
pusat bumi,
φ adalah bujur timur dari Greenwich, θ adalah http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/.
gm hm Pm
lintang, n dan n adalah koefisien harmonik bola, dan n Grafik pola deklinasi anomali yang ditinjau terkait gempa
cosθ adalah fungsi Legendre. Koefisien g dan h didasarkan signifikan adalah pada grid dengan lokasi terdekat dengan
pada pengukuran magnet yang dilakukan oleh satelit dan di episenter gempa bumi. Grafik pembanding yang difungsikan
permukaan bumi. Secara umum, model IGRF dan World sebagai pola deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian
Magnet Model (WMM) memiliki keakuratan dalam 30 menit gempa bumi signifikan diambil dari dua titik grid. Titik grid
busur untuk komponen deklinasi (D) dan Inklinasi (I), dan pembanding ditunjukkan pada Gambar 3-3.
sekitar 200 nT untuk elemen intensitas. Tabel 2-1: Gempa signifikan fokus penelitian.
Studi literatur dilakukan dalam penelitian ini sebagai Kedalaman Magni-
gambaran menyeluruh terhadap penelitian ini. Studi kuantitatif Waktu Lintang Bujur Tipe
(km) tudo
dilakukan dengan menggunakan nilai komponen deklinasi
2004-12-26 3,295 95,982 30 9 Mwc
sebenarnya. Sedangkan untuk memudahkan dalam melakukan
studi kualitatif, maka pemetaan dilakukan 10 kali perbesaran 2008-02-25 -2,486 99,972 25 7,2 Mwc
sudut deklinasi. Pemetaan nilai deklinasi tiap grid
menggunakan data medan magnet komponen X dan komponen
Y dalam satuan nano Tesla (nT) dari model IGRF-12 yang
diperoleh dengan program Generic Mapping Tools (GMT)
52

Sagala dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Berdasarkan Perubahan Pola …

3. HASIL DAN PEMBAHASAN ini juga dapat dikaitkan dengan koordinat titik acuan yang
terletak pada satu lempeng tektonik Indo-Australia.
Dari data 100 tahun (1915-2014) deklinasi wilayah
Sumatra menunjukkan arah nilai deklinasi di tiap grid
bervariasi setiap tahunnya. Nilai rata-rata perubahan deklinasi
sekitar 0,03 derajat per tahun dengan nilai deklinasi berkisar
antara -2,7470 hingga +1,2740. Nilai deklinasi positif (timur)
terbesar pada koordinat 00 LU dan 1050 BT tahun 1945 dan
nilai deklinasi negatif (barat) terbesar terdapat pada -50 LU dan
950 BT tahun 1930.

Gambar 3-1: Nilai rata-rata laju perubahan deklinasi.


Gambar 3-2: Perbandingan perubahan nilai deklinasi terhadap
Nilai rata-rata deklinasi 100 tahun wilayah penelitian pada bujur (Gambar A) dan terhadap lintang (Gambar B)
Gambar 3-1 menunjukkan pergerakan deklinasi cenderung ke
arah timur yang ditunjukkan oleh trendline dengan nilai Perubahan pola deklinasi terhadap waktu tersebut juga dapat
gradien positif. Hal ini mungkin berkaitan dengan arus disebabkan oleh pengaruh lokal seperti kontribusi medan
konveksi di inti luar bumi yang bergerak ke arah timur yang magnet batuan kerak bumi. Adanya gempa bumi signifikan
menyebabkan adanya zona subduksi di sebelah barat Sumatra juga memungkinkan adanya perubahan (anomali) geomagnet
dengan kecepatan sekitar 50 mm per tahun. Hal ini juga selama interval waktu setiap terjadi gempa (Zubaidah, 2010).
bersesuaian dengan dengan hipotesis bahwa pergerakan nilai Pada penelitian ini analisis adanya anomali deklinasi selama
deklinasi berkaitan dengan gerakan cairan di inti luar bumi interval waktu kejadian gempa diamati dengan
yang bergerak perlahan mempengaruhi secara langsung garis- membandingkan deklinasi di sekitar koordinat gempa dengan
garis medan magnet (Halley, 1692; Bullard et al., 1950; deklinasi titik lain yang berbeda bujur seperti ditunjukkan
Vestine dan Kahle 1968; Bloxham et al., 1989; Jackson et al., Gambar 3-3. Titik lain dengan koordinat bujur yang berbeda
2000; Wardinski, 2005). digunakan karena dari hasil analisis grafik sebelumnya
Grafik perbandingan dalam Gambar 3-2 menunjukkan bahwa menunjukkan pergerakan deklinasi sangat signifikan terhadap
pola perubahan nilai deklinasi tiap tahun di tiap bujur yang bujur.
berbeda menunjukkan rentang variasi yang jauh lebih besar Pada Gambar 3-3 titik A merupakan titik grid deklinasi
yaitu antara -2,2080 hingga +1,2410 dibanding dengan pola anomali terdekat dari gempa Aceh 2004 Mw 9.0 dan titik A’
variasi perubahan nilai deklinasi tiap tahun di tiap lintang yang merupakan titik pembandingnya. Titik B merupakan titik grid
berbeda yaitu antara -2,4530 hingga -0,6060 . Hal ini juga deklinasi anomali terdekat untuk gempa Mentawai 2008 Mw
menunjukkan bahwa rentang nilai deklinasi sangat 7.2 dan titik B’ merupakan titik pembandingnya. Titik
berpengaruh terhadap bujur. Perbedaan juga ditunjukkan oleh pembanding setiap gempa merupakan titik grid dengan asumsi
gradien trendline pada kedua grafik. Gambar 3-2 (A) pada bahwa titik tersebut merupakan deklinasi normal tanpa
koordinat -20 LU dan 950 BT grafik menunjukkan gradien anomali akibat gempa.
negatif yang artinya pergerakan nilai deklinasi cenderung ke
barat. Sedangkan pada koordinat -20 LU dan 1050 BT grafik
menunjukkan gradien positif yang artinya pergerakan nilai
deklinasi cenderung ke timur. Hal ini mungkin bersesuaian
dengan tatanan tektonik wilayah Sumatra yang letak lokasi
kedua titik tersebut berada di 2 lempeng tektonik berbeda
dengan arah dan kecepatan lempeng yang juga berbeda yaitu
lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Dari Gambar 3-
2 (B) juga terlihat bahwa secara keseluruhan grafik dari lintang
yang berbeda menunjukkan gradien trendline positif yang
artinya kecenderungan nilai deklinasi bergerak ke timur. Hal
53
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Gambar 3-5: Grafik perbandingan pola variasi deklinasi titik


B (declination anomaly) dan titik B’ (declination normal).

Gempa bumi berkekuatan Mw 7,3 terjadi di dekat Kepulauan


Mentawai dengan episenter -2,49° LU dan 99,98° BT
kedalaman 25 km pada 25 Februari 2008. Pada Gambar 3-5
pola deklinasi terdekat dengan episenter yang ditinjau berada
Gambar 3-3: Lokasi koordinat deklinasi pembanding untuk 2 pada -2° LU dan 100° BT (titik B). Pola deklinasi normal yang
gempa signifikan fokus penelitian. dipakai sebagai acuan pembanding terletak pada -2° LU dan
104° BT (titik B’). Gambar tersebut menunjukkan gempa
terletak tepat pada perpotongan antara kedua grafik dimana
arah pergerakan deklinasi kedua grafik adalah berlawanan
sejak tahun 2005 dengan arah pola deklinasi titik B ke arah
timur sedangkan titik B’ ke arah barat. Pola deklinasi
berlawanan timur-barat hingga 2014 menunjukkan keaktifan
tektonik wilayah tersebut.

4. KESIMPULAN
Dari hasil analisis nilai deklinasi selama 100 tahun didapat
nilai deklinasi wilayah Sumatra yang bervariasi terhadap lokasi
dan waktu dengan nilai rata-rata perubahan sekitar 0,03 derajat
per tahun. Pergerakan deklinasi tersebut memiliki
kecenderungan ke arah timur. Pergerakan arus konveksi di
Gambar 3-4: Grafik perbandingan pola variasi deklinasi titik sebelah barat Sumatra yang menggerakkan lempeng Indo-
A (declination anomaly) dan titik A’ (declination normal) Australia ke arah timur menunjam ke lempeng Eurasia
kemungkinan mempengaruhi secara langsung nilai komponen
Gempa bumi berkekuatan Mw 9 yang terjadi di Aceh dan deklinasi wilayah Sumatra yang selama 100 tahun memiliki
mengakibatkan tsunami memiliki episenter 3,30° LU dan kencenderungan deklinasi bergerak ke arah timur.
95,99° BT kedalaman 30 km tanggal 26 Desember 2004. Pada Normalnya apabila lokasi kutub magnet berpindah terhadap
Gambar 3-4 pola deklinasi terdekat dengan episenter yang waktu maka seharusnya setiap titik di permukaan bumi
ditinjau berada pada 3° LU dan 96° BT (titik A). Pola deklinasi memiliki nilai deklinasi yang secara konsisten mengikuti
normal yang dipakai sebagai acuan pembanding terletak pada pergerakan kutub magnet. Namun dari hasil analisis data
3° LU dan 100° BT (titik A’). Grafik tersebut menunjukkan tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan
adanya perubahan pola yang signifikan yang dimulai tahun pergerakan deklinasi yang berlawanan arah antara dua titik
2000 dengan adanya pergerakan deklinasi pada titik A yang terletak pada lempeng tektonik yang berbeda. Hal ini
cenderung terkunci atau perubahan deklinasinya sangat kecil mungkin dipengaruhi tatanan tektonik lokal yang
hingga tahun 2010. mempengaruhi langsung gaya-gaya magnet daerah penelitian.
Pola deklinasi berlawanan timur-barat pada dua titik di
lempeng berbeda untuk wilayah Sumatra menunjukkan
kecenderungan terhadap gempa. Perubahan nilai deklinasi
yang signifikan terlihat beberapa tahun sebelum dan sesudah
terjadi gempa bumi signifikan melalui perubahan pola
deklinasi yang terkunci atau melambat dan arah deklinasi pada
kedua titik yang berlawanan.
54

Sagala dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Berdasarkan Perubahan Pola …

DAFTAR RUJUKAN
Barber, A.J., Crow, M.J. & MmSOM, J.S. (eds). 2005.
Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution.
Geological Society, London, Memoirs, 31.
Bloxham, J., Gubbins, D., dan Jackson, A .1989. Geomagnet
secular variation. Phil. Trans. R. Soc. Lond. A, 329: 415-502.
Bullard, E. C 1949. The Magnetic field within the Earth.
Proceedings of the Royal Society of London A, 197:433-463.
Bullard, E. C., Freedman, C., Gellman, H., dan Nixon, J. 1950.
The westward drift of Earth's magnet field. Phil. Trans. R. Soc.
Lond. A, 243: 67-92.
Elsasser, W. M. 1947. Physics Review 72, 821.
Halley, E .1962. On the cause of the change in the variation of
the magnet needle, with a hypothesis of the structure of the
internal parts of the Earth. Phil. Trans. R. Soc. Lond., 17: 470-
478.
Jackson, A., Jonkers, A. R. T., dan Walker, M. R . 2000. Four
centuries of geomagnet secular variation from historical
records. Phil. Trans. R. Soc. Lond. A, 358: 957-990.
Jacobs, J. A (1994). Reversals of the Earth's magnet field.
Cambridge University Press, 2nd edition.
Prawirodirdjo, L., R. McCaffrey, C. D. Chadwell, Y. Bock, dan
C. Subarya. 2010. Geodetic observations of an earthquake
cycle at the Sumatra subduction zone: Role of interseismic
strain segmentation, J. Geophys. Res., 115, B03414,
doi:10.1029/2008JB006139.
Purwana, I. 2009. Geodinamika. Jakarta: Akademi
Meteorologi dan Geofisika.
Wardinski, I. 2005. Core flow models from decadal and sub-
decadal secular variation of the main geomagnet field. Ph.D.
Thesis, Der Freien University at Berlin.
Zubaidah, T. 2010. Spasio-temporal characteristics of the
geomagnet field over the Lombok Island, the Lesser Sunda
Islands region: New geological, tectonic, and seismo-
electromagnet insights along the Sunda-Banda Arcs transition,
GeoForschungsZentrum, Postdam.
International Geomagnetic Reference Field,
http://www.ngdc.noaa.gov/IAGA/vmod/igrf.html (diakses 17
Agustus 2015).
http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-web/?model=igrf#igrfgrid
http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search
55
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi


dan Aplikasinya
http://www.lapan.go.id

Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan


Perubahan Pola Deklinasi
Analysis of Significant Earthquakes (M>7.0) on Java Region Based on Changes of
Declination Pattern -
Y. H. Perdana* dan S. Ahadi
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)
*Email : yusuf_hadi_perdana@yahoo.com

INFO ABSTRAK/ABSTRACT

Dinamika tektonik Pulau Jawa menyebabkan terjadinya kegempaan yang tinggi


Diterima : 8 September 2015 dan terbentuknya pola struktur. Besar dan arah kuat medan geomagnet selalu
Direview : 9 Oktober 2015 berubah akibat pengaruh variasi sekular. Penelitian ini bertujuan meninjau secara
Direvisi : 15 Desember 2015 kualitatif ada tidaknya penyimpangan pola pergerakan sudut deklinasi sebelum dan
Diterbitkan : 6 April 2016 sesudah terjadinya gempa bumi signifikan. Data deklinasi yang digunakan
bersumber dari model IGRF dalam rentang waktu 10 tahun sebelum dan sesudah
terjadinya gempa bumi. Data gempa bumi yang digunakan diperoleh dari katalog
USGS dengan kekuatan M>7,0 pada rentang koordinat 5 o -11 o LS dan 105 o -
PERUJUKAN 115 o BT. Berdasarkan analisis pada 6 data gempa bumi signifikan yang diteliti,
penyimpangan pola sudut deklinasi di dekat episentrum sebelum dan sesudah
Perdana, Y. H. dan S. Ahadi. 2016. Analisis terjadinya gempa bumi dapat teramati dengan menggunakan acuan pola deklinasi
Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah pada suatu titik yang berlokasi di lintang yang sama dengan lintang episentrum dan
Jawa Berdasarkan Perubahan Pola Deklinasi. terbebas dari pengaruh kegempaan. Perubahan pola deklinasi cenderung meningkat
Prosiding Workshop Riset Medan Magnet seiring dengan kedalaman sumber gempa bumi.
Bumi dan Aplikasinya, Edisi I, hal. 55- 63,
Pusat Sains Antariksa LAPAN, ISBN 978-979- Kata kunci : magnet bumi, deklinasi, gempa bumi
1458-97-9.
Dynamics of Java Island’s tectonic causes high seismic activity and form structural
patterns. Magnitude and direction of geomagnetic field always change due to the
influence of secular variation. This study aims to review qualitatively whether there
is any shift of the declination patterns before and after the occurrence of a
significant earthquake. Declination data used in this research are from IGRF
model within the period of 10 years before and after the occurence of earthquake.
Earthquake data used here are obtained from the USGS catalog which magnitude
M>7.0 occured at range coordinate 5 o -11 o S and 105 o -115 o E. Results obtained
from analysis of six significant earthquakes that the shift of declination patterns
near epicenter can be observed by refers to a point located at the same latitude.
Point reference should be independent from influence of seismicity. Shift of
declination patterns tend to increase with the depth of earthquakes.
Keywords : geomagnetism, declination, earthquake

1. PENDAHULUAN
Pulau Jawa merupakan bagian dari busur vulkanik yang lempeng samudera Indo-Australia di bawah lempeng kontinen
terletak di kepulauan Indonesia pada batas selatan lempeng Eurasia yang relatif diam, dan diperkirakan kecepatan
Eurasia. Sebagai salah satu kepulauan yang berada di batas pergerakannya 6 cm/tahun dengan arah mendekati normal
lempeng Eurasia, kondisi geologi Pulau Jawa sangat terhadap palung (Gambar 1-1). Lempeng Indo-Australia
dipengaruhi oleh proses subduksi (Clements et al, 2009). menunjam dengan kedalaman berkisar 100-200 km di bawah
Tektonik Pulau Jawa didominasi oleh tunjaman ke utara pulau Jawa dan sekitar 600 km di utara Jawa. Akibat dari proses
56

Perdana dan Ahadi / Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan…

subduksi yang begitu dinamis dari waktu ke waktu terjadilah bahwa besar dan arah kuat medan geomagnet tidak konstan
perubahan berbagai pola struktur dan tektonik Pulau Jawa terhadap waktu. Perubahan kuat medan magnet dalam periode
(Nurdiyanto, 2010). Di Pulau Jawa dan sekitarnya ditemui tiga antara 1 tahun dan 105 tahun disebut variasi sekular. Terjadinya
arah atau pola struktur dan tektonik yaitu pola Selat Sunda yang variasi sekular ini adalah akibat posisi kutub geomagnet yang
berarah utara - selatan, pola Meratus yang berarah timur laut – berpindah-pindah (Lowrie, 2007). Selain posisi kutub
barat daya, dan pola Jawa yang berarah barat – timur. Pola Selat magnetik yang selalu berpindah, medan magnetik bumi juga
Sunda dan Meratus dihasilkan oleh tektonik pra-Tersier yang melemah hingga 10% sejak abad XIX. Berdasarkan rekaman
kemudian mengalami reaktivasi pada kegiatan-kegiatan paleomagnet medan magnet bumi memang dapat menguat dan
tektonik yang lebih muda. Pola Jawa diakibatkan oleh tektonik melemah secara bergantian (Purwana, 2010). Pada lempeng
Neogen dan merupakan pola yang paling berkembang di Pulau yang sama pola variasi sekular sangat identik. Namun pada
Jawa (Bachri, 2014). lempeng yang berbeda pola variasi sekular sangat berbeda.
Perbedaan tersebut merefleksikan ukuran sumber medan
geomagnet nondipol dalam inti bumi. Sudut antara utara
magnet dengan utara geografis disebut sebagai deklinasi
magnetik. Variasi sekular medan magnetik menyebabkan
deklinasi berubah terhadap waktu.
Melalui penelitian ini penulis akan menganalisis secara
kualitatif ada tidaknya keterkaitan antara terjadinya gempa
bumi signifikan terhadap variasi sekular. Variasi sekular yang
ditinjau pada penelitian ini adalah arah komponen horizontal
magnet bumi yang direpresentasikan oleh sudut deklinasi.
Penyimpangan pola pergerakan sudut deklinasi sebelum
terjadinya gempa bumi signifikanlah yang menjadi fokus pada
penelitian ini.
Gambar 1-1: Tektonik dan batas lempeng di Indonesia. Anak
panah menunjukkan arah pergerakan lempeng, segitiga 2. DATA DAN METODOLOGI
menunjukkan gunung api aktif (sumber : Kawata, 2004). Penelitian ini diawali dengan membagi rentang koordinat
Pulau Jawa dalam beberapa grid. Jarak masing-masing grid
Tektonik Neogen memiliki pengaruh dominan terhadap yang digunakan adalah 1o. Data sudut deklinasi diperoleh dari
fisiografi Pulau Jawa. Akibat aktivitas tektonik Neogen ini model International Geomagnetic Reference Field (IGRF)
pada Pulau Jawa terbentuk pola struktur. Struktur yang yang didownload dari geomagnetic calculator dari situs
terbentuk dominan berarah barat – timur seperti lajur sesar National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)
Baribis – Kendeng menerus sampai di utara Flores. Terbentuk yang diakses melalui http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-
pula sesar-sesar naik, dan lajur lipatan misalnya dapat ditemui web/?model=igrf#igrfgrid. Data deklinasi model IGRF yang
di daerah Rembang. Di Laut Jawa ditemui pola dominan diperoleh pada situs tersebut hanya berubah terhadap tahun,
berarah timur laut – barat daya yang menerus hingga tidak berubah terhadap jam, tanggal, atau bulan di tahun yang
Kalimantan bagian selatan, khususnya beberapa kesejajaran sama. Oleh karena itu, pada masing-masing tahun hanya
palung atau cekungan serta tinggian yang merupakan produk diambil satu sampel data yakni pada 1 Januari pukul 00.00
dari aktivitas pra-Tersier. Pada pola tektonik Selat Sunda dapat UTC setiap tahunnya.
ditemui sesar mendatar menganan dan cekungan Sunda di
sebelah utara – selatan yang diduga sebagai akibat dari Untuk melihat terjadinya perubahan pola sudut deklinasi
reaktivasi batuan tua kerak benua dan kraton sunda oleh sebelum terjadinya gempa bumi signifikan, digunakan data
dorongan gaya kompresi yang bersumber dari aktivitas masa deklinasi 10 tahun sebelum dan sesudah terjadinya gempa
kini (Bachri, 2014). bumi. Gempa bumi signifikan yang dimaksud adalah gempa
bumi dengan kekuatan minimal M 7,0. Data gempa bumi
Konsekuensi terhadap aktivitas subduksi, struktur, dan sesar didapatkan dari katalog USGS (U.S. Geological Survei) dengan
tersebut mengakibatkan terjadinya kegempaan yang tinggi dan memilih magnitudo minimum M 7,0 yang terjadi pada rentang
lebih dari 20 gunung api aktif di wilayah Jawa. Seismisitas atau koordinat penelitian dalam kurun waktu 1915 hingga 2014.
kegempaan di wilayah Jawa dapat dibagi atas dua kelompok Katalog USGS diakses melalui http://earthquake.usgs.gov/
utama, yakni kegempaan lajur tunjaman selatan Jawa dan earthquakes/search. Dari katalog tersebut dipilih 5 gempa bumi
kegempaan lajur sesar aktif Jawa. Gempa bumi lajur tunjaman signifikan untuk wilayah penelitian sebagaimana ditampilkan
Jawa dijumpai berkedalaman dangkal hingga dalam (0 - 400 pada Tabel 2-1. Jenis magnitudo gempa bumi yang disajikan
km) dan umumnya tercatat berkekuatan lebih dari M 4,0. oleh USGS adalah Mw dan Mwc. Mw adalah magnitudo yang
Gempa bumi berkekuatan besar di wilayah Jawa ini dapat didasarkan atas momen seismik (Mo) dari spektrum
mencapai M 8,5, terutama di Jawa bagian barat. Sedangkan perpindahan sinyal gempa bumi pada domain waktu.
yang berkekuatan M 5-6 sering terjadi di wilayah Jawa bagian Sedangkan Mwc adalah magnitudo momen dengan momen
selatan (Nurdiyanto, 2010). seismiknya diperoleh dari perhitungan Global Centroid
Studi tentang kemagnetan bumi memberikan kontribusi yang Moment Tensor Project (Bormann, 2012). Posisi masing-
penting terhadap rekonstruksi pergerakan tektonik lokal dan masing gempa seperti pada peta Gambar 2-1.
regional. Berdasarkan studi kemagnetan didapatkan fakta
57
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

pola deklinasi. Berdasarkan grafik perbandingan ini kemudian


dilakukan analisis secara kualitatif terhadap ada tidaknya
Tabel 2-1: Parameter gempa bumi signifikan berdasarkan
perubahan pola deklinasi sebelum terjadinya gempa signifikan.
katalog USGS
Adapun diagram alir pengolahan data seperti pada Gambar 2-
Kedalaman 2.
Waktu Lintang Bujur Magnitudo
(km)
1921-09-11 -10,08 110,623 15 Mw 7,6
1926-09-10 -9,156 110,617 35 Mw 7,1
1994-06-02 -10,477 112,835 18.4 Mw 7,8
2006-07-17 -9,284 107,419 20 Mwc 7,7
2007-08-08 -5,859 107,419 280 Mwc 7,5
2009-09-02 -7,782 107,297 46 Mwc 7,0

Gambar 2-2: Diagram alir pengolahan data

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 2-1: Gempa bumi signifikan ditunjukkan dengan Rata-rata nilai deklinasi Pulau Jawa tahun 1915 hingga
lingkaran berwarna kuning. tahun 2015 sebagaimana diplot pada Gambar 3-1 menunjukkan
nilai yang cukup bervariasi. Nilai rata-rata tertinggi adalah
Posisi titik pola deklinasi yang ditinjau sebelum dan sesudah 1,846119o terjadi pada tahun 1945. Nilai rata-rata terendah
terjadinya gempa bumi signifikan adalah titik grid dengan 0,406942o terjadi pada tahun 1990. Hal ini berarti bahwa dalam
lokasi terdekat dengan episentrum gempa bumi. Grafik periode waktu tersebut deklinasi magnet bumi menunjuk pada
pembanding yang digunakan sebagai pola deklinasi normal arah north-northeast (NNE). NNE adalah arah antara utara
diambil dari dua titik grid. Syarat lokasi grid yang akan dengan timur laut. Pada Gambar 3-1 tampak pola deklinasi
dijadikan posisi titik normal adalah pada sekitar titik tersebut konstan setiap 5 tahun. Hal ini terjadi karena perhitungan
tidak terjadi gempa bumi signifikan dalam waktu 100 tahun. variasi sekular pada model IGRF diasumsikan konstan dalam
Titik yang pertama diambil dari lokasi grid dengan bujur yang interval 5 tahunan. Model IGRF selalu diperbaharui setiap 5
sama dengan bujur episentrum dan lintang berbeda. Titik kedua tahun berdasarkan data dari stasiun pengamatan magnet bumi,
diambil dari lokasi grid dengan lintang yang sama dengan survei laut, survei udara, dan satelit (Mandea et al, 2006).
lintang episentrum dan bujur berbeda. Data deklinasi pada Sehingga secara umum terjadinya variasi aktivitas medan
ketiga titik tersebut kemudian diplot menggunakan aplikasi magnet adalah akibat variasi sekular magnet.
microsoft office excel untuk menghasilkan grafik perbandingan

Gambar 3-1: pola deklinasi rata-rata Pulau Jawa antara tahun 1915 hingga tahun 2015.
58

Perdana dan Ahadi / Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan…

Gempa bumi 11 September 1921 dan 10 September 1926 pukul 04:01:44 UTC juga terjadi gempa bumi dengan kekuatan
Mw 7,6 dengan posisi episentrum 10,08o LS – 110,63o BT dan
Gempa bumi berkekuatan Mw 7,1 dengan posisi episentrum
kedalaman 15 km. Posisi episentrum kedua gempa bumi ini
9,16o LS – 110,62o BT dan kedalaman 35 km, terjadi pada 10
cukup dekat, yakni kurang dari 1o dengan kedalaman yang
September 1926 pukul 10:34:27 UTC. Grafik pola deklinasi
dangkal.
terdekat dengan episentrum yang ditinjau berada pada 9o LS –
110o BT. Grafik pola deklinasi normal yang dipakai sebagai Pada Gambar 3-2a tampak terjadinya perubahan pola deklinasi
acuan pembanding terletak pada 5o LS – 110o BT dan 9o LS – dekat episentrum sejak satu tahun menjelang terjadinya gempa
114o BT. Gambar 3-2a menunjukkan perbandingan antara pola bumi 11 September 1921. Sedangkan pada Gambar 3-2b
deklinasi di dekat episentrum dengan pola deklinasi normal tampak peningkatan nilai deklinasi secara perlahan terjadi pada
pada titik acuan bujur yang sama dengan episentrum. Gambar titik dekat episentrum tiga tahun sebelum gempa bumi 11
3-2b menunjukkan perbandingan antara pola deklinasi di dekat September 1921 dan empat tahun setelah gempa bumi 10
episentrum dengan pola deklinasi normal pada titik acuan September 1926.
lintang yang sama dengan episentrum. Sebelum terjadinya
gempa bumi 10 September 1926, pada 11 September 1921

Gambar 3-2: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian gempa
bumi 11 September 1921 dan 10 September 1926 masing-masing ditunjukkan oleh panah
hitam dan hijau.
kurva deklinasi di dekat episentrum mengalami perbedaan
Gempa bumi 2 Juni 1994
pola dengan kurva acuan normal berdasarkan bujur. Nilai
Gempa bumi berkekuatan Mw 7,8 dengan posisi deklinasi di dekat episentrum cenderung menurun sejak tiga
episentrum 10,48o LS – 112,84o BT dan kedalaman 18,4 km, tahun sebelum gempa bumi terjadi. Pada Gambar 3-3b
terjadi pada 2 Juni 1994 pukul 18:17:34,02 UTC. Gempa bumi penurunan pola deklinasi di dekat episentrum terhadap pola
ini membangkitkan tsunami dengan run-up maksimum 19,1 m normal berdasarkan lintang tampak lebih jelas. Penurunan
di daerah Banyuwangi (Diposaptono, 2008). Grafik pola deklinasi secara drastis terjadi sejak tiga tahun sebelum gempa
deklinasi terdekat dengan episentrum yang ditinjau berada bumi.
pada 10o LS – 113o BT. Grafik pola deklinasi normal yang
digunakan sebagai acuan pembanding terletak pada 5o LS –
113o BT dan 10o LS – 105o BT. Pada Gambar 3-3a terlihat
59
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Gambar 3-3: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian
gempa bumi 2 Juni 1994 ditunjukkan oleh panah hitam.
dan kurva deklinasi normal berdasarkan bujur menunjukkan
Gempa bumi 17 Juli 2006
pola yang sama. Tidak teramati adanya perubahan pola
Gempa bumi berkekuatan Mwc 7,7 dengan posisi deklinasi sebelum dan sesudah terjadinya gempa bumi. Namun
episentrum 9,28o LS – 107,42o BT dan kedalaman 20 km, pada Gambar 3-4b tampak kurva nilai deklinasi di dekat
terjadi pada 17 Juli 2006 pukul 08:19:26,68 UTC. Gempa bumi episentrum mengalami perbedaan pola dengan kurva normal
ini membangkitkan tsunami dengan run-up maksimum 7,6 m berdasarkan lintang sejak satu tahun sebelum gempa bumi
di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta terjadi. Tampak kurva deklinasi dekat episentrum justru
(Diposaptono, 2008). Grafik pola deklinasi terdekat dengan semakin meningkat ketika kurva deklinasi normal menurun.
episentrum yang ditinjau berada pada 9o LS – 107o BT. Grafik
pola deklinasi normal yang dipakai sebagai acuan pembanding
terletak pada 5o LS – 107o BT dan 9o LS – 115o BT. Terlihat
pada Gambar 3-4a antara kurva deklinasi di dekat episentrum

Gambar 3-4: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian
gempa bumi 17 Juli 2006 ditunjukkan oleh panah hitam.
60

Perdana dan Ahadi / Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan…

BT dan 11o LS – 107o BT. Pada Gambar 3-5a tampak adanya


Gempa bumi 8 Agustus 2007
sedikit penurunan pola deklinasi di dekat episentrum terhadap
Gempa bumi berkekuatan Mwc 7,5 dengan posisi pola normal berdasarkan bujur sejak satu tahun setelah gempa
episentrum 5,86o LS – 107,419o BT dan kedalaman 280 km, bumi terjadi. Perubahan pola deklinasi tampak lebih jelas pada
terjadi pada 8 Agustus 2007 pukul 17:05:04,92 UTC. Gempa Gambar 3-5b sejak dua tahun sebelum gempa bumi terjadi.
bumi ini terjadi pada 75 km barat laut Indramayu. Grafik pola Tampak pola deklinasi dekat episentrum epicenter semakin
deklinasi terdekat dengan episentrum yang ditinjau berada meningkat ketika grafik normal berdasarkan lintang menurun.
pada 6o LS – 107o BT. Grafik pola deklinasi normal yang
dipakai sebagai acuan pembanding terletak pada 6o LS – 115o

Gambar 3-5: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian
gempa bumi 8 Agustus 2007 ditunjukkan oleh panah hitam.

Gempa bumi 2 September 2009 dekat episentrum tidak menunjukkan penyimpangan pola
terhadap kurva deklinasi acuan normal berdasarkan bujur.
Gempa bumi berkekuatan Mwc 7,0 dengan posisi
Tidak teramati adanya perubahan pola deklinasi sebelum dan
episentrum 7,78o LS – 107,30o BT dan kedalaman 46 km,
sesudah terjadinya gempa bumi. Namun pada Gambar 3-6b
terjadi pada 2 September 2009 pukul 07:55:01,05 UTC. Grafik
tampak kurva deklinasi di dekat episentrum mengalami
pola deklinasi terdekat dengan episentrum yang ditinjau
perbedaan pola dengan kurva deklinasi acuan normal
berada pada 8o LS – 107o BT. Grafik pola deklinasi normal
berdasarkan lintang sejak empat tahun sebelum gempa bumi
yang dipakai sebagai acuan pembanding terletak pada 5o LS –
terjadi. Grafik deklinasi dekat episentrum cenderung konstan
107o BT dan 8o LS – 115o BT. Seperti halnya pada gempa bumi
ketika grafik deklinasi mengalami penurunan yang signifikan.
17 Juli 2006, pada Gambar 3-6a didapatkan kurva deklinasi di
61
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

Gambar 3-5: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian
gempa bumi 8 Agustus 2007 ditunjukkan oleh panah hitam.
dekat episentrum tidak menunjukkan penyimpangan pola
Gempa bumi 2 September 2009
terhadap kurva deklinasi acuan normal berdasarkan bujur.
Gempa bumi berkekuatan Mwc 7,0 dengan posisi Tidak teramati adanya perubahan pola deklinasi sebelum dan
episentrum 7,78o LS – 107,30o BT dan kedalaman 46 km, sesudah terjadinya gempa bumi. Namun pada Gambar 3-6b
terjadi pada 2 September 2009 pukul 07:55:01,05 UTC. Grafik tampak kurva deklinasi di dekat episentrum mengalami
pola deklinasi terdekat dengan episentrum yang ditinjau perbedaan pola dengan kurva deklinasi acuan normal
berada pada 8o LS – 107o BT. Grafik pola deklinasi normal berdasarkan lintang sejak empat tahun sebelum gempa bumi
yang dipakai sebagai acuan pembanding terletak pada 5o LS – terjadi. Grafik deklinasi dekat episentrum cenderung konstan
107o BT dan 8o LS – 115o BT. Seperti halnya pada gempa bumi ketika grafik deklinasi mengalami penurunan yang signifikan.
17 Juli 2006, pada Gambar 3-6a didapatkan kurva deklinasi di

Gambar 3-6: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal.
Kejadian gempa bumi 2 September 2009 ditunjukkan oleh panah hitam.
62

Perdana dan Ahadi / Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan…

Perubahan pola deklinasi sebelum gempa bumi deklinasi sebelum gempa bumi dapat berasosiasi dengan tahap
persiapan dan pelepasan energi gempa bumi. Penyimpangan
Berdasarkan analisis pada data deklinasi sebelum dan
pola deklinasi tersebut muncul hingga 10 tahun setelah gempa
sesudah terjadinya enam gempa bumi signifikan di wilayah
bumi terjadi. Penyimpangan pola deklinasi dapat dideteksi
Jawa (Gambar 2-1), tampak bahwa grafik perbandingan pola
menggunakan acuan pada suatu titik yang berlokasi di lintang
deklinasi berdasarkan lintang lebih dapat menunjukkan
yang sama dengan lintang episentrum dan terbebas dari
terjadinya penyimpangan nilai deklinasi daripada grafik
pengaruh kegempaan. Penyimpangan pola deklinasi cenderung
perbandingan berdasarkan bujur. Hal ini menunjukkan bahwa
meningkat ketika kedalaman gempa bumi semakin besar.
perubahan nilai deklinasi dekat episentrum ketika gempa bumi
Penyimpangan pola deklinasi rata-rata pada gempa bumi
dalam tahap persiapan dan pelepasan energi dapat dideteksi
dangkal (kedalaman kurang dari 60 km) terjadi sebesar
dengan menggunakan acuan normal pada titik dengan lintang
0,207395o. Sedangkan pada gempa bumi menengah
yang sama dengan lintang episentrum dan terletak pada
(kedalaman antara 60 km hingga 300 km) terjadi sebesar
wilayah yang terbebas dari gangguan gempa bumi signifikan.
0,332694o.
Hal yang menarik tampak pada gempa bumi 17 Juli 2006, 8
Agustus 2007, dan 2 September 2009. Ketiga gempa bumi ini UCAPAN TERIMA KASIH
berada pada posisi bujur yang hampir sama yakni di sekitar
Terima kasih kami ucapkan kepada Pusat Sains Antariksa
107o BT. Penyimpangan pola deklinasi di dekat episentrum
LAPAN yang telah menyelenggarakan workshop Riset Medan
ketiga gempa bumi ini tampak semakin jelas dengan
Magnet Bumi dan Aplikasinya serta atas kesediaannya
meningkatnya kedalaman sumber gempa bumi. Gempa bumi 8
menelaah dan memuat makalah ini, kepada STMKG yang telah
Agustus 2007 yang memiliki kedalaman 280 km menunjukkan
menyediakan wadah diskusi dan konsultasi penelitian magnet
perubahan pola deklinasi dekat episentrum paling jelas,
bumi, kepada NOAA yang telah menyediakan data IGRF, dan
sebagaimana teramati pada Gambar 3-5b. Pada gempa bumi 17
kepada USGS yang telah menyediakan data gempa bumi.
Juli 2006 dan 2 September 2009 dengan kedalaman yang
dangkal yakni masing-masing 20 km dan 46 km, tampak
perubahan pola deklinasi terjadi hampir sama pada kedua DAFTAR RUJUKAN
gempa bumi tersebut sebagaimana teramati pada Gambar 3-4b Bachri, S., 2014, Pengaruh Tektonik Regional terhadap Pola
dan Gambar 3-6b. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pola Struktur dan Tektonik Pulau Jawa. Journal Geologi dan
deklinasi dekat episentrum meningkat seiring dengan Sumberdaya Mineral (JGSM) Vol. 15 N0.4, 215-221.
kedalaman sumber gempa bumi. Begitu pula yang terjadi pada
gempa bumi 11 September 1921 dan gempa bumi 10 Bormann, P. (Ed.), 2012, New Manual of Seismological
September 1926. Kedua gempa bumi ini terjadi pada lokasi Observatory Practice 2 (NMSOP-2), Potsdam: Deutsches
yang berdekatan yakni di sekitar bujur 110,6 BT dengan GeoForschungsZentrum GFZ.
kedalaman dangkal, masing-masing 15 km dan 35 km. Karena Clements, B., Hall, R., Smyth, H. R., dan Cottam, M.
lokasinya yang berdekatan, titik acuan normal dan titik dekat A., 2009, Thrusting of a Volcanic Arc: a New Structural Model
episentrum yang digunakan untuk mendeteksi penyimpangan for Java, Petroleum Geoscience, 15 (2). pp. 159-174.
pola pada gempa bumi 11 September 1921 berada pada lokasi
yang sama dengan gempa bumi 10 September 1926. Diposaptono, S., dan Budiman, 2008, Hidup Akrab dengan
Sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 3-2a, penyimpangan Gempa dan Tsunami. Bogor : Penerbit Buku Ilmiah Populer.
pola deklinasi yang terjadi tidak begitu signifikan. Selain Lowrie, W., 2007, Fundamentals of Geophysics (2nd
karena kedalamannya yang dangkal, faktor lain yang Edition), New York : Cambridge University Press.
memungkinkan terjadinya penyimpangan deklinasi tidak
signifikan adalah lokasi episentrum gempa bumi yang berada Mandea, Lühr, M. H., Korte, M., Balasis, G., Linthe, H. J.,
di dekat zona subduksi antara lempeng Eurasia dengan Hemant, K., Pulz, E., Ritter, P., Rother, M., Stolle, C.,
lempeng Indo-Australia (Gambar 2-1). Kedua episentrum Thébault, E., Wardinski, I., 2006, A comprehensive view of the
berada dalam lempeng Eurasia. Penunjaman pada zona Earth's magnetic field from ground and space observations,
subduksi selatan Pulau Jawa membentuk sudut menengah Potsdam : Zweijahresbericht GeoForschungsZentrum,
hingga curam (Bachri, 2014). Sifat sudut penunjaman ini 2004/2005, 63-76.
kemungkinan memberikan kontribusi pada kecilnya Nurdiyanto, B., 2010, Laporan Akhir Integrasi Pengamatan
penyimpangan pola deklinasi. Hal demikian juga tampak pada Parameter Geofisika dalam Usaha Prediktabilitas Gempa
Gambar 3-3b untuk gempa bumi 2 Juni 1994 yang terjadi di bumi, Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG.
dekat zona subduksi jika dibandingkan dengan penyimpangan
yang terjadi pada Gambar 3-5b untuk gempa bumi 8 Agustus Purwana, I., 2009, Geodinamika. Jakarta : Akademi
2007 yang berlokasi jauh dari zona subduksi. Meteorologi dan Geofisika.
Kawata, Y., 2004, Tsunamis in Indonesia. (Online)
4. KESIMPULAN http://www.drs.dpri.kyoto-u.ac.jp/eqtap/report/indonesia/
Terdapat penyimpangan pola sudut deklinasi di dekat tsunamis_in_indonesia/tsunamis_in_indonesia.htm. (diakses
episentrum sebelum dan sesudah terjadinya gempa bumi 26 Juli 2015).
signifikan. Penyimpangan pola deklinasi di dekat episentrum NOAA, 2015, Magnetic Field Calculators. (online)
tampak paling cepat 4 tahun dan paling lambat 1 tahun sebelum http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-web/?model=igrf#
terjadinya gempa bumi. Terjadinya penyimpangan pola igrfgrid. (diakses 2 Juli 2015).
63
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9

USGS, 2015, Search Earthquake Archives. (online)


http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search. (diakses 2 Juli
2015).
DAFTAR PESERTA WORKSHOP RISET MEDAN MAGNET BUMI DAN APLIKASINYA
Bandung. 18 September 2015
1 Afrizal, M.Kom Loka Pengamatan Dirgantara Bukittinggi, LAPAN
2 Ahadi, Suaidi, Dr. STMKG
3 Akuba, Nurain Silvana STMKG
4 Albab, Ali, S.T Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
5 Ali, Yusuf Haidar STMKG
6 Amin, Deddy El, S.T. Pusat Teknologi Satelit, LAPAN
7 Andrian, Yoga, S.Kom Pusat Sains Antariksa, LAPAN
8 Anggarani, Sefria, S.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
9 Asnawi, M.Sc Pusat Sains Antariksa, LAPAN
10 Bangkit, Harry, M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
11 Biyantoro, Mochamad Andi Aris, S.T. Pusat Sains Antariksa, LAPAN
12 Budiyanto, Drs. Pusat Sains Antariksa, LAPAN
13 Dahrin, Darharta, Dr. Jurusan Teknik Geofisika, ITB
14 Dwi, Sesar Prabu STMKG
15 Ekawati, Sri, M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
16 Filawati, Siska, S.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
17 Fitrah, Yuliana Nurul, A.Md Pusat Sains Antariksa, LAPAN
18 Gunawan, Hendra, Dr., Ir. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, ESDM
19 Halawa, Erniwati Jurusan Fisika, ITB
20 Hanafi, Mustafa, Ir., M.Si Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
21 Harjana, Teguh Dr., M.Sc Pusat Sains Antariksa, LAPAN
22 Haryanto, Cucu Eman, A.Md Pusat Sains Antariksa, LAPAN
23 Hasanudin, Drs. Pusat Seismologi Teknik, geofisika Potensial dan Tanda
Waktu, BMKG
24 Jiyo, Drs., M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
25 Juangsih, Mira, M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
26 Kirana, Kartika Hajar Jurusan Teknik Geofisika, ITB
27 Kilowasid, La Ode Muhammad
Musafar, M.Sc Pusat Sains Antariksa, LAPAN
28 Kristianto, M.T. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, ESDM
29 Kurniawan, Aries, S.T Pusat Sains Antariksa, LAPAN
30 Kurniawati, Indah STMKG
31 Lestari, Santi Dwi, S.T Stasiun Geofisika Kelas 1 Bandung
32 Meilany, Herni, A.Md Pusat Sains Antariksa, LAPAN
33 Mumtahana, Farahhati, S.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
34 Natalia, Merry Christina Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, ESDM
35 Nuraeni, Fitri, M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
36 Nurzaman, Muhamad Zamzam, S.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
37 Pattisahusiwa, Asis Jurusan Fisika, ITB
38 Perdana, Yusuf Hadi STMKG
39 Pradipto Jurusan Fisika, ITB
40 Pranoto, Setyanto Cahyo, M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
41 Rachmadan, Andy STMKG
42 Ramadhan, Shaska, S.T Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

vi
43 Ratri, Aldila Damayanti Purnama STMKG
44 Ruhimat, Mamat, Drs., M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
45 Sagala, Ricardo Alfencius STMKG
46 Saifudin, Muhammad Arif, S.T. Pusat Teknologi Satelit, LAPAN
47 Santoso, Anwar, M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
48 Santoso, Nono Agus Jurusan Teknik Geofisika, ITB
49 Sari, Indriana Lucky, S.Si, M.T Stasiun Geofisika Kelas 1 Bandung
50 Setiawan, Ahmad Pusat Survei Geologi, ESDM
51 Silalahi, Imelda Rosalia, Ir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
52 Subekti, Agus, S.T Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
53 Sucipto, S.A.B Pusat Sains Antariksa, LAPAN
54 Sudarwono Pusat Survei Geologi, ESDM
55 Suhermanto, Ir., M.T Pusat Teknologi Satelit, LAPAN
56 Vita, Aprilia N. STMKG
57 Wellyanita, Visca, M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
58 Winarko, Anton, S.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
59 Woropalupi, Niken STMKG
60 Wulandari, Tri STMKG
61 Yatini, Clara Yono, Dra., M.Sc Pusat Sains Antariksa, LAPAN
62 Zubaidah, Tety Dr. rer. nat, M.Sc Fakultas Teknik Universitas Mataram

vii
viii

Anda mungkin juga menyukai