Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kekerasan Terhadap Anak di Indonesia .
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar. Kami mengucapkan
terima kasih kepada Bapak pembimbing mata kuliah, sehingga makalah ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi kami khususnya dan bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Mataram, 21 Oktober 2015

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa tahun terakhir ini kita dikejutkan oleh pemberitaan media cetak serta elektronik
tentang kasus-kasus kekerasan pada anak, dan beberapa di antaranya sampai merusak
masa depan bahkan merenggut nyawa anak. Menurut data pelanggaran hak anak yang
dikumpulkan Komisi Nasional Perlindungan Anak ,dari data induk lembaga perlindungan
anak yang ada di 30 provinsi di Indonesia dan layanan pengaduan lembaga tersebut, pada
tahun 2006 jumlah kasus pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 13.447.921
kasus dan pada 2007 jumlahnya meningkat 40.398.625 kasus. Disamping itu Komnas
Anak juga melaporkan bahwa selama periode Januari-Juni 2008 sebanyak 12.726 anak
menjadi korban kekerasan seksual dari orang terdekat mereka seperti orang tua
kandung/tiri/angkat, guru, paman, kakek dan tetangga. Data statistik tersebut, ditambah
dengan data-data tentang jumlah kasus penculikan anak, kasus perdagangan anak, anak
yang terpapar asap rokok, anak yang menjadi korban peredaran narkoba, anak yang
tidak dapat mengakses sarana pendidikan, anak yang belum tersentuh layanan kesehatan
dan anak yang tidak punya akta kelahiran, memperjelas gambaran suram tentang
pemenuhan hak-hak anak Indonesia. Kenakalan anak adalah hal yang paling sering
menjadi penyebab kemarahan orang tua, sehingga anak menerima hukuman dan bila
disertai emosi maka orangtua tidak segan untuk memukul atau melakukan kekerasan
fisik. Bila hal ini sering dialami oleh anak maka akan menimbulkan luka yang
mendalam pada fisik dan batinnya. Sehingga akan menimbulkan kebencian pada orang
tuanya dan trauma pada anak. Akibat lain dari kekerasan anak akan merasa rendah
harga dirinya karena merasa pantas mendapat hukuman sehingga menurunkan prestasi
anak disekolah atau hubungan sosial dan pergaulan dengan teman - temannya menjadi
terganggu, hal ini akan mempengaruhi rasa percaya diri anak yang seharusnya terbangun
sejak kecil. Apa yang dialaminya akan membuat anak meniru kekerasan dan
bertingkah laku agresif dengan cara memukul atau membentak bila timbul rasa kesal
didalam dirinya. Akibat lain anak akan selalu cemas,mengalami mimpi buruk, depresi
atau masalah-masalah disekolah. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis mengenai
Masalah Kekerasan Terhadap Anak khususnya yang terjadi di Indonesia saat ini sehingga
hak asasi anak dapat diwujudkan dalam konteks kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak?
2. Faktor- faktor apa saja yang mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak?
3. Bagaimana bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak?
4. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap
anak?
5. Apa saja contoh Undang- undang yang mengatur perlindungan anak ?
6. Mengapa kasus Angelina merupakan kasus kekerasan pada anak ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari kekerasan terhadap anak.
2. Untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mendorong timbulnya kekerasan
terhadap anak
3. Untuk mengetahui bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak.
4. Mencari upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak.
5. Dapat mengetahui dan mematuhi undang- undang yang mengatur tentang
perlindungan anak.
6. Untuk dapat mengidentifikasikan hubungan kasus Angeline dengan kekerasan pada
anak

1.4 Manfaat Penulisan


Penyusunan makalah ini tidak hanya memberikan manfaat bagi penulis tetapi juga
bagi pembaca untuk menyadari orangtua bahwa sebenarnya kekerasan terhadap anak
tidak lagi pantas dilakukan, karena anak-anak juga mendapat perlindungan dari Komisi
Perlindungan Anak. Disini juga anak-anak harus menjaga sikap sehingga emosi orangtua
tidak terpancing untuk melakukan tindakan kekerasan. Oleh karena itu, perlu adanya
kesadaran dari dalam diri, baik orangtua maupun anak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Contoh Kasus Penderitaan Terhadap Anak

Semasa hidup Angeline tak pernah merasakan hidup dalam keceriaan layaknya
anak-anak seusianya. Setiap hari sebelum sekolah Angeline diminta orangtuanya
memberi makan ayam. Sampai-sampai tubuhnya bau tak sedap saat masuk sekolah.
Keseharian Angeline juga diungkapkan menyedihkan oleh Kepala Sekolah SD 12 Sanur,
Ketut Ruta. Sepanjang sepengetahuan pihak sekolah, Angeline diketahui mengalami
kondisi cukup buruk dari perlakuan keluarganya. "Anak itu dari segi akademis, agak
kurang dibandingkan teman lainnya. Angeline sering diam, menutup diri, tidak mau
bergaul. Kondisinya sangat memprihatinkan," tegasnya, Rabu (10/6/2015) di lokasi
kejadian. Bahkan, kerap di sekolah Angeline selalu hadir dalam kondisi rambut acak-
acakan dan baunya tidak sedap. Belum lagi, kondisinya juga terlihat lemas, seperti
kurang makan. "Pokoknya kurang perhatian lah," keluhnya. Satu diantara kondisi
mengenaskan Angeline, dikisahkan oleh Ruta, yakni saat Angeline terlambat masuk
sekolah. Saat itu kondisinya sangat tidak terawat, seperti tidak mandi. Terpaksa, dirinya
menyerahkan ke wali kelasnya. Tragisnya, Angeline pun mesti dimandikan di sekolah,
karena bau badannya.Usai itu pun, Angeline diberikan makan. Dan nampak sangat lahap
dengan makanan yang diberikan. Bahkan, Angeline diketahui banyak mengalami luka
lebam, dan tanda biru yang lain di sekujur tubuhnya. "Menurut ibu angkatnya, itu
bertentangan sekali. Karena, menyebut Angeline susah untuk makan, dan minum susu
saja. Padahal, dia (Angeline) sering dikasih makan oleh ibu gurunya. Dan keponakan
saya sendiri," urainya (Sonora.co.id, 2015)

Anak cantik yang tak berdosa jadi korban kekejaman orang tua angkat, Angeline
bocah 8 tahun yang dinyatakan hilang selama sekitar sebulan akhirnya ditemukan dalam
keadaan sudah tidak bernyawa lagi selain itu kondisinya juga sudah membusuk saat
ditemukan. Bocah manis kelas 2 SD tersebut ditemukan dikubur di belakang rumahnya
berada di jalan sedap malam, Denpasar. Terungkapnya pembunuhan setelah 24 hari
pencarian dramatis benar-benar mengusik nurani masyarakat. Siapa pelaku pembunuhan
sadis tersebut ? Kepolisian Bali akhirnya menetapkan satu orang tersangka, yakni
Agustinus, pembantu di rumah Margareta Megawe, ibu angkat korban. Dia menjadi
tersangka setelah mengubur korban di halaman belakang rumah disamping kandang
ayam. Salah satu fakta mengerikan yang terungkap ialah dugaan bahwa Agus mengubur
Angeline dalam kondisi masih bernyawa di dalam lubang berkedalaman setengah meter
itu. Kepala forensik RUSP Sanglah Denpasar Dudut Rustiadi menyampaikan hal itu
berdasarkan hasil pemeriksaan bagian dalam dan luar jasad Angeline. Berdasarkan hasil
pemeriksaan ditemukan bukti yang menimbulkan dugaan bahwa gadis kecil itu memang
masih hidup saat dikubur oleh pelaku. Dari pemeriksaan memang ditemukan bekas lilitan
tali plastik di leher tapi jeratan itu tidak berakibat fatal dan tidak menggangu pernafasan
karena hanya bersifat di luar saja. Analisa kita, korban masih hidup saat tali menjerat
leher dan tubuh korban dikuburkan. Selain itu, dari hasil pemeriksaan tim forensik,
Angeline diperkirakan sudah lebih dari tiga minggu dikubur di dalam lubang di dekat
kandang ayam. Hal itu dibuktikan dengan tanda pembusukan saat jasad menjalani
pemeriksaan. “Dia juga telah mencabuli korban,” ungkap Kapolresta Denpasar Kombes
Pol Anak Agung Made Sudana. Dari hasil pemeriksaan penyidik, Agus mengaku
mencabuli Angeline selama hampir sepekan. Lantaran takut ketahuan, pria asal Sumba,
NTT, ini lalu membunuh dan mengubur mayat Angeline. Sebelum mengubur Agus
bahkan sempat memerkosa gadis mungil tersebut. Namun berdasarkan keterangan
aktivitas perlindungan perempuan dan anak di Bali, Siti Sapura, Agus menyampaikan
pengakuan bahwa dia hanya bertugas mengubur Angeline atas perintah Margareta
(SINDO, 2015 :15).
Kronologis kasus angeline ialah berawal dari 16 Mei 2015 Angeline dinyatakan
hilang, setelah 3 hari tidak pulang, akhirnya pihak keluarga melaporkan kasus kehilangan
ke Polsek Denpasar Timur. Kemudian 17 Mei 2015 Pihak keluarga membuat
pengumuman di jejaring sosial Facebook "Find Angeline – Bali’s Missing Child”.
Selanjutnya 18 mei 2015 Polisi melakukan pencarian tentang keberadaan Angeline, dan
mencari informasi tentang orang tua kandungnya. 5 Juni 2015 Rumah orang tua angkat
Angeline mendapat kunjungan 2 orang mentri kabinet Indonesia kerja yaitu Menteri
MenPAN RB Yuddy Chrisnandi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Yohana Yembise, dan akhirnya 10 Juni 2015 jasad Angeline
ditemukan terkubur di belakang rumah ibu angkatnya. Polisi menemukan jenazah
Angeline setelah mencium bau tak sedap dari gundukan tanah yang ada tak jauh dari
kandang ayam ini. Saat digali jenazah Angeline ditemukan bersama dengan sebuah
boneka dan bed cover serta tali. Angeline kerap mendapat penyiksaan setelah suami
Margareta yang kabarnya asal Jerman meninggal. Saat suami Margareta meninggal, usia
Angeline baru 5 tahun. Namun Angeline justru mendapat warisan 60 persen dari harta
peninggalan suami Margareta. Jadi kemungkinan besar kasus pembunuhan ini karena
perebutan harta warisan (Screensay.com, 2015)
2.2 Diskusi Kasus Penderitaan Terhadap Anak

2.1.1 Pengertian kekerasan terhadap anak


Kekerasan terhadap anak adalah segala tindakan baik yang disengaja maupun
tidak disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial,
ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-
nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Pengetian kekerasan terhadap beberapa ahli
yaitu:
 Menurut Sutanto, kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang
lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak
berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau pengasuh
yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian.
 Menurut Patilima, kekerasan merupakan perlakuan yang salah dari orangtua.
Patilima mendefinisikan perlakuan yang salah pada anak adalah segala perlakuan
terhadap anak yang akibat dari kekerasannya mengancam kesejahteraan dan
tumbuh kembang anak, baik secara fisik, psikologi sosial maupun mental
Kekerasan pada anak dalam arti kekerasan dan penelantaran adalah ‘Semua
bentuk perlakuan menyakitkan baik secara fisik maupun emosional, pelecehan
seksual, penelantaran, eksploitasi komersial/eksploitasi lain yang mengakibatkan
cedera atau kerugian nyata maupun potensial terhadap kesehatan anak,
kelangsungan hidup anak, tumbuh kembang anak atau mertabat anak yang
dilakukan dalam konteks hubungan tanggung jawab kepercayaan atau kekuasaan.
 Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan
kekuasaan,ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang kemungkinan besar mengakibatkan
memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau
perampasan hak.

2.2.2 Faktor- faktor yang mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak


Beberapa faktor memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas
Perlindungan Anak pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya:
 Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (Intergenerational transmission of
violance) Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan
ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan
kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi
(transmitted) dari generasi ke generasi
 Stres Sosial (social stress). Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi
sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment),
penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions),
ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size),
kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled
person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga.
Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak
berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan
terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi
tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena
beberapa alasan.
 Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah. Orangtua dan pengganti
orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung
terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut
serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai
hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.
 Struktur Keluarga. Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang
meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada
anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan
kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu,
keluarga-keluarga di mana baik suami atau istri mendominasi di dalam
membuat keputusan penting, seperti: di mana bertempat tinggal, pekerjaan
apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan
lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi
dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama
bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.

2.2.3 Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak


 Kekerasan secara Fisik (physical abuse)
kekerasan fisik (Physical abuse) adalah penyiksaan, pemukulan, dan
penganiayaan terhadap anak,dengan atau tanpa menggunakan benda-benda
tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak.
Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau
kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikan pinggang, atau
rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat
sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah
paha, lengan, mulut, pipi, dada,perut, punggung atau daerah bokong.
Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh
tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau
rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang
tempat, memecahkn barang berharga.
 Kekerasan Emosional (emotional abuse)
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak
setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia
membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin
diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk
dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional
jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara
emosional berlaku keji pada anaknya akan terus menerus melakukan hal
sama sepanjang kehidupan anak itu.
 Kekerasan secara Verbal (verbal abuse)

Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola


komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan
anak. Pelaku biasanya melakukan indakan mental abuse, menyalahkan,
melabeli, atau juga mengkambinghitamkan
 Kekerasan Seksual (sexual abuse)
Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti
istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual
abuse adalah setiap perbuatan yang berupapemaksaan hubungan seksual,
pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak
disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
komersil dan atau tujuan tertentu.
 Kekerasan Anak Secara Sosial
Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi
anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak
memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak
Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan
pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak
menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang
terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh,
memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial,
atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan
perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status
sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang
membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan
tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau
dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas
kemampuannya.

2.2.4 Upaya menanggulangi kekerasan terhadap anak


Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap
anak yaitu:
 Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua Yang Cukup
Tindakan kekerasan terhadap anak, sangat berpengaruh terhadap
perkembangannya baik psikis maupun fisik mereka. Oleh karena itu, perlu
kita hentikan tindak kekerasan tersebut. Dengan pendidikan yang lebih
tinggi dan pengetahuan yang cukup diharapkan orang tua mampu
mendidik anaknya kearah perkembangan yang memuaskan tanpa adanya
tindak kekerasan.
 Keluarga Yang Hangat Dan Demokratis
Sebuah study terbukti bahwa IQ anak yang tinggal di rumah yang
orangtuanya acuh tak acuh, bermusuhan dan keras, atau broken home,
perkembangan IQ anak mengalami penurunan dalam masa tiga tahun.
Sebaliknya anak yang tinggal di rumah yang orang tuanya penuh
pengertian, bersikap hangat penuh kasih sayang dan menyisihkan
waktunya untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya, menjelaskan
tindakanya, memberi kesempatan anak untuk mengambil keputusan,
berdialog dan diskusi, hasilnya rata-rata IQ ( bahkan Kecerdasan Emosi )
anak mengalami kenaikan sekitar 8 point. Hasil penelitian R. Study juga
membuktikan bahwa 63 % dari anak nakal pada suatu lembaga pendidikan
anak-anak dilenkuen ( nakal ), berasal dari keluarga yang tidak utuh (
broken home ). Kemudian hasil penelitian K. Gottschaldt di Leipzig (
Jerman ) menyatakan bahwa 70, 8 persen dari anak-anak yang sulit di
didik ternyata berasal dari keluarga yang tidak teratur, tidak utuh atau
mengalami tekanan hidup yang terlampau berat.
 Membangun Komunikasi Yang Efektif
Kunci persoalan kekerasan terhadap anak disebabkan karena tidak adanya
komunikasi yang efektif dalam sebuah keluarga. Sehingga yang muncul
adalah stereotyping (stigma) dan predijuce (prasangka). Dua hal itu
kemudian mengalami proses akumulasi yang kadang dibumbui intervensi
pihak ketiga. Untuk menghindari kekerasan terhadap anak maka diperlukan
anggota keluarga yang saling berinteraksi dengan komunikasi yang efektif.
 Mengintegrasikan isu hak anak kedalam peraturan perundang- undangan,
kebijakan,program dan kegiatan sampai dengan penganggaran sejak tahap
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi sehingga menjadi
responsive terhadap hak anak.

2.2.5 Undang- undang yang mengatur perlindungan anak


Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki beberapa peraturan perundang-
undangan yang mengatur perlindungan anak yang terdiri dari :
 Undang- undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
 Undang- undang nomor 11 tahun 2012 tentang system peradilan pidana
anak
 Peraturan presiden nomor 18 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan
pemberdayaan anak dan perempuan dalam konflik sosial

2.2.6 Alasan kasus Angelina merupakan kasus kekerasan pada anak


Kekerasan terhadap anak adalah segala tindakan baik yang disengaja
maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik,
mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia,
bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Kasus
Angeline merupakan salah satu contoh kekerasan terhadap anak karena jelas dalam
kasus tersebut kekerasan pada Angeline tidak hanya merusak fisiknya tetapi juga
merusak mentalnya bahkan hingga menyebabkan ia meninggal. Kekerasan tersebut
merusak fisik Angeline terbukti dengan adanya lebam lebam dan luka di sekitar
badan Angeline yang diketahui oleh pihak sekolah dan kekerasan tersebut juga
merusak mental Angeline karena sebagaimana diketahui bahwa dalam
kesehariannya Angeline jarang bergaul dan minder terhadap teman - teman
sebayanya.
Jika kekerasan pada anak terlalu menyiksa dapat menyebabkan anak
menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi, ada yang menjadi sangat pasif
dan apatis; ada yang tidak mempunyai kepribadian sendiri; ada yang sulit
menjalin relasi dengan individu lain dan ada pula yang timbul rasa benci yang
luar biasa terhadap dirinya sendiri. Selain itu Moore juga menemukan adanya
kerusakan fisik, seperti perkembangan tubuh kurang normal juga rusaknya sistem
syaraf. Kekerasan pada Angeline menyebabkan kerusakan fisik dan mental. Hal
ini terlihat dari keadaaan fisik angeline yang sangat memprihatinkan hingga
ketika ia meninggalpun dengan sangat mengenaskan. Kerusakan mental angeline
juga ditandai dengan karakternya yang sangat pendiam dan minder sehingga tidak
bergaul dengan teman temannya di sekolah. Selain kekerasan fisik dan mental
berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan bahwa Angeline juga amengalami
kekerasan seksual. Hal ini terbukti dengan pengakuan Agus yang merupakan
tersangka sekaligus saksi yang mengakui bahwa dirinya telah melakukan
kekerasan seksual terhadap Angeline. Namun, belakangan Agus memberikan
keterangan berbeda, mengatakan dia sesungguhnya tak memerkosa dan
membunuh Angeline, hanya menguburkan jasad bocah perempuan itu di halaman
belakang rumah, dekat kandang ayam di bawah pohon pisang. Kematian Angeline
yang berdasarkan autopsi tim forensik didahului dengan berbagai penyiksaan,
termasuk kekerasan seksual akan membawa pelaku pada jeratan hukum berlapis.
Kepala humas Kepolisian daerah Bali, Komisaris besar Hery Wiyanto menyatakan
pelaku dapat dijerat dengan hukuman paling berat yatu hukuman mati. Selain itu,
pelaku juga dapat dikenai pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau
KUHP tentang pembunuhan atau pasal 340 tentang pembunuhan berencana
termasuk pasal soal orang yang menyuruh melakukan pembunuhan pelaku juga
dijerat dengan pasal tentang perlindungan anak.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan contoh kasus dan hasil diskusi dapat ditarik kesimpulan :
1. Kekerasan terhadap anak adalah segala tindakan baik yang disengaja maupun tidak
disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi
maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan
norma-norma dalam masyarakat.
2. Faktor- faktor yang mendorong timbulnya kekerasan terhadap anak yaitu Pewarisan
Kekerasan Antar Generasi, Stres Sosial, Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat
Bawah dan Struktur Keluarga.
3. Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak yaitu Kekerasan secara Fisik, Kekerasan
Emosional , Kekerasan secara Verbal, Kekerasan Seksual dan Kekerasan Anak Secara
Sosial.
4. Upaya menanggulangi kekerasan terhadap anak yaitu Keluarga Yang Hangat Dan
Demokratis, Keluarga Yang Hangat Dan Demokratis, Membangun Komunikasi Yang
Efektif, Mengintegrasikan isu hak anak kedalam peraturan perundang- undangan.
5. Undang- undang yang mengatur perlindungan anak
 Undang- undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
 Undang- undang nomor 11 tahun 2012 tentang system peradilan pidana anak
 Peraturan presiden nomor 18 tahun 2014 tentang perlindungan anak dan
pemberdayaan anak dan perempuan dalam konflik sosial
6. Angeline adalah salah satu contoh kasus kekerasan pada anak yang melibatkan kekerasan
secara fisik, mental dan seksual.

SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini orang tua dapat menyadari bahwa anak adalah anugrah dari
Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga dan disayangi dan bukan sebagai objek kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai