Ustman Bin Affan
Ustman Bin Affan
Setelah Rasulullah SAW wafat di Madinah pada tahun 11 H / 632 M, empat di antara para
sahabatmya yang dekat, baik melalui darah maupun melalui perkawinan menggatikannya
sebagai pemimpin umat Islam dan mereka menyandang gelar khalifah.
Abu Bakar adalah ayah istri Muhammad yang bernama Aisyah, dan juga salah seorang
pendukungnya yang paling tua dan terpercaya. Umar bin Khattab mempunyai seorang putri yang
menikah dengan Nabi, dan Umar pula yang memakai gelar Amirul Mu’minim yang
menyiratkanelemen spritualdan politis murni dalam kepemimpinannya. Utsman yang menjadi
topik pembahasan makalah ini adalah menantu Nabi Muhammad SAW.
Utsman bin Affan berasal dari keturunan Bani Umayyah salah satu suku Quraisy yang banyak
mewarnai sejarag perjalanan bangsa Arab di samping Bani Hasyim, baik sebelum kedatangan
Islam maupun sesudah Rasulullah SAW diutus.
Dalam syariah Islam, Utsman bin Affan dipilih sebagai Khalifah ke tiga menggantikan Umar bin
Khattab melalui sidang musyawarah formatur yang telah di bentuk dan ditetapkan anggotanya
oleh khalifah Umar bin Khattab sebelum wafat. Ditetapkan Utsman bin Affan sebagai khalifah
yang lain yaitu Abu Bakar al-Sidiq, Umar bin Khattab, maupun Ali bin Abi Thalib.
Dalam masa pemerintahannya, dia berhasil melanjutkan perluasan wilayah yang telah dirintis
sebelumnya oleh Umar bin Khattab, bahkan meluas sampai kewilayah-wilayah di seberang
lautan. Namun, dalam penataan sistem sosial ekonomi dan pemerintahan secara kuantitatif
dianggap berhasil dan keberhasilannya itu tidak berarti, dikarenakan pengelolaannya tidak sesuai
dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Umar bin Khattab.
Sebagai manusia yang hidup di tengah-tengah kaum keluarga dan kerabatnya, dia tidak kuat
menentang ambisi keluarganya yang kaya raya dan sangat berpengaruh pada waktu itu. Pada
pemerintahannya dia banyak mengangkat kerabatnya sebagai penguasa di daerah (propinsi),
sehingga tindakan-tindakan ini di pandang sebagai sebuah oleh kaum muslimin yang
memberikan reaksi yang sangat keras dalam bentuk umjuk rasa bahkan pembenrotakan yang
pada akhirnya merengut nyawanya sendiri.
Makalah ini akan mencoba menelusuri dan membedah kebijakan pemerintah Khalifah Utsman
bin Affan dalam menjalankan roda pemerintahan sebagai kaum muslimin dianngap menyimpang
sehingga melahirkan protes bahkan pemberontakan yang menjadi titik awal noda perjalanan
sejarah umat Islam.
Berdasarkan uraian teoritis yang ada, maka pada bagian yang ini penulis mengemukakan
masalah utama yaitu :
Pengorbanan Utsman bin Affan terhadap Islam dan kaum muslimin tidak hanya dalam
bentuk harta, melainkan lebih dari itu, jiwa dan pikirannya dicurahkan demi
pengembangan syiar Islam dan keselamatan kaum muslimin sehingga beliau beberapa
kali ikut perang bersama Rasulullah SAW kecuali perang Badar. Karena sedang sibuk
melayani dan merawat isterinya yang sakit keras sampai ia wafat dan dimakamkan pada
hari kemenangan kaum muslimin dan perang tersebut.
Rasulullah pernah menunjuk Utsman sebagai duta Rasululah pada saat perundingan
antara pemimpin Islam dan pemuka-pemuka Quraisy pada tahun 6 H ketika kaum mislimin
hendak memasuki kota Mekkah untuk melaksanakan umrah dan tersiar kabar bahwa
Utsman bin Affan dibunuh atau setidaknya telah ditahan oleh orang-orang kafir Quraisy,
sebab Dia tidak kembali sampai pada malam hari, maka kaum muslimin mengadakan
sumpah setia untuk membela Utsman bin Affan yang terkanal dengan “Bait’at al-Ridwan”.
Jadi jelas bahwa pengorbanan dan perjuangan Utsman bin Affan dengan segala
kemampuan, harta benda dan jiwanya adalah semata-mata dalam rangka pengembangan
risalah Islam dan kemaslahatan kaum Muslimin.
Khalifah yang di pilih adalah dari anggota Syura kecuali Abdullah bin Umar yang tidak
punya hak pilih dan bertindak sebagai penasihat. Bilamana suara dari anggota tim sama
hendaknya keputusan diserahkan kepada Abdullah bin Umar sebagai anggota tim
tersebut. Jika keputusan Abdullah bin Umar tidak disetujui oleh anggota mengikuti
keputusan yang diambil oleh Abdurrahman bin Auf. Bila ada anggoat tim yang tidak mau
mengambil bagian dalam pemilihan maka anggota tersebut harus dipenggal kepalanya.
Bila dua calon mendapatkan dukungan yang sama maka calon yang didukung oleh
Abdurrahman bin Auf yang dianggap menang. Apabila seorang telah terpilih dan minoritas
(satu atau dua) tidak mau mengikutinya maka kepala mereka harus dipenggal. Jadwal
pelaksanaan musyawarah selama tiga hari ke empat sudah ada pemimpin.
Tatkala Umar wafat, berkumpullah orang-orang yang dipilihnya menjadi formatur dikepalai
oleh Abdurrahman bin Auf di dalam salah satu rumah kepunyaan mereka. Tiga hari
lamanya musyawarah yang amat penting itu, dan sudah tiga hari rupanya belum juga
dapat diputuskan karena sejak awal jalannya pertemuan itu sangat alot, maka
Abdurrahman bin Auf berusaha memperlancar dengan himbauan agar sebaiknya mereka
dengan sukarela mengundurkan diri dan menyerah kepada orang yang lebih pantas
(memenuhi syarat) untuk dipilih sebagai khalifah. himbauan ini tidak berhasil, tidak ada
satupun yang mau mengundurkan diri, kemudian Abdurrahman bin Auf sendiri
menyatakan mengundurkan diri tetapi tidak ada seorang pun dari empat sahabat Nabi
yang mengikutinya.
Dalam kondisi macet itu, Abdurrahman bin Auf berinisiatif melakukan musyawarah
dengan sahabat dan tokoh-tokoh masyarakat selain yang termasuk dalam anggota badan
musyawarah, dan suara terbelah menjadi dua kubu yaitu pendukung Ali dan pendukung
Utsman. Pada pertemuan berikutnya, Abdurrahman bin Auf menempuh cara dengan
menanyakan masing-masing angggota formatur dan di dapatlah skor suara tiga banding
satu, dimana Zubair, dan Ali mendukung Utsman, sedangkan Utsman mendukung Ali.
Meskipun suara terbanyak dari anggota formatur jatuh pada Utsman, namun
Abdurrahman tidak serta merta membai’at Utsman. Tetapi pada subuh hari sesudah
semalaman ia berkaliling memantau pendapat masyarakat, ia berdiri setelah kaum
Muslimin memenuhi mesjid dan menyampaikan pengantar tentang pelaksanaan
pemilihan khalifah. Di sini terlihat kembali persaingan dua kubu yaitu kubu Ali dan kubu
Utsman.
Pada saat itu Abdurrahman menunjukkan keahliannya menghadapi masalah yang sulit
ini. Dia memanggil Ali dan Utsman secara terpisah untuk dimintai kesanggupannya
bertindak berdasarkan al- Qur’an dan sunnah Rasul-Nya serta berdasarkan langkah-
langkah yang diambil oleh dua khalifah sebelumnya. Ali bin Abi Thalib bertindak sesuai
dengan pengetahuan dengan kekuatan yang ada pada dirinya, sedangkan Utsman bin
Affan menyanggupinya, sehingga Abdurrahman mengucapkan bai’atnya dan diikuti oleh
orang banyak menyatakan bai’at, termasuk juga Ali pada akhirnya juga menyatakan
bai;atnya kepada Utsman bin Affan.
Orang keenam tim formatur, Thalhah bin Ubaidillah tiba di Madinah setelah pemilihan itu
berakhir. Dia juga menyatakan sumpah setia kepada Utsman bin Affan.
Mencermati proses pemilihan tersebut, nampak dengan jelas upaya pemilihan khalifah
dilakukan secara musyawarah dengan memperhatikan suara dari berbagai pihak, dan hal
ini pula yang membedakan antar proses pengangkatan Abu Bakar al-Siddiq, Umar bin
Khattab dan Utsman bin Affan.
Karena itu Utsman bin Affan ditetapkan menjadi khalifah, pada hari Senin, akhir bulan
Dzulhijjah tahun 23 H. dan resmi menjadi khalifah yang ketiga dari Khulafa al-rasyidin
pada tanggal 1 Muharram tahun 24 H.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan umat Islam mempunyai angkatan laut.
Wilayah-wilayah yang dikuasai pada masa pemerintahannya adalah Barqah, Tripoli Barat,
bagian Selatan negeri Nubah, Armenia, dan beberapa wilayah di Thabaristan, kemudian
negeri-negeri Balkh Harah, Ghaznah di Turkistan, Kabul, wilayah-wilayah sungai
Hindustan dan Jurjan.
Salah satu peristiwa pertempuran besar di laut pada masa pemerintahan Utsman adalah
peperangan Dzatis Safari (Pertempuran tiang kapal). Peristiwa ini terjadi pada tahun 34
H di laut Tengah di kota Iskandariah antara tentara Romawi yang berada di bawah
pimpinan Kaisar Constantine dan tentara Islam di bawah pimpinan Abdullah Ibnu Abi
Sarah (Gubernur Mesir), yang melibatkan 1.000 kapal perang, dan 200 di antaranya
kepunyaan kaum Muslimin yang berhasil memenangkan pertempuran ini. Demikian
bangsa Arab menancapkan keunggulan mereka dilaut.
Khalifah Utsman juga mengangkat Marwan bin Hakam sebagai sekretaris utamanya,
mengangkat Walid bin Aqba sebagai gubernur Kuffah, Mu’awiyah sebagai gubernur
Syiria, Abdullan bin Abu Sarah (saudara sepupunya) sebagai gubernur Mesir dan masih
banyak lagi yang lain diturunkan dari jabatannya.
Khalifah Utsman juga dituduh terlalu boros mengeluarkan belanja dari Baitil Mal dan
kebanyakan diberikan kepada sanak familinya, sehinga hampir semuanya menjadi orang
yang kaya raya. Padahal Khalifah Utsman sebelum dan sesudah masuk Islam merupakan
salah seorang yang terkaya, dan bahkan Dia sama sekali tidak mengambil uang yang
menjadi haknya dari Baitul Mal.
Rasa tidak puas terhadap Khalifah Utsman menjalar dan seketika segala kritik terhambur
kepada Utsman dengan kedatang orang-orang dari Mesir dibantu oleh orang-orang dari
Kuffah dan Basrah dengan tujuan yang sama memaksa khalifah untuk melepaskan
jabatannya. Mereka masing-masing mendatangi Ali, Thalhah dan Zubair dan ketiganya
menolak menurungkan khalifah, dan sepikiran hendak memprbaiki perbuatan-perbuatan
Utsman yang dianggap keliru, dan Ali bin Abi Thalib sebagai moderator khalifah
menyampaikan kepada mereka bahwa tuntutannya yaitu mencopot para gubernur dan
Marwan bin Hakam dari jabatannya diterima oleh Khalifah, dan mereka diminta untuk
kembali kedaerahnya masing-masing.
Tidak lama kemudian mereka kembali dari perjalanannya setelah ditengah perjalanan
mereka mencegat seseorang pembatu khusus Khalifah yang membawa surat berstempel
khalifah yang berisi perintah terhadap gubernur Mesir agar pembunuh mereka
sesampainya mereka di Mesir. Mereka kembali dengan tekad membunuh Khalifah
Utsman karena menurut prsangka mereka, Khalifah Utsman telahmempermainkan
mereka. Setibanya di Madinah, mereka menuntut pertanggung jawabannya atas surat
tersebut di atas.
Para pemberontakan melakukan pengepungan atas rumah Khalifah Utsman bin Affan dan
menuntut satu di antara dua hal :
Sikap seperti di atas, dia meminta para sahabat yang bersamanya agar tidak memerangi
kaum pemberontak. Sehingga kepungan dan desakan semakin hebat, apalagi setelah
mendengar berita bahwa ribuan pasukan bantuan akan segera tiba di Madinah untuk
melepaskan Utsman dari pengepungan. Hal ini membuat keadaan semakin tak terkendali
dan pasukan pemberontak kian menguasai keadaan akhirnya tragedi berdarah yang
sangat memilukan dalam sejarah Islam pun tidak dapat dielakan. Dia dibunuh oleh
Muhammad bin Abu Bakar selaku kepala pemberontak dan al-Ghifari ketika sedang
membaca al-Qur’an pada waktu subuh tepatnya terjadi pada tanggal 17 Juni 651 M / 35
H dalam usia 84 tahun.
Pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan bukanlah tujuan utama dari rentetan-rentetan
pengepungan para pemberontak. Oleh sebab pembunuhan itu merupakan tujuan
utamanya, tentu fitnah akan berhenti dan stabilitas negara akan pulih kembali dengan
terbunuhnya Utsman dan setelah pengganti Utsman ke tahta khalifah. Para penyebar
fitnah itu sebetulnya mempunyai tujuan yang lebih berbahaya ketimbang hal-hal di atas,
yaitu meruntuhkan pondasi Islam agar umat Islam berpaling dari ajaran-ajarannya serta
menebarkan perselisihan dan perpecahan tengah-tengah umat Islam.
Demikian khalifah Utsman bin Affan yang dikenal jujur, pemalu, sederhana, dermawan,
lemah lembut, usianya yang sudah lanjut, dan perhatiannya terhadap rakyat dimanfaatkan
oleh musuh maupun kerabatnya demi kepentingan pribadi maupun golongan.