TENTANG
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
SUBSTANSI MUATAN TEKNIS RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Pasal 2
BAB III
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP KEBIJAKAN DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan dan Ruang Lingkup
Pasal 3
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 4
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 5
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Pasal 7
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 8
(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Kepulauan Siau
Tagulandang Biaro sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b,
terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.
(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam
peta dengan skala ketelitian minimal 1 : 50.000 sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem jaringan Transportasi Darat
Pasal 9
Pasal 10
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 11
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 12
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 13
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 14
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 15
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada Pasal 12
ayat (1) huruf c, dilakukan berbasis wilayah sungai yang terdiri atas :
a. Wilayah Sungai (WS);
b. jaringan air baku untuk air minum; dan
c. sistem pengendali banjir, erosi dan longsor.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek konservasi sumber daya air
pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air secara
terpadu (integrated) dengan memperhatikan ketentuan pola dan rencana
pengelolaan sumber daya air WS Tondano-Sangihe-Miangas-Talaud;
(3) Wilayah Sungai sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu WS
strategis nasional WS Tondano-Sangihe-Miangas-Talaud mencakup
Daerah Aliran Sungai (DAS) antara lain:
a. DAS Siau;
b. DAS Tagulandang; dan
c. DAS Biaro.
(4) Prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
a. sumber air baku berasal dari sungai, danau, mata air dan penampungan
air hujan (PAH), meliputi:
1. sungai, yaitu Sungai Minanga di Kecamatan Tagulandang Utara;
2. danau, yaitu Danau Kapeta di Kecamatan Siau Barat Selatan dengan
debit kurang lebih 100 l/dt dan Danau Makalehi di Kecamatan Siau
Barat dengan debit kurang lebih 20 l/dt;
3. mata air (MA), yaitu MA Ake Labo dan MA Karalung di Kecamatan
Siau Timur, MA Bukide dan MA Buhanga di Kecamatan Biaro, MA Ulu
Siau di Kecamatan Siau Timur dengan debit kurang lebih 40 l/dt; dan
4. PAH terdapat di Kecamatan Siau Barat Utara, Kecamatan Siau Tengah
dan Kecamatan Tagulandang Utara.
b. instalasi pengolahan air minum terdapat di Kecamatan Siau Timur
Selatan, Siau Barat Selatan, Siau Barat, Tagulandang dan Biaro;
c. SPAM di Kabupaten dipadukan dengan sistem jaringan sumber daya
air untuk menjamin ketersediaan air baku.
(5) Sistem pengendalian banjir, erosi dan longsor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. perlindungan daerah resapan air;
b. normalisasi sungai;
c. perbaikan drainase;
d. pembangunan tanggul pada sungai yang rawan banjir;
e. pengamanan pantai; dan
f. pembangunan, rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan bangunan-
bangunan pengendali banjir dan pengamanan pantai.
Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 20
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 22
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
e. kawasan rawan bencana alam; dan
f. kawasan lindung geologi.
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 27
Kawasan suaka alam, pelestarian alam, cagar budaya dan ilmu pengetahuan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 huruf d, meliputi :
a. kawasan margasatwa;
b. kawasan suaka alam laut;
c. kawasan pantai berhutan bakau, berterumbu karang dan berpadang lamun;
d. kawasan konsevasi perikanan; dan
e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Pasal 28
Pasal 29
(1) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 27 huruf e, meliputi :
a. Makam Raja Lokongbanua di Kecamatan Siau Barat dan Makam
Panglima Hengkenggunaung di Kecamatan Siau Barat Utara;
b. Makam Raja Siau lainnya di Kecamatan Siau Barat dan Kecamatan
Siau Timur;
c. Makam Pendeta Paul Kelling di Kecamatan Siau Timur;
d. Makam Pendeta F. Kelling, Ratu Lohoraung dan Makam Raja H.P.H
Jacobs di Kecamatan Tagulandang;
e. Makam Raja Tagulandang lainnya dan Makam Panglima Walandungo di
Kecamatan Tagulandang; dan
f. Rumah Raja di Tagulandang, Gereja peninggalan (GMIST Ulu).
(2) Rencana Pengelolaan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah
sebagai berikut :
a. melestarikan dan melindungi kawasan cagar budaya dan kawasan
historis dari alih fungsi;
b. melestarikan dan merevitalisasi bangunan tua, bangunan bernilai sejarah
dan/atau bernilai arsitektur tinggi, serta potensi sosial budaya
masyarakat yang memiliki nilai sejarah; dan
c. pemberlakukan Perda Perlindungan Kawasan Bersejarah dan Budaya
Kota (Historical District and Cultural Heritage).
Pasal 30
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) huruf b terdiri
dari :
a. kawasan peruntukan pertanian;
b. kawasan peruntukan perikanan;
c. kawasan peruntukan pariwisata;
d. kawasan peruntukan permukiman;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pertambangan; dan
g. kawasan peruntukan lainnya.
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 44
Pasal 45
BAB VII
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 49
Bagian kesatu
Umum
Pasal 50
Bagian kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 51
Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 55
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 60
Pasal 61
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya
Pasal 62
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Prasarana dan Sarana Nasional, Provinsi dan Kabupaten
Pasal 70
Pasal 71
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 76
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 50 ayat (3)
huruf b, merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian
izin pemanfaatan ruang sesuai rencana struktur ruang dan pola ruang yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Penghentian kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan dengan
tingkat kerawanan dan resiko tinggi terhadap kawasan lindungi dan
dipertahankan fungsi lindungnya;
(3) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(4) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur atau
mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(5) Izin pemanfaatan ruang yang memiliki dampak skala kabupaten diberikan
atau mendapat rekomendasi dari Bupati; dan
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan perizinan wilayah kabupaten
diatur dengan peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif
Pasal 77
Pasal 79
Pasal 80
Paragraf 1
Ketentuan Umum Pemberian Insentif-Disinsentif
Pasal 81
Paragraf 2
Ketentuan Khusus Pemberian Insentif-Disinsentif
Pasal 83
Pasal 84
Pasal 85
Bagian Kelima
Ketentuan Sanksi
Pasal 86
(1) Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud pada pasal 50 ayat (3) huruf d,
merupakan Ketentuan ketentuan pengenaan sanksi administratif kepada
pelanggar pemanfaatan ruang yang akan menjadi acuan bagi pemerintah
daerah kabupaten;
(2) Ketentuan sanksi dilakukan terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan
pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang di terbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten;
d. pemanfaat ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang di tetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang di terbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang di peroleh dengan prosedur yang
tidak benar.
(3) Ketentuan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:
a. hasil pengawasan penataan ruang;
b. tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang;
c. kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan
d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(4) Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administrasi.
(5) Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama
dengan pengenaan sanksi administratif;
(6) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif, sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatas, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati
Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro; dan
(7) Sanksi Pidana, diberikan kepada pelanggar pemanfaatan ruang dan mengacu
pada peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang yang berlaku.
Pasal 87
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 86 ayat (4) huruf a,
diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali;
(2) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 86
ayat (4) huruf b, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan
menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara
secara paksa terhadap kegiatan pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan
tindakan penertiban oleh aparat penertiban;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
e. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang
dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya
kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku.
(3) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud
pada Pasal 86 ayat (4) huruf c, dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut :
a. penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan
umum dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian
sementara pelayanan umum);
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum
kepada pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum
yang akan diputus;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penghentian sementara pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan,
disertai rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa
pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar,
disertai penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan
umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi
kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang
berlaku.
(4) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 86 ayat (4) huruf d,
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat
yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
penutupan lokasi kepada pelanggar;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
penutupan lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara
paksa; dan
e. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan
ruang yang berlaku.
(5) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 86 ayat (4) huruf e,
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai
pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin
menerbitkan keputusan pencabutan izin;
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang
telah dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan
g. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(6) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 86 ayat (4) huruf f,
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perizinan dengan ketentuan pola pemanfaatan
ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal
rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat
pembatalan izin;
c. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan
izin;
e. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang
telah dibatalkan.
(7) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 86 ayat (4)
huruf g, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan
dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pembongkaran bangunan yang akan segera dilaksanakan; dan
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban
melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.
(8) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada Pasal 86 ayat (4)
huruf h, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian
yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi
ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi
pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam
jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab
melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk
melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan
pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban
pelanggar di kemudian hari.
Pasal 88
Pasal 89
Pasal 90
Ketentuan lebih lanjut terkait pengenaan sanksi pidana dan sanksi perdata
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 91
BAB IX
KELEMBAGAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 92
BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 93
(1) Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten, setiap orang berhak :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat yang
berwenang;
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada Pemerintah Provinsi
dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian; dan
g. menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumberdaya alam yang
terkandung di dalamnya, yang dapat berupa manfaat ekonomi, sosial dan
lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan atau
pemberian hak tertentu berdasarkan ketentuan perundang-undangan
ataupun atas hukum adat dan kebiasaan yang berlaku atas ruang pada
masyarakat setempat.
(2) Dalam Pemanfatan ruang, setiap orang wajib :
a. menaati rencana tata ruang yang telah di tetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang di tetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
(3) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah baku mutu dan aturan-aturan penataan ruang yang
di tetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
(4) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang di lakukan masyarakat secara
turun temurun dapat di terapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor
daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi dan struktur
pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi,
selaras dan seimbang.
Bagian Ketiga
Bentuk Peran Masyarakat
Pasal 94
Pasal 96
Pasal 97
Pasal 99
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 100
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 101
(1) Pada saat Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ditetapkan, semua
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana pola ruang harus
disesuaikan dengan rencana pola ruang melalui kegiatan penyesuaian
pemanfaatan ruang;
(2) Pemanfaatan ruang yang sah menurut perizinan pemanfaatan ruang
sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk
penyesuaian; dan
(3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan dapat dibuktikan bahwa izin
tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin
diberikan penggantian yang layak.
Pasal 103
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :
a. kegiatan budidaya yang telah ditetapkan dan berada di kawasan lindung
yang tidak mengganggu fungsi lindung dapat diteruskan hingga berakhirnya
perizinan kegiatan tersebut;
b. kegiatan budidaya yang telah ada dan dinilai mengganggu fungsi lindung,
diatur sesuai ketentuan yang berlaku dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27
tahun 2012 tentang Ijin Lingkungan;
c. kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung dan dinilai
mengganggu fungsi lindung, harus segera dicegah perkembangannya;
d. apabila dalam pemanfaatan ruang pelaksanaannya tidak sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah, maka kegiatan tersebut akan dikenakan
sanksi sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
perudang-undangan yang berlaku.
Pasal 104
Ketentuan mengenai Ketentuan penataan ruang bawah tanah, laut dan udara
akan diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 105
(1) Peninjauan kembali dan/atau penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten dapat dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun;
(2) Peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah setidaknya
memperhatikan :
a. perkembangan eksternal wilayah Kabupaten;
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten;
c. dinamika pembangunan internal Kabupaten;
d. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
e. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan dan Rencana Tata Ruang Kawasan
Strategis Kabupaten;
f. permasalahan penataan ruang; dan
g. validitas hasil proyeksi perencanaan dan asumsinya.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 106
Pasal 107
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dan
Keputusan Bupati.
Pasal 108
TONI SUPIT
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO
TAHUN 2014-2034
I. UMUM
Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro sebagai
bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada hakekatnya
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikembangkan dan
dilestarikan pemanfaatannya secara optimal agar dapat menjadi wadah bagi
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan demi
kelangsungan hidup yang berkualitas.
Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah negara, yang memberikan
keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas
keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam hubungannya
dengan kehidupan pribadi, hubungan manusia dengan manusia lain,
hubungan manusia dengan alam sekitarnya maupun hubungan manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumberdaya alam
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran
tersebut haruslah dapat dinikmati oleh generasi sekarang maupun generasi
yang akan datang.
Ruang sebagai sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, karena
ruang pada dasarnya merupakan wadah atau tempat bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya untuk hidup dan melakukan kegiatannya, akan
tetapi jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya, haruslah mengenal batas
dan sistemnya. Dalam kaitan tersebut, ruang wilayah Kabupaten Kepulauan
Siau Tagulandang Biaro meliputi tiga matra, yakni ruang daratan, ruang
lautan dan ruang udara. Ruang wilayah Kabupaten Kepulauan Siau
Tagulandang Biaro sebagai unsur lingkungan hidup, terdiri atas berbagai
ruang wilayah yang masing-masing sebagai sub sistem yang meliputi aspek
alamiah (fisik), ekonomi, sosial budaya dengan corak ragam dan daya dukung
yang berbeda satu dengan lainnya. Pengaturan pemanfaatan ruang wilayah
yang didasarkan pada corak dan daya dukungnya akan meningkatkan
keselarasan, keseimbangan sub sistem, yang berarti juga meningkatkan daya
tampungnya. Pengelolaan sub-sistem yang satu akan berpengaruh kepada
sub-sistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang
secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengaturan ruang menuntut
dikembangkan suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya.
Ada pengaruh timbal balik antara ruang dan kegiatan manusia. Karakteristik
ruang menentukan macam dan tingkat kegiatan manusia, sebaliknya
kegiatan manusia dapat merubah, membentuk dan mewujudkan ruang
dengan segala unsurnya. Kecepatan perkembangan manusia seringkali tidak
segera tertampung dalam wujud pemanfaatan ruang, hal ini disebabkan
karena hubungan fungsional antar ruang tidak segera terwujud secepat
perkembangan manusia. Oleh karena itu, rencana tata ruang wilayah yang
disusun, haruslah dapat menampung segala kemungkian perkembangan
selama kurun waktu tertentu. Ruang wilayah Kabupaten Kepulauan Siau
Tagulandang Biaro, mencakup wilayah kecamatan yang merupakan satu
kesatuan ruang wilayah yang terdiri atas satuan-satuan ruang yang disebut
dengan kawasan. Dalam berbagai kawasan terdapat macam dan budaya
manusia yang berbeda, sehingga diantara berbagai kawasan tersebut
seringkali terjadi tingkat pemanfaatan dan perkembangan yang berbeda-
beda.
Perbedaan ini apabila tidak ditata, dapat mendorong terjadinya
ketidakseimbangan pembangunan wilayah. Oleh karena itu, rencana tata
ruang wilayah, secara teknis harus mempertimbangkan :
a. keseimbangan antara kemampuan ruang dan kegiatan manusia dalam
memanfaatkan serta meningkatkan kemampuan ruang;
b. keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam pemanfaatan antar
kawasan dalam rangka meningkatkan kapasitas produktivitas
masyarakat dalam arti luas.
Meningkatnya kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan, baik tempat
untuk memperoleh sumber daya alam mineral atau lahan pertanian maupun
lokasi kegiatan ekonomi lainnya, seperti industri, pariwisata, pemukiman dan
administrasi pemerintahan, potensial meningkatkan terjadinya kasus-kasus
konflik pemanfaatan ruang dan pengaruh buruk dari suatu kegiatan
terhadap kegiatan lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan
perencanaan tata ruang yang baik dan akurat, agar perkembangan tuntutan
berbagai kegiatan pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terdapat di
dalamnya dapat berfungsi secara optimal, terkendali, selaras dengan arah
pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
Kendatipun perencanaan tata ruang sepenuhnya merupakan tindak
pemerintahan atau sikap tindak administrasi negara, dalam proses
penyusunan sampai pada penetapannya perlu melibatkan peran serta
masyarakat. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang menjadi
penting dalam kerangka menjadikan sebuah tata ruang sebagai hal yang
responsif (responsive planning), artinya sebuah perencanaan yang tanggap
terhadap preferensi serta kebutuhan dari masyarakat yang potensial terkena
dampak apabila perencanaan tersebut diimplementasikan. Tegasnya, dalam
konteks perencanaan tata ruang, sebenarnya ada dua hal yang harus
diperhatikan. Pertama, kewajiban Pemerintah untuk memberikan informasi,
Kedua, hak masyarakat untuk di dengar. Dalam praktek, pada dasarnya dua
aspek ini saling berkaitan karena penerapannya menunjukkan adanya jalur
komunikasi dua arah. Dengan kewajiban pemerintah untuk memberi
informasi yang menyangkut rencana kegiatan/perbuatan administrasi dan
adanya hak bagi yang terkena (langsung maupun tidak langsung) oleh
kegiatan/perbuatan pemerintah, mengandung makna bahwa mekanisme itu
telah melibatkan masyarakat dalam prosedur administrasi negara, di pihak
lain dapat menunjang pemerintahan yang baik dan efektif, karena dengan
mekanisme seperti itu pemerintah dapat memperoleh informasi yang layak
sebelum mengambil keputusan. Mekanisme seperti itu dapat menumbuhkan
suasana saling percaya antara pemerintah dan rakyat sehingga dapat
mencegah sengketa yang mungkin terjadi serta memungkinkan terjadinya
penyelesaian melalui jalur musyawarah.
Secara normatif, perencanaan tata ruang dimaksud perlu diberi status dan
bentuk hukum agar dapat ditegakkan, dipertahankan dan ditaati oleh pihak-
pihak yang bersangkutan. Hanya rencana yang memenuhi syarat-syarat
hukumlah yang dapat melindungi hak warga masyarakat dan memberi
kepastian hukum, baik bagi warga maupun bagi aparatur pemerintah
termasuk didalamnya administrasi negara yang bertugas melaksanakan dan
mempertahankan rencana, yang sejak perencanaannya sampai penetapannya
memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Apabila suatu rencana telah
diberi bentuk dan status hukum, maka rencana itu terdiri atas atas susunan
peraturan-peraturan yang pragmatis, artinya segala tindakan yang
didasarkan kepada rencana itu akan mempunyai akibat hukum.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 78
mengamanatkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten tentang rencana tata
ruang wilayah kabupaten disusun atau disesuaikan paling lambat dalam
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
Dengan demikian maka Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro harus
segera memiliki Peraturan Daerah Kabupaten tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Peraturan Daerah baru
yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program-program
pembangunan di daerah serta mendorong percepatan perkembangan
masyarakat secara tertib, teratur dan berencana. Peraturan Daerah sendiri
merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan sistem perundang-
undangan secara nasional, oleh karena itu peraturan daerah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
bertentangan dengan kepentingan umum. Kepentingan umum yang harus
diperhatikan bukan saja kepentingan rakyat banyak Daerah yang
bersangkutan, melainkan kepentingan Daerah lain dan kepentingan seluruh
rakyat Indonesia. Ini berarti, pembuatan peraturan peraturan perundang-
undangan tingkat daerah, bukan sekedar melihat batas kompetensi formal
atau kepentingan Daerah yang bersangkutan, tetapi harus dilihat pula
kemungkinan dampaknya terhadap daerah lain atau kepentingan nasional
secara keseluruhan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Kebijakan dan strategis penataan ruang wilayah kabupaten ditetapkan
untuk mewujudkan tujuan penataan ruang kabupaten.
Yang dimaksud dengan “kebijakan penataan ruang di wilayah kabupaten”
adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
dalam pemanfaatan ruang darat, laut dan udara termasuk ruang di dalam
bumi untuk mencapai tujuan penataan ruang.
Pasal 5
Yang dimaksud dengan “strategi penataan ruang wilayah kabupaten”
adalah langkah-langkah pelaksanaan kebijakan penataan ruang.
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Cyber city” adalah bagaimana membuat
sebuah kota bisa terkoneksi antara satu sama lain melalui jaringan
internet sehingga akses informasi bisa di peroleh dari titik manapun.
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “rencana struktur ruang” dalam peraturan daerah
ini adalah gambaran struktur ruang yang dikehendaki untuk dicapai pada
akhir tahun perencanaan, yang mencakup struktur ruang yang ada dan
yang akan dikembangkan. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten
merupakan ketentuan perwujudan sistem perkotaan dalam wilayah
kabupaten dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan
untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani
kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi,
sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi,
sistem jaringan sumberdaya air, persampahan dan sanitasi.
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Jalan Kolektor Primer K2 adalah jalan yang menghubungkan kota
jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
Yang dimaksud dengan kota jenjang kedua ialah kota yang berperan
melayani sebagian dari satu wilayah pengembangannya dengan
kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang
kesatu dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat
jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi kekota
jenjang ke satu.
Yang dimaksud dengan kota jenjang ketiga ialah kota yang berperan
melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan
kemampuan pelayananjasa yang lebih rendah dari kota jenjang
kedua dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat
jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke
kota jenjang kedua dan ke kota jenjang kesatu.
Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota.
Jaringan jalan primer harus menghubungkan kawasan primer.
Suatu ruas jalan primer dapat berakhir pada suatu kawasan primer.
Kawasan yang mempunyai fungsi primerantara lain industri skala
regional, terminal barang/pergudangan, pelabuhan, Bandar udara,
pasar induk, pusat perdagangan skala regional/grosir.
Yang harus dipenuhi oleh jalan kolektor primer K1 adalah :
a. Kecepatan rencana > 40 km/jam.
b. Lebar badan jalan > 7 m.
c. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalulintas
rata-rata.
d. Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana
dan kapasitas jalan tidak terganggu.
e. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan dan lalu lintas lokal.
f. Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki daerah
kota.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan persil, kota jenjang kedua dengan persil, kota jenjang
ketiga dengan kota jenjang ketiga lainnya, kota jenjang ketiga
dengan kota jenjang dibawahnya.
Jika di tinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus
dipenuhi oleh jalan lokal primer adalah:
a. Kecepatan rencana>20 km/jam.
b. Lebar jalan>6,0 m.
c. Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki
kampung.
Huruf e
Jalan lokal sekunder adalah ruas jalan yang menghubungkan
kawasan sekunder ke satu dengan perumahan, atau kawasan
sekunder ke duan dengan perumahan atau kawasan sekunder ketiga
dan seterusnya dengan perumahan.
Jika ditinjau dari peranan jalan maka persyaratan yang harus
dipenuhi oleh jalan local sekunder adalah:
a. Kecepatan rencana>10 km/jam.
b. Lebar jalan>5,0 km.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Tatanan Kepelabuhanan adalah suatu sistem kepelabuhanan yang
memuat peran, fungsi, jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk
Pelabuhan Nasional dan lokasi pelabuhan serta keterpaduan intra
dan antar moda serta keterpaduan dengan sektor lainnya.
(UU Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran)
Huruf b
Rencana Alur pelayaran adalah bagian dari perairan yang alami
maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar dan hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari. (UU Nomor 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran)
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
huruf a
Tatanan Kebandarudaraana dalah sistem kebandarudaraan yang
menggambarkan perencanaan bandar udara berdasarkan rencana
tata ruang, pertumbuhan ekonomi, keunggulan komparatif wilayah,
kondisi alam dan geografi, keterpaduan intra dan antar moda
transportasi, kelestarian lingkungan, keselamatan dan keamanan
penerbangan, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan
lainnya. (UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan).
Huruf b
Rute Penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari bandar
udara asal ke bandar udara tujuan melalui jalur penerbangan yang
telah ditetapkan. (Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan).
Huruf c
Ruang udara untuk penerbangan adalah ruang udara yang
dimanfaatkan untuk kegiatan transportasi udara atau kegiatan
penerbangan sebagai salah satu moda transportasi dalam sistem
transportasi nasional. Ruang transportasi udara ditunjukkan oleh
flight informationregion. (PP Nomor 26 Tahun 2008 Tentang RTRW
Nasional)
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
huruf a
Yang dimaksud dengan “pembangkit tenaga listrik” adalah fasilitas
untuk kegiatan memproduksi tenaga listrik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan SPBU mini adalah SPBU yang dikhususkan
bagi nelayan, yang penempatannya pada setiap PKNT.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Reduce adalah mengurangi penggunaan bahan yang dapat
mengakibatkan meningkatnya timbulan sampah.
Reuse adalah upaya menggunakan kembali bahan-bahan untuk
mengurangi timbulan sampah.
Recycle adalah upaya untuk mendaur ulang bahan-bahan untuk
mengurangi timbulan sampah.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Sistem control landfill adalah sistem pengolahan TPA yang secara
periodik timbunan sampah ditutup dengan lapisan tanah untuk
mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam
operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah
untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan
permukaan TPA.
Sistem sanitary landfill adalah metode standar yang dipakai secara
internasional, dimana penutupan sampah oleh lapisan tanah
dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat
diminimalkan.
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, baik untuk pemanfaatan
yang berfungsi lindung maupun budidaya, yang ditinjau dari
berbagai sudut pandang akan lebih berdaya guna dan berhasil guna
dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan kabupaten
apabila dikelolah oleh pemerintah daerah kabupaten dengan
sepenuhnya memperhatikan pola ruang yang telah ditetapkan
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Provinsi.
Pasal 22
Huruf a
Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki
sifatkhas yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan
sekitarmaupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah
banjir danerosi serta memelihara kesuburan tanah.
Kawasan lindung dapat diterapkan untuk mengatasi dan
mengantisipasi ancaman kerusakan lingkungan saat ini dan
padamasa yang akan datang akibat kurangnya kemampuan
perlindungan wilayah yang ada.
Penetapan suatu kawasan berfungsi lindung wajib memperhatikan
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T)
yang ada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dibidang pertanahan.
Huruf b
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya adalah kawasan yang memiliki sifat khas yang mampu
memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi
serta menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan
unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan.
Huruf c
Kawasan perlindungan setempat adalah kawasan yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
setempat.
Huruf d
Kawasan suaka alam dan pelestarian alam adalah kawasan dengan
ciri khas tertentu baik didarat maupun di perairan yang mempunyai
fungsi pokok sebagaikawasan pengawetan peragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Kawasan cagar budaya adalah kawasan yang merupakan lokasi
bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun
bentukan geologi yang khas.
Huruf e
Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam.
Huruf f
Kawasan lindung geologi adalah kawasan lindung yang meliputi
kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi
dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup
Ayat (4)
Cukup
Pasal 25
Huruf a
Sempadan Pantai, garis batas kawasan tertentu sepanjang pantai
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi pantai
Hurub b
Sempadan Sungai, garis batas kawasan tertentu sepanjang pantai
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi Sungai.
Huruf c
Kawasan Sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu
di sekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi danau/waduk.
Huruf d
Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi mata air.
Huruf e
Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam. (UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang)
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 27
Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di
darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
Huruf a
Suaka margasatwa (Suaka, perlindungan, Marga, turunan, satwa,
dan hewan) adalah Hutan suaka alam yang ditetapkan sebagai suatu
tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu
pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan
kebanggaan nasional
Huruf b
Kawasan Suaka alam Laut dan Perairan liannya adalah daerah yang
mewakili ekosistem khas di lautan maupun perairan lainnya, yang
merupakan habitat-alami yang memberikan tempat maupun
perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa yang ada.
Huruf c
Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat alami hutan bakau bakau (mangrove) yang
berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan
lautan.
Kawasan terumbuh karang dan berpadang lamun adalah kawasan
yang merupakan habitat karang dan koral serta padang lamun yang
berfungsi memberikan perlindungan kepada peri kehidupan pantai
dan lautan.
Huruf d
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah kawasan perairan yang
dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan
pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan. Kawasan Konservasi Perairan terdiri atas Taman
Nasional Perairan, Taman Wisata Perairan, Suaka Alam Perairan,
dan Suaka Perikanan. (Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007
tentan Konservasi Sumber Daya Ikan)
Huruf e
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan yang
merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai
tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sumber daya buatan yang tersentuh tangan
manusia dengan maksud agar lebih bermanfaat dan memberi hasil untuk
kebutuhan manusia.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan pertanian” mencakup
kawasan budi daya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan
dan/atau tanaman industri.Penerapan kriteria kawasan
peruntukan pertanian secara tepatdiharapkan akan mendorong
terwujudnya kawasan pertanian yang dapat memberikan manfaat
berikut :
a. memelihara dan meningkatkan ketahanan pangan nasional;
b. meningkatkan daya dukung lahan melalui pembukaan lahan
baru untuk pertanian tanaman pangan (padi sawah, padigogo,
palawija, kacang-kacangan dan umbi-umbian) perkebunan,
peternakan, hortikultura dan pendayagunaan investasi;
c. meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan
sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;
d. meningkatkan upaya pelestarian dan konservasi sumber daya
alam untuk pertanian serta fungsi lindung;
e. menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan
serta kesejahteraan masyarakat;
f. meningkatkan pendapatan nasional dan daerah;
g. mendorong perkembangan industri hulu dan hilir melalui
efekkaitan;
h. mengendalikan adanya alih fungsi lahan dari pertanian kenon
pertanian agar keadaan lahan tetap abadi.
Huruf b
Kawasan peruntukan perikanan dapat berada di ruang darat, ruang
laut dan di luar kawasan lindung.
Huruf c
Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang didominasi
oleh fungsi kepariwisataan dapat mencakup sebagian area dalam
kawasan lindung atau kawasan budi daya lainnya dimana terdapat
konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata.
Kebutuhan pariwisata berkaitan dengan segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengelolaan objek dan daya
tarik wisata yang mencakup:
1. obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna; dan
2. obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud
museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni
budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata
petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Huruf a
Kawasan peruntukan tanaman pangan adalah kawasan lahan basah
berinigasi, rawa pasang surut dan lebak dan lahan basah tidak
benirigasi serta lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan
pengembangan tanaman pangan.
Huruf b
kawasan peruntukan hortikultura dan palawija adalah kawasan
lahan kering potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan
tanaman hortikultura secara monokultur maupun tumpang sari.
Huruf c
Kawasan peruntukan perkebunan adalah kawasan yang memiliki
potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan baik pada lahan
basah dan atau lahan kering untuk komoditas perkebunan.
Huruf d
Kawasan peruntukan peternakan adalah kawasan yang secara
khusus diperuntukkan untuk kegiatan peternakan atau terpadu
dengan komponen usaha tani (berbasis tanaman pangan,
perkebunan, hortikultura atau perikanan) berorientasi ekonomi dan
berakses dari hulu sampai hilir
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha/kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha/kegiatan
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Huruf a
Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara
nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanandan keamanan
negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk
wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Huruf b
Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan.
Huruf c
Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya
dan/atau lingkungan.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Pengendalian pemanfaatan ruang adalah Kegiatan pengawasan
dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang pengawasan
diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi,
sedangkan penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk
sanksi.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Huruf a
Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi zona,
pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan dan prosedur
pelaksanaan pembangunan.
Huruf b
Perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan
ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin
dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang dan
kualitas ruang.
Huruf c
Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling
berhubungan berupa subsidi silang dari pemerintah yang
penyelengaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada
daerah yang di rugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam
hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai
imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang.
Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat di kenakan
untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang
melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena
pajak (NJKP) sehinga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi.
Huruf d
Cukup Jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Zero Delta Q Policy adalah keharusan agar tiap bangunan tidak boleh
mengakibatkan bertambahnya debit air kesistem saluran drainase atau
sistem aliran sungai.
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf f
Frontage roadadalah jalan-jalan di samping jalan utama yang
berfungsi sebagai jalur lambat yang menuju atau dari jalan utama.
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Sanitary landfill adalah Pemusnahan sampah yang paling efektif, karena
sampah yang dimusnahkan di dalam tanah tidak akan menyebar dan
mengotori lingkungan.
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 76
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 84
Ayat (1)
Cukup
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 93
huruf a
Partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang dapat melalui peraturan
daerah, pengumuman dan/atau penyebar luasan oleh pemerintah.
huruf b
Partisipasi dalam pemanfaatan ruang dapat melalui peraturan daerah,
pengumuman dan/atau penyebar luasan oleh pemerintah.
huruf c
Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang dimaksud agar
pemanfaatan ruang di laksanakan sesuai rencana tata ruang serta dapat
membantu dan berkoordinasi tentang penataan ruang.
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 101
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 102
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Cukup jelas
Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas
Pasal 108
Cukup jelas