SBN:97
8-97
9-1
458-
97-
9
Pr
osi
di
ng Pus
atSa
insAnt
ari
ksa
W O RKSH O P
Ri
setMedan MagnetBumi
dan Apl
ikasi
nya
EDISII
Ba
ndung,
8Sept
ember2
015
PENANGGUNG JAWAB
Kepala Pusat Sains Antariksa
PANITIA
WORKSHOP RISET MEDAN MAGNET BUMI DAN APLIKASINYA
PENYUNTING
Ketua :
Drs. Jiyo, M.Si
Anggota :
Drs. Mamat Ruhimat, M.Si
Anwar Santoso, M.SI
La Ode Muhammad Musafar Kilowasid, M.Sc
Fitri Nuraeni, M.Si
Tata Letak
Anton Winarko, S.Si
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan hidayah
kepada kita semua sehingga prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya tahun
2015 ini dapat diterbitkan.
Prosiding ini memuat 10 (sepuluh) makalah yang telah dipresentasikan pada workshop yang
dilaksanakan pada tanggal 18 September 2015 di Bandung, yang dihadiri 62 peserta dari 8 lembaga.
Lembaga-lembaga tersebut meliputi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Sekolah
Tinggi Mateorologi, Klimatologi dan Geofiskika (STMKG), Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Kelautan (PPPGL), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BVMBG), Institut
Teknologi Bandung (ITB), Pusat Survei Geologi-ESDM, Universitas Mataram, dan satuan kerja di
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Dengan terlaksananya kegiatan ini maka telah terbangun satu forum komunikasi antar komunitas
pengguna informasi medan magnet bumi untuk riset dan aplikasinya. Melalui forum ini telah dilakukan
presentasi hasil riset, simulasi, dan diskusi ilmiah antar peneliti medan magnet bumi dan pengguna
informasinya. Dengan demikian terwujud komunitas riset medan magnet bumi yang semakin bertambah
jumlah dan peningkatan pemahaman tentang pentingya informasi medan magnet bumi, khususnya
untuk peringatan dini bahaya antariksa (space-hazard).
Tema yang dipresentasikan dalam kegiatan ini merupakan hasil penelitian tentang dinamika
magnetosfer berdasarkan variasi medan magnet bumi, metode pengamatan, pengolahan dan interpretasi
data medan magnet bumi, aplikasi informasi medan magnet bumi untuk penelitian geofisika dan
prekursor gempa bumi.
Prosiding ini dapat diwujudkan melalui proses penyuntingan (review) oleh para peneliti yang
berkompeten di Lingkungan LAPAN, perbaikan oleh para penulisnya, dan penyusunan tata-letak oleh
tim penerbitan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
semua pihak terkait yang telah berupaya maksimal untuk mewujudkan prosiding ini.
Suksesnya pelaksanaan workshop juga tidak terlepas dari dukungan kerjasama dari lembaga mitra yang
hadir dan satuan kerja di lingkungan LAPAN. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih dan
apresiasi kepada seluruh mitra yang hadir. Semoga kegiatan ini akan lebih memperkuat kerjasama di
masa mendatang.
Terakhir, kami selalu mengharapkan kritik yang membangun, saran, dan masukan untuk meningkatkan
mutu kegiatan yang telah dilaksanakan.
i
SUSUNAN ACARA WORKSHOP RISET MEDAN MAGNET BUMI DAN
APLIKASINYA
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
SUSUNAN ACARA ii
DAFTAR ISI iii
RESUME v
iii
Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan 55
Pola Deklinasi
(Analysis of Significant Earthquakes (M>7.0) on Java Region Based on Changes of
Declination Pattern)
Y. H. Perdana* dan S. Ahadi
DAFTAR PESERTA vi
DOKUMENTASI viii
iv
RESUME
Sepuluh makalah yang dimuat dalam prosiding ini merupakan hasil penelitian tentang respon
medan magnet di Indonesia terhadap kejadian badai geomagnet, respon gangguan geomagnet terhadap
medan listrik merger di magnetosfer, korelasi antara puncak gangguan geomagnet komponen H dengan
durasi badai, dan metode untuk menentukan indeks K. Kemudian penerapan metode polarisasi rasio
untuk mendetekasi anomali emisis gelombang ULF, dan pola deklinasi pergerakan lempeng, keduanya
untuk mendeteksi prekursor gemba bumi.
Makalah pertama membahas respon medan magnet Bumi di beberapa stasiun pengamatan di
Indonesia terhadap badai geomagnet yang terjadi pada tanggal 17 Maret dan 23 Juni tahun 2015.
Korelasi antara badai geomagnet dengan perubahan geomagnet (DH) adalah sekitar 96% (0,96).
Makalah kedua membahas tentang respon gangguan geomagnet terhadap medan listrik merger di
magnetosfer. Dengan menggunakan data hasil pengamatan di stasiun Manado selama 2008 - 2012
ditemukan bahwa gangguan geomagnet di siang hari memiliki korelasi yang baik dengan medan listrik
merger selama rekoneksi dengan koefisien korelasi r = 0,7, sedangkan koefisien korelasi selama waktu
malam adalah r = 0,3.
Korelasi antara puncak gangguan komponen H medan magnet Bumi dengan durasi badai
geomagnet dibahas pada makalah ketiga. Tujuh badai geomagnet yang tercatat di stasiun Tondano
selama Juni 2012 hingga Desember 2013 dibandingkan dengan indeks Dst. Dengan koefisien korelasi
Pearson diperoleh kesimpulan bahwa durasi badai geomagnet mempunyai korelasi Pearson 0,609
dengan puncak gangguan komponen H medan geomagnet, sedangkan korelasinya dengan indeks Dst
adalah 0,870. Makalah berikutnya membahas metode Empirical Mode Decomposition untuk
menentukan indeks K regional Indonesia. Hasilnya menujukkan bahwa pada hari tenang nilai indeks
geomagnet kurang dari 3 dan pada saat badai magnet nilai indeksnya 6-7.
Selanjutnya, 3 makalah membahas prekursor gempa bumi berdasarkan anomali gelombang ULF.
Tiga kasus kejadian gempa bumi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah gempa Lombok pada
22 Juni 2013, gempa bumi di Laut Maluku selama September-Oktober 2014, dan gempa bumi Liwa
pada 3 April 2014. Hasilnya, telah terjadi anomali gelombang ULF pada 5-12 hari sebelum gempa bumi
Lombok, 11 hari sebelum gempa bumi di Laut Maluku, dan 5 hari sebelum gempa di Liwa.
Tiga makalah berikutnya membahas perubahan pola deklinasi sebelum kejadian gempa bumi di
Papua, Sumatera, dan Jawa, menggunakan data pengamatan selama 100 tahun (1915-2014). Dari 5
kejadian gempa di Papua, 4 diantaranya terjadi perubahan deklinasi 10 tahun sebelum dan sesudah
gempa bumi. Di Sumatera terjadi perubahan deklinasi 0,03○ per tahun pada beberapa tahun sebelum
dan sesudah gempa bumi. Kemudian di Pulau Jawa perubahan deklinasi terjadi 1 tahun hingga 4 tahun
sebelum kejadian gempa bumi. Perubahan deklinasi sebesar 0,207395○ terjadi sebelum gempa bumi
dengan kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km dan sebesar 0,332694○ terjadi sebelum gempa
dengan episentrum 60 - 300 km.
v
1
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
Santoso et al. / Analisis Perubahan Medan Geomagnet di Atas Indonesia Terhadap Kejadian Badai Geomagnet ………..
to the geomagnetic storm events on March 17th, 2015 and June 23rd, 2015? To
know about that, we analyzed response of H-component of geomagnetic field from
Sumedang, Watukosek, Manado and Jayapura stations during both these
geomagnetic storms. Analysis of geomagnetic field change in Indonesia to both
geomagnetic storms showed not the same response. Response of geomagnetic field
to the geomagnetic storm during June 23rd, 2015 better than March 17th, 2015 as
indicated by the value of the average correlation between the index Dst with H-
component geomagnetic field variation (DH) in Indonesia respectively are 96.18%
(June 23rd, 2015) and 95.58% (March 17th, 2015). Likewise, the deviation value
of them on June 23rd, 2015 was better than March 17th, 2015, respectively are
16.93 and 18.94nT (the smaller of the standard deviation value then of it’s the
pattern was so closed or better).
Keywords : SSC and GS geomagnetic storm, geomagnetic storm manifestation,
space weather
Interplanetary Magnetic Field arah IMF Bz(+) Interplanetary Magnetic Field arah utara
Utara
IMF Bz(-)
Utara
Angin surya
Angin surya
Gambar 2-1: Ilustrasi mekanisme terbentuknya badai geomagnet. Komponen IMF yang dominan
berperan dalam pembentukan badai geomagnet adalah Bz yang mengarah ke selatan
(ke bawah, Bz(-)) (Russel, 2006).
Medan geomagnet yang terukur di permukaan bumi mengalami dilakukan ploting variasi gangguan komponen H medan
variasi dari waktu ke waktu. Variasi medan geomagnet geomagnet dari stasiun pengamat geomagnet di Indonesia.
dinyatakan dengan magnetogram komponen horizontal (H)
atau utara-selatan, deklinasi (D) atau timur-barat dan vertikal Identifikasi terhadap keberadaan data medan geomagnet di
(Z). Perubahan medan geomagnet yang terukur di permukaan Indonesia, diperoleh bahwa hanya 5 stasiun yang datanya dapat
bumi terhadap badai geomagnet adalah berbeda-beda digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini yaitu
bergantung pada karakteristik badai geomagnetnya dan lintang dari Balai Pengamatan Antariksa dan Atmosfer (BPAA)
stasiun pengamat geomagnet berada (Brijesh et al., 2005; Sumedang (6°,91’ LS; 107°,83’ BT), Balai Pengamatan
Pandey dan Dubey, 2009). Perubahan medan geomagnet Antariksa dan Atmosfer (BPAA) Pasuruan (7°,34’ LS;
terbesar terjadi di daerah kutub-kutub bumi (utara dan selatan) 112°,40’ BT), stasiun geofisika BMKG Manado (1,30° LU;
dan menurun secara eksponensial menuju ke lintang rendah. 124,93° BT), stasiun geofisika BMKG Kupang (10,21° LS;
Perubahan medan geomagnet di suatu daerah menyatakan 123,65° BT), dan stasiun geofisika BMKG Jayapura (2°,30’
besarnya gangguan medan magnet di daerah tersebut oleh LS; 140°,24’ BT) pada bulan Maret 2015 dan Juni 2015.
badai geomagnet. Untuk menghitung besarnya gangguan
medan geomagnet digunakan formulasi : Setelah data diperoleh, langkah pertama adalah melakukan
identifikasi badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 dan 23
𝐻𝐻(𝑡𝑡) = 𝐻𝐻𝑜𝑜 (𝑡𝑡) + 𝐻𝐻𝑆𝑆𝑆𝑆 (𝑡𝑡) + 𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑡𝑡) Juni 2015 menggunakan data indeks Dst dan CME serta CH.
Selanjutnya, menghitung Sq bulan Maret 2015 menggunakan
𝐷𝐷𝐷𝐷(𝑡𝑡) = 𝐻𝐻(𝑡𝑡) − 𝐻𝐻𝑜𝑜 (𝑡𝑡) − 𝐻𝐻𝑆𝑆𝑆𝑆 (𝑡𝑡) … (2-1)
data tanggal 10, 30, 5, 14, 9, 15, 13, 27, 26, 12 Maret 2015 dan
dengan DH(t) menyatakan besarnya gangguan komponen H Juni 2015 menggunakan data tanggal 20, 5, 2, 4, 3, 19, 6, 29,
medan geomagnet, H(t) menyatakan besarnya medan 30, 12 Juni 2015 (masing-masing dipilih 5 hari sesuai
geomagnet yang terukur oleh magnetometer, H o (t) merupakan keberadaan data) berdasarkan persamaan (2-2). Hasilnya
besarnya medan geomagnet utama akibat pergerakan inti bumi kemudian digunakan untuk menghitung DH(t)bulan Maret dan
dan H Sq (t) menyatakan besarnya medan geomagnet pada hari Juni 2015 berdasarkan persamaan (2-1). DH(t) hasil
tenang. perhitungan kemudian diplot bersama indeks Dst pada tanggal
H Sq (t) diperoleh dari rata-rata 5 hari paling tenang pada yang sama dan dianalisis. Terakhir menyimpulkan hasil
masing-masing bulan dan dihitung menggunakan formulasi : analisis yang telah diperoleh disesuaikan teori yang ada.
Santoso et al. / Analisis Perubahan Medan Geomagnet di Atas Indonesia Terhadap Kejadian Badai Geomagnet ………..
badai geomagnet (tanggal 15 Maret 2015) telah terjadi pemicunya yaitu dua kejadian CME pada 2 hari sebelumnya
fenomena halo CME dengan lebar sudut > 180o dan diperkuat dengan analisis terhadap komponen H medan
(http://sidc.oma.be/cactus/catalog/LASCO/2_5_0/qkl/2015/03 geomagnet dari stasiun Jayapura (H JYP ) maka dipastikan
/latestCMEs.html) dan fenomena CH dalam periode tanggal bahwa badai geomagnet 23 Juni 2015 bertipe Sudden Storm
14-16 Maret 2015 yang berlokasi di ekstensi CH kutub selatan Commencement (SSC) yang ditandai dengan kenaikan
matahari (www. solen.info/solar/coronal_holes.html). mendadak indeks Dst atau H JYP pada fase awal (initial phase)
pukul 16.00 UT tanggal 21 Juni 2015.
Perubahan terhadap badai geomagnet tertinggi terjadi secara
global di seluruh permukaan bumi. Perubahan tertinggi terjadi
di lintang tinggi baik utara maupun selatan dan menurun secara
eskponensial terhadap penurunan lintang sampai ke lintang
rendah dan ekuator. Badai geomagnet sangat kuat (Dst = -223
nT) tanggal 17 Maret 2015 dan kuat (Dst = -204 nT) tanggal 23
Juni 2015 dibangkitkan oleh jumlah CME yang berbeda
sebelum badai geomagnet. Badai geomagnet sangat kuat
Gambar 4-1: Variasi indeks Dst bulan Maret 2015 (sumber : tanggal 17 Maret 2015 dibangkitkan oleh fenomena CME
http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_provisional/201503/index. tunggal. Sedangkan badai geomagnet kuat tanggal 23 Juni 2015
html) dibangkitkan oleh fenomena CME yang terjadi secara
beruntun. Seharusnya badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015
Bahkan dalam website tersebut dilaporkan bahwa gangguan dengan halo CME beruntun mempunyai intensitasnya lebih
medan geomagnet yang terjadi dalam periode 17-18 Maret besar daripada badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 dengan
2015 kemungkinan dikarenakan oleh Corotating Interaction halo CME tunggal. Namun, kenyataannya intensitas badai
Region (CIR/ dihasilkan oleh CH) dan CME dalam beberapa geomagnet tanggal 23 Juni 2015 dengan halo CME beruntun
hari sebelumnya. Walaupun telah terjadi halo CME dan CH mempunyai intensitasnya lebih kecil daripada badai geomagnet
sebelum badai geomagnet dalam periode yang hampir tanggal 17 Maret 2015 dengan halo CME tunggal. Hal ini
bersamaan, diduga fenomena Halo CME tanggal 15 Maret kemungkinan disebabkan oleh geoefektivitas antariksa pada
2015 lah yang dominan menjadi sumber pembentukan badai saat kedua badai geomagnet terjadi adalah berbeda. Seperti
geomagnet (www.swpc.noaa.gov/sites/default/files/images/ diketahui bahwa geoefektivitas antariksa sangat
u33/StPatrick'sDay_Geomagnetic_Storm.pdf). Analisis visual mempengaruhi pembentukan badai geomagnet (Gopalswamy,
terhadap pola indeks Dst dan komponen H medan geomagnet 2009). Geoefektivitas antariksa dipengaruhi oleh kondisi angin
dari stasiun Jayapura (H JYP ) dipastikan bahwa badai surya dan medan magnet antarlanet dan lokasi interaksinya saat
geomagnet 17 Maret 2015 bertipe Sudden Storm rekoneksi. Hasil identifikasi terhadap angin surya dan medan
Commencement (SSC) yang ditandai dengan kenaikan magnet antarplanet menunjukkan bahwa interaksi antara angin
surya dan medan magnet antarplanet arah selatan dengan
mendadak indeks Dst atau H JYP pada fase awal (initial phase).
magnetosfer pada badai geomagnet 17 Maret 2015 terjadi di
Badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015 onsetnya terjadi pada sisi siang pukul 04.00 UT (pukul 11.00 WIB atau pukul 12.00
pukul 16.00 UT dan diikuti dengan penurunan indeks Dst pada WITA atau 13.00 WIT). Sedangkan pada badai geomagnet 23
fase utama badai geomagnet sampai puncaknya di -204 nT Juni 2015 terjadi di sisi malam 16.00 UT (pukul 23.00 WIB
(kategori kuat menurut Kumar et al., (2010); Adekoya et al., atau 24.00 WITA atau 01.00 WIT hari berikutnya). Sehingga,
(2012)) pukul 05.00 UT, seperti ditunjukkan pada Gambar 4-2. puncak amplitudo gangguan medan geomagnet pada badai
Ketika onset badai geomagnet terjadi, posisi Indonesia berada geomagnet 17 Maret 2015 lebih besar daripada badai
di sisi malam. Sedangkan, ketika puncak badai geomagnet geomagnet 23 Juni 2015. Selain itu, pada kejadian badai
terjadi, posisi Indonesia berada di sisi tengah hari. geomagnet tanggal 17 Maret 2015, arah Bz relatif cenderung
terus mengarah ke selatan dalam beberapa jam setelah
rekoneksi dengan nilai Bz = -18 nT. Sedangkan pada kejadian
badai geomagnet tanggal 23 Juni 2015 walaupun nilai Bz-nya
= -26 nT namun arahnya berfluktuasi setelah rekoneksi.
Diduga, kondisi ini pulalah yang menyebabkan perbedaan
intensitas pada kedua kejadian badai geomagnet tersebut.
Santoso et al. / Analisis Perubahan Medan Geomagnet di Atas Indonesia Terhadap Kejadian Badai Geomagnet ………..
dengan gangguan medan geomagnet komponen H di Indonesia Maruyama N., Richmond A. D., Fuller-Rowell T. J., Codrescu
dari kejadian badai geomagnet tanggal 17 Maret 2015 dan 23 M. V., Sazykin S., Toffoletto F. R., Spiro R. W., Millward G.
Juni 2015 yaitu masing-masing 96,18% dan 95,58%. Demikian H., 2005, Interaction between direct penetration and
juga dengan nilai deviasinya bahwa tanggal 23 Juni 2015 lebih disturbance dynamo electric fields in the storm-time equatorial
baik daripada tanggal 17 Maret 2015 yaitu masing-masing ionosphere, Geophysical Research Letters Vo. 32, L17105.
16,93 nT dan 18,94 nT (nilai deviasi standar semakin kecil
Mayaud, P.N., 1980, Derivation, meaning and use of
maka polanya semakin berimpit). Masih diperlukan penelitian
lanjutan dengan data kejadian badai geomagnet lainnya yang geomagnetic indices, Geophysical monograph 22. America
lebih banyak untuk mendapatkan hasil kesimpulan yang lebih Geophysical Union, Washington, DC.
akurat.
Nagatsuma T., 2002, “Geomagnetic storm”, Journal of the
UCAPAN TERIMA KASIH communications research laboratory, 49, No. 3.
Terima kasih disampaikan kepada Kabid Geomagnet dan Pandey S. K., and Dubey S. C., 2009, Characteristic features
Magnet Antariksa, Pusat Sains Antariksa-LAPAN atas of large geomagnetic storms observed during solar cycle 23,
masukan dan saran pada review awal sebelum makalah ini Indian Journal of radio & Space Physics, 38, pp. 305-312.
diusulkan untuk masuk dalam Workshop Geomagnet 2015.
Rastogi R. G., Kitamura T., and Kitamura K., 2004,
Terima kasih juga disampaikan kepada Kepala ICSWSE
Geomagnetic field variations at the equatorial electrojet
Kyushu University (Dulu bernama SERC Kyushu University
yang dikepalai Prof. Kiyohumi Yumoto) atas station in Sri Lanka, Peredinia, Annales Geophysicae, 22,
diperkenankannya menggunakan data MAGDAS di Manado, 2729-2739.
Kupang dan Jayapura.. Richmond, A. D., 1995, The ionospheric wind dynamo: Effects
of its coupling with different atmospheric regions, in The upper
DAFTAR RUJUKAN mesosphere and lower thermosphere: A Review of experiment
Adekoya B. J., Chukwuma V. U., Bakare N. O., and David T. and theory, Geophys. Monogr. Ser., Vol. 87, R. M. Johnson
and T. L. Killeen, Eds. AGU, Washington DC, pp. 49-65.
W., 2012, Effects of geomagnetic storm on middle latitude
ionospheric F2 during storm of 2-6 April 2004, Indian Journal Russell C.T., 2006, The solar wind interaction with the Earth’s
of Radio & Space Physics, Vol. 41, pp 606-616. Magnetosphere : Tutorial, Department of Earth and space
sciences and Institute of Geophysics and Space Physics of
Ballatore P. and W. D. Gonzalez, 2003, On the estimates of University of California, Los Angeles.
ring current injection and decay, Earth Planets Space, 55, 427-
435. Santoso A., 2010, Identifikasi Kondisi Angin Surya (Solar
Wind) Untuk Prediksi Badai Geomagnet, Prosiding Pertemuan
Brijesh Singh, S. C. Dubey, D. P. Tiwari and A. K. Tripathi, Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang, pp. 275-283.
2005, The study of large geomagnetic storms observed during
of period 1986-2002, 29th International cosmic ray conference Sugiura M., 1964, Hourly values of equatorial Dst for IGY,
Pune, 2, pp. 299-302. Ann. Int. Geophys. Year, 35, 9-45.
Burton, R. K., R. L. McPherron, and C. T. Russell, 1975, An Veenadhari B., and Alex S., 2006, Space weather effects on low
empirical relationship between interplanetary conditions and latitude geomagnetic field and ionospheric plasma response,
Dst, J. Geophys. Res., 80, 4204–4214. ILWS Workshop 2006, GOA.
Chapman S., 1951, The equatorial electrojet as detected from http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dstdir/index.html, pusat data
the abnormal electricurrents distribution above Huancayo, indeks Dst
Peru and elsewhere: Arch. Metrol. Geophys. Bioklimatol, A4, http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/cgi-bin/qddays-cgi, data hari
368-390. tenang internasional
Fejer B. G. and Scherliess L., 1997, Empirical models of storm http://cdaw.gsfc.nasa.gov/CME_list/), katalog kejadian CME
time equatorial zonal electric fields, J. Geophys. Res., Vol.
102, pp. 24047-24056. http://www.solen.info/solar/coronal_holes.html, katalog
kejadian CH
Gonzales, W.D., J.A. Joselyn, Y. Kamide, H.W. Kroehl, G.
http://www.swpc.noaa.gov/sites/default/files/images/u33/StPa
Rostoker, B.T. Tsurutani, and V.M. Vasyliunas, 1994, “What
trick'sDay_Geomagnetic_ Storm.pdf, National Weather
is a geomagnetic storm?“, Journal of Geophysical Research, Service, membahas tentang kejadian badai geomagnet 17
99, pp. 5771-5792. Maret 2015
Gopalswamy N., 2009, Halo coronal Mass ejections and
geomagnetic storm, Earth Planet Space, 61, 1-3.
Kumar P., Uddin W., Taori A., Chandra R., and Bisht S., 2010,
Ionospheric response to the space weather event of 18
November 2003- An investigation, Indian Journal of Radio &
Space Physics, Vol 39, pp 290-295.
7
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
Rekoneksi magnet adalah proses fisik yang terjadi pada magnetosfer ketika medan
Diterima : 8 September 2015 magnet antarplanet paralel atau antiparalel dengan garis-garis medan magnet bumi.
Direview : 9 Oktober 2015 Selama rekoneksi, energi angin surya ditransfer ke magnetosfer. Fenomena tersebut
Direvisi : 21 Januari 2016 dapat dipantau di bumi dalam bentuk peningkatan gangguan geomagnet. Kami
Diterbitkan : 6 April 2016 menganalisis hubungan antara fenomena magnetosfer dan gangguan medan magnet
bumi untuk memahami karakteristik gangguan geomagnet yang berasal dari
variabilitas medan listrik selama rekoneksi. Dalam analisis kita menggunakan
angin surya dan data medan magnet antarplanet serta variasi medan geomagnet
PERUJUKAN diamati dari Observatorium Manado dari 2008 ke 2012. Kami menemukan bahwa
gangguan geomagnet di siang hari memiliki korelasi yang baik dengan medan
Ruhimat et al. 2016. Respons Gangguan listrik merger selama rekoneksi dengan koefisien korelasi r = 0,7, sedangkan
Geomagnet Terhadap Medan Listrik Merger. koefisien korelasi selama waktu malam adalah r = 0,3.
Prosiding Workshop Riset Medan Magnet
Bumi dan Aplikasinya, Edisi I, hal. 7-12, Pusat Kata kunci : rekoneksi magnet, magnetosfer, gangguan geomagnet, medan listrik
Sains Antariksa LAPAN, ISBN 978-979-1458- merger
97-9.
Magnetic reconnection is a physical process which occur in the magnetosphere
when the interplanetary magnetic field parallel or antiparallel with the Earth’s
magnetic field lines. During reconnection, the solar wind energy is transferred to
the magnetosphere. Such phenomena can be monitored on the Earth in the form of
the increase of geomagnetic disturbance. We analyzed the correlation between
magnetospheric phenomena and Earth’s magnetic field disturbance to understand
the characteristics of geomagnetic disturbance which comes from the variability of
electric field during reconnection. In the analysis we use the solar wind and
interplanetary magnetic field data and the variation of geomagnetic field observed
from Manado observatory from 2008 to 2012. We found that the geomagnetic
disturbance in the day time has good correlation with the electric field during
reconnection with correlation coefficient r = 0.7, while the correlation coefficient
during night time is r = 0.3
Keywords : magnetic reconnection, magnetosphere, geomagnetic disturbance,
Merging electric field
2. LANDASAN TEORI magnet matahari yang dibawa oleh angin surya maka terjadilah
transfer energi yang besar dalam magnetosfer bumi. Efek
Rekoneksi magnet memiliki peranan penting dalam
magnet dapat dilihat melalui arus cincin di lintang menengah
konversi energi yang tersimpan dalam medan magnet. Interaksi
dan rendah. Energi arus cincin dikendalikan oleh ion berenergi
angin surya dengan magnetosfer bumi menyebabkan
yang terinjeksikan ke dalam magnetosfer melalui mekanisme
serangkaian fenomena, karakter dan perubahan intensitas
rekoneksi antara medan magnet antarplanet dan medan magnet
secara signifikan dengan parameter angin surya. Fenomena
magnetosfer.
yang paling intensif, seperti konveksi plasma akan memicu
generasi sistem arus global, terkait dengan adanya medan Burton at al. (1975) memperkenalkan sebuah persamaan
listrik skala besar di magnetosfer. Kemunculan medan listrik diferensial sederhana untuk menggambarkan evolusi Dst yang
inilah yang paling sering diperhitungkan dalam proses terkoreksi oleh kondisi-kondisi angin surya sebagai berikut :
rekoneksi garis gaya medan magnet tersebut di magnetopause
dDst * Dst *
dan di magnetotail (Pudovkin,1985). Konsep rekoneksi = Q(t ) − …(2-1)
diperkenalkan dalam fisika magnetosfer bahwa rekoneksi dt τ
dapat terjadi di sisi siang magnetosfer bumi di magnetopaus
dan di ekor magnetosfer (magnetotail). Ilustrasinya dengan τ adalah konstanta waktu luruh yang menandai
ditunjukkan pada Gambar 2-1. hilangnya partikel-partikel arus cincin ke atmosfer melalui
presipitasi dan pergantian muatan, Q adalah laju injeksi energi
Medan magnet antarplanet mempunyai 3 komponen yaitu Bx, arus cincin, dalam metode Ballatore dan Gonzales (2003)
By dan Bz. Diantara ketiga komponen tersebut yang berperan diberikan sebagai fungsi E m (mV/m) yaitu proyeksi ekuatorial
dominan dalam pembentukan badai geomagnet adalah IMF Bz. medan listrik merger dan Dst* yang merupakan Dst terkoreksi
Dalam Gambar 2-1 IMF Bz mengarah ke utara (ke atas)-selatan oleh efek tekanan angin surya (P sw ) dan arus cincin pada
(ke bawah)(Russell,2002). kondisi tenang. Perumusan Dst* dituliskan dalam persamaan
(2-2) sebagai berikut:
Beberapa studi oleh Koskinen dan Tanskanen(2002), Echer et
Utara
Utara Angin
surya
Angin
surya
Gambar 2-1: Ilustrasi mekanisme terjadinya badai geomagnet setelah “interplanetary shock” (Russell, 2002)
al. (2008) menunjukkan bahwa terlepas dari sumber asalnya, Dst* = Dst – b (P sw )1/2 + c …(2-2)
faktor utama yang menyebabkan letusan matahari menjadi
dengan b dan c adalah konstanta.
geoeffective adalah lama dan besar medan magnet antarplanet
(IMF) komponen Bz mengarah ke selatan. Peran penting dari Burton et al. (1975) menyatakan bahwa input energi arus cincin
Bz arah selatan cukup mampu menjelaskan, bagaimana rekoneksi dipertimbangkan sebanding dengan parameter
orientasi tertentu dari Bz memungkinkan transfer energi, massa upstream VB s , dengan V adalah komponen kecepatan angin
dan momentum yang efisien dari angin surya menuju surya dan B s adalah komponen B z arah selatan. Kan dan Lee
magnetosfer bumi melalui proses rekoneksi magnet (Rawat et (1979), Akasofu (1981) dan Gonzales (1990) memperkenalkan
al, 2010). medan listrik merger (merging electric field) yang masuk
magnetosfer sebagai parameter E m , yang merepresentasikan
Pemeriksaan rekaman yang berkesinambungan dari setiap
medan listrik rekoneksi di zona ekuatorial dengan formulasi :
komponen medan geomagnet biasanya mengungkapkan dua
jenis variasi yaitu pertama, rekaman menunjukkan variasi yang E m = VBt sin 2 φ …(2-3)
halus atau licin yang dikenal dengan variasi tenang (Sq) dan 2
kedua, rekaman yang kadang-kadang menunjukkan fluktuasi
dengan E m dalam mV/m dan B t adalah [(B y ) + (Bz ) ] proyeksi
2 2
Gambar 4-3: Kurva medan magnet antarplanet komponen By Gambar 4-5: Kecepatan dam kerapatan angin surya pada
dan Bz serta indeks Dst pada tanggal 11 Oktober 2008. tanggal 14 Juni 2008
Dengan cara yang sama seperti Gambar 4-1 diperoleh Gambar Gambar 4-7 menunjukkan korelasi gangguan geomagnet dari
4-4 yang menunjukkan kejadian gangguan geomagnet terjadi Manado dengan medan listrik merger Em pada kejadian siang
pada malam hari. Kejadian gangguan ini diawali dengan hari. Koefisien korelasinya diperoleh sebasar r = 0,7. Hal ini
adanya peningkatan intensitas geomagnet komponen H di menunjukkan gangguan geomagnet di Manado pada siang hari
sekitar pukul 12 UT dan mulai turun kembali pada pukul 19 memiliki keterkaitan yang kuat dengan medan listrik merger.
UT. Dalam Gambar 4-5 terlihat pada pukul 12 UT ada Dengan kata lain kecepatan angin surya dan medan magnet
peningkatan kerapatan partikel angin surya sampai pada pukul antarplanet mempengaruhi gangguan geomagnet di permukaan
17 UT dan mencapai kisaran 30 partikel/cm3, dan setelah itu bumi disisi siang hari.
menurun. Kecepatan angin surya yang semula relatif konstan
di kisaran 300 km/detik kemudian berangsur-angsur naik
setelah pukul 12 UT hingga mencapai 500 km/detik pada pukul
23 UT.
Gambar 4-6 menunjukkan kondisi medan magnet antarplanet
By dan Bz serta indeks Dst pada tanggal 14 Juni 2008, yang
menunjukkan adanya kejadian gangguan geomagnet. Pada
pukul 12 UT ada peningkatan indeks Dst sampai mencapai +35
nT dan kemudian pukul 19 UT indeks Dst mulai turun
intensitasnya sebagai tanda dimulainya fase utama dari
gangguan geomagnet. Penurunan indeks Dst ini dipicu oleh
medan magnet antarplanet Bz yang mengarah ke selatan yaitu
adanya proses rekoneksi.
Gambar 4-6: Medan magnet antar planet By dan Bz serta
indeks Dst tanggal 14 Juni 2008
11
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
DAFTAR RUJUKAN
Gambar 4-7: Korelasi gangguan geomagnet di Manado dengan Akasofu S.L., (1981), Energy coupling between the solar wind
medan listrik merger Em pada kejadian siang hari. and the magnetosphere, Space Sci. Rev., 28, 121-190.
Korelasi gangguan geomagnet di Manado dengan medan listrik Ballatore P and Gonzales W D., (2003) , On the estimates of
merger pada kejadian malam hari ditunjukan dalam Gambar 4- the ring current injection and decay, Earth Planets Space, 55,
8. Koefisien korelasinya diperoleh r = 0,3 dan termasuk dalam 427-435.
kategori lemah. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan Burton, R. K., R. L. McPherron, and C. T. Russell, (1975), An
geomagnet tidak secara dominan dipengaruhi oleh medan empirical relationship between interplanetary conditions and
listrik merger. Masih ada proses lain yang terjadi di ionosfer Dst, J. Geophys. Res., 80, 4204-4214.
yang mempengaruhi kejadian gangguan geomagnet malam
hari. Dengan kata lain persamaan medan listrik merger ini Echer E., Gonzales W D., Tsurutani B T.,(2008), Interplanetary
berlaku untuk peristiwa rekoneksi siang hari saat kecepatan condition leading to superintense geomagnetic storms (Dst≤-
tegak lurus medan magnet. 250) during solar cycle 23, Geophysical Research Letters, Vol.
35, L06S03, 1-5.
Gonzales W. D., (1990), An unified view of solar wind –
magnetosphere coupling functions, Planet Space Sci., 38, 627-
632.
Kan J R. and L C Lee., (1979), Energy Coupling Fuction and
Solar Wind-Magnetosphere Dynamo, Geophysical Research
Letters, Vol. 6 , no. 7, 577-580.
Koskinen H E J., and Tanskanen E I., (2002), Magnetospheric
energy budget and the epsilon parameter, Journal of
Geophyisical Research, Vol. 107, No. A11, 42-1- 42-10.
Pudovkin M I and Semenov V S., (1985), Magnetic Fields
Reconnection Theory and The Solar Wind Magnetosphere
Interaction : A Review, Space Science Reviews, Vol 41, 1-89.
Gambar 4-8: Korelasi gangguan geomagnet di Manado Rawat R., Alex S., Lakhina G S., (2010), Storm-time
dengan medan listrik merger Em pada kejadian malam hari. characteristics of intense geomagnetic storms (Dst≤-200) at
low-latitudes and associated enegetics, Journal of Atmospheric
5. KESIMPULAN and Solar-Terretrial Physics, 72, 1364-1371.
Dalam kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 dari Ruhimat M., M A Aris, C Y Yatini (2013), Model Empirik Hari
stasiun geomagnet Manado tercatat 14 kejadian gangguan Tenang Geomagnet di Regional Indonesia, Prosiding Seminar
geomagnet yang terdiri dari 8 kejadian dengan onsetnya terjadi Nasional Sains Atmosfer dan Antariksa, Lapan,308-316.
di siang hari dan 6 kejadian dengan onsetnya terjadi malam
hari. Dari korelasi gangguan geomagnet dengan medan listrik Russell C.T.(2002) Reconnection in Planetary
merger Em diperoleh bahwa koefisien korelasi r = 0,7 untuk Magnetospheres. Adv. Space Res. V.29 No. 7 pp 1045-1052.
kajadian gangguan siang hari dan r = 0,3 untuk kejadian Velichko V. A., R. N. Boroyev, M. G. Gelberg, D. G. Baishev,
gangguan malam hari. Korelasi kejadian siang hari lebih baik J. V. Olson, R. J. Morris, and K. Yumoto, (2002), North-south
dibanding dengan kejadian malam hari. Hal ini menunjukkan asymmetry of the substorm intensity depending on the IMF By-
gangguan geomagnet siang hari berhubungan kuat dengan component, Earth planets space, 54, 955-961.
proses rekoneksi magnet yang terjadi di magnetopause atau
dengan parameter kecepatan angin surya dan medan magnet Yamazaki Y., K.Yumoto, M.G. Cardinal, B.J. Fraser, P.
antarplanet. Dengan kata lain persamaan medan listrik merger Hattori, Y. Kakinami, J.Y. Liu, K.J.W. Lynn, R. Marshall,
ini berlaku untuk peristiwa rekoneksi siang hari saat kecepatan D.Mc. Namara, T. Nagatsuma, V.M. Nikiforov, R.E. Otadoy,
tegak lurus medan magnet. M. Ruhimat, B.M. Shevtsov, K. Shiokawa, S. Abe, T. Uozumi,
A. Yoshikawa, (2011), An Empirical model of the quiet daily
geomagnetic field variation, J. Geoph. Res. Vol 116, A10312.
12
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
I. PENDAHULUAN
Medan magnet bumi mempunyai komponen-komponen sudut inklinasi, komponen H, komponen Z, komponen X,
yang dapat diukur arah dan intensitas kemagnetannya. komponen Y, dan medan magnetik total (F) sebagaimana
Komponen-komponen tersebut meliputi : sudut deklinasi, diilustrasikan pada Gambar 1-1.
14
Ali et al. / Korelasi Puncak Gangguan Komponen H Medan Magnet Bumi dengan Durasi Badai Geomagnet
juga digunakan sebagai acuan terjadinya badai geomagnet (Husni, 2010). Gambar 3-1 adalah tampilan magnetogram yang
karena indeks Dst adalah indeks aktivitas magnet secara global dilihat melalui software gdasview.jar pada awal badai
pada daerah ekuator. Nilai dari indeks ini dinyatakan dalam geomagnet.
nanotesla (nT) yang merupakan nilai rata-rata dari komponen
H medan magnet bumi yang dihitung secara periodik setiap jam
dari empat lokasi observasi medan magnet bumi di sekitar
ekuator (Pranoto, 2010). Badai geomagnet ditandai dengan
menurunnya pergerakan intensitas pada indeks Dst (Rachyany,
2009). Menurut Loewe dan Prolss (1997) badai geomagnet
dapat diklasifikasikan berdasarkan besarnya intensitas Dst
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2-2. Indeks Dst diperoleh
dari situs internet dengan alamat http://wdc.kugi.kyoto-
u.ac.jp/dst_final/index.html.
Tabel 2-2: Klasifikasi badai geomagnet berdasarkan
besarnya intensitas Dst (Loewe dan Prolss, 1997)
No. Klasifikasi Dst Intensitas Dst (nT)
1. Lemah -50 ≤ Dst < -30
2. Sedang -100 ≤ Dst < -50
3. Kuat -200 ≤ Dst < -100
4. Sangat kuat Dst < -200
dengan :
r xy = hubungan variabel x dan variabel y
x = gangguan maksimum komponen H (nT)
y = durasi (menit)
Ali et al. / Korelasi Puncak Gangguan Komponen H Medan Magnet Bumi dengan Durasi Badai Geomagnet
Dari Gambar 3-2 diketahui bahwa hubungan durasi (y) dan indeks Dst dan durasi badai geomagnet menggunakan regresi
puncak gangguan komponen H stasiun Tondano (x) adalah eksponensial lebih baik dari pada menggunakan regresi linier.
y=79,13x - 4830 dengan R2 = 0,702 jika diplot menggunakan Sementara itu, dihitung pula nilai korelasi product
regresi linier. Sedangkan jika diplot menggunakan regresi moment/Pearson (r Pearson) agar bisa mengetahui secara jelas
eksponensial, hubungan durasi (y) dan puncak gangguan kuatnya korelasi antara durasi badai geomagnet dengan puncak
komponen H stasiun Tondano (x) adalah y=145,3e0,028x dengan gangguan komponen H stasiun Tondano dan indeks Dst
R2 = 0,683. Artinya untuk analisa korelasi puncak gangguan masing-masing. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 3-2.
komponen H stasiun Tondano dan durasi badai geomagnet
menggunakan regresi linier lebih baik dari pada menggunakan Tabel 3-2. Korelasi antara gangguan maksimum badai
regresi eksponensial. geomagnet dengan durasi badai geomagnet.
R2
R2 regresi r
regresi
eksponensial Pearson
linier
Komponen H
stasiun magnet 0,702 0,683 0,609
Tondano
Gambar 3-3: Korelasi durasi badai magnet dengan nilai indeks Sebaran nilai dari grafik gangguan komponen H medan
Dst (a) dengan regresi linier, (b) dengan regresi eksponensial. geomagnet maksimum terhadap durasinya mempunyai
kecenderungan linier. Sementara itu, sebaran nilai dari grafik
Dari Gambar 3-3 diketahui bahwa hubungan durasi (y) dan indeks Dst terhadap durasinya mempunyai kecenderungan
indeks Dst (x) adalah y=50,63x-904,1 dengan R2 = 0,689 jika eksponensial berdasarkan nilai R kuadrat dari garis trennya.
diplot menggunakan regresi linier. Sedangkan jika diplot Maka dalam hal penentuan tren terbaik korelasi komponen H
menggunakan regresi eksponensial , hubungan durasi (y) dan dan durasinya tidak boleh mengacu pada tren linier saja pada
puncak gangguan komponen H stasiun Tondano (x) adalah umumnya.
y=559,7e0,018x dengan R2 = 0,716. Sehingga untuk analisa
Tabel 3-1. Hasil perhitungan nilai maksimal gangguan komponen H dengan pengolahan Stasiun
observasi Tondano dan Indeks-Dst.
Tanggal / Stasiun Tondano Nilai absolut
Tanggal /
waktu Nilai maksimum Durasi
No waktu awal Indeks
akhir badai maksimum indeks Dst (nT) (menit)
badai (UT) K
(UT) gangguan (nT) per 3 jam
16-06-2012 / 19-06-2012 /
1 6 95 61 3727
09:53 00:00
14-07-2012 / 18-07-2012 /
2 7 140 119 4910
18:10 04:00
30-09-2012 / 02-10-2012 /
3 6 94 113 3209
11:31 17:00
23-11-2012 / 24-11-2012 /
4 6 75 37 931
19:29 11:00
17-03-2013 / 21-03-2013 /
5 7 123 118 6661
05:59 21:00
08-10-2013 / 09-10-2013 /
6 6 83 59 1061
20:19 14:00
07-12-2013 / 08-12-2013 /
7 6 95 52 1476
22:24 23:00
17
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
Antara gangguan maksimum komponen H medan geomagnet Rachyany, S., dkk. 2007. Telaah Indeks K Geomagnet di Biak
dari stasiun Tondano dengan durasi badai geomagnet dan Tangerang, Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol.
mempunyai korelasi yang kuat, dengan nilai koefisien korelasi 2 No. 1, hal 1-9.
Pearson adalah 0,609. Sementara itu antara indeks Dst dengan
Ruhimat, M., Sobari O., Indra Satria E., 1992. Menentukan
durasi badai geomagnet mempunyai korelasi yang sangat kuat,
Indeks-K untuk Stasiun Geomagnet Watukosek, Majalah
dengan nilai koefisien korelasi Pearson adalah 0,870.
LAPAN.
Penentuan kategori korelasi kuat dan sangat kuat merujuk pada
definisi yang diberikan oleh Sarwono (2006). Jika ditinjau dari Sarwono, J., 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan
korelasi Pearson, korelasi indeks Dst lebih kuat dari pada Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.
korelasi gangguan komponen H di stasiun observasi Tondano
karena nilai indeks Dst didapatkan dari beberapa stasiun Siswoyo, Yusuf M., dan Sanusi, 2011. Interpretasi Anomali
observasi magnet sedangkan stasiun observasi Tondano hanya Magnetik Pada Penentuan Lokasi Baru Stasiun Magnet
mempunyai data di satu titik observasi magnet. (Stasiun Geofisika Angkasa Jayapura). Diambil dari :
http://data.bmkg.go.id/share/Dokumen/ssc_3.pdf (31 Agustus
2015).
4. KESIMPULAN
WDC for Geomagnetism, Kyoto. 2014. Katalog indeks Dst.
Korelasi antara nilai maksimal indeks Dst dan durasi badai
Diambil dari : http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/index.html (7 Juni
geomagnet yang trennya cenderung eksponensial mempunyai
2015).
korelasi lebih kuat dari pada nilai puncak gangguan komponen
H stasiun observasi geomagnet Tondano yang cenderung linier.
Korelasi indeks Dst dengan durasinya sangat kuat dengan
koefisien korelasi Pearson 0,870. Korelasi nilai puncak
gangguan komponen H medan geomagnet dengan durasi badai
geomagnet mempunyai korelasi kuat dengan koefisien korelasi
Pearson 0,609. Korelasi yang lebih baik dari indeks Dst
dikarenakan indeks Dst merupakan hasil penggabungan data
beberapa stasiun stasiun pengamatan magnet.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada pegawai
Stasiun Geofisika Manado, khususnya Pos Pengamatan
Geomagnet Tondano atas data yang diberikannya kepada kami.
Terimakasih juga kepada dosen dan orang tua kami yang terus
memberikan dorongan agar penelitian ini terlaksana dengan
lancar.
DAFTAR RUJUKAN
Bevington, P., 1969. Data Reduction and Error Analysis for
The Physical Sciences, McGrow-Hill, New York.
Central Technology, Inc. 2011. Geomagnetic Storms. United
States : Central Technology, Inc.
Woropalupi et al. / Metode Empirical Mode Decomposition Untuk Penentuan Nilai Indeks K
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
indeks lokal yang menggambarkan kondisi geomagnet lokal di Metode yang digunakan dalam makalah ini yaitu metode EMD
sekitar stasiun. Metode perhitungan Indeks K telah dilakukan (Empirical Mode Decomposition). EMD merupakan algoritma
oleh beberapa peneliti sebelumnya (Menvielle dkk, 1995 ; untuk analisis sinyal multikomponen yang bekerja dengan cara
Nowozynsky dkk, 1991). Pada penelitian Menvielle dkk (1995) membagi suatu sinyal menjadi beberapa sub bagian sinyal
diuraikan mengenai perbandingan antara indeks K yang dengan frekuensi berbeda, dinamakan Intrinsic Mode Function
didapat dari hand-scaled dan indeks K yang didapat dari (Huang dkk, 1996). Metode ini hanya digunakan untuk
perhitungan di komputer dengan metode FMI (Finnish perhitungan indeks K, yaitu dalam penentuan pola variasi
Meteorological Institute). edangkan Nowozynsky dkk (1991) regular S R . Adapun diagram alir EMD untuk penentuan pola
mendeskripsikan metode computerized derivation lain untuk
menghitung nilai indeks K yaitu dengan Metode Addaptive
Smoothing.
Matahari merupakan sumber utama terjadinya gangguan
geomagnet antara lain badai geomagnet, pelepasan partikel
energi tinggi, badai radiasi (radiation storm) dan semburan
radiasi elektromagnet. Akibat dari aktivitas geomagnet tersebut
dapat mempengaruhi variasi komponen H medan magnet bumi.
Oleh karena itu, dari penelitian ini ingin diketahui pola hari
terganggu dan hari tenang berdasarkan nilai indeks K dan
seberapa besar pengaruh dari badai magnet untuk wilayah
Indonesia. Selain itu, di makalah ini akan dijelaskan juga
metode Empirical Mode Decomposition sebagai metode baru
untuk menghitung indeks K.
Woropalupi et al. / Metode Empirical Mode Decomposition Untuk Penentuan Nilai Indeks K
komponen IMF yang sudah mencapai nilai minimumnya. Dari Tabel 2.2: Indeks kp NOAA
diagram alir dan rumus tersebut dapat disusun persamaan (2-2)
Desimal Skala Desimal Skala
: Kp Kp
Kp Geomagnet Kp Geomagnet
𝑥𝑥(𝑡𝑡) = ∑𝑛𝑛𝑖𝑖=1 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝑖𝑖 + 𝑟𝑟𝑛𝑛 ... (2-2)
0o 0 G0 5o 5 G1
dengan x(t) adalah sinyal utama, IMF menyatakan sinyal x(t) 0+ 0,33 G0 5+ 5,33 G1
yang telah didekomposisi menjadi n IMF, r n merupakan
residual terakhir dan i=1,....,n adalah jumlah IMF yang 1- 0,67 G0 6- 5,67 G1
mengalami iterasi. 1o 1 G0 6o 6 G2
Variasi reguler yang digunakan untuk perhitungan indeks K 1+ 1,33 G0 6+ 6,33 G2
pada metode ini merupakan penjumlahan dari empat IMF 2- 1,67 G0 7- 6,67 G2
terakhir. Syarat sinyal yang digunakan merupakan sinyal yang
dianggap pada kondisi tenang atau memiliki gangguan 2o 2 G0 7o 7 G3
geomagnet yang relatif kecil. Syarat lainnya yaitu data yang 2+ 2,33 G0 7+ 7,33 G3
digunakan harus lengkap. Langkah selanjutnya yaitu 2,67 G0 8- 7,67 G3
3-
mengurangkan sinyal yang akan dihitung indeks K nya dengan
variasi regular yang didapatkan dengan metode EMD, dan 3o 3 G0 8o 8 G4
amplitudonya dikonversi ke skala indeks K yang dijelaskan 3+ 3,33 G0 8+ 8,33 G4
pada tabel 2-1
4- 3,67 G0 9- 8,67 G4
Tabel 2-1: Konversi amplitudo ke skala indeks K
4o 4 G0 9o 9 G5
4+ 4,33 G0
K R(nT)
0 5 5- 4,67 G0
1 10
2 20 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3 40
4 70 Setelah dilakukan identifikasi hari terganggu dan hari tenang
5 120 pada periode Januari 2014 hingga Juni 2015 dengan batasan
6 200
badai magnet (hari terganggu) yang diteliti adalah badai
7 330
magnet dengan Dst indeks ≤ -100 nT, terdapat dua badai
magnet kuat yang terjadi yaitu tanggal 17 Maret 2015 dan 22
8 500
9 >500
(b)
21
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
(c)
(b)
(d)
Namun, nilai indeks K yang terdistribusi secara lokal belum Gambar 3-2 menunjukkan nilai indeks geomagnet indonesia
mampu untuk merepresentasikan tingkat aktivitas geomagnet. pada hari terganggu dan hari tenang. Pada hari tenang yang
Untuk semakin meyakinkannya, dari nilai indeks K yang ditunjukkan oleh gambar (a) dan (b) tanggal 1 Juli 2014 dan 28
didapatkan tersebut, dibuatlah suatu indeks yang dapat Juli 2014 memiliki nilai indeks geomagnet ± 2. Hal ini
merepresentasikan aktivitas geomagnet di wilayah Indonesia, menunjukkan tidak adanya aktivitas geomagnet yang
dinamakan Indeks Geomagnet Indonesia yang ditunjukkan signifikan. Sedangkan pada hari terganggu yang ditunjukkan
pada gambar 3-2. oleh gambar (c) dan (d), pada tanggal 17 Maret 2015 memiliki
indeks geomagnet mencapai ±6 dan tanggal 22-23 Juni 2015
indeks geomagnetnya mencapai ±7. Bila dibandingkan dengan
pola indeks geomagnet pada hari tenang, terlihat adanya
gangguan yang signifikan pada komponen H medan magnet
bumi yang terekam di stasiun magnet bumi Indonesia.
4. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan
bahwa terdapat kesamaan antara tingkat aktivitas geomagnet
dengan pola nilai indeks di Indonesia, dimana ketika hari
tenang , pola nilai indeks berkisar antara 0 – 3, pada badai
(a) tingkat lemah hingga sedang pola nilai indeks antara 4 – 6, pada
badai kuat hingga sangat kuat pola nilai indeks yang terjadi
22
Woropalupi et al. / Metode Empirical Mode Decomposition Untuk Penentuan Nilai Indeks K
Penerapan Metode Polarisasi Rasio Untuk Deteksi Anomali Emisi Ulf Sebagai
Indikasi Prekursor Gempa Bumi Lombok, 22 Juni 2013
Application of Ratio Polarization Method For Detecting Ulf Emissions as
Precursor Indication Of Lombok Earthquake, June 22nd 2013
A. D. P. Ratri1,*, S. Ahadi1, F. Nuraeni2
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatogi dan Geofisika (STMKG)
2
Pusat Sains Antariksa LAPAN
*Email : aldilla.damayanti.16@gmail.com
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
Emisi ULF sebagai akibat dari aktivitas gempa bumi merupakan suatu fenomena
Diterima : 8 September 2015 yang kini banyak dikembangkan dalam penelitian seismo-electromagnetic untuk
Direview : 30 September 2015 precursor gempa bumi.Umumnya, anomali emisi ULF akibat gempa bumi lebih
Direvisi : 28 Desember 2015 lemah daripada gangguan yang disebabkan oleh badai magnet dan anomali emisi
Diterbitkan : 6 April 2016 ULF terkait gempa bumi hanya terjadi secara lokal di daerah yang akan terjadi
gempa bumi. Ini menunjukkan bahwa aktivitas gempa bumi merupakan suatu hal
yang unik sehingga banyak penelitian yang dilakukan untuk memberikan
peringatan dini sebelum terjadi gempa bumi. Seismo-Electromagnetic
PERUJUKAN menghubungkan keadaan di lithosfer dan atmosfer sebelum dan saat terjadi gempa
bumi. Tulisan ini memilih Ultra Low Frequency (ULF) di lithosfer sebagai
Ratri et al. 2016. Penerapan Metode Polarisasi parameternya. ULF merupakan salah satu frekuensi yang dipancarkan oleh
Rasio Untuk Deteksi Anomali Emisi Ulf gelombang Elektromagnetik dengan frekuensi yang sangat rendah sehingga
Sebagai Indikasi Prekursor Gempa Bumi mempunyai panjang gelombang paling panjang. Akibatnya, ULF bisa terdeteksi
Lombok, 22 Juni 2013. Prosiding Workshop hingga ke permukaan. Berdasarkan analisa data yang diperoleh dari LAPAN dan
Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, Stasiun Geofisika Kupang menggunakan metoda polarisasi rasio komponen
Edisi I, hal. 23-27, Pusat Sains Antariksa vertikal terhadap horizontal,diperoleh adanya anomali emisi ULF pada frekuensi
LAPAN, ISBN 978-979-1458-97-9. 0,012 Hz yang ditandai dengan peningkatan emisi ULF dengan lead time 12 hari
dengan Lemi-030 di Bali dan 5 hari dengan MAGDAS 9 di Kupang. Peningkatan
emisi ULF tersebut tidak berasosiasi dengan badai magnetik, sehingga
diindikasikan sebagai prekursor gempa bumi.Hal ini diperkuat dengan nilai Index
Dst yang tidak menunjukkan adanya gangguan magnetik.
Kata kunci : Indeks Dst, emisi ULF, prekursor gempa bumi, seismo-
electromagnetic
Ratri et al. / Penerapan Metode Polarisasi Rasio Untuk Deteksi Anomali Emisi Ulf…
I. PENDAHULUAN
Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam berupa Kupang dan sensor Lemi-030 di Stasiun Klimatologi
getaran yang bersifat alamiah dari pergerakan lempeng yang Negara,Bali. Pemilihan frekuensi 0,012 Hz (Hattori, 2004)
menyebabkan terjadinya pelepasan energi secara tiba-tiba dari bertujuan untuk mengurangi dampak dari angin matahari (solar
batuan di kerak bumi. Oleh karena gempa bumi terjadi secara wind) dan solar flare. Data yang diolah adalah hasil
tiba-tiba dan tidak dapat dicegah, maka salah satu usaha yang pengamatan malam hari waktu setempat (pukul 23:00 – 04:00).
dapat dilakukan adalah dengan melakukan prediksi atau Pemilihan waktu ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas
peramalan gempa bumi (Saroso,2008). sinyal dalam menentukan onset time (waktu awal), karena pada
waktu tersebut gangguan magnet lingkungan sangat kecil.
Emisi gelombang ULF (Ultra Low Frequency) sebagai akibat
dari aktivitas gempa bumi kini menjadi salah satu prekursor Penelitian ini mengambil studi kasus Gempa bumi Lombok
jangka pendek yang menjanjikan. ULF merupakan salah satu pada tanggal 22 Juni 2013 dengan Magnitudo 6,4 SR dan
gelombang elektromagnetik dengan frekuensi rendah (f < 10 kedalaman pusat gempa 33 Km (Gambar 2-1). Berikut
Hz) (Yumoto dkk, 2006) sehingga mempunyai panjang langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian, sebagai
gelombang paling panjang. Akibatnya, ULF bisa terdeteksi berikut :
hingga di permukaan.
a. Konversi data dari raw data (stasiun) menjadi data
Permasalahan yang timbul adalah adanya transmisi gelombang biner. Raw data biner dalam ekstensi mgd kemudian
elektromagnetik yang terdeteksi oleh sensor bisa disebabkan diubah menjadi data ASCII (dalam ekstensi gea). Hal
oleh gempa bumi dan faktor eksternal yaitu badai magnetik. ini dilakukan untuk memudahkan pembacaan data
Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk memisahkan dari sensor. Data yang digunakan adalah data
faktor eksternal sehingga diperoleh informasi yang komponen horizontal (H) dan vertikal (Z) per detik
meyakinkan bahwa anomali yang muncul disebabkan oleh dan dipilih data pengamatan pukul 15-20 UTC
gempa bumi atau badai magnet. (malam hari).
Penelitian ini menerapkan metode polarisasi rasio komponen b. Untuk fase Pre-seismic, terlebih dahulu menghitung
vertikal terhadap horizontal (Hayakawa dkk, 1996a; Yumoto, rata-rata nilai Z/H hasil pengamatan selama 1 detik.
2006) untuk mengetahui anomali yang muncul berasal dari Hal ini dilakukan karena sampling rate antara LEMI-
gempa bumi atau berasal dari badai magnet. Hipotesis yang 30 dan MAGDAS 9 berbeda. Lemi-30 memiliki
akan diujikan dalam penelitian ini adalah jika anomali yang sampling rate 64 Hz, sedangkan MAGDAS 9
terjadi berasal dari aktivitas gempa, maka perbandingan antara memiliki sampling rate 1 Hz. Dengan demikian data
komponen vertikal dan horizontal akan melewati batas atas dari kedua sensor bisa dibandingkan.
standar deviasi. Metode ini diharapkan dapat digunakan untuk
c. Menghilangkan noise berupa spike menggunakan
memisahkan anomali ULF akibat gempa bumi dengan anomali
differensiasi.
ULF akibat faktor eksternal sehingga bisa digunakan dalam
penelitian prekursor gempa bumi selanjutnya serta dapat d. Melakukan proses filtering menggunakan bandpass
dijadikan sebagai informasi pendukung mitigasi bencana filter dengan band frekuensi bervariasi, dipilih band
(Nuraeni dkk,2010). frekuensi yang dapat menampilkan hasil anomali ULF
dengan baik. Dalam hal ini dipilih frekuensi 0,012 Hz
2. DATA DAN METODOLOGI
e. Setelah difilter, dicari Power Spectral Density (PSD)
Data yang digunakan adalah data geomagnet hasil nya menggunakan Fast Fourier Transform (FFT)
pengamatan menggunakan sensor Lemi-030 di Stasiun untuk mengubah data dari domain waktu ke domain
Klimatologi Negara (8,34°LS - 114,63°BT) tahun 2013 dan frekuensi, kemudian dihitung nilai rasio Power
data geomagnet dari sensor MAGDAS 9 di Stasiun Geofisika Spectral Density (PSD) dari komponen Z dan H
Kupang (10,16°LS - 123,59°BT) tahun 2013. Selain itu juga (S Z /S H ) dari stasiun Negara di Bali dan Stasiun
digunakan data Index Dst (Disturbance Storm Time) untuk Geofisika di Kupang untuk melihat ada dan tidaknya
memvalidasi anomali yang terjadi disebabkan oleh badai indikasi anomali sebelum gempa bumi (Prattes, 2011
magnetik atau murni disebabkan oleh aktivitas gempa. dan Ahadi dkk,2015).
Pengolahan data ULF dari data geomagnet menggunakan f. Setelah diperoleh data dalam domain frekuensi,
polarisasi rasio Z/H untuk frekuensi ULF (0,012 Hz) hasil kemudian dilakukan analisis spektrogram dengan
pengamatan selama 15 hari sebelum gempa bumi 22 Juni 2013 metode PWELCH (0,012 Hz) untuk fase pre-seismic.
menggunakan sensor MAGDAS 9 di Stasiun Geofisika
25
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
Gambar 2-1: Daerah penelitian Pada tanggal 22 Juni 2013 terjadi gempa bumi dengan
kekuatan 6,4 SR, kedalaman 33 km dan episenter gempa bumi
3. HASIL DAN PEMBAHASAN terletak pada 8,39°LS – 116,63°BT pusat gempa bumi di darat.
Berdasarkan teori microfracturing (Molchanov dan Hayakawa,
3.1 Hari Tenang Tanpa Gangguan Badai dan Gempa Bumi 1995; Molchanov dan Hayakawa, 1998a), gelombang dengan
Hari tenang adalah hari tidak ada gangguan baik oleh badai rentang frekuensi yang sangat kecil bisa terdeteksi hingga ke
magnetik, gangguan lokal akibat perbuatan manusia hingga permukaan.
gangguan akibat gempa bumi yang terdeteksi oleh sensor Karena frekuensi yang lebih besar akan mengalami atenuasi
Lemi-030 dan MAGDAS 9 (Gambar 3.1 dan Gambar 3.2). karena terserap oleh medium selama penjalaran gelombang,
Data hari tenang digunakan untuk mengetahui frekuensi yang sehingga akan lebih cepat terdeteksi daripada gelombang yang
digunakan (0,012 Hz) bebas dan tidak ada gangguan ketika memiliki frekuensi lebih besar. Akibatnya, anomali terjadi
tidak ada badai magnetik dan gempa bumi. Waktu yang apabila ada peningkatan polarisasi rasio Z/H, yaitu nilai
digunakan dalam pengolahan data untuk hari tenang adalah polarisasi rasio Z/H lebih tinggi dari batas standar deviasi +.
malam hari pukul 23.00 – 04.00 WITA (UT+8) Pemilihan
waktu ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas sinyal, pada Berdasarkan teori dan pengolahan data yang sudah dilakukan,
waktu tersebut gangguan magnet lingkungan sangat kecil. diperoleh adanya peningkatan emisi ULF yang cukup
signifikan di kedua stasiun dengan sensor yang berbeda pada
Pada gambar 3-1 dan 3-2, terlihat bahwa frekuensi 0,012 Hz polarisasi rasio Z/H dengan frekuensi 0,012 Hz (Gambar 3-3 -
yang terdeteksi oleh sensor Lemi-030 dan MAGDAS 9 Gambar 3-4).
menunjukkan tidak adanya gangguan, baik itu dari badai
magnetik, gangguan lokal akibat perbuatan manusia maupun Untuk Stasiun Klimatologi Negara yang berjarak 220,0001 km
gempa bumi. Akibatnya pola pada hari tersebut juga akan dari pusat gempa dengan sensor Lemi-030 pada frekuensi
tenang, dengan tidak adanya nilai polarisasi rasio Z/H yang 0,012 Hz (Gambar 3-3), diperoleh adanya peningkatan emisi
melewati batas standar deviasi.Oleh karena itu, frekuensi 0,012 ULF dari nilai polarisasi rasio Z/H dengan lead time (durasi
Hz bisa digunakan sebagai indikasi prekursor “Pre-seismic”. waktu) lebih lama daripada Stasiun Geofisika Kupang (Gambar
3-4), yaitu 15 hari sebelum gempa bumi terjadi. Namun,
anomali yang terdeteksi oleh sensor Lemi-030 pada hari ke-15
sebelum gempa bumi terjadi cenderung disebabkan oleh badai
magnetik daripada gangguan akibat gempa bumi. Hal ini
26
Ratri et al. / Penerapan Metode Polarisasi Rasio Untuk Deteksi Anomali Emisi Ulf…
terlihat dari nilai Indeks Dst-nya yang menunjukkan nilai -71. Sedangkan di Stasiun Geofisika Kupang yang berjarak 787,37
Indeks Dst tersebut, menunjukkan bahwa telah terjadi badai km dari pusat gempa dengan sensor MAGDAS 9 pada
magnetik dengan level sedang (Loewe dan Prolss, 1997), frekuensi 0,012 Hz,diperoleh adanya anomali berupa
sehingga anomali yang terdeteksi pada hari ke-15 sebelum peningkatan polarisasi rasio Z/H yang melebihi batas standar
gempa bumi tersebut tidak bisa diindikasikan sebagai prekursor deviasi + terdeteksi pada tanggal 17 Juni 2013 yaitu 5 hari
“Pre-seismic”. Anomali lain yang terekam sensor Lemi-030 sebelum gempa bumi terjadi. Anomali tersebut tidak
pada frekuensi 0,012 Hz terjadi pada hari ke-12,11,10,6,5,4,2 berasosiasi dengan badai magnet. Hal ini didukung dengan
dan 1 hari sebelum gempa bumi terjadi, yaitu tanggal nilai Indeks Dst yang tidak menunjukkan indikasi badai
10,11,12,16,17,18, 20 dan 21 Juni 2013. Anomali pada hari- magnetik, sehingga anomali pada tanggal 17 Juni 2013 yang
hari tersebut diindikasikan sebagai prekursor “Pre-seismic” terdeteksi di Stasiun Geofisika Kupang diindikasikan sebagai
untuk Gempa bumi 22 Juni 2013. Hal ini diperkuat dengan nilai prekursor “pre-seismic” untuk Gempa bumi 22 Juni 2013.
Indeks Dst yang tidak menunjukkan adanya badai magnetic.
Gambar 3-3: Polarisasi Rasio Z/H frekuensi 0,012 Hz untuk Gempa bumi 22 Juni 2013 dengan sensor Lemi-030 di
Stasiun Klimatologi Negara,Bali.
Gambar 3-4: Polarisasi Rasio Z/H frekuensi 0,012 Hz untuk Gempa bumi 22 Juni 2013 dengan sensor MAGDAS 9
di Stasiun Geofisika,Kupang.
pusat gempa terlebih dahulu terdeteksi di Stasiun Klimatologi Nuraeni, F., Juangsih, M., Wellyanita,V., Haryanto, C.E. dan
Negara daripada di Stasiun Geofisika Kupang. Selain itu, juga Aris, M.A. 2010, Penentuan Prekursor Gempa Bumi
terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada banyaknya Menggunakan Data Geomagnet Near Real Time Dengan
anomali yang terdeteksi antara kedua sensor. Pada sensor Metode Perbandingan Polarisasi 2 Stasiun, Majalah Sains Dan
Lemi-030 cenderung lebih peka terhadap transmisi gelombang Teknologi Dirgantara,No 1,Vol 5,hal 11
elektromagnetik yang menimbulkan anomali daripada
Prattes, G., Schwingenschuh, K., Eichelberger, U.H.,
MAGDAS 9. Hal ini dikarenakan, sampling rate yang dimiliki
Magnes,W., Boudjana, M., Stachel, M., Vellante,
oleh Lemi-030 lebih besar yaitu 64 Hz, daripada MAGDAS 9
M.,Villante,U., Wesztergom, V., dan Nenovski,P. 2011. Ultra
yang memiliki sampling rate 1 Hz.
Low Frequency (ULF) European Multi Station Magnetic Field
Anlaysis before and during the 2009 Earthquake at L’Aquila
4. KESIMPULAN
regarding Geotechnical Information. Nat. Hazards Earth Syst.
Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan metode Sci., 11, 1959-1968, doi:10.5194/nhess-11-1959-2011.
polarisasi rasio Z/H dan analisis yang telah dilakukan, dapat
Saroso, S. 2008. Analisa Fraktal Emisi Sinyal ULF Dan
diperoleh kesimpulan bahwa terjadi anomali emisi ULF
Kaitannya Dengan Gempa Bumi di Indonesia. Jurnal Sains
ditandai dengan peningkatan nilai polarisasi rasio Z/H pada
Dirgantara.Vol.6 No.1, 39-46.
frekuensi 0,012 Hz. Anomali muncul pada 12 hari sebelum
gempa bumi dengan sensor Lemi-030 di Bali dan 5 hari Yumoto, K. 2006. Studies on Geomagnetic Field and the
sebelum gempa bumi Lombok dengan sensor MAGDAS 9 di Relationship with The Sun, Solar Physics Seminar 2006, Natl.
Kupang. Adanya anomali emisi ULF dengan ditandai Obs. Malaysia: National Space Agency.
peningkatan nilai polarisasi rasio Z/H beberapa hari menjelang
terjadinya gempa bumi tersebut tidak berasosiasi dengan
gangguan badai magnetik. Peningkatan ini bisa diindikasikan
sebagai prekursor “Pre-seismic” akibat dari proses fisis seismo-
electromagnetic.
DAFTAR RUJUKAN
Ahadi,S., Puspito, N.T., Ibrahim,G., Saroso,S., Yumoto,K.,
Yoshikawa,A., dan Muzli. 2015. Anomalous ULF Emissions
and Their Possible Association with the Strong Earthquake in
Sumatra,Indonesia during 2007-2013. J.Math.Fund SCi.,47,
pp 84-103. doi:10.5614/j.math.fund.sci,2015.47.1.7
Hattori, K. 2004. ULF Geomagnetic Changes Associated with
Large Earthquake. TAO, Vol 15,No.3,329-360.
Hayakawa, M., R. Kawate, O. A. Molchanov, and K. Yumoto.
1996a. Results of ultra-low-frequency magnetic field
measurements during the Guam earthquake of 8 August
1993.Geophys. Res. Lett., 23, 241-244.
Loewe C. A dan Prolss G. W., 1997. Classification and mean
behaviour of magnetic storms, J. Geophys. Res. A 102 14209-
14213.
Molchanov,O.A. dan Hayakawa,M. 1995. Generation of ULF
electromagnetic emissions by microfracturing. Geophys.
Res.Lett.,22,3091-3094.
Molchanov,O.A., dan Hayakawa,M., 1998a, On the generation
mechanism of ULF seismogenic emissions. Phys. Earth Planet.
Inter., 105,210-210. doi:10.1016/S0031-9201(97)00091-5
28
Kurniawati et al. / Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku……
Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku Fase
Pra-Seismik periode September-Oktober 2014
Analysis of ULF Emission Anomalies as Moluccas Sea Earthquake Precursor Pre-
Seismic Phase period of September to October 2014
I. Kurniawati1,2*, S. Ahadi1,2, P. Harjadi1
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)
2
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
*Email : indahkurniawati.bmkg@gmail.com
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
Pengamatan anomali emisi ULF dilakukan pada gempa bumi besar tanggal 10
Diterima : 8 September 2015 September (Mw=6,3 SR) dan 24 Oktober 2014 (Mw=5,1 SR) yang terjadi di zona
Direview : 1 Oktober 2015 subduksi Laut Maluku. Metode yang dilakukan adalah analisis polarisasi rasio
Direvisi : 28 Desember 2015 komponen Z dan H (Sz/S H ) dan komponen horizontal stasiun utama dan
Diterbitkan : 6 April 2016 referensi(S H1 /S H2 ). Data MAGDAS digunakan dalam periode 30 agustus-30
Oktober 2014 dengan stasiun Manado sebagai stasiun utama dan Sicincin sebagai
stasiun referensi. Indeks Dst juga diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa anomali
yang terjadi bukan berasal dari gangguan eksternal namun dari aktivitas seismik.
PERUJUKAN Hasil penelitian menunjukkan anomali ULF sebelum gempa terjadi pada hari
tenang dianggap sebagai prekursor yang berkaitan dengan fase pra-seismik gempa
Kurniawati et al. 2016. Analisis Anomali bumi.
Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi
Laut Maluku Fase Pra-Seismik periode Kata kunci : ULF, prekursor gempa bumi, MAGDAS, metode polarisasi
September-Oktober 2014. Prosiding Workshop
Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya,
Edisi I, hal. 28-34, Pusat Sains Antariksa
LAPAN, ISBN 978-979-1458-97-9. ULF emissions anomaly been carried out on large earthquakes at September 10th
2014 (Mw=6.3) and October 24th 2014 ( Mw=5.1) that occur in the Moluccas sea
subduction zone. The method used polarization ratio analysis between vertical
component (Z) and horizontal component (H) (Sz/S H ) and Horizontal component
between main station and reference station (S H1 /S H2 ). MAGDAS data period of
August 30th to October 30th, 2014 from Manado station being used as the main
station and Sicincin as reference station. Dst index are necessary to confirm that
anomalies come from external source or purely from seismic activity. The result of
this study is that ULF anomaly before earthquake which is happened on quiet day
considered as precursor associated with earthquake’s pre-seismic phase.
Keywords : ULF, earthquake precursor, MAGDAS, polarization method
gempabumi Guam China 8 Agustus 1993(Ms=8)(Hayakawa akibat aktivitas manusia. Gangguan aktivitas manusia dapat
dkk., 1996) menggunakan pengamatan magnet bumi. dihilangkan dengan memilih waktu pengamatan tengah malam
sedangkan gangguan alami dari badai magnet tidak dapat
dihilangkan (Masci, 2010).
Mekanisme fisis perubahan emisi ULF terkait gempa bumi
(Hattori dkk., 2006) dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Efek Elektrokinetik (Fenoglio dkk., 1995) yaitu
perubahan tekanan pada patahan batuan menghasilkan
aliran elektrokinetik, disebabkan oleh deposit silika
pada batuan tersebut sehingga menghasilkan aliran
gangguan magnet bumi.
(2) Efek Induksi, perubahan konduktifitas geo-elektrik
(geo-electric Conductivity) di litosfer akibat aktivitas
di sumber gempa bumi (Focal Zone) yang
menyebabkan perubahan amplitudo pada gelombang
elekromagnet non-lithospheric (Mogi, 1985).
(3) Efek Micro-Fracturing, (Molchanov dan Hayakawa,
Gambar 1-1: Model 3D konvergensi Laut Maluku : 1995) menjelaskan bahwa sumber gempa bumi
modifikasi Hall dan Wilson (2000) membangkitkan emisi ULF dan menjalar hingga
(http://www.sp.lyellcollection.org, 2015) tercatat oleh magnetometer, tergantung permitivitas
dielektrik secara makroskopis (ᵋ g ) dan konduktivitas
Gelombang ULF yang tercatat di magnetometer merupakan (σ g ).
superposisi gelombang-gelombang yang dipengaruhi oleh Pemahaman prekursor gempa bumi laut khususnya di
sinyal alami dari interaksi matahari, gangguan buatan manusia Indonesia belum tuntas dikuasai. Penulisan makalah ini
dan gangguan akibat aktivitas litosfer (Masci, 2011). Banyak bertujuan untuk mengetahui fenomena anomali ULF yang
penelitian yang menunjukkan bahwa kejadian gempa bumi berkaitan dengan proses persiapan gempa bumi di sekitar Laut
besar dapat dilihat tanda awalnya, salah satunya dengan Maluku.
melihat anomali medan magnet. Emisi ULF merupakan bukti
yang paling meyakinkan adanya anomali medan magnet yang 2. DATA DAN METODOLOGI
berkaitan dengan gempa bumi (Hirano dkk., 2011). Frekuensi
emisi ULF (0,01-10 Hz) teramati sebelum dan sesudah gempa Data yang digunakan adalah data hasil pengamatan
bumi besar di Armenia, Spitak 17 Desember 1988 (Ms=6,9) ( menggunakan MAGDAS stasiun Manado(124,84°BT dan
Kopytenko dkk., 1993), gempa bumi Loma Prieta California 18 1,44°LU) dan Sicincin (100,3°BT dan -0,55°LS) dari Agustus
November 1989(Ms=7,1)(Fraser-Smith dkk., 1990) dan hingga Oktober 2014. Dalam makalah ini analisis anomali ULF
gempabumi Guam China 8 Agustus 1993(Ms=8)(Hayakawa gempa bumi Laut Maluku ditujukan pada stasiun terdekat yaitu
dkk., 1996) menggunakan pengamatan magnet bumi. stasiun Manado, sedangkan stasiun Sicincin sebagai referensi
digunakan untuk memastikan pengaruh badai magnet yang
Beberapa penelitian ( Hayakawa dkk., 2007; Uyeda dkk., 2009; terjadi karena jika terjadi badai magnet maka akan
Hayakawa dan Hobara, 2010) menjelaskan bahwa saat proses menimbulkan gangguan pada rekaman magnet walaupun pada
persiapan gempa bumi besar dapat membangkitkan gelombang stasiun jauh dari lokasi penelitian. Sebagai konfirmasi jika ada
elektromagnetik dan digunakan sebagai prekursor yang paling gangguan badai magnet, digunakan juga data indeks Dst (
meyakinkan untuk prekursor gempa dalam rentang waktu Disturbance storm time index). Terdapat dua gempa bumi besar
pendek. Sedangkan penelitian lainnya (seperti Eftaxias dkk., untuk studi kasus penelitian ini, dengan lengkap ditampilkan di
2001; Pulinets dan Baoyarchuk, 2004; Molchanov dan Tabel 2-1.
Hayakawa, 2008; Eftaxias dkk., 2009) menyebutkan bahwa
untuk mengamati prekursor elektromagnet hanya dapat Untuk mendapatkan sinyal ULF dilakukan proses seperti
terdeteksi hingga ratusan km. Radiasi seismo-elektromagnet berikut :
dapat mempengaruhi amplitudo gelombang ULF di permukaan (1) Memilih data pengamatan malam ( 22.00-04.00
tanah melalui radiasi langsung dari hiposenter gempa WITA) untuk menghindari gangguan akibat aktivitas
(Fenoglio dkk., 1995; Molchanov dan Hayakawa, 1995) dan manusia dan gangguan badai magnet signifikan.
secara tidak langsung dari sumber akibat variasi konduktivitas
listrik yang bersesuaian dengan aktivitas seismik ( Marzer dan (2) Menyaring data dengan bandpass filter pada frekuensi
Klemperer, 1997). 1/600 sampai 1/3 Hz.
Pengamatan anomali ULF dengan polarisasi rasio komponen Z (3) Menganalisis spektrum dengan metode Welch yang
dan H (Sz/S H ) menjadi kunci utama untuk mendeteksi membagi panjang sinyal (N data) ke dalam beberapa
gelombang ULF akibat aktivitas seismik (Hayakawa dkk., segmen secara overlapping 50%. Pada setiap segmen
2007). Hal yang penting adalah memisahkan anomali akibat dilakukan FFT dengan panjang jendela N+1dan
gempa dengan gelombang alami, badai matahari dan gangguan perumusannya seperti pada persamaan (2-1).
30
Kurniawati et al. / Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku……
E{P welch } =
1
∫
𝑓𝑓𝑓𝑓/2
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃(𝑝𝑝)|𝑊𝑊(𝑓𝑓 − 𝑝𝑝)|2 𝑑𝑑𝑑𝑑 … (2- (5) Menghitung rasio komponen Z dan H stasiun Manado
𝑓𝑓𝑓𝑓 𝐿𝐿𝐿𝐿 𝑈𝑈 −𝑓𝑓𝑓𝑓/2 dan Sicincin (Sz/S H ) serta hasil komponen H antara
1) stasiun Manado dan Sicincin (S H1 /S H2 ).
dengan s = frekuensi cuplik, Ls = panjang data dalam satu (6) Menghitung standar deviasi data dan melakukan
segmen, U = normalisasi dari periodigram (Pxx) , W = moving average 2 harian dari hasil polarisasi masing-
rectangular windows (1024) p = banyak segmen dan f = masing stasiun.
frekuensi yang dipilih.
(7) Membuat analisis data.
(4) Memilih frekuensi pada 0,012 Hz dan 0,022 Hz (dalam
rentang Pc3)
Gambar 3-1: Anomali ULF di stasiun Manado (bulat hitam putus-putus) muncul sejak
11 hari sebelum gempa di Laut Maluku 6,2 Mw ( bintang kuning) pada rasio SZ/SH
Manado frekuensi 0,012 Hz. Terdapat gempa jauh di Sumatera 5,3 Mw (bintang hijau)
Tabel 3-1: Anomali S Z /S H frekuensi 0,012 Hz di stasiun gempa di sekitar stasiun (bintang hijau dalam Gambar 3-2).
Manado sebelum gempa bumi 6,2 Mw 10 September 2014 Pada saat badai magnet terjadi, anomali akibat badai magnet
juga terekam di stasiun Sicincin.
Besar Anomali
No. Tanggal (S Z/ S H ) 0,012 Keterangan Pada frekuensi 0,022 Hz, Polarisasi rasio (S Z /S H ) stasiun
Hz) Manado (lihat Gambar 3-3) menunjukkan anomali, namun
1 30/08/14 3,9 Anomali muncul pengaruh badai magnet tidak terlihat karena data magnet tidak
sejak 11 hari ada. Anomali saat hari tenang terjadi pada tanggal 2, 6, 7, dan
2 03/09/14 1,12 10 September merupakan prekursor gempa di Laut Maluku dan
sebelum gempa
3 06/09/14 0,65 6,2 Mw 10 besarnya tidak terlalu jauh dengan hasil polarisasi pada
4 07/09/14 0,24 September 2014 frekuensi 0,012 Hz (lihat Tabel 3-2). Penyebab anomali pada
hari tenang bersumber dari litosfer dan informasi ini
merupakan prekursor gempa bumi di Laut Maluku.
Adanya atenuasi gelombang elektromagnet yang hanya dapat
melewati medium hingga ratusan km (Molchanov dan
Hayakawa, 2008), maka anomali beberapa hari sebelum gempa
Laut Maluku pada rekaman magnet stasiun Sicincin bukanlah
anomali dari gempa bumi Laut Maluku, melainkan pengaruh
31
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
Gambar 3-2: Anomali ULF di stasiun Sicincin (bulat merah putus-putus) ditujukan untuk
gempa di Sumatera 5,3 Mw (bintang hijau) bukan gempa di Laut Maluku 6,2 Mw ( bintang
kuning) pada rasio S Z /S H Sicincin frekuensi 0,012 Hz
Sama halnya pada frekuensi 0,012 Hz, hasil polarisasi rasio akibat badai magnet. Hal ini menunjukkan bahwa badai magnet
S Z /S H Sicincin frekuensi 0,022 Hz juga terlihat gangguan mempengaruhi rekaman magnet pada magnetometer.
Kurniawati et al. / Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku……
H/H 0.022 σ+
ZH.MND/ZH.SCN 0.022 Hz
25
60
-25
20
No Data -75
No Data
No Data
-20
-60 -125
6.2 Mw 5.3 Mw
-100 -175
1/9/14
2/9/14
3/9/14
4/9/14
5/9/14
6/9/14
7/9/14
8/9/14
9/9/14
30/8/14
31/8/14
10/9/14
11/9/14
12/9/14
13/9/14
14/9/14
15/9/14
Gambar 3-6: Rasio S H.Manado /S H.Sicincin pada frekuensi 0,022 Hz muncul anomali ULF (bulat
hitam putus-putus) pada saat dan setelah gempa di Laut Maluku 6,2 Mw.
Gambar 3-9: Anomali ULF di Manado tidak terlihat sebelum gempa di Laut
Maluku 5,1 Mw ( bintang kuning) pada rasio S Z /S H Manado frekuensi 0,022 Hz.
Terdapat gempa jauh di Sumatera 5,1 Mw (bintang hijau)
Kurniawati et al. / Analisis Anomali Emisi ULF sebagai Prekursor Gempa Bumi Laut Maluku……
Analisis Gempa Bumi di Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali Emisi
ULF
Analysis of Liwa Earthquake on April 3, 2014 Based on ULF Emission Anomaly
T. Wulandari*, S. Ahadi, P. J. P. Harjadi
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG)
*Email : triwulandari11031991@gmail.com
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
Scientists had ever observed the anomaly of ULF electromagnetic signal on the
ground before earthquakes which have big magnitude. Anomalies which happened
in the ULF signal can be considered as the initial signature of the earthquke. The
earthquake that will be observed has magnitude 5.7 mw on April 3, 2014 in Liwa.
Magnetic data were used from ground based magnetic stasion of Liwa (LWA) dan
Tuntungan (TSI). By using polarization ratio Z/H method, lead time for the
earthquake was found out at 9 days before earthquake. The direction of ULF
emission was also observed by using gradient method with component H as 4 days
before the earthquake. The result was acquired that the direction of ULF emission
was almost exact with its deviation angle about 0.53o from the direction of the
earthquake. The deviation angle is relatively small and it can be considered as a
precursor that represents the epicenter.
Keywords : ULF emission, electromagnetic, earthquake precursor, polarization
ratio Z/H, gradient method
Wulandari et al. / Analisis Gempa Bumi di Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali Emisi Ulf
berdasarkan pada prinsip bahwa emisi gelombang gempa bumi. Salah satu metode yang digunakan untuk
elektromagnet dapat dibangkitkan sebagai suatu pulsa di menentukan arah episenter gempa bumi adalah dengan
hiposenter gempa bumi. Gelombang elektromagnet dengan menggunakan metode gradien. Metode ini menggunakan 3
frekuensi tinggi tidak dapat merambat di litosfer sebaik ULF stasiun magnet. Dengan menggunakan 3 stasiun dapat
hingga jarak yang jauh karena atenuasi yang cukup besar, dikonstruksi vektor gradien komponen magnet di sepanjang
tetapi ULF bisa merambat hingga titik pengamatan dekat permukaan bumi. Arah vektor gradien tersebut mengarah pada
permukaan bumi dan hanya sedikit mengalami atenuasi. Hal suatu episenter gempa bumi (Kopytenko dkk., 2001).
inilah yang menjadikan dasar bahwa emisi ULF dapat diamati Sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 2.1, S1, S2, S3
dan berkaitan dengan kejadian gempa bumi (Hayakawa dkk., merupakan stasiun-stasiun magnet yang berada pada pasangan
2007). array pertama, dan S4, S5, dan S6 merupakan stasiun-stasiun
magnet yang berada pada pasangan array kedua. Dalam
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian ini hanya digunakan 1 pasang array (3 stasiun).
polarisasi power ratio dengan membandingkan nilai vertikal
dan horizontal magnet (S Z /S H ). Anomali emisi ULF yang
3. DATA DAN METODOLOGI
terlihat setelah diukur dengan metode tersebut divalidasi
dengan indeks Dst geomagnet sehingga dapat diketahui Data gempa bumi yang digunakan dalam penelitian ini
penyebab dari anomali tersebut berasal dari gempa bumi atau terjadi pada tanggal 03-04-2014 16:30:25 WIB (03-04-2014
aktivitas magnetik (Ibrahim dkk., 2012). Selain itu akan 09:30:25 UTC), dengan lokasi episenter 5,24o LS 102,28o BT,
dilakukan pula penentuan arah sumber emisi ULF yang sekitar 199 km barat daya Lampung. Gempa ini memiliki
dianggap sebagai representasi arah episenter gempa bumi magnitudo sebesar 5,7 Mw dan terjadi pada kedalaman 44 km.
dengan menggunakan metode gradien.
2. LANDASAN TEORI
Prekursor gempa bumi dapat dilakukan dengan mengamati
anomali emisi ULF yang terlihat dari data magnet bumi. Nilai
magnet bumi yang terekam di stasiun geomagnet merupakan
representasi dari keadaan medan magnet di sekitar bumi. Bumi
memiliki medan magnet yang secara dominan dihasilkan dari
dalam bumi dan membentuk perisai pelindung di sekitar bumi
yang dinamakan magnetosphere. Perisai ini dapat melindungi
bumi dari partikel matahari berenergi tinggi yang berbahaya
(Gunnarsdóttir, 2012).
Emisi ULF dapat dibangkitkan di daerah sumber gempa bumi
dan merambat hingga tercatat pada sensor. Muatan listrik dapat
dihasilkan di daerah retakan litosfer akibat gempa bumi.
Muatan ini menghasilkan gelombang elektromagnetik yang
menambahkan nilai medan magnet di sekitar lokasi sumber
gempa bumi (Molchanov dan Hayakawa, 1996). Proses ini
disebut microfracturing.
Gambar 3-1: posisi episenter gempa 3 April 2014. Bintang
merah adalah episenter gempa
dengan ekstensi *.gea. Data ASCII yang berisi nilai komponen (G21), serta antara stasiun 3 dan 1 (G31). Semua parameter
H dan Z per detik difilter dan dipilih frekuensi 0,012 Hz. yang telah dihitung tersebut digunakan untuk menentukan arah
Frekuensi ini digunakan karena mengacu dalam penelitian sumber emisi ULF (vektor gradien) dalam besaran derajat yang
(Ahadi, 2014) yang membuktikan dengan analisis spektral disebut sudut alpha (α) dengan rumus:
bahwa frekuensi 0,012 Hz merupakan frekuensi yang paling
baik dalam menghasilkan prekursor untuk wilayah Sumatera. 𝛼𝛼 = ±𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐺𝐺21 cos(𝛽𝛽)
…(3-1)
Setelah difilter, dihitung nilai PSD (Power Spectra Density) �𝐺𝐺212 +𝐺𝐺312 −2 𝐺𝐺21 𝐺𝐺31 sin(𝛽𝛽)
Wulandari et al. / Analisis Gempa Bumi di Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali Emisi Ulf
anomali pada tanggal tersebut dapat dianggap sebagai Gambar 4-1: polarisasi rasio Z/H pada frekuensi 0,012 Hz
prekursor untuk gempa 3 Aprl 2014. Dengan kata lain, lead utuk gempa 3 April 2014. (A) Indeks Dst (garis biru), batas
time yang tercatat untuk gempa ini adalah sekitar 5 hari. indeks badai<-30 nT (garis kuning). (B) Polarisasi rasio Z/H
stasiun LWA (garis biru), batas stasndar deviasi (garis merah).
(C) Polarisasi rasio Z/H stasiun TSI (garis biru), batas stasndar
deviasi (garis merah)
Agar dapat lebih meyakinkan bahwa anomali pada polarisasi
rasio Z/H (dalam Gambar 4-1 panel B) adalah prekursor, maka
perlu dilihat pula pola nilai polarisasi H/H dari stasiun LWA
terhadap stasiun GSI. Polarisasi rasio H stasiun LWA/H
stasiun TSI pada Gambar 4-4 (dalam kotak hijau)
menunjukkan anomali yang disebabkan gangguan sinyal pada
stasiun LWA. Anomali yang disebabkan oleh badai magnet
juga terlihat beberapa kali pada polarisasi rasio H/H tersebut
(Gambar 4-4, kotak oranye). Sementara itu pada Gambar 4-4
(dalam kotak ungu) muncul suatu anomali di tanggal 29 maret
2014 atau sama dengan onset time pada polarisasi rasio Z/H di
stasiun LWA. Adanya kemiripan waktu anomali ini bisa jadi
merupakan kemungkinan bahwa anomali prekursor untuk
gempa 3 April 2014 adalah pada waktu tersebut.
Gambar 4-2: Nilai medan magnet di stasiun TSI saat ada gangguan sinyal pada tanggal 23 Maret 2014. (A) nilai
medan magnet komponen H (kiri) dan komponen Z (kanan). (B) diff pada komponen H (kiri) dan komponen Z
(kanan).
Gambar 4-3: Spektrum medan magnet di stasiun LWA saat ada gangguan litosfer pada tanggal 29 Maret 2014. (A) nilai medan
magnet komponen H (kiri) dan komponen Z (kanan). (B) diff pada komponen H (kiri) dan komponen Z (kanan). (C) spektrogram
dari nilai medan magnet komponen H (kiri) dan komponen Z (kanan).
39
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
Wulandari et al. / Analisis Gempa Bumi di Liwa Pada 3 April 2014 Berdasarkan Anomali Emisi Ulf
DAFTAR RUJUKAN
Ahadi, S., 2014, Analisis Pola Prekursor Gempa Bumi Kuat
Sumatera Periode 2007-2012 Berdasarkan Emisi ULF (Ultra-
Low-Frequency) Menggunakan Data Geomagnet, Disertasi,
program pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Fraser-Smith, A. C., Bernardi, A., McGill, P. R., Ladd, M. E.,
Helliwell, R. A., dan Villard, Jr., O. G., 1990, Low-Frequency
Magnetic Field Measurements Near The Epicenter of The Ms
7.1 Loma Prieta Earthquake, Geophysical Research Letters,
Vol. 17, No. 9 pp 1465-1468.
Hattori, K., 2004, ULF Geomagnetic Changes Associated with
Large Earthquakes, TAO, Vol. 15, No. 3, pp 329-360.
Gambar 4-7: Arah emisi ULF tanggal 2 April 2014 (1 hari Hayakawa, M., Hattori, K., dan Ohta, K., 2007, Monitoring of
sebelum gempa) ULF (ultra-low-frequency) Geomagnetic Variations
Associated with Earthquakes, MDPI, Japan.
Ibrahim, G., Ahadi, S., dan Saroso, S., 2012, Karakteristik
Sinyal Emisi ULF yang Berhubungan dengan Prekursor
Gempabumi di Sumatera, Studi Kasus: Gempabumi Padang
2009 dan Gempabumi Mentawai 2010, Jurnal Meteorologi
dan Geofisika, Vol. 13, No. 2, pp 81-89, Pusat Penelitian dan
Pengembangan-BMKG.
Ismaguilov, V. S., Kopytenko, Yu. A., Hattori, K., dan
Hayakawa, M., 2002, Variations of Phase Velocity and
Gradient Values of ULF Geomagnetic Disturbances
Connected with The Izu Strong Earthquakes, Natural Hazards
and Earth System Sciences, Vol. 3, pp 211-215, European
Geosciences Union.
Kopytenko, Y., Ismagilov, V., Hayakawa, M., Smirnova, N.,
Troyan, V., dan Peterson, T., 2001, Investigation of The ULF
Electromagnetic Phenomena Related to Earthquakes:
Contemporary Achievements and The Perspectives, Annali Di
Geofisica, Vol.44,No.2.
Molchanov, O.A., dan Hayakawa, M., 1996, On The
Generation mechanism of ULF Seismogenic Electromagnetic
Gambar 4-8: Arah emisi ULF tanggal 3 April 2014 (hari Emissions, Physics of the Earth and Planetary Interiors,
saat gempa) Elsevier, pp 201–210.
5. KESIMPULAN
Dari gempa 3 April 2014 (5,7 mw) dihasilkan prekursor di
stasiun LWA (D=199,08 km) dengan onset time anomali emisi
ULF pada tanggal 29 Maret 2014 atau lead time sebesar 5 hari.
Perhitungan arah dari gempa ini menghasilkan arah emisi ULF
yang fluktuatif, sejak h-3 (31 Maret 2014) menyimpang
sebesar 49,252o, pada h-2 (1 April 2014) sebesar 24,257o, pada
h-1 (2 April 2014) sebesar 35,166o, dan pada hari saat terjadi
gempa yang hanya menyimpang sejauh 0,529o dari arah
episenter sebenarnya. Penyimpangan arah tersebut bernilai
kecil dan berarti hampir mendekati arah episenter yang
sebenarnya.
41
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
Akuba dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua……
Gambar 1-1: Setting tektonik Papua (sumber: agung- Untuk melihat terjadinya perubahan pola sudut deklinasi
sabtaji.blogspot.com) sebelum terjadinya gempa bumi signifikan, maka digunakan
data deklinasi 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah
Pada bagian belakang busur lempeng kontinental Australia terjadinya gempa bumi. Gempa bumi signifikan yang
terjadi pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari dimaksud adalah gempa bumi dengan magnitudo M ≥ 7.0 SR
kelompok batu gamping Papua Nugini selama Oligosen – awal (Tabel 2-1). Data gempa bumi didapatkan dari katalog United
Miosen dan pergerakan lempeng ke arah utara berlangsung States Geological Survey USGS yang terjadi pada rentang
cepat dan terus menerus. Pada bagian tepi utara Lempeng waktu dan koordinat wilayah penelitian. Katalog USGS dapat
Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman, membentuk diakses melalui http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/
perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak Grafik pola deklinasi anomali yang ditinjau terkait gempa
samudera selama periode 44 – 24 juta tahun yang lalu. signifikan (titik X) adalah pada grid dengan lokasi terdekat
Zona deformasi yang berada di sebelah Timur adalah bagian dengan episenter gempa bumi. Grafik pembanding yang
dari New Guinea Mobile Belt (Sabuk Mobil New Guinea) dan difungsikan sebagai pola deklinasi normal atau tidak terdapat
merupakan campuran dari batuan kraton lempeng Australia dan kejadian gempa bumi signifikan diambil dari dua titik grid.
lempeng Pasifik. Walaupun pencatatannya terpisah-pisah, Titik pertama diambil dari lokasi grid dengan bujur yang sama
terdapat bukti bahwa batuannya berasal dari tektonik utama dengan episenter tetapi lintang yang berbeda (titik Y). Titik
43
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
kedua diambil dari lokasi grid dengan lintang yang sama tapi
bujur yang berbeda (titik Z). Kemudian dilakukan analisis
terhadap ada tidaknya hubungan perubahan pola deklinasi
terhadap terjadinya gempa signifikan.
Tabel 2-1: Data gempa M >7.0 SR di skitar wilayah Papua (Sumber: katalog USGS
http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/)
Waktu Lintang Bujur Kedalaman Magnitudo Lokasi
1938-02-01
-5,045 131.614 25 8,5 Laut Banda
T19:04:22.000Z
1996-02-17
-0,891 136,952 33 8,2 Biak, Indonesia
T05:59:30.550Z
1979-09-12
-1,679 136,04 5 7,9 Biak, Indonesia
T05:17:51.400Z
1935-09-20 New Guinea, Papua New
-3,824 141,416 30 7,8
T01:46:43.000Z Guinea
2009-01-03 Sekitar Utara Papua,
-0,414 132,885 17 7,7
T19:43:50.650Z Indonesia
Akuba dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua……
Deklinasi
3.72
3.4 3.7
3.68 X
3.38 3.66
3.64 Z
3.36 3.62
3.6
3.34 3.58
3.56
3.32 3.54
3.52
3.3 3.5
1926 1928 1930 1932 1934 1936 1938 1940 1942 1944 1946 1948 1950
Tahun
Gambar 3-4: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama
2.9 3.45
3.4
2.85
3.35
Deklinasi
Deklinasi
2.8
3.3
2.75 X
3.25
Z
2.7
3.2
2.65 3.15
2.6 3.1
1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008
Tahun
Gambar 3-6: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama
Gambar 3-6 menunjukkan perbandingan grafik nilai deklinasi deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian gempa bumi
dalam rentang waktu 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah signifikan diambil dari dua titik grid. Titik X merupakan lokasi
gempa bumi. Grafik pembanding ini digunakan sebagai pola gempa bumi signifikan dengan magnitudo 7,9 SR yang terjadi
deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian gempa bumi di Biak (-1,670 LS – 136,040 BT) pada tahun 1979 (tanda
signifikan diambil dari dua titik grid. Titik X merupakan lokasi panah). Titik Z merupakan titik pembanding di (-1,670 LS –
gempa bumi signifikan dengan magnitudo 8,2 SR yang terjadi 1400 BT) yang berada di lintang yang sama dengan titik X.
di Biak (-0,890 LS – 136,960 BT) pada tahun 1996 (tanda
panah). Titik Z merupakan titik pembanding di -0,890 LS –
1390 BT yang berada di lintang yang sama dengan titik X. Hasil
analisis secara visual menunjukkan bahwa terjadi perbedaan
pola grafik antara titik X dan Z. Pada tahun 1986 – 1990 nilai
deklinasi antara titik X dan Z serupa yakni 2,90, kemudian
terjadi penurunan dari tahun 1990 hingga tahun 2014. Jika di
tinjau dari mekanisme fokus gempa Biak ini terjadi di zona
subduksi, yaitu adanya pergerakan lempeng Pasifik (Carolina)
ke arah selatan yang kemudian menunjam di bawah lempeng
Australia (Irian Jaya) (Prawiradisastra dan Subekti, 1997).
Akuba dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua……
Deklinasi
3.16
3.76
3.14 X
3.12
3.1 3.74 Z
3.08
3.06 3.72
3.04
3.02 3.7
1968 1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990
Tahun
Gambar 3-8: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama
Deklinasi
4.1 4.6
X
4 4.5
Z
3.9 4.4
3.8 4.3
3.7 4.2
1923 1926 1929 1932 1935 1938 1941 1944 1947
Tahun
Gambar 3-10: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama
Gambar 3-10 menunjukkan perbandingan grafik nilai deklinasi deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian gempa bumi
dalam rentang waktu 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah signifikan diambil dari dua titik grid. Titik X merupakan gempa
gempa bumi. Grafik pembanding ini difungsikan sebagai pola bumi signifikan dengan magnitudo 7.8 SR yang terjadi di New
47
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
Guinea, Papua New Guinea (-3,820 LS – 141,410 BT) pada yang sama dengan titik X dan tidak mengalami gempa bumi
tahun 1935 (tanda panah). Sedangkan titik Z merupakan titik signifikan dalam rentang waktu yang sama.
pembanding di (-3,820 LS – 1450 BT) yang berada di lintang
yang sama dengan titik X, Hasil analisis secara visual
menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan pada pola grafik
antara titik X dan Z setelah terjadi gempa bumi. Nilai
maksimum di titik X mencapai 4,50 tahun 1925 dan minimum
3,80 pada tahun 1945.
Deklinasi
1.3 3.1
1.2
1.1
1 3 X
0.9
0.8 Z
0.7 2.9
0.6
0.5
0.4
0.3 2.8
0.2
0.1
0 2.7
1992 1995 1998 2001 2004 2007 2010 2013 2016
Tahun
Gambar 3-12: Grafik perbandingan pola deklinasi pada titik X dan Z dengan lintang yang sama
Gambar 3-12 menunjukkan perbandingan grafik nilai deklinasi penurunan secara drastis dari 3,30 hingga mendekati 00.
dalam rentang waktu 10 tahun sebelum dan 10 tahun sesudah Berdasarkan hasil centroid moment tensor (CMT), jenis sesar
gempa bumi. Grafik pembanding ini difungsikan sebagai pola penyebab gempa bumi di Manokwari berubah-ubah. Hal ini
deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian gempa bumi dipicu oleh pergerakan patahan Sorong yang terdapat pada
signifikan diambil dari dua titik grid. Titik X merupakan lokasi bagian utara Manokwari (Irsyam, 2010) dan patahan berada
gempa bumi signifikan dengan magnitudo 7,7 SR yang terjadi dalam batas pergerakan lempeng Pasifik yang terus menekan
di sekitar Utara Papua (-0,410 LS – 132,880 BT) pada tahun lempeng Australia ke arah selatan. (Setyowidodo dan Santosa,
2009 (tanda panah). Sedangkan titik Z merupakan titik 2011).
pembanding di -0,410 LS – 1390 BT yang berada di lintang
yang sama dengan titik X, Hasil analisis secara visual 4. KESIMPULAN
menunjukkan bahwa terjadi perbedaan pola grafik antara titik
Dari hasil pemetaan nilai komponen deklinasi selama 100
X dan Z. Pada tahun 1994 sampai tahun 2000 nilai deklinasi
tahun menunjukan bahwa arah deklinasi di daerah penelitian 00
antara titik X dan Z memiliki pola deklinasi yang serupa yakni
LS – 100 LS dan 1300 BT-1510 BT dari tahun 1915 sampai
berkisar 3,30, tetapi pada tahun 2000 sampai 2014 mengalami
perubahan. Pada tahun 2000 sampai tahun 2014 di titik X dengan tahun 2014 cenderung bergerak ke arah timur dengan
mengalami penurunan nilai deklinasi dari 3,30 menjadi 1,50. nilai deklinasi bervariasi 3,80 sampai 4,40 setiap tahunnya.
Nilai rata-rata deklinasi dari tahun 1915 – 2014 menunjukan
Tidak seperti titik X, pada titik Z nilai deklinasinya mengalami
perubahan nilai yang signifikan hingga 4,60 (lihat Gambar 3-
48
Akuba dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi Signifikan (M ≥ 7 Sr) di Wilayah Papua……
2). Nilai rata-rata deklinasi pada tahun 1930 mencapai 4,520 Wardinski I., 2005, Core flow models from decadal and sub-
kemudian turun mendekati 3,80 pada tahun 1951. Pada tahun decadal secular variation of the main geomagnetic field. Ph.D.
1952 nilainya naik sampai pada tahun 1993 mencapai 4,400 Thesis, Der Freien University Berlin.
kemudian turun mendekati 3,80 sampai dengan tahun 2014.
http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-web/#igrfgrid
Berdasarkan hasil analisis terhadap 5 data gempa bumi
signifikan (M ≥ 7 SR) diperoleh bahwa 4 diantaranya http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/
mengalami penyimpangan pola deklinasi 10 tahun sebelum dan
http://agung-sabtaji.blogspot.com
10 tahun sesudah terjadi gempa bumi di setiap koordinat pada
lintang yang sama. Sedangkan pada bujur yang sama
menunjukan bahwa pola deklinasi memiliki pola perubahan
deklinasi yang serupa. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
pengaruh pergerakan lempeng Indo-Australia dan lempeng
Pasifik Gempa yang tidak mengalami penyimpangan pola
deklinasi yaitu gempa Manokwari. Hal ini disebabkan oleh
pergerakan patahan Sorong pada bagian utara Manokwari serta
berada dalam batas pergerakan lempeng Pasifik yang terus
menekan lempeng Australia ke arah selatan.
DAFTAR RUJUKAN
Bullard E. C., Freedman C., Gellman H., and Nixon J, 1950,
The westward drift of Earth's magnetic field. Phil. Trans. R.
Soc. Lond. A, 243, 67-92.
Bloxham J., Gubbins D., and Jackson A., 1989, Geomagnetic
secular variation. Phil. Trans. R. Soc. Lond. A, 329(1606), 415-
502, November 1989.
Dow D. B. dan Sukamto R., 1984, : Western Irian Jaya: the
end-product ofoblique plate convergence in the Late Tertiary,
Tectonophysics, 106, p.109-139.
Halley E., 1692, On the cause of the change in the variation of
the magnetic needle, with a hypothesis of the structure of the
internal parts of the Earth. Phil. Trans. R. Soc. Lond., 17, 470-
478.
Irsyam, M., 2010, Hasil Study Tim Revisi Peta Gempa
Indonesia 2010, Bandung.
Setyowidodo I. dan Santosa B. J., 2011, Analisis Seismogram
Tiga Komponen Terhadap Moment Tensor Gempa Bumi Di
Manokwari Papua 03 Januari 2009.
Jackson A., Jonkers A. R. T., and Walker M. R., 2000, Four
centuries of geomagnetic secular variation from historical
records. Phil. Trans. R. Soc. Lond. A, 358, 957-990
Prawiradisastra S. dan Santoso E. W., 1997, Identifikasi
Gempa Biak 17 Februari 1996 Sebagai Upaya Program Miigasi
Bencana.
Vestine E. H. and Kahle E., 1968, The weswtard drift and the
geomagnetic secular change. Geophys. J. R. Astr. Soc., 15, 29-
37, 1968
49
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
Sejak tahun 1915 hingga akhir 2014, United States Geological Survey (USGS)
Diterima : 8 September 2015 mencatat sekitar 2032 kejadian gempa bumi signifikan M≥5 dan 33 kejadian gempa
Direview : 8 November 2015 bumi dengan M≥7 di wilayah Sumatra. Dewasa ini, metode magnet dianggap
Direvisi : 28 Desember 2015 efektif dan paling banyak digunakan untuk studi lempeng tektonik dan prekursor
Diterbitkan : 6 April 2016 gempa bumi. Pada penelitian digunakan data magnet komponen deklinasi (D) dari
data generasi IGRF-12 selama 100 tahun (1915-2014) untuk menganalisis
hubungan perubahan sudut deklinasi terhadap perkembangan tatanan tektonik lokal
dan gempa bumi signifikan untuk studi kasus wilayah Sumatra dengan koordinat
PERUJUKAN antara 6o LU - 6o LS dan 94o BT - 106o BT. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai
deklinasi wilayah Sumatra bervariasi terhadap lokasi dan waktu dengan nilai rata-
Sagala, R. A. dan S. Ahadi. 2016. Analisis rata perubahan sekitar 0,03 derajat per tahun dengan kecenderungan ke arah timur.
Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Hal ini kemungkinan berkaitan dengan arus konveksi yang bergerak ke arah timur
Berdasarkan Perubahan Pola Deklinasi dan yang menyebabkan adanya zona subduksi di sebelah barat Sumatra. Perubahan
Perkembangan Lempeng Tektonik. Prosiding nilai deklinasi yang signifikan juga terlihat beberapa tahun sebelum dan sesudah
Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan terjadi gempa bumi signifikan. Dari analisis antara dua titik yang terletak di
Aplikasinya, Edisi I, hal. 49-54, Pusat Sains lempeng Eurasia dan Indo-Australia didapatkan kecenderungan pergerakan
Antariksa LAPAN, ISBN 978-979-1458-97-9. deklinasi berlawanan yaitu timur-barat. Arah pergerakan deklinasi berlawanan
antara dua titik di lempeng berbeda pada penelitian ini menunjukkan keterkaitan
dengan terjadinya gempa bumi signifikan.
Kata kunci : Magnet bumi, deklinasi, pergerakan lempeng, prekursor gempa
bumi.
Since 1915 to end of 2014, United States Geological Survey (USGS) recorded over
2032 significant earthquake events of M≥5 and 33 earthquake events of M≥7
happened in Sumatra. Recently, magnetic method is considered as an effective and
widely used method for tectonic plate and earthquake precursor study. This study
use declination component value from IGRF-12 over 100 years (1915-2014). To
analyze the correlation of declination changing local tectonic setting with
significant earthquakes for case study in Sumatra placed in 6o N - 6o S dan 94o E -
106o E. The result of this study showed that declination value in Sumatra varies by
place and time with average value over 0.03 degrees per year and moving eastern.
It may be related with convection current that move eastern and caused subduction
zone in western Sumatra. Declination changes were seen few years before and after
earthquake event. From two point analization that placed on Eurasia Plate and
Indo-Australia Plate the declination tend to drift in opposite direction of East-West.
Opposite movement between two point at the different plate related with significant
earthquake.
Keywords : Geomagnetism, declination, plate movement, earthquake precursor
50
Sagala dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Berdasarkan Perubahan Pola …
Gambar 1-1: Ilustrasi cross section Sumatran subduction system dari lantai dasar Samudera Hindia hingga Semenanjung
Malaya dalam skala (Barber et al., 2005).
Di daerah pemekaran samudera, batuan tertentu misalnya geografis. Sudut antara kutub utara magnet bumi dengan kutub
basalt, banyak mengandung besi sehingga termagnetisasi oleh utara geografis disebut sudut deklinasi (D). Perubahan ini
medan magnet bumi pada saat batuan basalt tersebut dicatat di berbagai tempat di dunia sehingga dapat dibuat
membeku. Jadi pada saat medan magnet bumi berada pada model estimasi nilai dan perubahan tahunan medan magnet
polaritas normal suatu blok batuan lempeng samudera akan bumi yang disebut dengan International Geomagnet Reference
terbentuk dengan polaritas normal. Sebaliknya, pada saat Field (IGRF).
polaritasnya berubah maka akan terbentuk blok batuan baru
Penelitian Jackson et al. (2000) yang menggunakan
dengan polaritas terbalik. Demikian seterusnya, sehingga
pengamatan langsung dari medan geomagnet selama 400 tahun
terbentuk pita-pita anomali magnet pada batuan di dasar
(1590 – 1990) menyimpulkan bahwa pola deklinasi terlihat di
samudera (Purwana, 2009). Di daerah pemekaran tersebut juga
permukaan bumi tampak bergerak perlahan ke arah barat. Hal
terdapat pola zig-zag yang menunjukkan pola pergerakan
ini paling terlihat di belahan bumi atlantik di lintang menengah
lempeng yang berubah arah dan kecepatannya.
pada khatulistiwa. Fenomena ini juga diamati oleh peneliti
Komponen medan magnet yang berasal dari dalam medan terkait lainnya dan disimpulkan bahwa hal tersebut mungkin
magnet bumi merupakan efek yang timbul karena sifat inti berkaitan dengan gerakan cairan inti luar bumi yang bergerak
bumi yang cair sehingga memungkinkan adanya gerak relatif perlahan ke arah barat, yang mempengaruhi secara langsung
antara kulit bumi dengan inti bumi yang sering disebut dengan garis-garis medan geomagnet (Halley, 1692; Bullard et al.,
efek dinamo. Dalam teori magnetohidrodinamik yang 1950; Vestine dan Kahle, 1968; Bloxham et al., 1989; Jackson
dikemukakan oleh W.M.Elsasser tahun 1947 dan E.C. Bullard et al., 2000; Wardinski, 2005). Penelitian lain oleh Zubaidah
tahun 1949, dinyatakan bahwa di dalam inti bumi terdapat (2010) dalam disertasinya membahas fenomena seismo-
aliran fluida yang terionisasi sehingga menimbulkan aksi elektromagnet, yaitu kemungkinan korelasi geomagnet dengan
dinamo oleh dirinya sendiri (self-exiting dynamo action) yang peristiwa seismik menggunakan data variasi sekuler generasi
dapat menimbulkan medan magnet bumi utama. Sekali terjadi IGRF-10 menunjukkan bahwa ada perubahan (anomali)
eksitasi, maka dinamo tersebut menghidupkan-diri terus- geomagnet yang cukup besar selama interval waktu yang
menerus (self-perpetuating) selama ada sumber energi primer singkat setiap terjadi gempa.
untuk mempertahankan arus konveksi. Arus konveksi di dalam
Pada penelitian ini penulis memanfaatkan data magnet
inti luar ini diaktifkan oleh proses termal atau gravitasional
komponen deklinasi (D) dari data generasi IGRF-12 untuk
(Jacobs, 1994).
menganalisis hubungan perubahan pola sudut deklinasi
Medan magnet bumi tidak statis melainkan berubah pada skala terhadap tektonik setting lokal dan hubunganya dengan gempa
waktu. Perubahan yang terjadi selama dekade tersebut dikenal bumi signifikan (Mw>7) untuk studi kasus wilayah Sumatra.
dengan variasi sekuler. Melalui studi paleomagnet dapat Batasan wilayah pada penelitian ini adalah wilayah Sumatra
diperoleh gambaran kondisi mengenai informasi kutub magnet dengan koordinat antara 6o LU - 6o LS dan 94o BT - 106o BT
purba. Kutub - kutub magnet bumi tidak berimpit dengan kutub
51
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
dan data deklinasi yang digunakan adalah data 100 tahun dari melalui command mgd77magref. Hasil pemetaan
tahun 1915 hingga 2014. merepresentasikan kemiringan komponen magnet horizontal
(H). Perbesaran sudut deklinasi pada Gambar 2-1 dituliskan
2. DATA DAN METODOLOGI melalui formula berikut.
Batasan wilayah pada penelitian ini adalah wilayah 𝑌𝑌 = 𝑋𝑋tan(10𝐷𝐷) … (2.2)
Sumatra dengan koordinat antara 6o LU - 6o LS dan 94o BT -
dengan Y adalah komponen magnet yang searah utara
106o BT. Data deklinasi yang digunakan adalah data 100 tahun
sebenarnya, X adalah komponen magnet yang searah timur
dari tahun 1915 hingga 2014. Data tersebut dibagi dengan
sebenarnya, dan D adalah besar sudut deklinasi.
koordinat 5o LU - 5o LS dan 95o BT - 105o BT dalam beberapa
grid. Jarak masing-masing grid yang digunakan adalah 1
derajat. Data deklinasi pada masing-masing grid diperoleh dari
model versi terbaru IGRF generasi ke 12 (IGRF-12) yang
diunduh dari kalkulator geomagnet di website NOAA yang
diakses melalui http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-
web/?model=igrf#igrfgrid. Data deklinasi model IGRF
merupakan model tahunan, sehingga pada penelitian ini hanya
diambil satu sampel data yakni pada 1 Januari pukul 10.00
Universal Time Coordinated (UTC) setiap tahunnya.
Generasi IGRF-12 adalah rilisan The International Association
of geomagnetism dan Aeronomy (IAGA) yang merupakan
versi terbaru dari deskripsi matematis standar medan magnet
utama bumi yang digunakan secara luas dalam studi interior
bumi, kerak, ionosfer, dan magnetosfer. Data generasi ini
berlaku untuk medan magnet utama bumi untuk periode 1900
- 2015 dan model prediksi linear variasi sekuler untuk periode
2015 - 2020. IGRF adalah produk dari upaya kolaborasi antara
pemodel medan magnet dan lembaga yang terlibat dalam
mengumpulkan dan menyebarluaskan data medan magnet dari
satelit dan stasiun pengamatan di seluruh dunia. IGRF
merupakan rangkaian model matematis medan magnet bumi
dan variasi sekuler. Setiap model terdiri dari satu set koefisien
Gambar 2-1: Peta deklinasi (D) wilayah Sumatra tahun
harmonis bola (Gauss), m dan n, dalam serangkaian potensial
1915 perbesaran 10 kali.
medan magnet (V). Formula matematis medan potensial
magnet V adalah sebagai berikut:
Untuk melihat terjadinya perubahan pola sudut deklinasi
𝑎𝑎 𝑛𝑛+1 φ sebelum terjadinya gempa bumi signifikan, digunakan data
𝑛𝑛
V= 𝑎𝑎 ∑𝑁𝑁
𝑛𝑛=1 ∑𝑚𝑚=0 � � �𝑔𝑔𝑛𝑛𝑚𝑚 cos 𝑚𝑚 + deklinasi beberapa tahun sebelum dan sesudah terjadinya
𝑦𝑦
gempa bumi. Sebagai studi kasus digunakan 2 kejadian gempa
ℎ𝑛𝑛𝑚𝑚 sin 𝑚𝑚
φ � 𝑃𝑃𝑚𝑚 (cos 𝜃𝜃) ...(2.1) bumi pada Tabel 2-1 dengan magnitudo M≥ 7,0 dalam rentang
𝑛𝑛
waktu dan lokasi penelitian. Data gempa bumi didapatkan dari
Dengan r adalah radius Bumi (6371,2 km), a adalah jarak dari katalog USGS yang terjadi pada rentang waktu dan koordinat
penelitian. Katalog USGS dapat diakses melalui
pusat bumi,
φ adalah bujur timur dari Greenwich, θ adalah http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search/.
gm hm Pm
lintang, n dan n adalah koefisien harmonik bola, dan n Grafik pola deklinasi anomali yang ditinjau terkait gempa
cosθ adalah fungsi Legendre. Koefisien g dan h didasarkan signifikan adalah pada grid dengan lokasi terdekat dengan
pada pengukuran magnet yang dilakukan oleh satelit dan di episenter gempa bumi. Grafik pembanding yang difungsikan
permukaan bumi. Secara umum, model IGRF dan World sebagai pola deklinasi normal atau tidak terdapat kejadian
Magnet Model (WMM) memiliki keakuratan dalam 30 menit gempa bumi signifikan diambil dari dua titik grid. Titik grid
busur untuk komponen deklinasi (D) dan Inklinasi (I), dan pembanding ditunjukkan pada Gambar 3-3.
sekitar 200 nT untuk elemen intensitas. Tabel 2-1: Gempa signifikan fokus penelitian.
Studi literatur dilakukan dalam penelitian ini sebagai Kedalaman Magni-
gambaran menyeluruh terhadap penelitian ini. Studi kuantitatif Waktu Lintang Bujur Tipe
(km) tudo
dilakukan dengan menggunakan nilai komponen deklinasi
2004-12-26 3,295 95,982 30 9 Mwc
sebenarnya. Sedangkan untuk memudahkan dalam melakukan
studi kualitatif, maka pemetaan dilakukan 10 kali perbesaran 2008-02-25 -2,486 99,972 25 7,2 Mwc
sudut deklinasi. Pemetaan nilai deklinasi tiap grid
menggunakan data medan magnet komponen X dan komponen
Y dalam satuan nano Tesla (nT) dari model IGRF-12 yang
diperoleh dengan program Generic Mapping Tools (GMT)
52
Sagala dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Berdasarkan Perubahan Pola …
3. HASIL DAN PEMBAHASAN ini juga dapat dikaitkan dengan koordinat titik acuan yang
terletak pada satu lempeng tektonik Indo-Australia.
Dari data 100 tahun (1915-2014) deklinasi wilayah
Sumatra menunjukkan arah nilai deklinasi di tiap grid
bervariasi setiap tahunnya. Nilai rata-rata perubahan deklinasi
sekitar 0,03 derajat per tahun dengan nilai deklinasi berkisar
antara -2,7470 hingga +1,2740. Nilai deklinasi positif (timur)
terbesar pada koordinat 00 LU dan 1050 BT tahun 1945 dan
nilai deklinasi negatif (barat) terbesar terdapat pada -50 LU dan
950 BT tahun 1930.
4. KESIMPULAN
Dari hasil analisis nilai deklinasi selama 100 tahun didapat
nilai deklinasi wilayah Sumatra yang bervariasi terhadap lokasi
dan waktu dengan nilai rata-rata perubahan sekitar 0,03 derajat
per tahun. Pergerakan deklinasi tersebut memiliki
kecenderungan ke arah timur. Pergerakan arus konveksi di
Gambar 3-4: Grafik perbandingan pola variasi deklinasi titik sebelah barat Sumatra yang menggerakkan lempeng Indo-
A (declination anomaly) dan titik A’ (declination normal) Australia ke arah timur menunjam ke lempeng Eurasia
kemungkinan mempengaruhi secara langsung nilai komponen
Gempa bumi berkekuatan Mw 9 yang terjadi di Aceh dan deklinasi wilayah Sumatra yang selama 100 tahun memiliki
mengakibatkan tsunami memiliki episenter 3,30° LU dan kencenderungan deklinasi bergerak ke arah timur.
95,99° BT kedalaman 30 km tanggal 26 Desember 2004. Pada Normalnya apabila lokasi kutub magnet berpindah terhadap
Gambar 3-4 pola deklinasi terdekat dengan episenter yang waktu maka seharusnya setiap titik di permukaan bumi
ditinjau berada pada 3° LU dan 96° BT (titik A). Pola deklinasi memiliki nilai deklinasi yang secara konsisten mengikuti
normal yang dipakai sebagai acuan pembanding terletak pada pergerakan kutub magnet. Namun dari hasil analisis data
3° LU dan 100° BT (titik A’). Grafik tersebut menunjukkan tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan
adanya perubahan pola yang signifikan yang dimulai tahun pergerakan deklinasi yang berlawanan arah antara dua titik
2000 dengan adanya pergerakan deklinasi pada titik A yang terletak pada lempeng tektonik yang berbeda. Hal ini
cenderung terkunci atau perubahan deklinasinya sangat kecil mungkin dipengaruhi tatanan tektonik lokal yang
hingga tahun 2010. mempengaruhi langsung gaya-gaya magnet daerah penelitian.
Pola deklinasi berlawanan timur-barat pada dua titik di
lempeng berbeda untuk wilayah Sumatra menunjukkan
kecenderungan terhadap gempa. Perubahan nilai deklinasi
yang signifikan terlihat beberapa tahun sebelum dan sesudah
terjadi gempa bumi signifikan melalui perubahan pola
deklinasi yang terkunci atau melambat dan arah deklinasi pada
kedua titik yang berlawanan.
54
Sagala dan Ahadi / Analisis Peristiwa Gempa Bumi di Wilayah Sumatra Berdasarkan Perubahan Pola …
DAFTAR RUJUKAN
Barber, A.J., Crow, M.J. & MmSOM, J.S. (eds). 2005.
Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution.
Geological Society, London, Memoirs, 31.
Bloxham, J., Gubbins, D., dan Jackson, A .1989. Geomagnet
secular variation. Phil. Trans. R. Soc. Lond. A, 329: 415-502.
Bullard, E. C 1949. The Magnetic field within the Earth.
Proceedings of the Royal Society of London A, 197:433-463.
Bullard, E. C., Freedman, C., Gellman, H., dan Nixon, J. 1950.
The westward drift of Earth's magnet field. Phil. Trans. R. Soc.
Lond. A, 243: 67-92.
Elsasser, W. M. 1947. Physics Review 72, 821.
Halley, E .1962. On the cause of the change in the variation of
the magnet needle, with a hypothesis of the structure of the
internal parts of the Earth. Phil. Trans. R. Soc. Lond., 17: 470-
478.
Jackson, A., Jonkers, A. R. T., dan Walker, M. R . 2000. Four
centuries of geomagnet secular variation from historical
records. Phil. Trans. R. Soc. Lond. A, 358: 957-990.
Jacobs, J. A (1994). Reversals of the Earth's magnet field.
Cambridge University Press, 2nd edition.
Prawirodirdjo, L., R. McCaffrey, C. D. Chadwell, Y. Bock, dan
C. Subarya. 2010. Geodetic observations of an earthquake
cycle at the Sumatra subduction zone: Role of interseismic
strain segmentation, J. Geophys. Res., 115, B03414,
doi:10.1029/2008JB006139.
Purwana, I. 2009. Geodinamika. Jakarta: Akademi
Meteorologi dan Geofisika.
Wardinski, I. 2005. Core flow models from decadal and sub-
decadal secular variation of the main geomagnet field. Ph.D.
Thesis, Der Freien University at Berlin.
Zubaidah, T. 2010. Spasio-temporal characteristics of the
geomagnet field over the Lombok Island, the Lesser Sunda
Islands region: New geological, tectonic, and seismo-
electromagnet insights along the Sunda-Banda Arcs transition,
GeoForschungsZentrum, Postdam.
International Geomagnetic Reference Field,
http://www.ngdc.noaa.gov/IAGA/vmod/igrf.html (diakses 17
Agustus 2015).
http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-web/?model=igrf#igrfgrid
http://earthquake.usgs.gov/earthquakes/search
55
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
INFO ABSTRAK/ABSTRACT
1. PENDAHULUAN
Pulau Jawa merupakan bagian dari busur vulkanik yang lempeng samudera Indo-Australia di bawah lempeng kontinen
terletak di kepulauan Indonesia pada batas selatan lempeng Eurasia yang relatif diam, dan diperkirakan kecepatan
Eurasia. Sebagai salah satu kepulauan yang berada di batas pergerakannya 6 cm/tahun dengan arah mendekati normal
lempeng Eurasia, kondisi geologi Pulau Jawa sangat terhadap palung (Gambar 1-1). Lempeng Indo-Australia
dipengaruhi oleh proses subduksi (Clements et al, 2009). menunjam dengan kedalaman berkisar 100-200 km di bawah
Tektonik Pulau Jawa didominasi oleh tunjaman ke utara pulau Jawa dan sekitar 600 km di utara Jawa. Akibat dari proses
56
Perdana dan Ahadi / Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan…
subduksi yang begitu dinamis dari waktu ke waktu terjadilah bahwa besar dan arah kuat medan geomagnet tidak konstan
perubahan berbagai pola struktur dan tektonik Pulau Jawa terhadap waktu. Perubahan kuat medan magnet dalam periode
(Nurdiyanto, 2010). Di Pulau Jawa dan sekitarnya ditemui tiga antara 1 tahun dan 105 tahun disebut variasi sekular. Terjadinya
arah atau pola struktur dan tektonik yaitu pola Selat Sunda yang variasi sekular ini adalah akibat posisi kutub geomagnet yang
berarah utara - selatan, pola Meratus yang berarah timur laut – berpindah-pindah (Lowrie, 2007). Selain posisi kutub
barat daya, dan pola Jawa yang berarah barat – timur. Pola Selat magnetik yang selalu berpindah, medan magnetik bumi juga
Sunda dan Meratus dihasilkan oleh tektonik pra-Tersier yang melemah hingga 10% sejak abad XIX. Berdasarkan rekaman
kemudian mengalami reaktivasi pada kegiatan-kegiatan paleomagnet medan magnet bumi memang dapat menguat dan
tektonik yang lebih muda. Pola Jawa diakibatkan oleh tektonik melemah secara bergantian (Purwana, 2010). Pada lempeng
Neogen dan merupakan pola yang paling berkembang di Pulau yang sama pola variasi sekular sangat identik. Namun pada
Jawa (Bachri, 2014). lempeng yang berbeda pola variasi sekular sangat berbeda.
Perbedaan tersebut merefleksikan ukuran sumber medan
geomagnet nondipol dalam inti bumi. Sudut antara utara
magnet dengan utara geografis disebut sebagai deklinasi
magnetik. Variasi sekular medan magnetik menyebabkan
deklinasi berubah terhadap waktu.
Melalui penelitian ini penulis akan menganalisis secara
kualitatif ada tidaknya keterkaitan antara terjadinya gempa
bumi signifikan terhadap variasi sekular. Variasi sekular yang
ditinjau pada penelitian ini adalah arah komponen horizontal
magnet bumi yang direpresentasikan oleh sudut deklinasi.
Penyimpangan pola pergerakan sudut deklinasi sebelum
terjadinya gempa bumi signifikanlah yang menjadi fokus pada
penelitian ini.
Gambar 1-1: Tektonik dan batas lempeng di Indonesia. Anak
panah menunjukkan arah pergerakan lempeng, segitiga 2. DATA DAN METODOLOGI
menunjukkan gunung api aktif (sumber : Kawata, 2004). Penelitian ini diawali dengan membagi rentang koordinat
Pulau Jawa dalam beberapa grid. Jarak masing-masing grid
Tektonik Neogen memiliki pengaruh dominan terhadap yang digunakan adalah 1o. Data sudut deklinasi diperoleh dari
fisiografi Pulau Jawa. Akibat aktivitas tektonik Neogen ini model International Geomagnetic Reference Field (IGRF)
pada Pulau Jawa terbentuk pola struktur. Struktur yang yang didownload dari geomagnetic calculator dari situs
terbentuk dominan berarah barat – timur seperti lajur sesar National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)
Baribis – Kendeng menerus sampai di utara Flores. Terbentuk yang diakses melalui http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-
pula sesar-sesar naik, dan lajur lipatan misalnya dapat ditemui web/?model=igrf#igrfgrid. Data deklinasi model IGRF yang
di daerah Rembang. Di Laut Jawa ditemui pola dominan diperoleh pada situs tersebut hanya berubah terhadap tahun,
berarah timur laut – barat daya yang menerus hingga tidak berubah terhadap jam, tanggal, atau bulan di tahun yang
Kalimantan bagian selatan, khususnya beberapa kesejajaran sama. Oleh karena itu, pada masing-masing tahun hanya
palung atau cekungan serta tinggian yang merupakan produk diambil satu sampel data yakni pada 1 Januari pukul 00.00
dari aktivitas pra-Tersier. Pada pola tektonik Selat Sunda dapat UTC setiap tahunnya.
ditemui sesar mendatar menganan dan cekungan Sunda di
sebelah utara – selatan yang diduga sebagai akibat dari Untuk melihat terjadinya perubahan pola sudut deklinasi
reaktivasi batuan tua kerak benua dan kraton sunda oleh sebelum terjadinya gempa bumi signifikan, digunakan data
dorongan gaya kompresi yang bersumber dari aktivitas masa deklinasi 10 tahun sebelum dan sesudah terjadinya gempa
kini (Bachri, 2014). bumi. Gempa bumi signifikan yang dimaksud adalah gempa
bumi dengan kekuatan minimal M 7,0. Data gempa bumi
Konsekuensi terhadap aktivitas subduksi, struktur, dan sesar didapatkan dari katalog USGS (U.S. Geological Survei) dengan
tersebut mengakibatkan terjadinya kegempaan yang tinggi dan memilih magnitudo minimum M 7,0 yang terjadi pada rentang
lebih dari 20 gunung api aktif di wilayah Jawa. Seismisitas atau koordinat penelitian dalam kurun waktu 1915 hingga 2014.
kegempaan di wilayah Jawa dapat dibagi atas dua kelompok Katalog USGS diakses melalui http://earthquake.usgs.gov/
utama, yakni kegempaan lajur tunjaman selatan Jawa dan earthquakes/search. Dari katalog tersebut dipilih 5 gempa bumi
kegempaan lajur sesar aktif Jawa. Gempa bumi lajur tunjaman signifikan untuk wilayah penelitian sebagaimana ditampilkan
Jawa dijumpai berkedalaman dangkal hingga dalam (0 - 400 pada Tabel 2-1. Jenis magnitudo gempa bumi yang disajikan
km) dan umumnya tercatat berkekuatan lebih dari M 4,0. oleh USGS adalah Mw dan Mwc. Mw adalah magnitudo yang
Gempa bumi berkekuatan besar di wilayah Jawa ini dapat didasarkan atas momen seismik (Mo) dari spektrum
mencapai M 8,5, terutama di Jawa bagian barat. Sedangkan perpindahan sinyal gempa bumi pada domain waktu.
yang berkekuatan M 5-6 sering terjadi di wilayah Jawa bagian Sedangkan Mwc adalah magnitudo momen dengan momen
selatan (Nurdiyanto, 2010). seismiknya diperoleh dari perhitungan Global Centroid
Studi tentang kemagnetan bumi memberikan kontribusi yang Moment Tensor Project (Bormann, 2012). Posisi masing-
penting terhadap rekonstruksi pergerakan tektonik lokal dan masing gempa seperti pada peta Gambar 2-1.
regional. Berdasarkan studi kemagnetan didapatkan fakta
57
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
Gambar 3-1: pola deklinasi rata-rata Pulau Jawa antara tahun 1915 hingga tahun 2015.
58
Perdana dan Ahadi / Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan…
Gempa bumi 11 September 1921 dan 10 September 1926 pukul 04:01:44 UTC juga terjadi gempa bumi dengan kekuatan
Mw 7,6 dengan posisi episentrum 10,08o LS – 110,63o BT dan
Gempa bumi berkekuatan Mw 7,1 dengan posisi episentrum
kedalaman 15 km. Posisi episentrum kedua gempa bumi ini
9,16o LS – 110,62o BT dan kedalaman 35 km, terjadi pada 10
cukup dekat, yakni kurang dari 1o dengan kedalaman yang
September 1926 pukul 10:34:27 UTC. Grafik pola deklinasi
dangkal.
terdekat dengan episentrum yang ditinjau berada pada 9o LS –
110o BT. Grafik pola deklinasi normal yang dipakai sebagai Pada Gambar 3-2a tampak terjadinya perubahan pola deklinasi
acuan pembanding terletak pada 5o LS – 110o BT dan 9o LS – dekat episentrum sejak satu tahun menjelang terjadinya gempa
114o BT. Gambar 3-2a menunjukkan perbandingan antara pola bumi 11 September 1921. Sedangkan pada Gambar 3-2b
deklinasi di dekat episentrum dengan pola deklinasi normal tampak peningkatan nilai deklinasi secara perlahan terjadi pada
pada titik acuan bujur yang sama dengan episentrum. Gambar titik dekat episentrum tiga tahun sebelum gempa bumi 11
3-2b menunjukkan perbandingan antara pola deklinasi di dekat September 1921 dan empat tahun setelah gempa bumi 10
episentrum dengan pola deklinasi normal pada titik acuan September 1926.
lintang yang sama dengan episentrum. Sebelum terjadinya
gempa bumi 10 September 1926, pada 11 September 1921
Gambar 3-2: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian gempa
bumi 11 September 1921 dan 10 September 1926 masing-masing ditunjukkan oleh panah
hitam dan hijau.
kurva deklinasi di dekat episentrum mengalami perbedaan
Gempa bumi 2 Juni 1994
pola dengan kurva acuan normal berdasarkan bujur. Nilai
Gempa bumi berkekuatan Mw 7,8 dengan posisi deklinasi di dekat episentrum cenderung menurun sejak tiga
episentrum 10,48o LS – 112,84o BT dan kedalaman 18,4 km, tahun sebelum gempa bumi terjadi. Pada Gambar 3-3b
terjadi pada 2 Juni 1994 pukul 18:17:34,02 UTC. Gempa bumi penurunan pola deklinasi di dekat episentrum terhadap pola
ini membangkitkan tsunami dengan run-up maksimum 19,1 m normal berdasarkan lintang tampak lebih jelas. Penurunan
di daerah Banyuwangi (Diposaptono, 2008). Grafik pola deklinasi secara drastis terjadi sejak tiga tahun sebelum gempa
deklinasi terdekat dengan episentrum yang ditinjau berada bumi.
pada 10o LS – 113o BT. Grafik pola deklinasi normal yang
digunakan sebagai acuan pembanding terletak pada 5o LS –
113o BT dan 10o LS – 105o BT. Pada Gambar 3-3a terlihat
59
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
Gambar 3-3: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian
gempa bumi 2 Juni 1994 ditunjukkan oleh panah hitam.
dan kurva deklinasi normal berdasarkan bujur menunjukkan
Gempa bumi 17 Juli 2006
pola yang sama. Tidak teramati adanya perubahan pola
Gempa bumi berkekuatan Mwc 7,7 dengan posisi deklinasi sebelum dan sesudah terjadinya gempa bumi. Namun
episentrum 9,28o LS – 107,42o BT dan kedalaman 20 km, pada Gambar 3-4b tampak kurva nilai deklinasi di dekat
terjadi pada 17 Juli 2006 pukul 08:19:26,68 UTC. Gempa bumi episentrum mengalami perbedaan pola dengan kurva normal
ini membangkitkan tsunami dengan run-up maksimum 7,6 m berdasarkan lintang sejak satu tahun sebelum gempa bumi
di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta terjadi. Tampak kurva deklinasi dekat episentrum justru
(Diposaptono, 2008). Grafik pola deklinasi terdekat dengan semakin meningkat ketika kurva deklinasi normal menurun.
episentrum yang ditinjau berada pada 9o LS – 107o BT. Grafik
pola deklinasi normal yang dipakai sebagai acuan pembanding
terletak pada 5o LS – 107o BT dan 9o LS – 115o BT. Terlihat
pada Gambar 3-4a antara kurva deklinasi di dekat episentrum
Gambar 3-4: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian
gempa bumi 17 Juli 2006 ditunjukkan oleh panah hitam.
60
Perdana dan Ahadi / Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan…
Gambar 3-5: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian
gempa bumi 8 Agustus 2007 ditunjukkan oleh panah hitam.
Gempa bumi 2 September 2009 dekat episentrum tidak menunjukkan penyimpangan pola
terhadap kurva deklinasi acuan normal berdasarkan bujur.
Gempa bumi berkekuatan Mwc 7,0 dengan posisi
Tidak teramati adanya perubahan pola deklinasi sebelum dan
episentrum 7,78o LS – 107,30o BT dan kedalaman 46 km,
sesudah terjadinya gempa bumi. Namun pada Gambar 3-6b
terjadi pada 2 September 2009 pukul 07:55:01,05 UTC. Grafik
tampak kurva deklinasi di dekat episentrum mengalami
pola deklinasi terdekat dengan episentrum yang ditinjau
perbedaan pola dengan kurva deklinasi acuan normal
berada pada 8o LS – 107o BT. Grafik pola deklinasi normal
berdasarkan lintang sejak empat tahun sebelum gempa bumi
yang dipakai sebagai acuan pembanding terletak pada 5o LS –
terjadi. Grafik deklinasi dekat episentrum cenderung konstan
107o BT dan 8o LS – 115o BT. Seperti halnya pada gempa bumi
ketika grafik deklinasi mengalami penurunan yang signifikan.
17 Juli 2006, pada Gambar 3-6a didapatkan kurva deklinasi di
61
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
Gambar 3-5: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal. Kejadian
gempa bumi 8 Agustus 2007 ditunjukkan oleh panah hitam.
dekat episentrum tidak menunjukkan penyimpangan pola
Gempa bumi 2 September 2009
terhadap kurva deklinasi acuan normal berdasarkan bujur.
Gempa bumi berkekuatan Mwc 7,0 dengan posisi Tidak teramati adanya perubahan pola deklinasi sebelum dan
episentrum 7,78o LS – 107,30o BT dan kedalaman 46 km, sesudah terjadinya gempa bumi. Namun pada Gambar 3-6b
terjadi pada 2 September 2009 pukul 07:55:01,05 UTC. Grafik tampak kurva deklinasi di dekat episentrum mengalami
pola deklinasi terdekat dengan episentrum yang ditinjau perbedaan pola dengan kurva deklinasi acuan normal
berada pada 8o LS – 107o BT. Grafik pola deklinasi normal berdasarkan lintang sejak empat tahun sebelum gempa bumi
yang dipakai sebagai acuan pembanding terletak pada 5o LS – terjadi. Grafik deklinasi dekat episentrum cenderung konstan
107o BT dan 8o LS – 115o BT. Seperti halnya pada gempa bumi ketika grafik deklinasi mengalami penurunan yang signifikan.
17 Juli 2006, pada Gambar 3-6a didapatkan kurva deklinasi di
Gambar 3-6: Pola deklinasi dekat episentrum dan pola deklinasi normal.
Kejadian gempa bumi 2 September 2009 ditunjukkan oleh panah hitam.
62
Perdana dan Ahadi / Analisis Gempa Bumi Signifikan (M>7,0) di Wilayah Jawa Berdasarkan Perubahan…
Perubahan pola deklinasi sebelum gempa bumi deklinasi sebelum gempa bumi dapat berasosiasi dengan tahap
persiapan dan pelepasan energi gempa bumi. Penyimpangan
Berdasarkan analisis pada data deklinasi sebelum dan
pola deklinasi tersebut muncul hingga 10 tahun setelah gempa
sesudah terjadinya enam gempa bumi signifikan di wilayah
bumi terjadi. Penyimpangan pola deklinasi dapat dideteksi
Jawa (Gambar 2-1), tampak bahwa grafik perbandingan pola
menggunakan acuan pada suatu titik yang berlokasi di lintang
deklinasi berdasarkan lintang lebih dapat menunjukkan
yang sama dengan lintang episentrum dan terbebas dari
terjadinya penyimpangan nilai deklinasi daripada grafik
pengaruh kegempaan. Penyimpangan pola deklinasi cenderung
perbandingan berdasarkan bujur. Hal ini menunjukkan bahwa
meningkat ketika kedalaman gempa bumi semakin besar.
perubahan nilai deklinasi dekat episentrum ketika gempa bumi
Penyimpangan pola deklinasi rata-rata pada gempa bumi
dalam tahap persiapan dan pelepasan energi dapat dideteksi
dangkal (kedalaman kurang dari 60 km) terjadi sebesar
dengan menggunakan acuan normal pada titik dengan lintang
0,207395o. Sedangkan pada gempa bumi menengah
yang sama dengan lintang episentrum dan terletak pada
(kedalaman antara 60 km hingga 300 km) terjadi sebesar
wilayah yang terbebas dari gangguan gempa bumi signifikan.
0,332694o.
Hal yang menarik tampak pada gempa bumi 17 Juli 2006, 8
Agustus 2007, dan 2 September 2009. Ketiga gempa bumi ini UCAPAN TERIMA KASIH
berada pada posisi bujur yang hampir sama yakni di sekitar
Terima kasih kami ucapkan kepada Pusat Sains Antariksa
107o BT. Penyimpangan pola deklinasi di dekat episentrum
LAPAN yang telah menyelenggarakan workshop Riset Medan
ketiga gempa bumi ini tampak semakin jelas dengan
Magnet Bumi dan Aplikasinya serta atas kesediaannya
meningkatnya kedalaman sumber gempa bumi. Gempa bumi 8
menelaah dan memuat makalah ini, kepada STMKG yang telah
Agustus 2007 yang memiliki kedalaman 280 km menunjukkan
menyediakan wadah diskusi dan konsultasi penelitian magnet
perubahan pola deklinasi dekat episentrum paling jelas,
bumi, kepada NOAA yang telah menyediakan data IGRF, dan
sebagaimana teramati pada Gambar 3-5b. Pada gempa bumi 17
kepada USGS yang telah menyediakan data gempa bumi.
Juli 2006 dan 2 September 2009 dengan kedalaman yang
dangkal yakni masing-masing 20 km dan 46 km, tampak
perubahan pola deklinasi terjadi hampir sama pada kedua DAFTAR RUJUKAN
gempa bumi tersebut sebagaimana teramati pada Gambar 3-4b Bachri, S., 2014, Pengaruh Tektonik Regional terhadap Pola
dan Gambar 3-6b. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pola Struktur dan Tektonik Pulau Jawa. Journal Geologi dan
deklinasi dekat episentrum meningkat seiring dengan Sumberdaya Mineral (JGSM) Vol. 15 N0.4, 215-221.
kedalaman sumber gempa bumi. Begitu pula yang terjadi pada
gempa bumi 11 September 1921 dan gempa bumi 10 Bormann, P. (Ed.), 2012, New Manual of Seismological
September 1926. Kedua gempa bumi ini terjadi pada lokasi Observatory Practice 2 (NMSOP-2), Potsdam: Deutsches
yang berdekatan yakni di sekitar bujur 110,6 BT dengan GeoForschungsZentrum GFZ.
kedalaman dangkal, masing-masing 15 km dan 35 km. Karena Clements, B., Hall, R., Smyth, H. R., dan Cottam, M.
lokasinya yang berdekatan, titik acuan normal dan titik dekat A., 2009, Thrusting of a Volcanic Arc: a New Structural Model
episentrum yang digunakan untuk mendeteksi penyimpangan for Java, Petroleum Geoscience, 15 (2). pp. 159-174.
pola pada gempa bumi 11 September 1921 berada pada lokasi
yang sama dengan gempa bumi 10 September 1926. Diposaptono, S., dan Budiman, 2008, Hidup Akrab dengan
Sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 3-2a, penyimpangan Gempa dan Tsunami. Bogor : Penerbit Buku Ilmiah Populer.
pola deklinasi yang terjadi tidak begitu signifikan. Selain Lowrie, W., 2007, Fundamentals of Geophysics (2nd
karena kedalamannya yang dangkal, faktor lain yang Edition), New York : Cambridge University Press.
memungkinkan terjadinya penyimpangan deklinasi tidak
signifikan adalah lokasi episentrum gempa bumi yang berada Mandea, Lühr, M. H., Korte, M., Balasis, G., Linthe, H. J.,
di dekat zona subduksi antara lempeng Eurasia dengan Hemant, K., Pulz, E., Ritter, P., Rother, M., Stolle, C.,
lempeng Indo-Australia (Gambar 2-1). Kedua episentrum Thébault, E., Wardinski, I., 2006, A comprehensive view of the
berada dalam lempeng Eurasia. Penunjaman pada zona Earth's magnetic field from ground and space observations,
subduksi selatan Pulau Jawa membentuk sudut menengah Potsdam : Zweijahresbericht GeoForschungsZentrum,
hingga curam (Bachri, 2014). Sifat sudut penunjaman ini 2004/2005, 63-76.
kemungkinan memberikan kontribusi pada kecilnya Nurdiyanto, B., 2010, Laporan Akhir Integrasi Pengamatan
penyimpangan pola deklinasi. Hal demikian juga tampak pada Parameter Geofisika dalam Usaha Prediktabilitas Gempa
Gambar 3-3b untuk gempa bumi 2 Juni 1994 yang terjadi di bumi, Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG.
dekat zona subduksi jika dibandingkan dengan penyimpangan
yang terjadi pada Gambar 3-5b untuk gempa bumi 8 Agustus Purwana, I., 2009, Geodinamika. Jakarta : Akademi
2007 yang berlokasi jauh dari zona subduksi. Meteorologi dan Geofisika.
Kawata, Y., 2004, Tsunamis in Indonesia. (Online)
4. KESIMPULAN http://www.drs.dpri.kyoto-u.ac.jp/eqtap/report/indonesia/
Terdapat penyimpangan pola sudut deklinasi di dekat tsunamis_in_indonesia/tsunamis_in_indonesia.htm. (diakses
episentrum sebelum dan sesudah terjadinya gempa bumi 26 Juli 2015).
signifikan. Penyimpangan pola deklinasi di dekat episentrum NOAA, 2015, Magnetic Field Calculators. (online)
tampak paling cepat 4 tahun dan paling lambat 1 tahun sebelum http://www.ngdc.noaa.gov/geomag-web/?model=igrf#
terjadinya gempa bumi. Terjadinya penyimpangan pola igrfgrid. (diakses 2 Juli 2015).
63
Prosiding Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya, ISBN : 978-979-1458-97-9
vi
43 Ratri, Aldila Damayanti Purnama STMKG
44 Ruhimat, Mamat, Drs., M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
45 Sagala, Ricardo Alfencius STMKG
46 Saifudin, Muhammad Arif, S.T. Pusat Teknologi Satelit, LAPAN
47 Santoso, Anwar, M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
48 Santoso, Nono Agus Jurusan Teknik Geofisika, ITB
49 Sari, Indriana Lucky, S.Si, M.T Stasiun Geofisika Kelas 1 Bandung
50 Setiawan, Ahmad Pusat Survei Geologi, ESDM
51 Silalahi, Imelda Rosalia, Ir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
52 Subekti, Agus, S.T Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
53 Sucipto, S.A.B Pusat Sains Antariksa, LAPAN
54 Sudarwono Pusat Survei Geologi, ESDM
55 Suhermanto, Ir., M.T Pusat Teknologi Satelit, LAPAN
56 Vita, Aprilia N. STMKG
57 Wellyanita, Visca, M.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
58 Winarko, Anton, S.Si Pusat Sains Antariksa, LAPAN
59 Woropalupi, Niken STMKG
60 Wulandari, Tri STMKG
61 Yatini, Clara Yono, Dra., M.Sc Pusat Sains Antariksa, LAPAN
62 Zubaidah, Tety Dr. rer. nat, M.Sc Fakultas Teknik Universitas Mataram
vii
viii