Anda di halaman 1dari 6

21.

Konsepsi Kepemimpinan yang Ideal


Kondisi kepemimpinan nasional yang diharapkan harus mampu
memenuhi keinginan dan mengakomodasi kepentingan nasional diseluruh wilayah
NKRI, kepemimpinan nasional tersebut harus tetap mengacu pada nilai-nilai yang
terkandung dalam 4 (empat) konsensus dasar bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Dilihat dari aspek religius Ketuhanan.
Pemimpin Nasional sewajibnya menjunjung tinggi aspek Ketuhanan, dimana
merupakan nilai yang terkandung dalam Pancasila, yang merupakan falsafah dan dasar
negara.
1) Pemimpin Religius yang taat norma dan etika karena Norma dan
etika dari perilaku pemimpin tingkat nasional merupakan contoh dan tauladan bagi
warganya, dan diharapkan dengan adanya norma dan etika yang baik maka para
pemimpin tingkat nasional akan lebih dihormati dan disegani oleh warganya atau
masyarakat. Sehingga tidak ada lagi berita dari mass media yang memberitakan kasus-
kasus negatif yang justru bisa menjatuhkan citra dan kewibawaan para pemimpin itu
sendiri seperti: terlibat affair dengan kalangan selebritis, terlibat video porno, gratifikasi
seks (lihat lampiran 8), mempertontonkan kemewahan, nikah sirih, maupun yang tidur
saat sedang rapat.

2) Pemimpin yang mampu mengharmonikan sentimen keagamaan


Diharapkan tidak lagi ada Diskriminasi terhadap agama, terutama terhadap
agama minoritas masih mewarnai kepemimpinan nasional dan pengambilan keputusan
saat ini, sehingga issu-issu yang pernah terjadi di negeri ini seperti di
Ambon, Poso, ataupun daerah lain tidak terulang lagi.
3) Pemimpin yang berani membela dan mengatakan kebenaran Masyarakat
sangat berharap ada pemimpin tingakat nasional yang bisa bersikap jujur, berani
mengatakan mana yang benar dan mana yang salah, dan selalu menegakkan keadilan,
serta mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik dalam segala hal. Hal ini
sejalan dengan definisi kepemimpinan sebagai parigeuing (saling mengingatkan tentang
kebenaran).
4) Pemimpin yang punya Toleransi tinggi Dalam Kehidupan
Beragama. Masyarakat Indonesia sangat membutuhkan tipikal seorang pemimpin yang
mempunyai toleransi tinggi dalam menjamin kebebasan untuk memeluk agamanya
masing-masing serta saling menghormati antara satu agama dengan agama yang
lainnya sehingga bisa membawa masyarakat dan bangsanya kearah kehidupan yang
lebih harmoni, tenang dan damai.

b. Dilihat dari aspek nilai Kemanusiaan


1) Pemimpin yang tidak bersikap arogan Pemimpin tingkat nasional diharapkan
tidak bersikap arogan yang mengedepankan kekuasaan dan haknya. Akan tetapi para
pemimpin tingkat nasional harus bisa dekat dengan rakyat yang bisa melindungi,
mengayomi dan melayani. Dengan demikian tidak ada lagi masyarakat yang memandang
negatif terhadap para pemimpin tingkat nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip
kepemimpinan ulah batengah bisi kateker (jangan arogan nanti akan tenggelam).
2) Pemimpin yang tidak serakah/meterialistik Pemimpin tingkat nasional
diharapkan bisa melihat kondisi dari rakyatnya yang masih banyak hidup dibawah garis
kemiskinan sehingga para pemimpin tersebut diharapakan setidaknya memiliki rasa
empati dengan tidak bersikap serakah.
3) Pemimpin yang tidak saling menjatuhkan dan mengedepankan persaingan
yang sehat Diharapkan pemimpin ataupun para calon pemimpin tingkat nasional bisa
bersaing secara sehat dalam pemilihan calon pemimpin dan bersikap legowo dalam
menerima kekalahan serta tidak menjadikan hukum sebagai alat untuk kepentingan
politiknya .
4) Pemimpin yang Saling menghormati satu sama
lain Sikap saling menghormati satu sama lain harus dijunjung tinggi oleh
pemimpin tingkat nasional agar perselisihan antar sesama pemimpin tidak terjadi hal ini
sejalan dengan prinsip maryada sakeng situtu.
5) Pemimpin yang kepedulian sosialnya tinggi Pemimpin tingkat nasional harus
mempunyai kepedulian sosial yang tinggi. Agar saat menjalankan tugasnya sebagai
seorang pemimpin, bisa bekerja dengan ikhlas dan berdasarkan hati nurani, yang
dilakukan semata-mata karena tanggung jawab, bukan karena karena pencitraan diri
untuk menarik simpati masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan teori lingkungan Stodgill
bahwa seorang pemimpin harus peduli terhadap lingkungannya.

c. Dilihat dari aspek Persatuan dan kesatuan


1) Pemimpin yang toleran tidak berwawasan primordial sempit. Rasa primodial
yang tinggi masih banyak melekat pada pemimpin di negeri ini, pemilihan pejabat masih
sering dikaitkan dengan keberadaan suku/etnis atau agama sama. Hal ini sesuai dengan
teori kepemimpinan Lemhannas RI sebagai pemimpin yang nasionalis dan negarawan.
2) Pemimpin yang nasionalis yang mampu meredam egosentis
kedaerahan. Egois kedaerahan juga harus dihilangkan oleh pemimpin tingkat nasional
dinegeri ini, sehingga dapat memperkuat persatuan dan kesatuan.
3) Pemimpin yang mampu membangun sinergitas, kerjasama dan
koordinasi Kerjasama antar pemimpin tingkat nasional baik dipusat maupun didaerah
menjadi salah satu kekuatan/kelebihan dalam pengelolaan sistem administrasi
ketatanegaraan/pemerintahan di Indonesia yang mampu membangun harmonisasi,
keseimbangan, dan solidaritas sosial sehingga terwujud sinergitas dengan yang lain. Hal
ini sesuai dengan teori humanistic Stodgill bahwa pimpinan harus mampu bekerjasama
dan beradaptasi.

d. Dilihat dari aspek Demokrasi


1) Pemimpin yang bersikap rendah hati dan tidak sok
kuasa/otoriter. Kepemimpinan nasional saat ini harus memperlihatkan kepemimpinan
yang rendah hati tidak sok kuasa, yang lebih mengedepankan kewajiban daripada hak
dan kewenangannya.
2) Pemimpin yang amanah terhadap kedaulatan rakyat. Pemimpin tingkat
nasional harus menyadari bahwa apa yang dijabatnya adalah amanah dari masyarakat
yang harus dijaga dan dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian maka akan
meminimalisir tindakan-tindakan yang mengarah pada KKN. Hal ini sesuai dengan
kepemimpinan Lemhannas RI bahwa harus mendahulukan kepentingan rakyat.
3) Pemimpin yang menjunjung tinggi sistem dan aturan. Pemimpin tingkat
nasional harus sesuai dengan sistem yang diatur oleh pemerintahan, sesuai dengan
tugas tanggung jawab yang dibebankan terhadap seseorang sesuai dengan aturan dan
per-undang-undangan. Hal ini sesuai dengan teori sifat dari Tead bahwa seorang
pemimpin harus berdasarkan maksud dan tujuan.
4) Pemimpin yang tidak totaliter atau
absolut. Dalam kepemimpinan nasional diharapkan tidak ada lagi pemimpin tingkat
nasional yang bersikap totaliter atau absolut..
5) Pemimpin yang tidak KKN. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa tidak adanya KKN
adalah hal yang paling di inginkan oleh masyarakat.
6) Pemimpin yang transparan dan akuntabel. Keterbukaan di era reformasi ini
menjadi salah satu syarat untuk mewujudkan tata pemerintahan yang clean
goverment dan good governance agar tidak ada lagi issu-issu tentang KKN.
7) Pemimpin yang Mau menerima saran dari orang lain. Saran atau kritik
membangun adalah salah satu cara dalam meningkatkan mutu dan kemampuan seorang
pemimpin, dan pemimpin tingkat nasional diharapkan bisa menerima kritik maupun
saran.
8) Pemimpin yang memenuhi syarat index kepemimpinan sesuai dengan
sistem rekruitmen. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan
yang dilakukan melalui sistem rekrutmen dengan baik dan benar. Dengan demikian akan
lahir pemimpin tingkat nasional yang berkualitas sesuai dengan yang diharapkan.

e. Dilihat dari aspek Keadilan


1) Pemimpin yang merakyat dan sederhana. Pemimpin tingkat nasional harus
bisa membaur dengan rakyatnya/warganya dan tidak merasa sebagai orang yang
istimewa. Seorang pemimpin adalah pelayan tanpa batas.
2) Pemimpin yang menjunjung tinggi hukum. Sebagai seorang
pemimpin/pejabat publik pemimpin tingkat nasional harus bisa menjunjung tinggi hukum
dan tidak boleh menyepelekan hukum tersebut.
3) Pemimpin yang pertisipatif, bijak, dan berpegang teguh pada aturan dan
keadilan. Pemimpin tingkat nasional harus mengambil suatu keputusan atau
kebijakan harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan teori sifat
dari Tead bahwa seorang pemimpin harus integrity mempunyai pribadi yang kuat dan
menjunjung tinggi keadilan.

f. Dilihat dari aspek Patriotisme


1) Pemimpin yang rela untuk berkorban Sikap rela berkorban harus ditanamkan
dalam jiwa pemimpin tingkat nasional agar lebih bisa menghormati dan menghargai
negara dan bangsanya. Hal ini sesuai dengan prinsip satya dikahulunan dalam
siksakandang karesian.
2) Pemimpin yang Komitmen, konsisten dan konsekuen terhadap
nasionalisme Pemimpin tingkat nasional harus komitmen dan konsisten serta
konsekuen dengan apa yang telah diucapkan, tidak hanya mengumbar janji tapi harus
ditepati. Hal ini sesuai dengan prinsip kepemimpinan yang bawalaksana, sacidu metu
saucap nyata dalam Master Leadership.
3) Pemimpin yang memahami nilai-nilai luhur bangsa Pemahaman terhadap
nilai-nilai luhur bangsa harus tercermin pada sikap dan perilaku pemimpin tingkat
nasional, dengan lebih mengedepankan budaya-budaya lokal, aset-aset negeri harus
lebih diperhatikan jangan sampai dikelola oleh pihak asing.
4) Pemimmpin yang profesional sehingga tidak merugikan bangsa dan
negara Pemimpin tingkat nasional dalam mengelola sistem tata pemerintahannya harus
berdasarkan atas profesionalisme yang tinggi sesuai dengan kapabilitas dan keahlianya
masing-masing dengan lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Hal ini
sesuai dengan teori sifat Tead, sebagai pemimpin yang mempunyai technical
mastery, yang mempunyai kecakapan teknis yang baik.

g. Dilihat dari aspek Pluralis dan Multikulturalis


1) Pemimpin yang menghargai dan memahami nilai-nilai kearifan
lokal. Pemimpin tingkat nasional harus lebih menghargai dan memahami nilai-nilai luhur
kearifan lokal karena nilai-nilai tersebut sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang
sudah digunakan oleh para nenek moyang yang terbukti berhasil dalam kepemimpinan
pada jamanya. Hal ini sesuai dengan teori sifat dari Lock sebagai pemimpin yang kreatif
yang mampu beradaptasi dengan lingkungan.
2) Pemimpin yang tidak diskriminatif sikap diskriminatif harus dihilangkan oleh
pemimpin-pemimpin saat ini, terutama terhadap golongan minoritas baik secara ras,
agama, maupun kelompok. Dengan demikian tidak ada lagi konflik-konflik sosial yang
disebabkan karena perbedaan SARA.

3) Pemimpin yang menghargai perbedaan tidak bersikap stereotif


negatif diharapkan tidak ada lagi perlakuan yang negatif/diskriminatif terhadap etnik-
etnik tertentu yang bisa menimbulkan konflik sosial yang dilakukan oleh pemimpin tingkat
nasional. Hal ini sesuai dengan teori sifat Locks yakni teori sifat yang fleksibilitas yang
mampu menyesuaikan situasi dan kondisi.

3. Kepemimpinan Nasional Dalam Perspektif Kearifan Lokal


Agar kepemimpinan nasional yang berbasis empat konsensus dasar kebangsaan lebih
optimal sehingga mampu mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan maka diajukan
untuk segera membuat rumusan tentang nilai-nilai kepemimpinan nasional yang khusus
berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal yang unggul, lengkap dan terperinci mulai dari
definisi, asas-asas, filosofi dan lain-lain sehingga bisa menjadi pedoman bagi seluruh
kader pimpinan tingkat nasional. Adapun konsepsi nilai-nilai kearifan lokal tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Pengertian kepemimpinan : Dalam merumuskan Pengertian kepemimpinan pun
harus di reaktualisasi kembali yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal,
kepemimpinan atau leader tidak lagi diartikan sebagai cara untuk menggerakkan atau
mempengaruhi orang lain dimana hal tersebut lebih berkonotasi pada pemahaman
leadership yang lebih berorientasi pada kekuasaan atau leader by position. Namun dalam
konsep kearifan lokal sebagaimana tertuang dalam naskah Sang Hyang Siksakandang
Karesian kepemimpinan diartikan sebagai: Parigeuing (mengingatkan) atau eling, jadi
seorang pemimpin harus senantiasa eling mengingatkan bawahanya kearah jalan yang
benar (Wattawa saubilhaq wattawa saubil sobr) dengan mengedepankan keteladanan
sehingga yang dipimpin dengan senang hati sadar dibawa kearah tujuan bersama disini
kepemimpinan diartikan bukan sebagai alat kekuasaan tapi sebagai alat untuk saling
mengingatkan tentang kebenaran.
2) Azas kepemimpinan :
(a). Saling Asih, asah, asuh (saling mengasihi, saling mengajari, dan saling membimbing)
(b). Ing madya mangun karso, ing ngarso sung tulodo, Tutwuri Handayani (dari tengah
memberikan semangat, dari depan memberi teladan, dari belakang memberi dorongan)
(c). Sipaka Inga, sipaka tau, sipaka lebi (saling mengingatkan, saling memberi tahu, dan
saling menghargai)
3) Filosofi Kepemimpinan :
(a)Pakeun heubeul jaya dibuana pake gawe kerta bener, pake gawe kerta rahayu (jika
ingin jaya didunia bekerja harus selalu berlandaskan kebenaran, maka akan mencapai
keadilan dan kesejahteraan. Membangun kekuatan dalam kedamaian, membangun
kekuatan dengan kerendahan hati)
(b) Tata tentrem kerta raharja (kondisi yang aman dan tentram akan membuat gairah
kerja, yang selanjutnya akan menciptakan kesejahteraan)
(c) Rumangsa Handak Beni, Melu Hangrukebi, Mulat Sarira Hangrasa Wani
(d) Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke (tidak ada hari ini tanpa
hari kemarin, makanya generasi saat ini harus menghargai sejarah masa lalunya dengan
cara menghargai para pendahulunya terutama orang tua dan orang-orang yang
dituakan).
(e) Elmu pare: agamaning pare lamun umeusi ta karah lagu tungkul haray hay asak,
lamun pare tanggah, ta karah nunjuk langit haray hay tanggah, asak tanggah, pare hapa
ngarana (ilmu padi jika semakin berisi maka semakin merunduk, itu pertanda padi yang
matang. Jika padi menunjuk langit, saat menguning tetap tengadah, masak tetap
tengadah itu pertanda padi hampa namanya).

4) Prinsip-prinsip Kepemimpinan :
(a) Bawa laksana Saciduh metu saucap (komitmen, konsisten, konsekuen)
(b) Ojo dumeh, ojo kagetan, ojo gumunan
(c) Ulah botoh bisi kokoro (Jangan serakah akan sengsara)
(d) Ulah batengah bisi kateker (jangan sombong akan celaka/tersingkir)
(e) Wayah wilayah lampah (perhatikan waktu dan tempat kemudian baru bersikap)
(f) Galih na wening ati, galeuh na di unggal leuweung, galuh na cahyaning ratu (hati
yang bening, mengelola hutan dengan arif, akan membawa pada kejayaan bangsa dan
negara).
(g) Rasa cipta karsa, Sabda hedap ambeg (satu pikiran, satu perkataan, satu perbuatan).
(h) Lain pamimpin nu ngudag jabatan tapi pamimpin nu amanah (bukan pemimpin yang
mengejar jabatan tapi pemimpin yang berbuat nyata sesuai dengan fungsinya masing-
masing-leader by action but not leader by position.
(i) Isen Mulang (Pantang Menyerah)

Anda mungkin juga menyukai