Anda di halaman 1dari 9

KIMIA PANGAN

Tugas Terstruktur Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Kimia Pangan


Dosen Pengampu : Dr. Nunung Kurniasih S.Pd. M.Si.
Selasa, 08 Oktober 2019

Nama : Riesta Ramadhani H


NIM : 1177040064
Kelas : Kimia 5B

Pertanyaan :
Sebutkan dan jelaskan uji analisis Karbohidrat dan Protein pada bahan Pangan.
Jawaban :

KARBOHIDRAT
1. Analisis Kualitatif
a. Uji Antron
Sebanyak 0.2 ml larutan contoh didalam tabung reaksi ditambahkan kedalam larutan antron
(0.2% dalam H2SO4 pekat). Apabila timbul warna hijau atau hijau kebiruan menandakan
adanya karbohidrat dalam larutan contoh ( sampel bahan makanan yang sudah dilarutkan).
b. Uji Barfoed
Pereaksi terdiri dari kupri asetat dan asam asetat. 5 ml pereaksi tersebut dimasukkan
kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml larutan sample atau yang akan diujikan.
Letakkan tabung reaksi tersebut dalam air mendidih selama 1 menit. Apabila terbentuk
endapan berwarna merah oranye menunjukkan adanya monosakarida dalam sample.
c. Uji Benedict
Pereaksi uji ini terdiri dari kupri sulfat, natrium sitrat dan natrium karbonat. 5 ml pereaksi
tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 8 tetes larutan sample atau
yang akan diujikan. Kemudian tabung reaksi ditempatkan dalam air mendidih selama 5
menit. Apabila terbentuk endapan berwarna hijau, kuning, atau merah oranye menunjukkan
adanya gula pereduksi dalam sample.
d. Uji Orsinol Bial-HCL
Ke dalam 5 ml pereaksi ditambahkan 2-3 ml larutan sample, kemudian dipanaskan sampai
muncul gelembung-gelembung gas di permukaan larutan. Apabila timbul endapan dan
larutan berwarna hijau menandakan adanya pentosa dalam sample.
e. Uji Iodin
Dalam uji Iodin ini, larutan yang akan diuji (sample) diasamkan dengan HCL. Sementara
itu dibuat juga larutan iodin dalam larutan KI. Kemudian larutan sample sebanyak satu tetes
ditambahkan kedalam larutan iodin. Hasil dari uji ini adalah sbb:
 Apabila timbul warna biru menunjukkan adanya pati
 Apabila timbul warna merah menunjukkan adanya glikogen atau eritrodekstrin.
f. Uji Molish
Masukkan 2 ml larutan sample dalam tabung reaksi kemudian tambahkan dua tetes pereaksi
α-naftol 10% dan dikocok. Tambahkan 2 ml H2SO4 kedalam tabung reaksi tadi secara hati-
hati. Dari hal tersebut akan terbentuk dua lapisan cairan dalam tabung reaksi yaitu larutan
sample akan berada di lapisan atas. Apabila terdapat cincin berwarna merah ungu pada batas
kedua cairan menunjukkan adanya kandungan karbohidrat dalam sample yang diujikan.
g. Uji Seliwanoff
Uji ini digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan fruktosa dalam sample yang
diujikan. Untuk melakukan uji ini siapkan terlebih dahulu pereaksinya yaitu 3.5 ml
resorsinol 0.5% dicampur dengan 12 ml HCL pekat, kemudian diencerkan dengan air suling
menjadi 35 ml. Ambil 5 ml larutan perekasi yang sudah dibuat tadi tambahkan dengan 1 ml
larutan sample setelah itu ditempatkan dalam air mendidih selama 10 menit. Warna merah
cherry menunjukkan adanya fruktosa dalam sample.
h. Uji Tauber
Uji ini digunakan untuk menunjukkan adanya kandungan pentosa dalam sample yang diuji.
Cara pengujiannya adalah dengan menambahkan dua tetes larutan sample kedalam 1 ml
larutan benzidina, kemudian didihkan dan segera didinginkan. Apabila timbul warna ungu
menunjukkan adanya pentosa dalam sample.
i. Uji Osazon
Untuk membedakan bermacam-macam karbohidrat dari gambar kristalnya. Suatu aldosa
atau ketosa dengan fenil hidrazin akan membentuk Kristal osazon. Kristal osazon yang
terbentuk khas sesuai dengan jenisnya.
j. Uji Tollens
Uji ini untuk positif terhadap karbohidrat pentosa yang membedakannya dengan heksosa.
Aldehida dapat mereduksi pereaksi Tollens sehingga membebaskan unsur perak (Ag).
Pereaksi tollens, pengoksidasi ringan yang digunakan dalam uji ini, adalah larutan basa dari
perak nitrat. Larutannya jernih dan tidak berwarna. Untuk mencegah pengendapan ion perak
sebagi oksida pada suhu tinggi, maka ditambahkan beberapa tetes larutan amonia. Amonia
membentuk kompleks larut air dengan ion perak. Aldehid dioksidasi menjadi anion
karboksilat, ion Ag+ dalam reagensia Tollens direduksi menjadi logam Ag. Uji positf
ditandai dengan terbentuknya cermin perak pada dinding dalam tabung reaksi.
k. Hidrolisa Sukrosa
Mengidentifikasi hasil hidrolisis sukrosa, Sukrosa dalam HCl dalam keadaan panas akan
terhidrolisis, lalu menghasilkan fruktosa dan glukosa. Hal ini menyebabkan uji Benedict dan
Seliwanoff yang sebelumnya hidrolisis menghasilkan hasil negative menjadi positif. Uji
Barfoed menjadi positif pula dan menunjukkan bahwa hidrolisis sukrosa menghasilkan
monosakarida.
l. Hidrolisa Pati
Mengidentifikasi hasil hidrolisis amilum (pati). Pati dalam suasana asam bila dipanaskan
akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Hasil hidrolisis dapat
diuji dengan iodium dan menghasilkan warna biru sampai tidak berwarna. Hasil akhir
hidrolisis ditegaskan dengan uji Benedict.
m. Uji Asam Musat
Dilakukan untuk membedakan antara glukosa dan galaktosa. Larutan uji dicampurkan
dengan HNO3 pekat kemudian dipanaskan. Karbohidrat dengan asam nitrat pekat akan
menghasilkan asam yang dapat larut. Namun, laktosa dan galaktosa menghasilkan asam
musat yang dapat larut.

2. Analisis Kuanitatif
a. Analisis total gula (Metode Anthrone)
Gula dapat bereaksi dengan sejumlah pereaksi menghasilkan warna spesifik. Intensitas
warna dipengaruhi oleh konsentrasi gula. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan
spektofotometer. Pereaksi Anthrone (9,10-dihidro-9-oksoantrasena) 0,1% dalam asam
sulfat pekat. Pereaksi Anthrone bereaksii dengan karbohidrat dalam asam sulfat pekat
menghasilkan warna biru kehijauan. Intensitas absorbansnya diukur pada λ=630nm.
Metode ini digunakan untuk analisis total gula bahan padat atau cair. Prinsip dasar dari
metode anthrone adalah senyawa anthrone akan bereaksi secara spesifik dengan
karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas.
Senyawa anthrone (9,10-dihydro-9- oxanthracene) merupakan hasil reduksi anthraquinone.
b. Analisis total gula (Metode Fenol)
Metode ini digunakan untuk menetapkan total gula semua bahan pangan. Sebelumnya
contoh harus disiapkan seperti pada persiapan contoh untuk analisis gula. Gula sederhana,
oligosakarida, polisakarida, dan turunannya dapat bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat
pekat menghasilkan warna oranye kekuningan yang stabil.
c. Analisis gula reduksi (Metode Lane-Eynon)
Gula pereduksi dalam bahan pangan dapat ditentukan konsentrasinya berdasarkan pada
kemampuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Analisis gula pereduksi dengan metode
Lane-Eynon dilakukan secara volumetri dengan titrasi/titrimetri. Metode ini digunakan
untuk penentuan gula pereduksi dalam bahan padat atau cair seperti laktosa, glukosa,
fruktosa, maltosa. Metode Lane-Eynon didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi Fehling
oleh gula-gula pereduksi. Penetapan gula pereduksi dengan melakukan pengukuran
volume larutan gula pereduksi standar yang dibuthkan untuk mereduksi pereaksi tembaga
(II) basa menjadi tembaga (II) oksida (Cu2O). Udara yang mempengaruhi reaksi
dikeluarkan dari campuran reaktan dengan cara mendidihkan laruta selama titrasi. Titik
akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen blue yang warnanya akan hilang karena kelebihan
gula pereduksi di atas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga.
d. Analisis Gula Reduksi (Nelson-Somogyi)
Metode in digunakan unttuk mengetahui kadal gula pereduksi dalam sampel. Metode
Nelson-Somogyi didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi tembaga sulfat oleh gula-gula
pereduksi. Gula pereduksi mereduksi pereaksi tembaga (II) basa menjadi tembaga (I)
oksida (Cu2O). Cu2O ini bersama dengan arsenomolibdat membentuk senyawa komplek
berwarna. Intensitas warna menunjukkan banyaknya gula pereduksi dengan pengujian
menggunakan λ=520 nm.
e. Analisis Total Pati, Amilosa, Amilopektin
Kandungan pati dalam bahan pangan dapat ditentukan secara volumetrik/titrimetri atau
kolorimetri. Penentuan total pati adalah dengan cara menghidrolisis pati secara sempurna
menjadi glukosa. Hidrolisis pati menjadi gula dapat terjadi saat ada perlakuan asam yaitu
memecah ikatan glikosidik yang menghubungkan antar glukosa. Dapat juga terjadi secara
enzimatis (enzim α-amilase dan glukoamilase) yang memecah molekul-molekul amilosa
dan amilopektinn menjadi gula sederhana.
Kandungan glukosa dapat ditentukan menggunakan metode penetapan gula seperti metode
Anthrone, metode fenol, metode Lane-Eynon, metode Nelson-Somogyi. Kandungan pati
ditentukan menggunakan fakor pengali (0,9). Sehingga kandungan pati adalah kandungan
glukosa x 0,9. Dapat ditentukan untuk analisis kadar pati pada contoh padat atau cair.
f. Analisis Karbohidrat Yang Tidak Dapat Dicerna
Analisis Karbohidrat Yang Tidak Dapat Dicerna yaitu meliputi Analisis serat kasar (crude
fiber) dan analisis serat makanan (dietary fiber).Serat kasar ditentukan dari residu setelah
contoh diperlakukan dengan asam dan basa kuat. Serat makanan ditentukan berdasarkan
kadar acid detergent fiber (ADF) dan neutral detergen fiber (NDF). ADF itu sendiri terdiri
dari sebagian besar selulosa dan lignin, dan sebagian kecil hemiselulosa dan substansi
pektat sehingga umumnya dianggap sebagai selulosa dan lignin. NDF terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Penetapan lignin yaitu dengan metode klason. Sedangkan
penetapan substansi pekat dengan metode spektrifotometer. Kadar hemiselulosa diperoleh
dengan menghitung selisih kadar NDF dengan kadar ADF. Kadar selulosa diperoleh
dengan menghitung selisih kadar ADF dan kadar Lignin. Total serat makanan dihitung
dengan menjumlahkan kadar NDF dengan kadar substansi pektat. Serat kasar yaitu residu
dari bahan makanan yang telah diperlakukan dengan asam dan alkali mendidih. Terdiri
dari selulosa, sedikit lignin dan pentose.
PROTEIN
1. Analisis Kualitatif
a. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah
dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan.
Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzene yang terdapat pada molekul protein. Jadi
reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan. Jika kulit
terkena nitrat berwarna kuning, hal tersebut terjadi karena reaksi xantoprotein.
b. Reaksi Hopkins-Cole
Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehid dengan bantuan asam kuat dan
membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung triptofan dapat
direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini
dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan
pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga membentuk
lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada
batas antara kedua lapisan tersebut. Pada dasarnya reaksi Hopkins-Cole memberikan hasil
positif khas untuk gugus indol dalam protein.
c. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila
pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat
berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol,
karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna. Protein
yang mengandung tirosin akan memberikan hasil positif.
d. Reaksi Nitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan
protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat
memberikan hasil positif. Gugus –s–s– pada sistin apabila direduksi dahulu dapat
jugamemberikan hasil positif
e. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini
memberi hasil positif apabila ada gugus guanidine. Jadi arginine atau protein yang
mengandung arginine dapat menghasilkan warna merah.
2. Analisis Kualitatif
a. Metode Kjeldahl
Penentuan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan
jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Metode tersebut dikembangkan oleh
Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Dalam penentuan protein,
seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi hal
tersebut sulit dilakukan karena kandungan senyawa lain memiliki jumlah yang cenderung
sedikit. Penentuan jumlah N total ini dikatakan sebagai representasi jumlah protein yang
akan dicari. Kadar protein hasil dari analisis kadar protein metode Kjeldahl ini dengan
demikian sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein).
Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan
pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-
rata 16% (dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah
diketahui kadar unsur N-nya, maka angka yang lebih tepat dapat dipakai.
Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai cara) maka jumlah
protein dapat diperhitungkan dengan:
Jumlah N x 100/16 atau Jumlah N x 6,25
Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi unsur-
unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai. Sedangkan
beberapa jenis protein telah diketahui faktor perkaliannya.
b. Metode Lowry
Protein dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan
warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Konsentrasi
protein diukur berdasarkan optical density (OD) pada panjang gelombang 600 nm (OD
terpilih). Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu dibuat kurva
standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD. Biasanya digunakn
protein standar Bovine Serum Albumin (BSA) atau Albumin Serum Darah Sapi. Larutan
Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdat (1:1);
dan larutan Lowry B yang terdisi dari Na-karbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan
Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya adalah sebagai berikut: 1 ml larutan protein ditambah
5 ml Lowry B, digojog dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry
A digojog dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya diamati OD-nya pada panjang gelombang
600 nm. Cara Lowry 10-20 kali lebih sensitif daripada cara UV atau cara Biuret.
c. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer.
Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam
(-CONH2) yang berada bersama gugus amida asam yang lain atau gugus yang lain seperti –
CSNH2; – C(NH)NH2; – CH2NH2; – CRHNH2; – CHOHCH2NH2 – CHOHCH2NH2 –
CHNH2CH2OH; – CHNH2CHOH.
Dengan demikian uji biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain seperti biuret atau
malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah-
violet atau biru-violet. Intensitas warna tergantung pada konsentrasi protein yang ditera.
Penentuan protein cara biuret adalah dengan mengukur OD pada panjang gelombang 560-
580 nm. Agar dapat dihitung banyaknya protein dalam bahan maka perlu lebih dahulu dibuat
kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD pada
panjang gelombang terpilih. Dibandingkan dengan cara Kjeldahl maka biuret lebih baik
karena hanya protein atau senyawa peptida yang bereaksi dengan biuret, kecuali urea.
d. Metode Spektrofotometer UV
Reagen yang digunakan pada metode ini yaitu reagen bradford. Kebanyakan protein
mengabsorbsi sinar ultraviolet maximum pada 280 nm. Hal ini tertutama oleh adanya asam
amino tirosin triptophan dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut. Pengukuran protein
berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah dan tidak merusak bahan. Untuk
keperluan perhitungan juga diperlukan kurva standar yang melukiskan hubungan antara
konsentrasi protein dengan OD.
e. Metode Turbudimetri atau Kekeruhan
Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan
bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic Acid (TCA), Kalium Ferri Cianida
K4Fe9(CN)6 atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter.
Tabel atau kurva juga harus dibuat terlebih dahulu untuk menunjukkan hubungan antara
kekeruhan dengan kadar protein (dapat ditentukan dengan cara Kjeldahl). Cara ini hanya
dapat dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan dan hasilnya biasanya kurang tepat.
f. Metode Pengecatan
Beberapa bahan pewarna misalnya Orange G, Orange 12 dan Amido Black dapat
membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan mengukur
sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan colorimeter), maka jumlah
protein dapat ditentukan dengan cepat. Tentunya tabel atau kurva standar perlu dibuat
terlebih dahulu untuk keperluan ini.
g. Metode Titrasi Formol
Larutan dinetralkan dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah
terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksi) dengan basa
NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah
PP, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang
dalam 30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya
pemecahan protein dan kurang tepat untuk penetuan protein.

REFERENSI:
Poedjiadi dan Supriyanti. (2005). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Sudarmadji, dkk.. (2007). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Winarno. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
https://www.academia.edu/31598116/Analisa_Kualitatif_Dan_Kuantitatif_Karbohidrat_pdf

Anda mungkin juga menyukai