Anda di halaman 1dari 19

Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

ASPAL/Bitumen
I.1. Pengertian

Menurut ASTM D8 Aspal adalah suatu bahan berbentuk padat atau setengah
padat berwarna hitam sampai coklat gelap, bersifat perekat yang akan melembek dan
meleleh bila dipanasi, tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang
kesemuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau dari hasil
pemurnian minyak bumi atau merupakan campuran dari bahan bitumen dengan
minyak bumi atau derivatnya.
Menurut The Asphalt Institute ( bitumen ) adalah suatu campuran dari
senyawa-senyawa hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari suatu proses
pemanasan atau berasal dari kedua proses tersebut, kadang-kadang disertai dengan
derivatnya yang bersifat non logam yang dapat bersifat gas, cairan, setengah padat
atau padat yang campuran itu dapat larut dalam karbondisulfida ( CS2 ).
Jadi aspal dapat didefinisikan sebagai campuran yang terdiri dari bitumen dan
mineral, yang banyak digunakan pada konstruksi lapisan perkerasan lentur ( flexible
pavement ) jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat
karena mempunyai daya lekat yang kuat, sifat adhesive, kedap air dan mudah
dikerjakan.

1.1. 1 Didapatnya Aspal


Aspal digunakan sejak ribuan tahun yang lalu di Mesopotamia, Siria dan
Mesir. Jenis aspal yang dipakai itu dari jenis yang langsung terdapat di alam berupa
batuan aspal atau dari minyak bumi yang keluar di permukaan lalu menguap
minyaknya dan mengeras.
Disamping endapan-endapan yang terdapat dipermukaan bumi itu terdapat
juga endapan aspal yang ada dalam batuan, biasanya batuan kapur yang disebut batu
aspal. Penggunaan batu aspal ini dapat secara langsung dengan menghamparkan
batuan itu di atas jalan lalu digilas. Jenis ini di Indonesia terdapat di Pulau Buton dan
disebut dengan aspal buton dengan kadar bitumen murni 10% - 35% sisanya adalah
butiran halus yang sebagian besar adalah partikel batu kapur.

Bahan Bangunan II 1
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

Aspal alam ( AsButon ) banyak digunakan untuk pelapisan konstruksi


perkerasan, dimana yang sudah banyak digunakan adalah Lasbutag (lapisan asbuton
agregat) dan Latasbum (lapisan asbuton murni).
Aspal yang banyak pada saat ini adalah sebagian besar merupakan bahan hasil
tambang dari penyulingan minyak bumi. Minyak mentah yang dikeluarkan dari bumi
ini dipanaskan pada suhu ± 290ºC, kemudian didinginkan secara bertingkat didapat
beberapa jenis minyak, sisa endapannya disebut Residu contohnya aspal. Aspal hasil
penyulingan minyak bumi yang kadar paraffinnya rendah disebut dengan “Paraffin
base crude oil”. Minyak bumi banyak mengadung gugusan aromat dan alkalis
sehingga kadar aspalnya tinggi dan kadar paraffinnya rendah. Aspal buatan terdiri dari
berbagai bentuk yaitu, bentuk padat, cair dan emulsi.

I.2. Pembagian Jenis atau Klasifikasi Aspal


1.2.1. Blown Asphalt
Blown asphalt adalah aspal yang dibuat dengan cara menghembuskan udara
ke dalam bejana yang berisi aspal panas dengan suhu ± 260ºC, akibat dari itu terjadi
peristiwa polimerisasi sehingga akan menghasilkan jenis aspal yang lebih keras/berat.
Aspal ini lebih tahan terhadap pengaruh perubahan suhu dan pemakaiannya
untuk tujuan yang tertentu (tidak untuk aspal jalan) pada umumnya jenis ini biasanya
dipakai untuk penutup atap atau bahan genteng aspal, kotak baterai, atau sebagai
bahan perapat air. Disamping itu dipakai juga secara luas sebagai pengisi celah
sambungan pada jalan beton.
Jenis yang diproses dengan katalis, biasanya bersifat lebih kenyal hampir
seperti karet dan biasanya dipakai sebagai pelapis saluran air.

1.2.2. Semen Aspal ( Asphalt cement )


Semen aspal, biasanya disingkat dengan tanda AC, adalah jenis aspal yang
cocok untuk dipakai sebagai bahan pelapis jalan (paving asphalt). Jenis ini biasanya
memiliki angka penetrasi antara 40 s.d 300 (harga penetrasi maksimum), oleh karena
itu dalam perdagangan, aspal jenis ini diberi tanda dengan AC (asphalt Cement)
diikuti dengan angka yang menujukkan penetrasinya, yaitu misalnya AC 70/80 berarti
asphalt cement dengan angka penetrasi unit (unit penetrasi = 0,1 mm masuknya jarum
penetrasi pada suhu 25ºC).

Bahan Bangunan II 2
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

1.2.3. Aspal Cair/larutan


Aspal cair adalah aspal keras yang dibuat dari asphalt cement yang dicampur
lagi pelarut, bahan pencair dari minyak bumi juga yang mudah menguap, sehingga
bila diudara terbuka aspal ini akan mengeras karena menguapnya bahan pelarutnya.
Karena itu jenis aspal ini disebut juga CUT-BACK Asphalt. Jenis aspal ini tergantung
dari jenis pengencer yang digunakan untuk mencampur aspal keras tersebut. Jenis –
jenis aspal cair antara lain :
Aspal RC (Rapid Curing)
Merupakan aspal cair yang cepat mengeras yang merupakan jenis aspal yang
akan dengan cepat mengendap, merupakan aspal keras yang dicampur dengan
bensin.
Aspal MC (Medium Curing)
Merupakan jenis aspal yang akan mengendap dalam waktu sedang,
merupakan aspal keras yang dicampur dengan minyak tanah (kerosin).
Aspal SC (Slow Curing Asphalt)
Merupakan jenis aspal yang akan dengan lambat mengendap, merupakan
aspal keras yang dicampur dengan residu dari pengilangan pertama. Jenis SC
ini disebut juga sebagai Road Oil, sebab bentuknya menyerupai minyak berat
dan mengeringnyaa juga lambat. Penandaan pada jenis aspal CUTBACK ini,
dengan huruf singkatan dari jenisnya, diikuti dengan angka viskositet
kinematiknya, yaitu misalnya jenis aspal Rapid Curing, dengan didahului
huruf RC, diikuti angka viskositet misalnya 3000, menjadi RC-3000 yang
artinya, rapid curing asphalt dengan viskositet kinematik 3000.
Penentuan viskositas kinematik ini ditentukan dengan tabung gelas yang
disebut ”Zeitfuchc cross-arm viscometer” pada suhu 275ºF atau kurang lebih
135ºC. Untuk jenis RC, MC dan SC, terdapat angkan viskositas yang sama,
yang berarti bahwa kekentalan dari jenis yang sama angkanya itu pada suhu
tersebutn harus sama. Meskipun angkan viskositasnya sama, tidak berarti
bahwa bahan tersebut dibuat dari asphalt cement yang sama.
Untuk membuat SC, dapat dari bahan-bahan tersebut diatas, tetapi minyak
pelarutnya dari jenis yang mudah menguap.

Bahan Bangunan II 3
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

Aspal cair yang digunakan untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan dan


mempersingkat waktu pelaksanaan karena dengan kecairannya aspal akan lebih
mudah mengalir diantara batuan dan menyelimutinya untuk menghasilkan ikatan
antara batu-aspal. Aspal cair dapat digunakan seperti halnya aspal padat.

1.2.4. Aspal Emulsi


Aspal emulsi merupakan aspal cair yang lebih cair dari aspal cair umumnya
dan mempunyai sifat dapat menembus pori-pori halus dalam batuan yang tidak dapat
dilalui oleh aspal cair biasa. Aspal emulsi terdiri dari butir-butir aspal halus dalam air
yang diberikan muatan listrik, sehingga butir-butir aspal tersebut tidak bersatu dan
tetap berada pada jarak yang sama. Karena adanya perbedaan muatan listrik yang
diberikan, maka aspal emulsi dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu :
 Aspal emulsi anionik : aspal emulsi yang diberikan muatan listrik
negatif, terdiri dari MS (labil), MS (agak labil), dan MS (stabil).
 Aspal emulsi kationik : aspal emulsi yang bermuatan listrik positif
sehingga baik untuk digunakan melapisi batuan netral dan alam seperti
batuan andesit. Terdiri dari, MSK (bekerja cepat), MSK (bekerja
kurang cepat), MSK (bekerja lambat).
 Aspal emulsi nonionik : aspal emulsi yang tidak bermuatan listrik,
karena tidak mengalami proses ionisasi.
Aspal emulsi dapat digunakan pada hampir semua kegunaan dari aspal padat
bahkan lebih luas dan dapat digunakan dimana tidak dapat digunakan aspal padat.
Secara umum aspal emulsi direncanakan untuk penggunaan spesifikasi, seperti :
Aspal emulsi RS (rapid setting) : direncanakan untuk bereaksi
secar cepat dengan agregat dan berubahnya emulsi ke aspal.
Aspal emulsi MS (medium setting) : direncanakan untuk
pencampuran dengan agregat kasar, karena jenis ini tidak akan
memecah jika berhubungan dengan agregat sehingga campuran ini
tetap dapat dihamparkan dalam beberapa menit.
Aspal emulsi SS (Slow setting) : direncanakan untuk
pencampuran dengan stabilitas maksimum. Digunakan dengan agregat
bergradasi padat dan mengandung kadar agregat halus yang tinggi.

Bahan Bangunan II 4
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

I.3. Ter Untuk Konstruksi Jalan


Ter untuk jalan dibuat dari hasil penyulingan ter kasar yang didapat dari hasil
pembuatan kokas atau penyulingan batu bara. Cara mendapatkan ter untuk jalan dari
ter kasar, juga hampir seperti cara membuat aspal yaitu dengan cara penyulingan
bertingkat, sehingga didapat 12 macam ter. Pembagian sampai 12 macam ini
didasarkan pada viskositetnya.masing-masing dibedakan dengan tanda RT-1 s.d RT-
12.
RT-1 adalah jenis ter yang terringan (encer) sedang RT-12 akan memiliki
kekerasan yang kurang lebih sama dengan penetrasi 200. disamping itu dibuat juga
Cut_back road tar, dengan mencampur ter dengan minyak ringan, tetapi jenis Cut-
back ter ini hanya ada 2 macam yaitu RTCB-5 dan RTCB-6. jenis cutback ini dibuat
dari ter RT-10, 11 atau 12, dicampur dengan minyak yang lebih ringan dari hasil
penyulingan.
Masing-masing macamnya dibedakan dengan tanda RT 1 s.d RT 12 dengan
penggunaannya sebagai berikut :
RT-1 adalah jenis yang terencer, dipakai terutama untuk penangkap debu atau
dust treatment. Sejenis ini adalah kreosot.
RT-2 dan -3, biasanya digunakan sebagai bahan penutup/ pelapis (laburan
permukaan).
RT-4 dapat dipakai untuk pelapis jalan atau laburan permukaan jalan.
RT-5, -6 dan -7 dipakai sebagai pelapis permukaan jalan dan campuran lapisan
permukaan.
RT-8 dan -9 dipakai sebagai pelapis permukaan, campuran untuk permukaan
jalan.
RT-10 dan -11 dipakai sama seperti RT-8 dan -9, ditambah untuk perbaikan-
perbaikan dalam campuran panas.
RT-12 dipakai untuk lapisan penetrasi macadam, ter beton dan perbaikan
dengan campuran panas.
Jenis RT-1 s.d RT-6 dan RTCB-5 dan 6, dipakai dalam suhu sampai kurang
lebih 65ºC sedang untuk RT-7 dan yang lebih tinggi, dapat dipakai untuk suhu yang
lebih tinggi. Jenis ter batu bara yang paling keras dan termasuk RT-12 adalah yang
disebut ”pek” atau ”pitch”.

Bahan Bangunan II 5
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

1.4. Sifat-Sifat Aspal


1.4.1. Sifat Kimia
Aspal merupakan suatu campuran antara terutama bitumen, serta mineral
lainnya, sehingga sifat paling menentukan didalam aspal adalah terutama sifat
bitumennya itu. Aspal merupakan suatu campuran koloid, dimana butir-butir yang
merupakan bagian yang padat disebut asphalthene yang berada didalam masa cair
yang disebut maltene. Maltene terdiri dari senyawa-senyawa basa nitrogen, acidaffin
satu, acidaffin dua dan parafin. Senyawa basa nitrogen merupakan jenis damar (resin)
yang reaktif sehingga dapat mendispersikan asphaltene.
Acidaffin satu, merupakan senyawa hydrokarbon yang juga bersifat damar
yang dapat melarutkan dispersi dari asphalthene, sedangkan acidaffin dua merupakan
senyawa hydrokarbon yang agak kurang jenuh yang juga dapat melarutkan dispersi
dari asphalthene. Parrafin merupakan senyawa hidrokarbon jenuh, yag berfungsi
sebagai penyebab terjadinya semacam gel bagi aspal. Senyawa-senyawa pembentuk
asphaltene dan maltene, terutama juga merupakan senyawa aromatis (dengan rantai
melingkar) dari naphtha, tercampur alkana. Perbedaan dari asphaltene dan maltene
ditinjau dari sifat senyawanya terutama ialah : senyawa hidrokarbon dalam
asphaltene, memiliki berat molekul yang tinggi yang memiliki perbandingan berat
antara C/H = 0.3 – 0.9.
Jadi dengan kata lain, dapat juga dimengertikan bahwa aspal merupakan suatu
bahan terbentuk dari senyawa hidrokarbon yang berbentuk suspensi koloidal dari
asphaltene didalam media minyak, dimana mengandung senyawa damar yang
mencegah terjadinya penggumpalan dari asphaltene itu sendiri.
Maka sifat-sifat dari bahan campuran yang ada didalam aspal atau bitumen itu
ialah :
Asphaltene merupakan bahan utama untuk memiliki sifat kekerasan.
Damar (resin) menyebabkan adanya sifat lekat serta liat (ductile).
Minyak menyebabkan sifat plastis sampai cair, sehingga aspal atau
bitumen memiliki sifat viskositet dan kelembekkan.
Berdasarkan hasil penelitian Roster dan White, perpaduan senyawa-senyawa
dalam maltene, ternyata penting bagi ketahanan lama terhadap sifat aspal sebagai
perekat. Dari penelitian itu dikenal suatu perbandingan yang disebut ”perbadingan

Bahan Bangunan II 6
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

distibusi maltene”, yaitu perbandingan antara jumlah senyawa basa nitrogen +


acidaffin 1, I dibagi jumlah paraffin + asidaffin 2.
Percobaan/ penelitian yang dibuat dengan :
2 bagian berat aspal semen
100 bagian berat pasir ottawa antara 20 s.d 30 mesh
Dicetak berbentuk pallet Ø 0.5 inci dan tinggi 0,4 inci dibentuk dengan tekanan
1000 psi, kemudian dibiarkan ½ jam lalu dimasukkan dalam bejana dan diputar
500 putaran.
Hasil kemudian ditimbang dan di hitung bagian berat yang hilang. Kemudian
diklasifikasikan :
Klas I. Bila tidak ada bagian yang hilang (aus)
Klas II. Kehilangan sebesar 0-10%
Klas III kehilangan sebesar 10-20%
Dan seterusnya sampai kelas 9, dengan angka penetrasi hilang dengan kenaikan 10%
semen aspal dengan memiliki Klas I sampai III dianggap cukup baik, sedang yang
masuk kelas 4 atau lebih dianggap kurang baik daya lekatnya. Hasil-hasil tersebut di
atas dihubungkan dengan angka perbandingan distribusi maltene , ternyata dapat
disimpulkan bahwa aspal semen dengan penetrasi 85-100 yang memiliki ketahanan
aus, baik mempunyai ratio-maltene distribusi = 1.14.
Kadar senyawa basa nitrogen kurang baik pengaruhnya didalam aspal atau
bitumen, kadar parrafin dan kadar karbon bebas juga berpengaruh terhadap sifat
aspalnya. Parrafin dalam aspal bila terlalu banyak akan mempengaruhi kepekaan
aspal terhadap suhu serta menurunkan daya lekat, (karena daya lekat adalah sifat adesi
dan kohesi). Bila sifat kohesi aspal kurang, maka sifat liat (ductile) juga berkurang,
sehingga kepekaan terhadap suhu meningkat, sehingga penetrasi indek (PI) turun.
Oleh karena itu kadar parrafin didalam aspal perlu dibatasi.

1.4.2. Sifat Fisis


Sifat fisis aspal yang terutama untuk dipakai dalam konstruksi jalan ialah :
a. Kepekatan (konsistensi)
b. Ketahanan lama atau ketahanan terhadap pelapukan oleh cuaca.
c. Derajat pengerasan
d. Ketahan terhadap pengaruh air

Bahan Bangunan II 7
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

Didalam praktek mutu dan kegunaan aspal, pada umumnya ditentukan oleh
keempat sifat tersebut, meskipun bahwa ratio maltene distribution, terhadap
ketahanan lama tidak diabaikan.

1.4.2.1. Kepekatan (konsistensi)


Peranan kepekatan bahan-bahan aspal, untuk memilih dan memakai, ada dua
hal :
a) Pertimbangan terhadap sifat kepekatan untuk suhu yang tertentu, yang
akan membagi-bagi, berapa macam bahan.
b) Pengaruh suhu terhadap konsistensi.
Karena hal yang kedua diatas ini, lebih ada pengertian yang sama serta
penting hubungannnya dengan sifat konsistensi, maka hal ini akan dibahas terlebih
dahulu.
a. Hubungan antara suhu dan kepekatan
Bila ada 2 macam aspal yang satu adalah blown asphalt dan satu lagi
adalah aspal untuk jalan (paving asphalt). Keduanya memiliki angka
penetrasi yang sama pada suhu 25ºC. Kalau masing-masing daripadanya
itu dipanasi pada suhu 45ºC, dan diuji lagi angka penetrasinya, maka akan
terlihat perbedaan bahwa sapal untuk jalan akan memberikan angka
penetrasi yang lebih tinggi, karena lebih lembek pada suhu itu, sedang
blown asphalt masih lebih keras. Bila kedua macam aspal ini kita
dinginkan lagi pada suhu 0ºC, paving asphalt menjadi lebih keras
daripada blown asphalt. Jadi dari keadaan tersebut terlihat bahwa paving
asphalt lebih terpengaruh oleh suhu dibandingkan dengan blown asphalt.
Sifat sedemikian itu disebut ”kepekaan suhu” (temperature susceptibility).
Kepekatan suhu bagi aspal dari bahan minyak mentah yang berbeda, akan
berbeda pula, tetapi perbedaan kepekaan suhu itu kecil bila dibandingkan
dengan perbedaan kepekaan suhu antara blown asphalt dan paving
asphalt.
b. Pengukuran kepekatan
Jarak ukur terhadap sifat kepekatan aspal, mulai dari keadaan cairan yang
tipis, sedikit lebih pekat daripada air, sampai ke keadaan kaku setengah
padat, sepadat lilin untuk penambal (blown asphalt). Karena jarak ukur

Bahan Bangunan II 8
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

yang demikian lebar, tidak ada satu alatpun yang dapat dipakai untuk
mengukur konsistensi dengan memuaskan bagi bahan-bahan aspal.
Dikenal ada 4 cara pengukuran kepekatan, yang biasa dipakai yaitu :
1) Cara uji viskositet vurol
2) Cara uji penetrasi
3) Cara uji kambangan (float test)
4) Cara uji viskositet kinematik
Viskositet merupakan suatu pengertian yang agak luas mengenai sifat
kepekatan/ konsistensi daripada cairan. Ia adalah suatu ukuran terhadap kemampuan
suatu benda cair untuk mengalir, pada suatu keadaan karena ada tahanan. Jadi makin
besar viskositas suatu bahan cair, maka makin mendekati benda itu kepada suatu
keadaan yang hampir padat kepekatannya.
A. Viskositet menurut Furol
cara ini disebut ”furol viscosity” adalah suatu cara uji yang spesifik untuk
mengukur viskositet bahan-bahan aspal. Angka viskositet furol adalah suatu angka
dalam detik yang diperlukan bagi 60 cm³ bahan aspal untuk melalui suatu lobang pipa
sempit yang ukurannya tertentu, pada suhu yang tertentu. Jadi makin tinggi angka
viskositet furol pada suatu suhu tertentu, makin pekat bahannya.

B. Viskositet kinematik
Karena perbedaan kepekaan suhu dari jenis-jenis semen aspal untuk jalan maka
tambahan cara uji viskositet, yang dilakukan pada suhu 135ºC. Cara uji ini dapat
dilakukan dengan alat furol viskometer atau dengan suatu alat viskometer tertentu,
yaitu ada 2 macam alat lain, yang satu adalah ”zitfuchs cross-arm viscometer” dan
yang satu lagi adalah ”canon-manning viscometer”. Cara penentuan kinematik
viscosity ini dengan menggunakan gaya berat cairan yang mengalir melalui
viscometer.
Dengan alat zeitfuchs cross-arm viscometer, aspal yang akan ditentukan
viskositasnya, diisikan dalam tabung besar, sampai batas pengisian. Setelah suhunya
mencapai 135ºC, diberikan sedikit tekanan pada mulut tabung besar itu, atau
diberikan sedikit isapan pada ujung tabung kecil. Maka aspal cair akan mengalir
melalui lobang sempit dalam lobang itu, yang jarak alirannya ditentukan. Waktu aliran
dari garis pertama sampai garis atasnya dicatat dalam detik.

Bahan Bangunan II 9
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

Pembacaan waktu yang didapat, dikalikan dengan faktor kalibrasi bagi alat itu,
dan hasilnya dinyatakan dalam angka dengan satuan “cestistokes”. Sebagai media
pengisi alat, dipakai minyak ringan jernih cocok untuk itu.

C. Pengujian penetrasi
Telah dipakai sejak lama untuk mengukur kepekatan aspal biasanya dipakai uji
penetrasi, yang caranya ialah mengukur kedalaman masuknya suatu jarum yang
ukurannya tertentu, dengan berat 100 gram, dalam waktu 5 detik. Angka kedalaman
masuk jarum itu, diukur dari permukaan dinyatakan dengan angka satuan 1/100 cm.
Jadi bila suatu jarum aspal memiliki angka penetrasi 100, berarti kedalaman
masuknya jarum adalah 1 cm. Jadi hubungan antara penetrasi dan konsitensi,
sebenarnya merupakan angka kebalikan, sebab makin tinggi angka penetrasi makin
lembek aspalnya.
Untuk jenis aspal yang diproses tiup udara (blown asphalt) yang sifatnya lebih
kental atau lebih keras dan penggunaanya untuk atap, perapat air dan lainnya yang
tahan terhadap pengaruh suhu, penentuan penetrasinya, sedikit agak lain suasananya,
yaitu dipakai suhu 0ºC dan 46ºC. Pada pengujian dengan suhu 0ºC dipakai berat
jarum 200 gram, dan waktu penetrasi 60 detik. Bila dipakai suhu 46ºC dipakai jarum
50 gram dan waktu penetrasi 5 detik.

D. Pengujian cara kambangan (Float Test)


Aspal yang lebih pekat atau lebih kental dari grade 3000, tak dapat diuji dengan
cara viskositet yang biasa misalnya pakai viscometer furol. Demikian pula bila angka
penetrasinya dengan penetrometer. Jadi memang ada suatu jarak ukur (range) bagi
sifat kepekatan konsistensi ini yang tidak dapat diukur dengan alat-alat uji yang biasa.
Bahan aspal semacam ini misalnya termasuk aspal jenis residu penyulingan
minyak yang lambat mengeras (aspal SC), dan jenis aspal tertentu yang kadang-
kadang diperlukan untuk pembuatan jalan. Aspal jenis demikian, pengujian
konsistensinya dilakukan dengan cara uji kambang. Untuk uji kambang ini, aspal
disumbatkan dalam suatu cetakan dipasang pada bagian dasar dari cawan yang terbuat
dari aluminium, lalu cawan tadi ditempatkan pada cairan yang suhunya 122ºF. Waktu
yang diperlukan untuk menyebabkan air dapat menembus sumbat aspal tadi, disebut
angka float. Makin tinggi harga angka ini, makin kental aspalnya.

Bahan Bangunan II 10
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

1.4.2.2. Ketahanan Lama, ketahanan terhadap cuaca


Agar suatu bahan perekat aspal memuaskan sifatnya sebagai perekat ia harus
tetap tinggal plastis. Bila aspal terkena pengaruh cuaca dalam bentuk lapisan yang
tipis, ia akan berangsur-angsur hilang sifat plastisnya dan akan menjadi regas, karena
perubahan kimia atau fisika. Perusakan oleh alam ini disebut pelapukan. Pelapukan
lapisan hamparan jalan, terutama akibat dari oksidasi dan penguapan. Faktor lain yang
menyebabkan kerusakan itu juga akibat sinar gelombang pendek dari matahari, umur
pengerasan dan akibat bocoran air.
Sifat-sifat aspal yang ada hubungannya dengan ketahan lama atau pengaruh
pelapukan antara lain :
a. Titik lembek
Cara sederhana dan langsung dalam penetuan titik lembek ialah dengan cara
pakai cincin dan bola baja untuk menentukan titik lembek, seperti tercantum
dalam ASTM D-30-70. aspal yang memiliki titik lembek tinggi, untuk angka
penetrasi tertentu pada suhu 25ºC, akan kurang peka terhadap pengaruh suhu.
Titik lembek untuk aspal hamparan jalan jenis AC 40-50 sampai AC 200-300,
memiliki titik lembek yang berkisar antara 57ºC sampai 35ºC. Untuk
kepentingan dalam praktek cara uji ini bagi aspal AC tidak terlalu
berpengaruh banyak, dan banyak pengaruhnya baginya sering tidak tercantum
untuk sifat titik lembek ini.
Tetapi bagi jenis aspal yang ditiup udara sifat titik lembek ini penting,
terutama bila blown asphalt ini dipakai sebagai bahan atap, untuk sudut atap
yang besar, sebab titik lembeknya hendaknya lebih dari 65ºC, agar pengaruh
panas sinar matahari tidak terlalu besar baginya untuk melelehkannya.

b. Oksidasi dan penguapan


Oksidasi merupakan perusakan secara kimia terhadap aspal akibat serangan
oksigen dari udara. Penguapan terdiri dari penguapan senyawa hydrocarbon
yang ringan dari dalam aspal. Pengaruh dari kedua peristiwa itu
mengakibatkan aspal akan mengeras, yang dapat diuji dengan cara penetrasi
atau pengujian kekentalan.

Bahan Bangunan II 11
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

c. Pengaruh suhu
Derajat oksidasi dan penguapan, akan dipercepat bila suhu dinaikkan. Cara
menduga derajat reaksi secara organik dan fisik, biasanya dengan
memperkirakan bahwa tiap kenaikan 10ºC reaksinya akan berlipat dua kali.
Sebagai misal ialah, oksidasi dan penguapan akan terjadi 8 kali lebih besar
untuk suatu campuran yang diaduk dalam Pungmill pada suhu 179ºC
dibandingkan bila hanya diaduk pada suhu 149ºC.

d. Pengaruh luas permukaan


Makin luas bidang permukaan suatu aspal akan makin cepat ia mengeras.
Dengan demikian pula kecepatan oksidasi dan penguapan, tergantung dari
luas permukaan aspal itu yang berhubungan dengan udara. Oleh karena itu
untuk pembuatan hamparan jalan dari campuran aspal agar lebih stabil, maka
perlu diusahakan agar hamparan itu memiliki rongga-rongga udara sekecil
mungkin, agar oksidasi akan terjadi lebih kecil.

e. Pengaruh sinar matahari


Diketahui bahwa sinar matahari juga mempunyai pengaruh terhadap
ketahanan lama. Sinar dengan gelombang pendek atau sinar actinik, merusak/
merubah molekul aspal, menjadi air dan senyawa yang larut dalam air.
Reasksi tersebut disebut ”photo oksidasi” karena oksidasi ini dipercepat oleh
adanya sinar.
Tetapi untungnya oksidasi sinar ini, tidak dapat masuk jauh kedalam lapisan
aspal (hanya lapisan tipis dipermukaan). Meskipun demikian hal ini perlu
diketahui, terutama bila menggunakan jenis aspal untuk keperluan pelaburan
permukaan atau rapat air bahwa lama-lama aspal itu akan berubah sifatnya.

f. Pengaruh susunan kimia


Telah dikemukakan dalam sifat kima, bahwa senyawa-senyawa yang
terkandung dalam aspal itu sendiri, terutama senyawa dalam kelompok
”maltene”, dapat mempengaruhi sifat ketahanan terhadap gesekan/ abrasi.
Aspal yang memiliki angka perbandingan distribusi maltene lebih besar dari
1,5 akan kurang tahan pengaruh gesekan. Maltene distribution ratio yang baik

Bahan Bangunan II 12
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

ialah bila berkisar antara 0,6 sampai 1,14. bila angkanya kurang dari 0,6
aspalnya menjadi kurang bersifat kohesif.

g. Aspal yang dibuat dengan proses craking (cracked asphalt)


Telah disinggung dimuka, bahwa aspal dihasilkan dengan cara cracking,
(sebagai misalnya Blown asphalt), akan lebih cepat rusak karena pengaruh
cuaca, sebab dalam aspal ini, banyak mengadung senyawa hydrocarbon yang
tidak jenuh.
Untuk aspal guna kepentingan pembuatan hamparan jalan, sebaiknya jenis
cracked asphalt ini tidak dipakai. Aspal yang telah dipecah secara lebih parah
molekul-molekulnya, biasanya berpermukaan yang pudar (tidak mengkilap).
Sebaliknya aspal yang belum pecah molekulnya, mengkilap permukaannya
seperti cermin. Aspal yang telah dipecah molekulnya, bila dilarutkan dalam
CCl4 akan meninggalkan kurang lebih 0,5% atau lebih endapan karbon.

1.4.2.3. Derajat Pengerasan (rate & curing)


Bila suatu campuran yang terdiri dari naphtha, kerosene dan minyak lumas
encer, kita laburkan pada suatu permukaan, maka cairan naphtha akan menguap
terlebih dahulu dan setelah itu akan menguap cairan kerosene dan yang terakhir
minyak lumas.
Keadaan semacam ini akan sama terjadi pada jenis aspal cair (cut-back
asphalt) RC, MC dan SC, yang masing-masing menggunakan pelarut yang sama
seperti tersebut di atas, karena naphtha dipakai sebagai pelarut aspal cair jenis RC,
kerosene dipakai untuk jenis MC dan minyak lumas ringan untuk jenis SC.
Jadi suatu aspal cair bila dibiarkan terbuka diudara dalam lapisan tipis
berangsur-angsur akan mengental membentuk kembali aspal padat jenis AC. Waktu
yang diperlukan untuk mengental kembali itu disebut derajat pengerasan (rate of
curing).
Rate of curing dipengaruhi oleh :
Penguapan dari bahan pelarut/ pengencer
Jumlah pelarut/ pengencer dalam aspal cair
Angka penetrasi dari aspal dasar yang dicairkan.
Makin kecil jumlah bahan pelarut yang terkandung dalam aspal cair, akan
makin cepat ia akan mengental kembali. Lain dari pada itu, waktu yang diperlukan

Bahan Bangunan II 13
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

untuk pengerasan akan lebih lama, bila angka penetrasi dari aspal dasarnya tinggi.
Faktor luar yang mempengaruhi kecepatan pengentalan ialah :
Suhu sekeliling
Luas permukaan penguapan atau perbandingan antara luas permukaan
dan volumenya.
Kecepatan angin yang melalui permukaan.
Untuk menguji derajat pengerasan atau curing rate ini, memang agak sukar
dilakukan. Cara yang dapat dilakukan secara tidak langsung ialah dengan menyuling
aspal tadi (destillation test), dimana dapat diamati kecepatan penguapan masing-
masing pelarut pada suhu tertentu.
Dari hasil destilasi ini, kemudian dihitung INDEX pengerasan atau CURING
INDEX. Bagi aspal RC-70 sebagai jenis aspal cair (cutback) yang paling umum
dipakai, biasanya memiliki curing index antara 25-45, sedang curing index yang
optimum ialah 35. cara penyulingan ini seperti tercantum dalam ASTM D-402.

1.4.2.4. Ketahanan terhadap pengaruh air


Sifat tahan lama aspal untuk hamparan jalan tergantung sekali pada
kemampuan untuk dapat melekat dengan baik kepada butir agregat yang dicampur
dengannya, dalam suasana basah (ada air). Kehilangan daya lekat aspal terhadap
agregat akan mengakibatkan rusaknya hamparan jalan tersebut.
Jelasnya lapisan aspal dan agregat, dalam adukan aspal dingin, dapat
diperkecil dengan menggunakan jenis agregat yang bersifat hydrophillis. Daya lekat
akan lebih baik lagi bila menggunakan bahan additive yang bersifat anti lepas. Bahan
additive biasanya dicampurkan dalam campuran panas aspal beton yang dihampar
dingin, bila air tercampur pula dalam beton itu. Pada pemakaian campuarn aspal
panas, yang dihamparkan dalam keadaan panas pula, dimana sebelumnya agregatnya
telah dikeringkan terlebih dahulu, bahan aditive tidak perlu dipakai lagi.

1.4.3. Sifat Fisis Lainnya


Beberapa sifat fisis lainnya yang perlu diketahui atau sering dilakukan
pengujian antara lain ialah :

Bahan Bangunan II 14
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

1.4.3.1. Berat Jenis


Berat jenis aspal (tanpa campuran) biasanya berkisar antara 1.04 sampai
1.02. pada suhu 25ºC. Angka yang tinggi dicapai untuk bitumen yang
keras dan rendah untuk bitumen cair. Karena aspal bitumen ini memiliki
pemuaian, maka berat jenisnya dapat di pengaruhi pila oleh suhu, akibat
perubahan suhu yang menyebabkan perubahan volumenya.
Koefisien pemakaian aspal = V1 = VO (1 + (t1-t0))
Dalam rentang suhu antara 15º sampai 200ºC koefisien pemuaian adalah
0,0006 per ºC. Cara penentuan berat jenis, biasanya untuk aspal padat,
pakai piknometer (untuk mengukur berat serta volumenya) sedang untuk
aspal cair, dipakai Areometer (kurang teliti tetapi tepat).

1.4.3.2. Ductility (keliatan)


Untuk mendapat gambaran apakah suatu jenis aspal pada penggunaanya
nanti akan mengalami retak-retak, dilakukan uji keliatan (ductility, dengan
menarik benda uji yang terbuat dari aspal dengan kecepatan 5 cm per
menit pada suhu 25ºC. Penampang benda cobanya 1 cm². Ductility
merupakan angka perpanjangan dari benda uji akibat penarikan, sampai
putus, dinyatakan dalam cm.
Aspal dengan angka ductility yang terendah dapat mengalami retak akibat
lapisan aspal itu akan mengalami perubahan suhu yang agak tinggi. Sifat
ductility ini dipengaruhi oleh sifat kimia aspal, yaitu akibat susunan
senyawa hydrocarbon yang dikandungnya. Bila aspal banyak mengadung
susunan senyawa paraffin dengan rantai panjang, ductilitynya rendah,
demikian juga aspal yang didapat dari proses blowing (blown asphalt)
dimana banyak terdapat gugusan hydrocarbon tak jenuh, yang mudah
menyusut, sedang yang banyak mengadung parafin karena rantai karbon
yang kekuatan strukturnya kurang plastis.

1.4.3.3. Titik Nyala


Maksud pengujian ini ialah untuk menentukan pada suhu dimana aspal itu
akan menyala, untuk menjaga pada suhu dimana aspal tersebut dapat
dipanasi tanpa bahaya. Pengujiannya dilakukan dengan alat penentu titik

Bahan Bangunan II 15
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

nyala model bejana terbuka (cleveland open cup, untuk titik nyala tinggi,
dan Tagliabue open cup untuk titik nyala suhu rendah).
1.4.3.4. Uji kelarutan
Uji ini biasanya untuk menguji kemurnian aspal, dimana aspal mungkin
mengandung bahan tak larut, misalnya garam, kotoran debu, karbon atau
mineral lainnya.
Pengujianya dengan melarutkan aspal dalam karbon bisulfida (CS2),
bagian yang tidak larut ditimbang. Cairan pelarut yang biasa dipakai
misalnya karbon tetra chlorida (CCl4). Cairan ini tidak mudah terbakar
dibanding dengan CS2, maka lebih sering dipakai, meskipun hasilnya
agak kurang teliti karena, ada zat karbon yan seharusnya larut dalam CS2,
tidak larut dalam CCl4.

1.4.3.5. Uji Penyulingan


Uji ini dengan maksud untuk memisahkan bahan-bahan lain yang dapat
dipisahkan dari aspal misalnya jenis pelarut yang berbeda penguapannya.
Disamping itu pengujian kadar air, dapat juga dilakukan dengan cara
penyulingan ini.

1.4.4. Pengujian Bagi Aspal Emulsi (ASTM D224)


Ada beberapa pengujian bagi aspal emulsi, untuk mengetahui sifat serta mutu
dan kemampuanya sebagai bahan perekat antara lain ialah :
Uji pecahnya emulsi (demulsibility test)
Pengujian ini ialah untuk mengetahui cepat atau lambatnya emulsi akan
pecah/ terurai bila berhubungan dengan batuan. Dalam pengujian dipakai
larutan CaCl2 sebagai bahan pemecah emulsi. Cairan aspal yang akan diuji.
Cairan CaCl2 encer untuk menguji Rapid Setting emulsion dan cairan yang
pekat untuk menguji Slow setting emulsion.

Uji pengendapan (settlement test)


Pengujian ini untuk mengetahui kestabilan emulsi aspal, apakah bila emulsi
itu disimpan tidak akan terjadi pengendapan, emulsi aspal yang baik, tidak
akan berubah bila disimpan lama artinya tidak terjadi pengendapan butiran
aspalnya. Tetapi bila emulsi rusak dan sebagian mengendap aspalnya maka

Bahan Bangunan II 16
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

dalam penggunaan akan sukar dikontrol homogenitas kandungan aspal dalam


pemakaian. Bila diambil emulsi bagian atas lebih dulu akan kurang kadar
aspalnya, bila sebelum dipakai diaduk, dapat memecah emulsi aspal, atau
pekerjaan menjadi bertambah.

Uji kehalusan (sieve test)


Uji ini dimaksud untuk mengetahui, apakah dalam emulsi itu betul-betul butir
aspal terbagi dalam butir yang kecil atau tidak ada aspal yang menggumpal.
Ayakan yang dipakai ukuran 20 mesh (0.84 mm). Emulsi yang baik akan
tembus ayakan ini. Tetapi bila ada butir aspal menggumpal, keburukannya
ialah bila emulsi ini dipakai dengan proses semprot, maka akan menyumbat
mulut penyemprotnya (spary nozzle).

Uji pencampuran (mixing test)


Uji ini dimaksud untuk menguji kemampuan terutama bagi jenis Slow setting
mulsified asphalt, mengenai kemampuannya diaduk dengan berbagai macam
agregat. Tetapi dalam pengujian ini dipakai semen Portland type III, sebagai
pengganti tepung agregat, mengingat bahan semen Type III ini sudah dapat
dikatakan standar mutunya, serta mudah didapat, dari pada membuat khusus,
tepung batu agregat yang standar.

Uji kelekatan dan ketahanan air(Agregat-coating-water-resistence


test).
Uji ini untuk melihat kemampuan emulsi aspal dapat melekat dengan baik
pada agregat, serta lekatan itu akan tetap kuat meskipun ada gangguan air.

Uji penyulingan
Uji penyulingan ialah dengan cara menyuling emulsi aspal, kemudian dapat
memisahkan bahan-bahan yang ada didalam aspal itu karena perbedaan
penguapannya. Dari uji ini akan diketahui misalnya : kadar air, kadar minyak
pelarut, kadar residu aspalnya.
Kadar residu aspal ini dapat dilakukan pengujian, sifat residu misalnya
penetrasinya, kelarutan dalam CCl4 atau ductility sehingga dapat diduga
bahan dasar emulsi itu jenis aspal yang mana.

Bahan Bangunan II 17
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

Uji muatan listrik pada partikel emulsi


Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah partikel emulsi bersifat Anion
(muatan negatip) atau kation (muatan positif). Hal ini penting untuk
pemakaian, sehingga jenis agregat yang manakah yang cocok untuk emulsi
tersebut. Sebagai misal, bila agregatnya bersifat basa (batu kapur atau
dolomit) akan cocok dipakai emulsi yang anion dan untuk agregat silikat,
cocok dipakai emulsi kation.

Uji ph (keasaman atau kebasaan)


Uji ini khususnya hanya untuk mengetahui derajat keasaman dari emulsi
kation untuk jenis slow setting (SS-K) karena ada persyaratan untuk ph bagi
jenis ini.

Bahan Bangunan II 18
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

Soal-soal
1. Jelaskan definisi aspal berdasarkan ASTM D-8 !
2. Jelaskan definisi aspal/bitumen berdasarkan The Asphalt Institute !
3. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi aspal yang saudar a ketahui !
4. Apakah perbedaan antara aspal alam dan aspal buatan ?
5. Apakah perbedaan antara aspal dan Ter !
6. Bagaimanakah didapatnya aspal alam dan dimana terdapat aspal alam tersebut !
7. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi Ter !
8. Apakah Pitch atau Pek itu ?
9. Terbuat dari apakah RTCB-5 dan RTCB-8 ?
10. Jenis agregat yang manakah yang cocok digunakan sebagai bahan perkerasan
apabila dipakai aspal emulsi kation dan aspal emulsi anion ?
11. Jelaskan sifat-sifat kimia aspal !
12. Jelaskan sifat-sifat fisika aspal !
13. Apakah asphalthene dan maltene itu ?
14. Terdiri dari senyawa-senyawa apakah maltene itu ?
15. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat fisis yang ada hubungannya dengan ketahanan
lama !
16. Sebutkan dan jelaskan sifat-sifat fisis aspal lainnya yang sering dilakukan
pengujiannya di laboratorium 1
17. Berdasarkan ASTM D-224, untuk mengetahui sifat serta mutu dan
kemampuannya sebagai bahan perekat bagi aspal emulsi dapat dilakukan
beberapa pengujian, pengujian-pengujian apakah yang dilakukan tersebut !

Bahan Bangunan II 19

Anda mungkin juga menyukai