Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MODIFIKASI PERILAKU

Tentang

FADING

Di Susun Oleh:

Kelompok V

Nasa’atul Fadhilatil Fitri ( E dan F) 1715040028

Nofrima (C dan D) 1715040129

Rahmad Yazid (A dan B 1715040158

DosenPengampu:

Masnida Khairat, MA.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

TP 1440 H/2019 M

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
Tentang Fading .Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang Fading dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Padang, 26 Februari 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................1


B. Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Fading………………...............................................................................2
B. Dimensi Stimulus Untuk Fading................................................................................2
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Fading..........................................3
D. Memastikan Rancangan Menghasilkan Efek yang Diinginkan..............................8
E. Penerapan Fading........................................................................................................8
F. Analisis Kasus yang Berkaitan dengan Fading.........................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................13
B. Saran...........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

ii
3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fading adalah teknik untuk membentuk perilaku yang diinginkan secara bertahap,
yaitu dengan memberikan suatu stimulus awal atau stimulus yang mampu menampilkan
respon yang diinginkan secara terus-menerus kepada individu tersebut, lalu sedikit demi
sedikit dihilangkan. Dengan proses ini, diharapkan individu mampu merespon lingkungabn
yang sebenarnya tanpa memberian stimulus awal.
Perilaku-perilaku yang dapat diubah dan dibentuk melalui teknik fading antara lain,
pengenalan nama-nama benda kepada anak-anak, mengenal angka-huruf, hingga terapi
terhadap anak-anak penderita autis. Teknik fading ini banyak juga digunakan dalam berbagai
situasi pengajaran kehidupan sehari-hari maupun pembelajaran dalam kelas. Penggunaan
teknik fading dalam kehidupan sehari-hari, misalnya orang tua mengajari anak-anaknya
mengendarai sepeda, berlatih berdansa/menari, berlatih mengendarai mobil dan lain
sebagainya. Dalam belajar-mengajar di kelas, yaitu dengan cara meniru dan mengcopy
gambar lingkaran, garis, kotak segitiga, bentuk angka-angka dan bentuk huruf-huruf.
Sedangkan dalam terapi, yaitu program meningkatkan perilaku tepat terhadap anak-anak
penderita autis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut dengan Fading?
2. Apa yang dimaksud dengan Dimensi Stimulus untuk Fading?
3. Apa saja Faktor yang Mempengaruhi Fading?
4. Bagaimana Cara Menyelesaian Kesalahan dalam Penerapan Fading?
5. Apa saja Pedoman dalam Penerapan Fading?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Fading
2. Mengetahui Dimensi Stimulus untuk Fading
3. Mengetahui Faktor yang Mempengaruhi Fading
4. Mengetahui Cara Menyelesaian Kesalahan dalam Penerapan Fading.
5. Mengetahui Pedoman dalam Penerapan Fading

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fading
Fading adalah perubahan secara gradual pada successive trials dari stimulus yang
mengontrol respon, sehingga respon yang dihasilkan sedikit demi sedikit akan berubah
seiring dengan semakin lengkapnya stimulus. (Reza Fahmi:2001).
Fading (pemudaran) adalah perubahan bertahap di serangkaian percobaan berturut-
turut terhadap stimulus anteseden yang mengontrol sebuah respon sehingga respon tersebut
akhir-nya muncul bagi stimulus anteseden yang berubah sebagian atau yang baru
sepenuhnya. (Martin G & Pear J:2015).
Fading adalah perubahan gradual pada percobaan suksesif dari sebuah stimulus yang
mengontrol sebuah respon sehingga pada akhirnya respon akan muncul meskipun stimulus
berubah atau baru sama sekali (Martin & Pear, 2003).

B. Dimensi Stimulus untuk Fading


Secara umum yang disebut dimensi sebuah stimulus adalah ciri apapun yang dapat
diukur di sejumlah kontinum contohnya kuat lemahnya tekanan tangan guru ke tangan anak
untuk menuntun tangan anak menggambar lingkaran dan banyak-sedikitnya titik di gambar
lingkaran yang dapat dilacak murid. Sejauh ini pemakalah hanya menceritakan tentang
pemudaran di sepanjang dimensi-dimensi stimulus yang sangat spesifik, namun pemudaran
juga mucul di sepanjang perubahan-perubahan di situasi atau lingkup yang umum. Di
program salah satu penulis buku ini terhadap anak-anak dengan autisme, sekelompok anak
diharapkan bisa merespon dengan tepat di sebuah lingkup ruang kelas. (Martin dkk, 1968
dalam Martin G & Pear J ).

Diketahui anak-anak ini sangat ribut, khususnya di situasi kelompok, dan tidak bisa
diletakkan langsung di ruang kelas. Kalau begitu, perilaku yang diinginkan bagi setiap anak
harus diperoleh di situasi individual yang kemudian dipudarkan di ruang kelas. Pemudaran
yang dilakukan dengan sesi latihan awal dilakukan di ruang kecil disana terdapat kursi dan
meja. Setiap hari dua atau tiga mahasiswa menangani langsung dua atau tiga anak anak
berbasi interaksi satu per-satu . prosedur melibatkan penghilangan tantrum lewat pemudaran
dan penguatan duduk tenang penuh perhatian, menampilkan perilaku verbal yang tepat

5
menggambar, menyalin, dan menampilkan perilaku lain yang diinginkan. Setiap meja anak
diletakkan merapat ke dinding agar anak sulit meninggalakan situasi pelatihan.

Dalam 1 minggu, anak-anak belajar untuk duduk tenang, memperhatikan para


mahasiswa, dan mengimitasi kata-kata. Kontrol stimulus dibentuk antara situasi-situasi
pelatihan umum dan tingkat perhatian anak. Namun, tujuannya adalah mengajarkan anak
berfungsi dengan benar di situasi kelas reguler yang dipimpin satu guru. Jika situasi kelas
langsung diubah setelah minggu pertama, banyak perilaku mengganggu dan tidak perhatian
sebelumnya bakal muncul lagi. Jadi, selama periode 4 minggu, situasi pelatihan secara
bertahap diubah dari suatu ruang kecil dengan 3 anak dan 3 mahasiswa menuju ruang standar
dengan 7 murid dan 1 guru.

Satu dimensi yang difokuskan adalah struktur fisik ruangan. Anak dipindah dari ruang
kecil ke ruang kelas standar. Ini dilakukan dengan meletakkan lebih dulu meja anak-anak
merapat dinding, sama seperti yang sudah dilakukan di ruang kecil. Tiga mahasiswa yang
sudah menemani mereka ikut pindah ke ruang kelas standar. Sisa ruang di kelas dibiarkan
kosong. Setelah beberapa hari, bangku-bangku itu digeser secara bertahap menuju ke tengah
ruangan dan akhirnya diletakkan berdampingan. Meja dan perabot lainnya ditambahkan
setelah anak-anak itu akhirnya bisa duduk di kelas normal. Dimensi kedua adalah Jumlah
anak per guru. Pemudaran dimensi ini dilakukan seiring dengan pemudaran dimensi pertama.
Awalnya, satu mahasiswa menangani satu murid selama beberapa sesi. Berikutnya, satu
mahasiswa menangani dua murid secara bergantian selama beberapa sesi lagi. Dengan cara
ini perbandingan jumlah murid-guru meningkat secara bertahap hingga hanya l'guru reguler
menangani 7 anak di situasi kelas yang standar

C. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Fading (Pemudaran)


1. Stimulus Target Final
Stimulus Target Final dipilih dengan hati-hati agar kemunculan respon stimulus
tertentu dapat dipertahankan nantinya di lingkungan alamiah. Beberapa program pemudaran
menjadi gagal karena terlalu cepat berhenti ketika stimulus yang di sediakan tidak banyak
tercakup di lingkungan alami yang akan dihadapi klien nantinya. Di kasus Peter contohnya
bisa saja Veronica berhenti di tahap kedua, saat ia menyediakan ucapan "Peter" terhadap
pertanyaan yang dilontarkannya. sendiri "Siapa namamu?" setelah melihat Peter sudah bisa
mengucapkan namanya sendiri. Namun di lingkungan alami semua orang yang akan

6
bertanya kepada Peter tentunya tidak akan menyediakan stimulus yang sama seperti
Veronica, sehingga hingga program ini akan langsung gagal setelah dihentikan.

2. Stimulus Awal : Sebuah Dorongan


Di awal program pemudaran, penting untuk menyeleksi stimulus awal yang dapat
meyakini membangkitkan perilaku-perilaku yang diinginkan. Di dalam tugas mengajari Peter
tentang namanya, Veronika tahu bahwa Peter akan meniru kata terakhir sebuah
pertanyaan ketika kata itu diucapkan dengan keras. Karena itulah, stimulus awal bagi
Peter adalah pertanyaan "siapakah namamu?" diucapkan dengan lembut lalu diikuti
dengan cepat oleh kata yang diucapkan keras-keras "Peter!" Kata yang diteriakkan ini
mendorong Peter merespons dengan benar.
Dorongan (prompt) adalah stimulus anteseden pelengkap yang disediakan untuk
meningkatkan kemungkinan perilaku yang diinginkan muncul namun jelas ini bukan
stimulus target final yang mengontrol perilaku tersebut. Perilaku Instruktur sebagai
Dorongan Sangat berguna untuk memilah beberapa jenis perilaku yang dapat digunakan
instruktur sebagai dorongan Berikut ini 4 dorongan yang paling umum dan efektif
digunakan.
Dorongan-dorongan fisik (disebut juga panduan fisik) terdiri atas panduan belajar
lewat sentuhan orangtua sering kali menggunakan panduan fisik untuk membantu anak
mereka belajar perilaku baru seperti memegang tangan mereka saat mengajari mereka
berjalan, saat belajar menari guru tari sering melakukan sentuhan ke tangan tubuh, kaki,
leher, pinggang dan kepala Penari untuk menekan bagian-bagian tersebut agar meraih
sikap tubuh yang benar.
Dorongan-dorongan gestural adalah sejumlah gerak tertentu yang dibuat instruktur
pada tubuh, tangan atau ekspresi wajah untuk menguatkan, merespons dan mengajari
perilaku tanpa harus melakukan sentuhan ke pembelajaran. Contohnya guru nyanyi
menangkupkan telapak tangan dan menurunkan ke bawah untuk memberi sinyal agar
kelompok paduan suara yang dilatihnya merendahkan nada dan menggerakkan telapak
tangan ke atas agar nada ditinggikan.
.Dorongan pemodelan adalah perilaku yang tepat ditampilkan instruktur untuk
memberikan contoh perilaku yang benar. Contohnya, pelatih renang mengajari perenang
muda posisi lengan yang benar dalam renang gaya bebas.
Dorongan Verbal adalah petunjuk yang diberikan instruktur lewat kata-kata.
Contohnya instruksi mengemudi, memberikan sejumlah instruksi dan perintah kepada

7
pengemudi pemula seperti pastikan sabuk pengaman terpasang sebelumkamu mulai
berkendara
a. Perubahan Lingkungan sebagai Pendorong
Dorongan-dorongan lingkungan terdiri atas pengubahan lingkungan fisik dengan
suatu cara yang dapat memunculkan perilaku yang diinginkan. Seseorang yang berusaha
mengubah menu makanannya tetap sehat menaruh semua makanan sehat seperti ikan segar
dan sayuran di bagian kulkas yang mudah dijangkau sedangkan makanan tidak sehat
seperti kemasan junk food di bagian yang sulit dijairgkau. Contoh lainnya, seorang murid
yang ingin meningkatkan perilaku belajarnya menaruh semua buku dan alat tulis di meja
belajarnya dan menaruh semua buku bacaan dan mainan di lemari tertutup yang dikunci.
Secara teknis, semua kategori dorongan ini adalah bagian-bagian dari lingkungan
bagi seorang pelajar. Namun begitu, untuk memilah dorongan-dorongan perilaku instruktur
dari aspek-aspek lain lingkungan fisik, kita mesti mendefinisikan setiap kategori
dorongan seperti yang sudah di deskripsikan sebelumnya.

b. Dorongan Luar-Stimulus vs Dorongan dalam Stimulus


Dorongan perilaku-instruktur dan dorongan lingkungan bisa dibagi lebih jauh
menjadi dorongan luar-stimulus dan dorongan dalam-stimulus. Dorongan luar-stimulus
adalah sesuatu yang ditambahkan kepada lingkungan untuk membuat respons yang benar
lebih memungkinkan untuk muncul. Misalkan orangtua ingin mengajarkan anaknya
meletakkan pisau, garpu dan sendok dengan benar saat menyiapkan meia untuk makan
malam satu opsinya adalah orangtua menunjuk lokasi yang benar untuk setiap perkakas itu
saat disebutkan nama dan tempatnya.
Menunjuk termasuk dorongan perilaku instruktur luar stimulus, dan dapat
dipudarkan setelah beberapa kali percobaan Altematifnya, orangtua menggambar pisau,
garpu dan sendok di lokasi yang benar untuk ditempatkan dan meminta anak
meletakkannya dengan benar. Gambar-gambar akan menjadi dorongan lingkungan di luar
stimulus dan secara bertahap garis dapat dipudarkan setelah beberapa kali percobaan.

3. Langkah-langkah Pemudaran
Ketika respons yang diinginkan dapat diyakini muncul bagi dorongan-dorongan
yang diberikan di awal program latihan, dorongan-dorongan pun dapat dihilangkan secara
bertahap setelah beberapa kali percobaan. sama seperti langkah-langkah pembentukan
langkah-langkah di mana dorongan-dorongarl dihilangkan, mestinya dipilih dengan

8
hatihati. Yang juga mirip dengan pembentukan adalah penggunaan efektif Pemudaran ini
layaknya suatu seni' Sangat penting untuk memonitor performa pembelajar dari dekat
demi menentukan kecepatan pemudaran mestinya dilakukan. Pemudaran juga tidak
semestinya berjalan terlalu cepat atau terlalu lambat. |ika pembelajar mulai membuat
kekeliruan-kekeliruan, dorongan sudah dipudarkan terlalu cepat atau terlalu sedikit
langkah-langkah pemudarannya.
Kendati demikian, jika terlalu banyak langkah diperkenalkan atau terlalu banyak
dorongan disediakan di sejumlah percobaan, pembelajar akan menjadi terlalu bergantung
kepada dorongan-dorongan. Contohnya mengajari anak menyentuh kepala saat diminta
bertindak demikian. fika guru meluangkan terlalu banyak percobaan untuk menyediakan
dorongan menyentuh kepala, anak akan menjadi bergantung padanya dan kurang begitu
memperhatikan instruksi, "Sentuhlah kepalamu"'.

a. Pemudaran Lawan Pembentukan


Pemudaran mesti diambil untuk menghindari campuraduk pemudaran dengan
pembentukan. Keduanya adalah prosedur-prosedur bagi perubahan bertahap. Kendati
demikian, pembentukan melibatkan penguatan terhadap perubahan-perubahan kecil dalam
perilaku sehingga secara bertahap ia menjadi mirip dengan perilaku target. Jadi,
pemudaran melibatkan perubahan bertahap stimulus, namun respons tetap dipertahankan
sama, sedangkan pembentukan melibatkan perubahan bertahap dari suatu respons
sedangkan stimulusnya tetap dipertahankan sama.

b. Jurang-jurang Pemudaran
Sama seperti prinsip dan prosedur behavioral lainnya dapat diaplikasikan tanpa
disadari atau dipahami sepenuhnya oleh pihak-pihak yang tidak akrab dengannya, begitu
pula pemudaran bisa keliru digunakan. Namun demikian, lebih sulit untuk keliru
menggunakan pemudaran tanpa disengaja, karena perubahan bertahap yang diperlukan
pada petunjuk-petunjuknya jarang muncul secara kebetulan.
Dengan kata lain jurang pemudaran terjadi justru pada pihak-pihak yang melakukan
pemudarannya, namun melakukan sejumlah kekeliruan di dalam proses pelatihannya, dan
yang lebih umum lagi, tanpa memahami persis prinsip-prinsip pemudaran yang tengah
berlangsung.

9
c. Jurang ‘Kekeliruan Pengaplikasian yang Tidak Disadari’
Kasus seorang anak yang memukul-mukulkan kepala kepermukaan keras dapat
menjadi contoh bagi efek-efek dari kekeliruan pengaplikasian prosedur pemudaran.
Misalkan, seorang anak awalnya menarik perhatian dengan memukulkan kepala ke
permukaan lembut seperti kasur atau bantal, perilaku ini membuat orang dewasa segera
berlari untuk memeriksa apakah anak mengalami luka di kepala. Saat diketahui tidak ada
luka yang terjadi, orang dewasa mulai mengabaikan jika anak melakukan hal yang sama
kembali.
Karena oring dewasa tidak lagi memperhatikan, anak meningkatkan perilakunya
dengan membenturkan kepala kepermukaan yang lebih keras sedikit seperti matras.
Begitulah seterusnya, olang dewasa yang awalrrya memperhatikan jadi tidak lagi
memperhatikan setelah memeriksa tidak ada luka yang terjadi, membuat anak
membentukan kepala ke permukaan yang lebih keras lagi, seperti lantai atau tembok. Baru
di titik inilah, ketika perilaku anak sudah melukai dirinya sendiri, perhatian orangtua
mulai konstan diberikan.
Perhatikan bahwa di seluruh tahapan perilaku di contoh ini, perubahan bertahap
terjadi pada stimulusnya (jenis permukaan benda di mana anak membenturkan kepala), dan
bukan pada responsnya (perilaku untuk menarik perhatian orang dewasa). Meski mirip
pembentukaru namun contoh ini sangat cocok dengan kriteria pemudaran. Perilaku tak
diinginkan yang dikuatkan dari kejadian-kejadian ini sering kali dialami oleh mereka yang
tidak memahami betul prinsip pemudaran.

d. Panduan-panduan dari Pengaplikasian Efektif Pemudaran


Agar pemudaran bisa berjalan efektif dan tidak menimbulkan efek-efek tak
diinginkan, berikut ini 4 panduan praktis untuk melakukannya.

1. Spesifikan dengan jelas kondisi-kondisi saat ini di mana perilaku yang


diinginkan muncul- yaitu orang-orang, kata-kata, panduan fisik dan lain-lain
yang diperlukan untuk memunculkan perilaku yang diinginkan.
2. Tentukan dorongan-dorongan khusus yang memunculkan perilaku yang di
inginkan.
3. Tentukan dengan jelas dimensi-dimensi stimulus (seperti warna, keberadaan
orang lain, ukuran ruang dan lain-lain) yang ingin di pudarkan untuk meraih
kontrol stimulus target final.

10
4. Buatlah kerangka kerja bagi langkah-langkah pemudaran spesifik yang mesti
diikuti dan aturan-aturan, bagi langkah dari tahap awal hingga tahap
berikutnya.

4. Memastikan Rancangan Menghasilkan Efek yang di inginkan


a. Sajikan stimulus pemicu dan kuatkan perilaku yang benar.
b. Di sepanjang percobaan, pemudaran petunjuk-pe tunjuk mestinya dilakukan
secara bertahap, sehingga hanya ada sedikit mungkin kesalahan.
c. Pastikan selalu kekeliruan tidak pernah muncul. Jika kekeliruan sampai
muncul, kembalilah ke tahap sebelumnya selama beberapa kali percobaan dan
sediakan dorongan-dorongan tambahan.
d. Ketika kontrol oleh stimulus target final berhasil tercapai, kajilah panduan-
panduan di bab-bab sebelumnya terkait cara meluluskan pe'mbelajar dari
program latihan.

D. Penerapan Fading
Adapun penerapan fading sebagai berikut :
1. Belajar mengendarai sepeda.
2. Menuntun anak belajar menggambar lingkaran, segitiga, menulis angka dan
huruf.
3. Mengajarkan kemampuan verbal pada anak autis.
4. Memunculkan perilaku tidak merokok.

E. Analisis kasus yang berkaitan dengan fading


Berdasarkan beberapa penelitian (Morris, 1985) ditemukan bahwa prosedur
modifikasi perilaku efektif untuk mengatasi berbagai masalah belajar yang disebabkan oleh
faktor fisik sehingga banyak digunakan dalam ranah pendidikan khusus. Morris (1985)
memberikan contoh prosedur modifikasi perilaku dengan teknik fading dan reinforcement
untuk mengembangkan kemampuan mengenali nama-nama obyek.
Teknik fading digunakan dengan memulai pengenalan terhadap obyek melalui gambar
dan ucapan yang semakin lama semakin dipersulit dengan cara menunda pemberian bantuan
atau prompt kepada anak. Bradley-Johnson, Sunderman, dan Johnson (1983) serta Halle,
Baer, dan Spradlin (1981) menyebutnya sebagai teknik stimulus delay yang efektif untuk
membentuk kemampuan mengenali kata (dalam Suzer-Azaroff & Mayer, 1986). Sementara

11
itu, reinforcement yang digunakan dalam prosedur Morris (1985) dapat berupa token
economy, yang dikatakan efektif untuk menarik perhatian anak dan pra-remaja karena pada
usia tersebut seseorang cenderung senang mengoleksi sesuatu (Evans, Schultz, & Saddler
dalam Nurannissa, 2009).
Penelitian ini berfokus pada perubahan tingkah laku dari seorang subyek sehingga
desain yang digunakan adalah single-subject dengan tipe ABA single-factor baseline
(Bordens & Abbott, 2005) dengan Subyek adalah seorang siswa laki-laki tuna rungu
berinisial A yang berusia 13 tahun dan duduk di kelas 5 SDN Inklusi 04 Menteng Atas.
Program intervensi menggunakan “Pendekatan Modifikasi Perilaku dengan Teknik Fading
dan Token Economy untuk Meningkatkan Kosakata Siswa Tuna Rungu Prelingual
Profound”. Peningkatan kosakata yang dimaksud adalah produksi maupun pemahaman
terhadap kata melalui tulisan Secara lebih spesifik, program bertujuan untuk meningkatkan:
1) jumlah kata (nama obyek dan kegiatan) yang mampu dituliskan oleh A ketika menemui
obyek atau kegiatan tersebut, dan 2) jumlah obyek atau kegiatan yang mampu ditunjuk oleh
A ketika diperlihatkan tulisan namanya.
Peningkatan dilihat dari perbandingan hasil pre-test dan hasil post-test terhadap enam
belas nama yang diajarkan selama intervensi. Setelah intervensi, A mampu menguasai 87,5%
dari delapan nama obyek dan 100% dari delapan nama kegiatan yang diajarkan. Jika ditotal,
A telah menguasai 93,75% dari enam belas kata yang diajarkan. Hasil ini membuktikan
bahwa pendekatan modifikasi perilaku dengan teknik fading dan token economy efektif
untuk meningkatkan kosakata siswa tuna rungu dengan jenis ketunarunguan prelingual
profound, baik dalam pemahaman maupun produksi kata melalui tulisan.

12
BAB III

A. Kesimpulan
Fading merupakan teknik yang digunakan untuk membentuk perilaku yang
diinginkan secara bertahap, yaitu dengan memberikan suatu stimulus awal atau stimulus yang
mampu menampilkan respon yang diinginkan secara terus-menerus kepada individu dengan
sedikit demi sedikit dihilangkan. hal ini, bertujuan agar individu mampu merespon
lingkungan yang sebenarnya tanpa memberian stimulus awal. Teknik fading digunakan
dengan memulai pengenalan terhadap obyek melalui gambar dan ucapan yang semakin lama
semakin dipersulit dengan cara menunda pemberian bantuan atau prompt kepada anak.
Stimulus adalah ciri apapun yang dapat diukur di sejumlah kontinum contohnya kuat
lemahnya tekanan tangan guru ke tangan anak untuk menuntun tangan anak menggambar
lingkaran dan banyak-sedikitnya titik di gambar lingkaran yang dapat dilacak murid.

B. Saran

Pada makalah ini, penulis masih memiliki kekurangan pada bagian isi, yaitu penulis
belum menemukan kesalahan dalam penerapan fading. Diharapkan dengan makalah ini
pembaca bisa menerapkan fading dalam kehidupan sehari-hari dan memahami materi fading
ini baik yang menyangkut secara umum maupun spesifik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R. Matthew H. Olson . 2001. An Introducton to Theories of Learning. New


Jersey : Prentice – Hall.
Kazdin, Alan E (1994). Behavior Modification in Applied Setting. California : Brooks/ Cole
Publishing Company.
Martin, Garry. Joseph Pear. (2003). Behavior Modification : What It Is and How to Do It.
Seventh Edition. New Jersey : Prentice Hall. Inc.
Parmawati., S., B Prasetyawati., W & Prianto., R., M .,A (2015) PSIBERNETIKA:
Efektivitas Pendekatan Modifikasi Perilaku dengan Teknik Fading dan Token Economy
dalam Meningkatkan Kosakata Siswa Tuna Rungu Prelingual Profound. 1 (8) hal 20-34.

14

Anda mungkin juga menyukai