Pembimbing:
Disusun oleh:
KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Istri
Nama : Ny. D
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Suku : Jawa
Suami
Nama : Tn. Y
Umur : 37 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Polri
Suku : Jawa
Pekerjaan : Polisi
Pasien datang dengan keluhan mules sejak 4 jam SMRS, mules muncul setiap jam sekali
dan semakin lama semakin sering dan kuat. Pasien juga mengeluhkan keluar darah dari
kemaluan, disertai lendir, dalam jumlah sedikit sejak ± 1 jam SMRS. Pasien menyangkal adanya
riwayat benturan atau trauma pada perut, dan adanya gumpalan yang keluar dari kemaluan.
Riwayat Operasi ?:
Riwayat Kebiasaan :
Riwayat Haid
1. Menarche : 12 tahun
4. Dismenorrhea : +
Riwayat Obstetri
1. Gravida : ke-1
1. Inspeksi : Tampak cembung sesuai usia kehamilan, simetris, linea nigra (+), striae
gravidarum (+).
2. Palpasi :
1. TFU : 33 cm
2. Taksiran berat janin : 3400 gr
3. His :
4. Leopold 1 : Teraba masa besar bulat, keras, dan melenting ( kepala )
5. Leopold 2 : Teraba bagian keras seperti papan (punggung janin) disebelah kanan
6. Leopold 3 : Teraba masa besar dan lunak ( bokong )
7. Leopold 4 : 4/5
1. Auskultasi : Denyut jantung janin tidak ada
Pemeriksaan dalam : portio tebal lunak, pembukaan 0 cm, ketuban (-) menonjol, presentasi
kepala, Hodge I+
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
2 Mei 2013
Trombosit : 265.000/uL
Masa Perdarahan : 3’
Ureum : 76 mg/dL
Natrium : 136
Kalium : 6.2
Chlorida : 112
2. Laporan operasi I SC
Dokter ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG
Asisten: dm. Felicia Dewi
Perawat: Zr. Kunti
Ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.An
Jenis anestesi: RA spinal
Diagnosis pre-op: G3P2A0, hamil 39-40 minggu dengan letak sungsang
Tanggal operasi: 21Januari 2013
Jam mulai: 23.45
Jam selesai: 00.15
Lama operasi: 30 menit
Laporan operasi:
1. Pasien berbaring telentang di meja operasi dalam anestesi spinal.
2. Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.
3. Insisi pfannestiel ±10 cm.
4. Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus gravidarum.
5. Plika vesikouterina disayat semilunar, vesika disisihkan ke bawah.
6. SBU disayat tajam, dilebarkan tumpul berbentuk U.
7. Dengan bantuan tangan, lahir bayi perempuan, BBL 3500 gram, PBL 50 cm, APGAR
8/9, jam 23.50.
8. Air ketuban jernih, jumlah cukup. Plasenta berimplantasi di fundus, dilahirkan lengkap.
9. Kedua ujung SBU dijahit, hemostasis luka dijahit jelujur 1 lapis dengan safil no. 1.0.
10. Kedua tuba dan ovarium dbn.
11. Diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan aquadest.
12. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis dengan safil no. 1.0. jelujur, kulit subkutikuler.
13. Perdarahan 200 cc, urine ? cc.
Instruksi post-op:
9. Laporan operasi II
Dokter ahli bedah: dr. Semuel, Sp.OG
Asisten: Zr. Tuti
Perawat: Zr. Kunti
Ahli anestesi: dr. Sonny, Sp.An
Jenis anestesi: GA
Diagnosis pre-op: Atonia uteri
Tanggal operasi: 22Januari 2013
Jam mulai: 04.10
Jam selesai: 06.20
Lama operasi: 2 jam 10 menit
Laporan operasi:
1. Pasien berbaring telentang di meja operasi dalam anestesi general.
2. Asepsis dan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya.
3. Insisi pfannestiel ±10 cm.Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus.
4. Lig. rotundum ka-ki diidentifikasi, dijepit, dipotong.
5. Lig. ovari propium ka-ki diidentifikasi, dijepit, dipotong, dan diikat.
6. Plika vesikouterina dikenali, vesika disisihkan ke bawah.
7. Uterus dipancung setinggi puncak vagina.
8. Diyakini tidak ada perdarahan, rongga abdomen dicuci dengan air steril.
9. Dinding abdomen dijahir lapis demi lapis.
10. Tutup dengan kasa steril.
11. Perdarahan 1600 cc, urine 100 cc.
Instruksi post-op:
1. Observasi TTV, perdarahan, tanda akut abdomen.
2. Cek darah rutin 6 jam post-op.
3. Boleh makan-minum jika BU (+).
4. Imobilisasi 24 jam.
5. Aff kateter 24 jam.
6. Aff infus 24 jam.
7. Medikasi:
1. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gram (24 jam)
2. Profenid supp. 3 x 1 (24 jam)
3. Clindamycin cap 2 x 300 mg
4. Asam mefenamat 3 x 500 mg
5. Hemobion tab 1 x 1
VII. DIAGNOSIS
Pasien wanita berusia 34 tahun dengan riwayat obstetrik G3P2A0H39minggu dengan letak sungsang.
Setelah dilakukan tindakan operasi sectio caesaria, pasien mengalami syok hipovolemik yang
ditunjukkan dengan adanya tekanan darah yang menurun, laju nadi yang cepat, konjungtiva
anemis +/+. Pada pemeriksaan terakhir setelah bayi lahir dan dalam kurun waktu 3-4 jam
menunjukkan tekanan darah 60/30 mmHg dimana terjadi penurunan sistolik yang signifikan,
serta laju nadi sebanyak 133 kali per menit menandakan adanya volume darah yang hilang
sebanyak lebih dari 1500-2000 mL, hal ini menegakkan diagnosis post partum hemorrhage.
VIII. PROGNOSIS
Hematokrit : 18%
Leukosit : 63700/uL
Trombosit : 99000/uL
Hematokrit : 26%
Leukosit : 50700/uL
Trombosit : 134000/uL
11.00 TD : 105/44
N : 134x/m
MAP : 50
Sat O2 :
92%
12.00 TD : 51/31
N : 56x/m
P: 7x/m
S: 34,4
MAP : 41
Sat O2 :
77%
12.15 Dilakukan intubasi oleh dr Riza,
Sp. An dan dr. Merry atas
persetujuan keluarga
12.35 Pemasangan infus pada tangan
kanan dan diberikan levosol
3cc/jam (0,1 mcg)
13.00 Pemasangan NGT dan transfusi
PRC ke 6, 241cc
13.15 Injeksi levosol di naikan menjadi
6cc/jam (0,2mcg).
14.00 Injeksi levosol di naikan menjadi
9cc/jam (0,3mcg).
Serta diberikan dopamine 3,6
cc/jam (3mcg)
14.55 TD : 92/60
N : 52x/m
P: 7x/m
15.00 Dilakukan RJP, bagging,
pemberian adrenalin 1ampl
15.05 Dilakukan RJP, bagging,
pemberian adrenalin 1ampl
15.07 Dilakukan RJP, bagging,
pemberian adrenalin 1ampl
15.10 Koreksi biknat 100meq
15.12 Dilakukan RJP, bagging,
pemberian adrenalin 1ampl
15.13 Dilakukan RJP, bagging,
pemberian adrenalin 1ampl
15.15 Dilakukan RJP, bagging,
pemberian adrenalin 1ampl
15.17 Dilakukan RJP, bagging,
pemberian adrenalin 1ampl
15.20 Pasien dinyatakan meninggal oleh
dr . Jerry
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen dan
progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh
hipertrofi otot polos uterus. Di samping itu, serabut-serabut kolagen yang ada pun menjadi
higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus mengikui pertumbuhan
janin. Berat uterus naik secara luar biasa, dari 30 gram menjadi 1000 gram pada akhir
kehamilan.
2) Serviks uteri
Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena pengaruh hormon estrogen.
Serviks mengandung lebih banyak jaringan serabut dan sedikit jaringan otot dibandingkan
bagian uterus. Jaringan serabut pada serviks ini banyak mengandung kolagen. Selain itu
estrogen juga meningkatkan vaskularitas serviks dan bila dilihat dengan spekulum serviks
terlihat kebiru-biruan.
Estrogen menyebabkan perubahan lapisan otot dan epithelium. Lapisan otot mengalami
hipertrofi dan epitel menjadi tebal dan menjadi tanda deskuamasi meningkat. Vagina
menghasilkan cairan berwarna putih yang dikenal dengan leukore. Sel epitel juga
meningkatkan kadar glikogen. Sel ini berinteraksi dengan basil dedorlein dan menghasilkan
lingkungan yang lebih asam. Lingkungan ini menyediakan perlindungan ekstra terhadap
organisme tetapi merupakan keadaan menguntungkan bagi candida albican. Akibat
hipervaskularisasi,vagina dan vulva terlihat berwarna ungu kebiruan. Tanda ini disebut tanda
chadwick.
4) Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditis sampai terbentuknya
plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu. korpus luteum graviditis berdiameter kira-kira
3 cm. kemudian ia mengecil setelah plasenta terbentuk. Korpus luteum ini mengeluarkan
hormone estrogen dan progesterone. Lambat laun fungsi ini diambil alih oleh plasenta
(Winkjosastro H, 2005 : 95)
5) Mammae / payudara
Peningkatan kadar estrogen dan progesterone menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia pada
payudara, sehingga payudara akan mengalami pembesaran. Selain itu hormone
somatomammotropin juga menstimulasi pembesaran payudara. Rasa penuh dan berat,
perubahan sensitivitas mulai timbul sejak umur kehamilan 6 minggu. Puting susu dan areola
menjadi lebih berpigmen dan putting susu menjadi lebih erektil.
Perkembangan kelenjar mammae secara fungsional lengkap pada pertengahan masa hamil.
Walaupun demikian laktasi tetap terhambat sampai kadar estrogen menurun, yakni setelah
janin dan plasenta lahir.
Selama pertengahan pertama masa hamil, tekanan sistolik dan diastolic menurun 5 sampai 10
mmHg. Penurunan tekanan darah ini kemungkinan disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh
darah perifer akibat perubahan hormonal selama masa hamil. Selama trimester ketiga, tekanan
darah ibu harus kembali ke nilai tekanan darah selama trimester pertama.
Pada ibu hamil kebutuhan oksigen meningkat sebagi respon terhadap peningkatan laju
metabolisme dan peningkatan kebutuhan oksigen jaringan uterus dan payudara. Janin
membutuhkan oksigen dan suatu cara untuk membuang karbondioksida.
Diafragma bergeser sebesar 4 cm selama masa hamil. Dengan semakin tuanya kehamilan dan
seiring pembesaran uterus ke rongga abdomen, pernapasan dada menggatikan pernapasan
perut dan penurunan diafragma saat inspirasi menjadi semakin sulit.
Perubahan struktur ginjal merupakan aktivitas hormonal (estrogen dan progesterone), tekanan
yang timbul akibat pembesaran uterus, dan peningkatan volume darah. Sejak minggu ke-10
kehamilan, pelvis ginjal dan ureter berdilatasi. Perubahan ini membuat ureter mampu
menampung urine dalam volume yang lebih besar dan juga memperlambat laju urine.
Fungsi saluran cerna selama masa hamil menunjukkan gambaran yang sangat menarik. Gusi
cenderung mudah berdarah karena kadar estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan
vaskularisasi selektif dan proliferasi jaringan ikat. Pada trimester pertama terjadi penurunan
nafsu makan akibat nausea / vomitus. Gejala ini muncul sebagai akibat dari perubahan saluran
cerna dan peningkatan kadar hCG dalam darah.
Peningkatan progesterone menyebabkan tonus dan motilitas otot polos menurun, sehingga
terjadi regurgitasi esophagus, peningkatan waktu pengosongan lambung, dan peristaltik balik.
Akibatnya ibu hamil tidak mampu mencerna asam atau mengalami nyeri ulu hati. Selain itu
penurunan motilitas otot polos menyebabkan absorpsi air di usus besar meningkat, sehingga
dapat terjadi konstipasi.
A. Pengertian
Preeklampsia merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas
yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan
vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanyamuncul setelah kehamilan
berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul
karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).
Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu
atau lebih tanda gejala dibawah ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam4. Keluhan serebral, gangguan
penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori – teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut
“penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.
- Spasmus arteriola
-Koagulasi intravaskuler
Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi
vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri
Patologi : 1984)
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta.
Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit
itu. Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia
dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yangditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang
sebab mana yang akibat (IlmuKebidanan : 2005).
C. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air, serta
pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.
Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakuioleh
satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme,maka tenanan
darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat
dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yangdisebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalam ruangan interstitial belumdiketahui sebabnya, mungkin karena retensi air
dan garam. Proteinuria dapatdisebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (SinopsisObstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah
organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme daniskemia
(Cunniangham,2003)
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan
vasospasme dan agregasi platelet.
Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai
dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler
menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia daneklampsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatanafterload jantung akibat
hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid
intravena, dan aktifasi endotel disertaiekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru
(Cunningham,2003).
3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapatterjadi ablasio
retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satuindikasi untuk
melakukan terminasi kehamilan.
Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah
adanya skotoma, diplopiadan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran
darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteksserebri,
pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehinggaterjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada
preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dankepekaan terhadap
rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru2
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paruyang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena aspirasi pnemonia atauabses paru (Rustam,
1998).
D. Manifestasi Klinis
- Edema
Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edematerlihat
sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka
- Hipertensi
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atautekanan
diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik
pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia.
- Proteinuria
Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan
kateter atau urin porsi tengah, diambilminimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
- Trombositopenia.
-Mual muntah
- Nyeri epigastrium
- Pusing
E. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia,
dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlulebih waspada akan
timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisiseperti yang telah diuraikan di
atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapatdicegah sepenuhnya, namun frekuensinya
dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya
yang baik pada wanita hamil.Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Istirahattidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari
perludikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein danrendah
lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderitatanpa memberikan diuretika
dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuanyang penting dari pemeriksaan antenatal
yang baik.
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan
medisinal.1. Perawatan aktif Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap
penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG).
Indikasi :
a. Ibu
b. Janin
• Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)• Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
c. Laboratorium
2. Pengobatan mediastinal
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks
patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam)500
cc.
4. MgSO4dihentikan bila :
• Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi
jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat
menyebabkankematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U
magnesium padadosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada
kadar 8-10mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan
dan > 15mEq/liter terjadi kematian jantung.
- Hentikan pemberian MgSO4- Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc)
secara IV dalam waktu 3menit
- Berikan oksigen- Lakukan pernapasan buatan• MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4
jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan(normotensi).
f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantungkongestif
atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM. g.
b. Perawatan konservatif
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya
disini tidak dilakukan terminasi.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagaldan harus
diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20%2 gr IV.
4. Penderita dipulangkan bila :
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita
dapatdipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2
minggu).
G. Komplikasi
1. Stroke
2. Hipoxia janin
3. Gagal ginjal
4. Kebutaan
5. Gagal jangtung
6. Kejang
7. Hipertensi permanen
8. Distress fetal
9. Infark plasenta
4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasmaserta urin
untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999).
Stop Edit
A. Anastesi Spinal
Anestesi spinal ialah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestesi lokal
ke dalam ruang subarakhnoid. Larutan anestesi lokal yang disuntikan pada ruang subarachnoid
akan memblok konduksi impuls syaraf. Terdapat tiga bagian syarat yaitu motor, sensori dan
autonom. Motor menyampaikan pesan ke otot untuk berkontraksi dan ketika di blok, otot akan
mengalami paralisis. Syaraf sensori akan menghantarkan sensasi seperti rabaan dan nyeri ke
sumsum tulang dan ke otak, sedangkan syaraf atonom akan mengontrol tekanan darah, nadi,
kontraksi usus dan fungsi lainnya yang diluar kesadaran. Pada umumnya, serabut otonom dan
nyeri yang pertama kali diblok dan serabut motor yang terakhir. hal ini akan memiliki timbal
balik yang penting. Contohnya, vasodilatasi dan penurunan tekanan darah yang mendadak
mungkin akan terjadi ketika serabut otonom diblok dan pasien merasakan sentuhan dan masih
merasakan sakit ketika tindakan pembedahan dimulai.
Kelebihan pemakaian anestesi spinal, diantaranya biaya minimal, kepuasan pasien, tidak
ada efek pada pernafasan, jalan nafas pasien terjaga, dapat dilakukan pada pasien diabetes
mellitus, perdarahan minimal, aliran darah splancnic meningkat, terdapat tonus visceral, jarang
terjadi gangguan koagulasi. Sedangkan kekurangan pemakaian anestesi spinal akan
menimbulkan hipotensi, hanya dapat digunakan pada operasi dengan durasi tidak lebih dari dua
jam, bila tidak aseptik akan menimbulkan infeksi dalam ruang subarachnoid dan meningitis,
serta kemungkinan terjadi postural headache.
Anestesi spinal merupakan pilihan anestesi pada daerah dibawah umbilikus, misalnya
repair hernia, ginekologi, operasi urogenital dan operasi di daerah perineum dan genitalia.
Anestesi spinal khususnya diindikasikan pada pasien lanjut usia dan pasien dengan penyakit
sistemik seperti penyakit pernafasan, hepar, renal dan gangguan endokrin (diabetes mellitus).
Pada bagian obstetri, dengan anestesi spinal pada seksio sesarea didapatkan keuntungan ganda
yaitu pada ibu dan bayinya. Anestesi spinal dikontra-indikasikan bila peralatan dan obat
resusitasi tidak adekuat, gangguan perdarahan, hipovolemia, pasien menolak, pasien tidak
kooperatif, septikemia, deformitas anatomi, penyakit neurologi.
Kontraindikasi absolut pemakaian anestesi spinal yaitu pasien menolak, infeksi pada
tempat penyuntikan, hipovolemia berat, syok, koagulopati (mendapatkan terapi antikoagulan),
tekanan intrakranial tinggi, fasilitas resusitasi minimun, kurang pengalaman.tanpa didampingi
konsultan anestesi. Sedangkan kontraindikasi relatif diantaranya infeksi sistemik
(sistemik,bakteriemia), infeksi sekitar tempat suntikan, kelainan neurologis, kelainan psikis,
bedah lama, penyakit jantung, hipovolemia ringan dan nyeri punggung kronis.
Pada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada anestesi umum.
Daerah sekitar tempat tusukan diperiksa, adakah kelainan anatomis tulang punggung atau pasien
gemuk sekali sehingga tidak teraba prosessus spinosus. Selain itu juga harus dipersiapkan
informed consent, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang meliputi hemoglobin, hematokrit, PT
(prothrombine time) dan PTT (paartial thromboplastine time). Persiapan pre-operasi sangat
penting dilakukan, sehingga diharapkan pasien dipersiapkan semaksimal mungkin dan bila
terdapat penyulit dapat dilakukan medikasi pre-operasi.3
Pasien yang telah dijadwalkan untuk pembedahan elektif umumnya berada dalam
keadaan optimal baik fisik maupun mental dengan diagnosis yang definitif dan penyakit lain
yang kadang-kadang menyertainya sudah terkendali dengan baik. Berbeda dengan penderita
emergensi yang memerlukan tindakan bedah darurat baik dengan anestesi umum atau regional
merupakan suatu tindakan yang penuh dengan risiko. Hal ini disebabkan penderita datang secara
mendadak dan pada umumnya berada dalam keadaan yang kurang baik, waktu untuk
memperbaiki keadaan umum terbatas, kadang-kadang sulit untuk mengatasi penyakit lain dan
bahkan memperburuk keadaan.5
Premedikasi pada anestesi spinal tidak perlu, namun pada pasien tertentu, dapat diberikan
benzodiazepine seperti 5-10 mg diazepam secara oral yang diberikan 1 jam sebelum operasi.
Agen narkotik dan sedatif dapat digunakan sesuai keadaan. Pemberaian anticholinergics seperti
atropine atau scopolamine (hyoscine) tidak perlu.4
Agen anestesi lokal dapat berupa molekul berat (hyperbaric), ringan (hypobaric), dan
beberapa isobaric seperti LCS. Larutan hyperbaric cenderung menyebar kebawah, sementara
isobaric tidak dipengaruhi oleh arah. Hal ini akan lebih memudahkan untuk memperkirakan dari
pemakaian agen hyperbaric. Agen isobaric dapat dijadikan hiperbarik dengan menambahkan
dextrose. Agen hypobaric pada umumnya tidak digunakan.
Beberapa agen anestesi local yang digunakan pada anestesi spinal, diantaranya :4
1. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine memiliki durasi kerja 2-3
jam
2. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy), dengan durasi 45-90 minutes. Jika
ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan memperpanjang durasi kerja.
3. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hyperbaric (heavy) sama
dengan bupivacaine.
4. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol, Anethaine, Dikain).
5. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hyperbaric (heavy) sama dengan
lignocaine.
Semua pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi spinal, sebelumnya harus
mendapatkan cairan intravena. Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan usia pasien dan
luasnya blok. Seorang dewasa muda, sehat yang akan dilakukan repair hernia membutuhkan
500cc. Pasien lanjut usia yang tidak mampu melakukan kompensasi terhadap terjadinya
vasodilatasi dan hipotensi maka minimal mendapatkan 1000cc. Jika direncanakan akan
dilakukan blok tinggi, minimal 1000 cc. Pasien yang akan dilakukan seksio sesarea
membutuhkan minimal 1500 cc.4
Teknik anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus
dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Tempat
penyuntikan pada perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista illiaka dengan
tulang punggung, ialah L4 atau L4-5. setelah dilakukan tindakan asepsis dan diberi zat anestesi
lokal (lidokain 1-2%, 2-3 ml). Cara tusukan median atau paramedian. Tusukan introducer
sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang tersebut. Struktur yang dilalui oleh jarum spinal sebelum mencapai CSF,
diantaranya kulit, lemak sukutan, ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural,
dura, ruang subarachnoid. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisis obat dan obat dimasukkan pelan-pelan (0.5ml/detik)
diselingi aspirasi.4
B. Sectio Cesarea
Sectio Cesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding uterus. Berdasarkan insisi / teknik yang dilakukan, terdapat beberapa jenis section
cesarea:
1. Seksio cesaria klasik : insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian insisi uterus juga
vertikal di garis median.
2. Seksio cesarea transperitonealis profunda : insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian
plica vesicouterina digunting dan disisihkan, kemudian dibuat insisi pada segmen bawah uterus
di bawah irisan plica yang kemudian dilebarkan secara tumpul dengan arah horisontal.
Syarat-syarat dilakukan tindakan seksio sesarea; diantaranya uterus dalam keadaan utuh
(karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi) dan berat janin di atas 500 gram. Indikasi
dilakukan tindakan seksio sesarea dapat ditinjau dari dua sisi, dari sisi ibu diantaranya yaitu
panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks /
vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura uteri membakat. Sedangkan ditinjau
dari sisi janin diantarnaya kelainan letak, prolaps talipusat, gawat janin.
Kebanyakan kelahiran dengan sectio cesaria dilakukan dengan anestesi neuraksial karena
penggunaan anestesi regional mengurangi resiko aspirasi pada sang ibu dan jalan nafas yang sulit
yang sering dihadapi pada anestesi umum, membantu mengurangi jumlah paparan obat-obatan
pada janin, mempunyai keuntungan akan ibu yang terbangun selama operasi, serta
memungkinkannya pemberian opioid untuk mengurangi nyeri post-op. Walaupun anestesi
regional tetap menjadi pilihan utama pada kebanyakan kasus, kadang-kadang pada kondisi
kegawatan tertentu mengharuskan dilakukannya anestesi umum atas kecepatannya dan bahakan
pada kondisi-kondisi tertentu anestesi regional merupakan kontraindikasi seperti pada kasus ini
terjadi perdarahan post-partum yang hebat.
Pada wanita hamil anestesi spinal merupakan metode anestesi regional yang paling
umum dilakukan untuk seksio cesaria. Metode ini lebih mudah secara teknis daripada metode
epidural, onset pengobatan lebih cepat, tidak adanya resiko toksik sistemik dari obat karena
dosisnya yang lebih sedikit, dan lebih dapat diandalkan untuk memberikan efek analgesia pada
tingkat midthorax kebawah. Walaupun begitu, hipotensi pada ibu lebih mungkin terjadi dan lebih
menonjol dengan anestesi spinal karena permulaan timbulnya efek sympathectomy lebih cepat.
Menghindarinya kompresi aortocaval, pemberian cairan yang cukup, dan penggunaan vasopresor
seperti ephedrine mengurangi terjadinya resiko hipotensi. Obat analgesia yang umum dipakai
adalah bupivacain (Regivell) dengan dosis 10-15 mg dimana cairan hiperbarik dipergunakan
untuk memfasilitasi penyebaran secara anatomis. Obat tersebut akan dengan sendirinya mengalir
mengikuti kurvatura spinal hingga T4 dan efek anestesi akan berlangsung selama kurang lebih 90
menit. Pada operasi ini pemberian oxytocin dan methylergometrine ditujukan untuk membantu
kontraksi uterus yang adekuat dan mencegah perdarahan.
Pada kasus atonia uteri, dapat dilakukan dengan kompresi bimanual, pijatan uterus dan
pemberian oxytocin seperti yang telah dilakukan pada saat operasi dan pada saat pasien berada di
ruang pemulihan pasca sectio cesaria sebanyak 20 unit drip dan 10 unit. Selain itu dapat juga
diberikan ergonovine sebanyak 0.2 mg atau pada atonia yang persisten dapat diberikan 15-
methyl-prostaglandin F2α sebanyak 0.25 mg IM setiap 15-30 menit hingga 2 mg. Dalam kasus
ini, karena perdarahan terus berlanjut, maka dilakukan tindakan hysterectomy subtotal dalam
anestesi general.
Untuk induksi pasien ini, diberikan ketamin karena ketamin mempunyai onset yang
cepat, dan mempunyai kemampuan untul meningkatkan tekanan darah arteri, nadi, dan curah
jantung melalui stimulasi saraf simpatis pusat. Menurut Lucero dan Rollins pada buku Basics of
Anesthesia, pemberian ketamin diatas dosis yang seharusnya (1-1.5 mg/kg) untuk induksi dapat
meningkatkan tonus uterus dan mengurangi perfusi uterus. Sebagai pelumpuh otot pada pasien
ini dipergunakan rocuronium bromide dengan dosis 30 mg. Pemberian rocuronium tidak
berdampak bagi kontraksi otot polos uterus.
C. TERAPI CAIRAN
Tabel 1 - Perhitungan kebutuhan terapi cairan untuk maintenance pada pasien dengan perkiraan berat
badan setelah melahirkan 70 kg
Berat badan Fluid rate (mL/kg) Kategori berat badan Cairan (mL/jam)
(kg)
0-10 4 10 40
11-20 2 10 20
21+ 1 50 50
Total - 70 110
Melihat kebutuhan cairan yang sangat banyak dan Hemoglobin yang berada dibawah
7g/dL, maka harus dilakukan transfusi darah packed red cell. Sedangkan untuk meningkatkan
tekanan vaskuler, diberikan cairan plasma expander berupa HES.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro G.H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua, Cetakan
Kelima. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007. DeCherney A.H,
Nathan L, Goodwin T.M, Laufer N. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology. USA: Mc-Graw-Hills Companies; 2007.
2. Cunningham F.G, Leveno K.J, Bloom S.L, et al. Williams Obstetrics, 22nd edition. USA:
Mc-Graw-Hill Companies; 2005.
3. Latief A Latief ; Kartini A Suryadi dan M Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi, Jakarta : Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2002
4. Chris Ankcorn dan William F Casey. Spinal anaesthesia-a practical guide. Available
from : http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u03/u03_003.htm. Diakses tanggal 12 Mei
2007.