Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hospitalisasi adalah masuknya individu ke rumah sakit sebagai


pasien dengan berbagai alas an seperti pemeriksaan diagnostik, prosedur
operasi, perawatan medis, pemberian obat dan menstabilkan atau
pemantauan kondisi tubuh.. Hospitalisasi pada anak akan memberikan
dampak negatif seperti trauma, cemas dan ketakutan (Saputro & Fazrin,
2017).

Bermain merupakan kegiatan atau simulasi yang sangat tepat untuk


anak. Bermain dapat meningkatkan daya pikir anak untuk
mendayagunakan aspek emosional, sosial serta fisiknya serta dapat
meningkatkan kemampuan fisik, pengalaman, dan pengetahuan serta
keseimbangan mental anak (Wong, 2009).

Terapi bermain merupakan kegiatan untuk mengatasi masalah


emosi dan perilaku anak-anak karena responsive terhadap kebutuhan unik
dan beragam dalam perkembangan mereka. Anak-anak tidak seperti orang
dewasa yang dapat berkomunikasi secara alami melalui kata-kata, mereka
lebih alami mengekspresikan diri melalui bermain dan beraktivitas.

B. Tujuan

1. Tujuan umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain
dan beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan volume cairan di dalam tubuh anak
b. Merangsang kemauan anak untuk mengkonsumsi minuman yang
dapat membantu mempercepat proses penyembuhan
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Bermain


1. Pengertian
Bermain merupakan kegiatan menyenangkan yang dilakukan
dengan tujuan bersenang-senang ,yang memungkinkan seorang anak
dapat melepaskan rasa frustasi (Santrock, 2007). Berdasarkan paparan
diatas dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan kegiatan yang
dilakukan anak untuk mengatasi berbagai macam perasaan yang tidak
menyenangkan dalam dirinya. Dengan bermain anak akan
mendapatkan kegembiraan dan kepuasan.
2. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan
sensoris-motorik, perkembangan intelektual, perkembangan sosial,
perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
a. Perkembangan Sensoris-Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik
merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain
aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat
permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia
toddler dan prasekolah yang banyak membantu perkembangan
aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
b. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama
mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada
saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah.
Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan
anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan
masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya
semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi
seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
c. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar
memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu
anak untuk mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan
masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas
bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa
lawan bicara, dan belajar tentang nilai sosial yang ada pada
kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan
remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya
dilingkungan keluarga.
d. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan
mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang
kreativitasnya untuk semakin berkembang.
e. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan
menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya,
jika anak mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis,
anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti
teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai
moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang
lain
f. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,
terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas
bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-
nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai
moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang
salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah
dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan
yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain
adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap
tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah
media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan
dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua
untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan
mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
g. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami
berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah,
takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak
dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa
stressor yang ada dilingkungan rumah sakit.
3. Klasifikasi Bermain
a. Berdasarkan Isi Permainan
1. Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal
yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi
akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan
yang menyenangkan dengan orang tuanya atau orang lain.
Permainan yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara
sambil tersenyum dan tertawa. Bayi akan mencoba berespons
terhadap tingkah laku orang tuanya misalnya dengan
tersenyum, tertawa, dan mengoceh.
2. Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat
menimbulkan rasa senang pada anak dan biasanya
mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir, anak
akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja
yang dapat dibentuknya dengan pasir .
3. Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan
meningkatkan ketrampilan anak, khususnya motorik kasar dan
halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-benda
kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang
lain, dan anak akan terampil naik sepeda.
4. Games
Games atau permainan adalah jenis permainan yang
menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan
atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau
dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari
yang sifatnya tradisional maupun yang modern.misalnya, ular
tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.
5. Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir,
tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan
kursi, meja, atau apa saja yang ada di sekelilingnya.
6. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak
memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya.
Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa,
misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya
yang ingin ia tiru.
b. Berdasarkan Karakter Sosial
1. Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati
temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut
berpartisipasi dalam permainan.
2. Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok
permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan
yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan
alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja
sama, ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
3. Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat
permainan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak
lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak
satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain.
Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
4. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu
anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada
pemimpin atau yang memimpin permainan, dan tujuan
permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah
bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-
masakan.
5. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas
pada permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan.
Anak yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkan
anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya,
pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin
permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka
harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan
permainan dengan memasukkan bola ke gawang lawan
mainnya.
4. Bentuk-bentuk Permainan
a. Usia 0 – 12 bulan
Tujuannya adalah :
1. Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya
mengisap, menggenggam.
2. Melatih kerjasama mata dan tangan.
3. Melatih kerjasama mata dan telinga.
4. Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.
5. Melatih mengenal sumber asal suara.
Alat permainan yang dianjurkan :
1. Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.
2. Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.
3. Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
4. Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.
5. Alat permainan berupa selimut
b. Usia 13 – 24 bulan
Tujuannya adalah :
1. Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
2. Memperkenalkan sumber suara.
3. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
4. Melatih imajinasinya.
5. Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam
bentuk kegiatan yang menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
1. Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.
2. Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.
3. Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir
yang tidak mudah pecah, sendok botol plastik, ember, waskom,
air), balok-balok besar, kardus-kardus besar, buku bergambar,
kertas untuk dicoret-coret, krayon/pensil berwarna.
c. Usia 25 – 36 bulan
Tujuannya adalah ;
1. Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
2. Mengembangkan keterampilan berbahasa.
3. Melatih motorik halus dan kasar.
4. Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung,
mengenal dan membedakan warna).
5. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
Alat permainan yang dianjurkan :
1. Alat-alat untuk menggambar.
2. Lilin yang dapat dibentuk
3. Pasel (puzzel) sederhana.
4. Manik-manik ukuran besar.
5. Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang
berbeda.
6. Bola
d. Usia 32 – 72 bulan
Tujuannya adalah :
1. Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
2. Mengembangkan kemampuan berbahasa.
3. Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah,
mengurangi.
4. Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-
pura (sandiwara).
5. Membedakan benda dengan permukaan.
Alat permainan yang dianjurkan :
1. Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah
anak-anak, alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat,
gunting, air, dll.
2. Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar
rumah.
5. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain
a. Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi /
keterbatasan
b. Status kesehatan, anak sakit => perkembangan psikomotor
kognitif terganggu
c. Jenis kelamin
d. Lingkungan => lokasi, negara, kultur
e. Alat permainan => senang dapat menggunakan
f. Intelegensia dan status sosial ekonomi.
6. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Bermain
a. Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan
anak.
b. Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
c. Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum
meningkat pada keterampilan yang lebih majemuk.
d. Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak
ingin bermain.
e. Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

Jenis Kegiatan : Menggambar dan Mewarnai


Sasaran : Anak
Tempat : RS Bhayangkara Makassar Ruang Parkit
Hari/ tanggal : Sabtu, 24 Agustus 2019
Pelaksana : Mahasiswa Profesi NERS Universitas Muslim Indonesia
Makassar

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak
2. Tujuan Khusus
a) Anak dapat lebih mengenali warna
b) Menurunkan tingkat kecemasan pada anak
c) Mengembangkan imajinasi pada anak
B. Analisa Situasi
1. Peserta terapi bermain adalah pasien anak-anak
a) Peserta siap mengikuti terapi bermain dari mahasiswa
b) Peserta sangat antusias dalam mengikuti terapi bermain.
2. Pemberi terapi bermain adalah Mahasiswa Profesi NERS UNIVERSITAS
MUSLIM INDONESIA yang praktek dan bertanggung jawab di ruangan
Parkit
a) Mahasiswa menyediakan alat dan bahan untuk terapi bermain
b) Mahasiswa menjelaskan jenis kegiatan terapi bermain dan cara
melakukannya
c) Mahasiswa menyiapkan hadiah menarik bagi peserta yang memiliki
keterampilan dalam terapi bermai.
C. Metode
Belajar sambil bermain.
D. Media, Alat, dan Bahan
1. 12 batang pensil dengan warna yang berbeda
2. 6 Kertas bergambar
3. 6 Alas kertas bergambar
4. Souvenir dan hadiah bagi peserta

E. Pengorganisasian
1. Penanggung Jawab :
2. Leader :
3. Co Leader :
4. Fasilitator :

F. Pembagian Tugas
1. Leader :
Peran Leader
a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan
menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi
untuk mengekspresikan perasaannya
b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
c. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan
dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam
kegiatan
2. Co Leader :
Peran Co Leader
a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok
yang akan datang
d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3. Fasilitator :
Peran Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok

G. Seting Tempat

Meja

Keterangan :
: Leader
: Co Leader
: Fasilitator
: Peserta

H. Susunan Kegiatan

No Waktu Terapis Anak Ket


1 5 menit Pembukaan :
- Co-Leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
- Memperkenalkan diri Mendengarkan
terapis
- Memperkenalkan Mendengarkan
pembimbing
- Memperkenalkan anak Mendengarkan dan
satu persatu dan anak saling berkenalan
saling berkenalan
- Kontrak waktu dengan Mendengarkan
anak Mendengarkan
- Mempersilahkan Leader

2 5 menit Kegiatan bermain :


- Leader menjelaskan cara Mendengarkan
permainan
- Menanyakan pada anak, Menjawab pertanyaan
anak mau bermain atau
tidak
- Membagikan permainan Menerima permainan
- Leader ,co-leader, dan Bermain
Fasilitator memotivasi
anak Bermain
- Fasilitator mengobservasi
anak Mengungkapkan
- Menanyakan perasaan perasaan
anak

3 5 menit Penutup :
- Leader Menghentikan Selesai bermain
permainan
- Menanyakan perasaan Mengungkapkan
anak perasaan
Mendengarkan
- Menyampaikan hasil
permainan Senang
- Memberikan hadiah pada
anak yang cepat
menyelesaikan gambarnya
dan bagus Senang
- Membagikan
souvenir/kenang-kenangan
pada semua anak yang
bermain Mengungkapkan
- Menanyakan perasaan perasaan
anak Mendengarkan
Menjawab salam
- Co-leader menutup acara
- Mengucapkan salam

I. Evaluasi
a. Evaluasi struktur yang diharapkan :
1. Alat-alat yang digunakan lengkap
2. kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
b. Evaluasi proses yang diharapkan
1. Terapi dapat berjalan dengan lancar
2. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
3. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
4. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya
c. Evaluasi hasil yang diharapkan
1. Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu
origami, kemudian digantung
2. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
3. Anak merasa senang
4. Anak tidak takut lagi dengan perawat
5. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
J. Hambatan
Hambatan yang mungkin ditemui dalam permainan ini, antara lain :
1. Anak kurang mau berinteraksi dengan orang lain selain orang tuanya
2. Anak merasa senang dan mengikuti jalannya permainan

K. Dokumentasi
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang
mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak
tersebut, tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan
informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak,
dimana dalam bermain anak akan menemukan kekuatan serta
kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas
dalam bermain. Bermain bagi anak adalah suatu kebutuhan selayaknya
bekerja pada orang dewasa, oleh sebab itu bermain di rumah sangat
diperlukan guna untuk mengatasi adanya dampak hospitalisasi yang
diasakan oleh anak. Dengan bermain, anak tetap dapat melanjutkan
tumbuh kembangnya tanpa terhambat oleh adanya dampak hospitalisasi
tersebut.
B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan
bagi anak agar anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan
permainan yang tepat dapat menjadi poin penting dari stimulus yang
akan didapat dari permainan tersebut. Faktor keamanan dari
permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit
dapat meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari
hospitalisasi dengan menyediakan ruangan khusus untuk melakukan
tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk
mengurangi dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Adriana. 2011. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Salemba
Medika: Jakarta

Saputro. H, & Fazrin. I. 2017. Penurunan Tingkat Kecemasan Anak Akibat


Hospitalisasi Dengan Penerapan Terapi Bermain. JKI (Jurnal Kesehatan
Indonesia). 3(1): pp.9-12
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Tedjasaputra, M. 2007. Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta: Grasindo

Wong, D. L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol.Volume1. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai