Anda di halaman 1dari 14

Laporan kasus

Kata pengantar
Daftar isi
Daftar lampiran
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi menjadi momok bagi sebagian besar penduduk dunia termasuk
Indonesia. Hal ini karena secara statistik jumlah penderita yang terus meningkat dari
waktu ke waktu. Berbagai faktor yang berperan dalam hal ini salah satunya adalah gaya
hidup modern. Pemilihan makanan yang berlemak, kebiasaan aktifitas yang tidak sehat,
merokok, minum kopi serta gaya hidup sedetarian adalah beberapa hal yang disinyalir
sebagai faktor yang berperan terhadap hipertensi ini. Penyakit ini dapat menjadi akibat
dari gaya hidup modern serta dapat juga sebagai penyebab berbagai penyakit non infeksi.
Hal ini berarti juga menjadi indikator bergesernya dari penyakit infeksi menuju penyakit
non infeksi, yang terlihat dari urutan penyebab kematian di Indoensia. Untuk lebih
mengenal serta mengetahui penyakit ini, maka kami akan membahas tentang hipertensi.
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan darah sistolik lebih besar atau sama dengan
140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik lebih besar atau sama dengan 90
mmHg(Anindya,2009).
Hipertensi menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal
jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Tanpa melihat usia atau jenis kelamin,
semua orang bisa terkena hipertensi dan biasanya tanpa ada gejala-gejala sebelumnya.
Hipertensi juga dapat mengakibatkan kerusakan berbagai organ target seperti otak,
jantung,ginjal,aorta,pembulu darah perifer dan retina.
Oleh karena itu, negara Indonesia yang sedang membangun di segala bidang perlu
memperhatikan pendidikan kesehatan masyarakat untuk mencegah timbulnya penyakit
seperti hipertensi, kardiovaskuler, penyakit degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi
bangsa dapat lebih dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Golongan umur 45 tahun
ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang terarah. Hipertensi perlu
dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang dapat
dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke dokter.

B. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Seseoarang
dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastol. (Elisabet Corwin, hal 356).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg atau
lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan
tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik
140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih. (Barbara
Hearrison,1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah yang abnormal dengan tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg
menetap atau telkanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnosa dipastikan dengan
mengukur rata-rata dua atau lebih pengukuran tekanan darah pada dua waktu yang
terpisah. Patologi utama pada hipertensi adalah peningkatan tahanan vaskuler perifer
pada tingkat arteriol.

C. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer

Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi
primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan).
Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10%
nya tergolong hipertensi sekunder.

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara


lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit
kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain. Karena golongan terbesar dari
penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan pengobatan
lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.

Berdasarkan faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah di dalam


arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

 Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya
 Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena
itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
 Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri mengalami
pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi. Maka tekanan darah akan menurun
atau menjadi lebih kecil.

Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol
seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan.

Pada 70-80% kasus Hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam


keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan
Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar
monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini
menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.

Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang


olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan
Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada
saat kita tidak beraktivitas.

Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara


intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal
ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota.

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi


Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan
antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih
tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.

D. Manifestasi
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala bila
demikian, gejala baru ada setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung.
Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga
berdenging, mata berkunang-kunang dan pusing . (Mansjoer Arif, dkk, 1999).
Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak).Pada tingkat awal sesungguhnya,
Hipertensi asimtomatis, mempunyai gejala :
1. Sakit kepala : pada occipital,, seringkali timbul pada pagi hari.
2. Vertigo dan muka merah.
3. Epistaksis sppontan.
4. Kelelahan
5. Mual dan muntah
6. Sesak nafas
7. Gelisah
8. Penglihatan kabur atau scotomas dengan perubahan retina.
9. Kekerapan nocturnal akibat peningkatan tekanan dan bukan oleh gangguan ginjal.

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganlia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinephrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai factor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinephrine, yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
rtensi Natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vascular. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology, perubahan sruktural dan fungsional pada sistem
pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri
besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (Volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
F. Klasifikasi
Klasifikasi Hipertensi (JNL, 1997) : The sixt Report of Join National Committee on
Prevention 1997 dikutip oleh Mansjoer Arif, dkk, 1999 hal 519, dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Sistolik mmHg Diastolik mmHg
a. Normal 130 – 139 85 – 89
b. Perbatasan 140 – 159 90 – 99
c. Hipertensi tingkat I 160 – 179 100 – 109
d. Hipertensi tingkat 2 > 180 < 85
e. Hipertensi tingkat 3 < 130 > 110

G. Penatalaksanaan Medik Dan Keperawatan


Deteksi dan tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan risiko penyakit
kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah
mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan
diastolic di bawah 90 mmHg dan mengntrol factor risiko. Hal ini dapat di capai melalui
modifikasi gaya hidup saja atau dengan obat antihipertensi.
1. Terapi tanpa Obat Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a. Penurunan konsumsi garam dari 10 gr/hari menjadi 5 gr/hari
b. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c. Penurunan berat badan
d. Penurunan asupan etanol

2. Latihan fisik atau olahraga yang teratur dan terarah.

a. Olahraga yang dianjurkan seperti lari, jogging, bersepeda, berenang, dan lain-
lain.
b. Lamanya latihan berkisar antara 20-25 menit berada dalam zona latihan.
c. Intensitas olahraga yang baik antara 60-80% dari kapasitas aerobic atau 72-80%
dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan.
d. Frekuensi latihan sebaiknya 3 kali/minggu dan lebih baik lagi 5 kali/minggu.

3. Pendidikan kesehatan (penyuluhan)


Tujuan pendidikan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplkasi lebih lanjut.

4. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja


tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
dapat bertambah kuat. Pilihan obat untuk penderita hipertensi adalah sebagai berikut:

a. Hipertensi tanpa komplikasi : diuretic, beta blocker.

b. Hipertensi dengan indikasi penyakit tertentu : inhibitor ACE, penghambat


reseptor angiotensin II, alfa blocker, alfa-beta-blocker, beta blocker, antagonis
Ca dan diuretic

c. Indikasi yang sesuai Diabetes Mellitus tipe I dengan proteinuria diberikan


inhibitor ACE.

d. Pada penderita dengan gagal jantung diberikan inhibitor ACE dan diuretic.

e. Hipertensi sistolik terisolasi : diuretic, antagonis Ca dihidropiridin kerja sama.

f. Penderita dengan infark miokard : beta blocker (non ISA), inhibitor ACE
(dengan disfungsi sistolik).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
6. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiofaskuler)
7. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi dan
hipertensi.
8. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
9. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.
10. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan adanya
feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan untuk pengkajian
feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
11. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko terjadinya
hipertensi.
12. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme, feokromositoma
atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin dapat juga meningkat.
13. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit parenkim ginjal,
batu ginjal dan ureter.
14. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub; deposit pada
dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
15. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau feokromositoma.
16. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.

I. Asuhan Keperawatan Keluarga Secara Teoritis


Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Hipertensi

I. Data umum

1. Nama Kepala Keluarga : Tn. E


2. Alamat : tidak ada data
3. Komposisi keluarga

No Nama Jenis Kelamin Hubungan Umur Pendidikan


dengan KK
1 Tn. E L KK 39 th -
2 Ny. V P Isteri 30 th -
3 An. L L Anak 1 th -
Genogram

Tn. E Ny.
(39) V
(30)

An. L
(1)
Ket : : laki laki
: perempuan
-------- : tinggal serumah

4. Tipe keluarga
Keluarga Tn. E adalah keluarga dengan tipe nuclear family, dimana dalam keluarga hanya
ada suami, istri dan anak.
5. Suku
Tidak ada data
6. Agama
Tidak ada data
7. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Tn. E mengatakan tidak mempunyai pekerjaan yang tetap, dia juga jarang berinteraksi
dengan tetangganya
8. Aktivitas rekreasi keluarga
Tidak ada data

II. Riwayat Dan Tahapan Perkembangan Keluarga


9. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Keluarga dengan balita dengan tugas perkembangan keluarga:
- Menanamkan nilai2 dan norma kehidupan.
- Mulai menanamkan keyakinan beragama.
- Mengenalkan kuitur keluarga.
- Memenuhi kebutuhan bermain anak.
- Membantu anak dlm sosialisasi dgn ling. Sekitar.
- Menanamkan tanggung jawab dlm lingkup kecil.
- Memberikan stimulus bagi pertumbuhan dan perkembangan anak
10. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Anak tidak diimunisasi,Ny. V saat ini tidak memakai KB, keluarga tidak pernah berobat
ke puskesmas, Ny. V menderita hipertensi dan dia mengatakan tidak pernah control ke
puskesmas.
11. Riwayat keluarga inti
Tidak ada data
12. Riwayat keluarga sebelumnya
Tidak ada data

III. Lingkungan

13. Karakteristik rumah

Situasi lingkungan ; Rumah semi permanen terdapat satu buah jendela di sebelah pintu
masuk, terdiri dari dua kamar tidur yang hanya memiliki satu pintu saja, dinding samping
berhimpitan dengan tetangga dan udara dalam rumah lembab. Pembuangan sampah : Tak
ada data, hanya sampah mainan yang berserakan di dalam rumah . Sumber air minum,
tempat pembuangan tinja dan tempat pembuanga limbah : Tak ada data

14. Karakteristik tetangga dan komunitas RW

Kehidupan antar anggota keluarga setiap keputusan ada di tangan kepala keluarga dan
tanpa memerlukan persetujuan dari anggota keluarga yang lain

15. Mobilitas geografis keluarga

Tidak ada data

16. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan masyarakat

Tn. E jarang berinteraksi dengan tetangganya.

17. Sistem pendukung keluarga

Tidak ada data

Denah Rumah

Tetangga
Tempat
Tidur
IV. Struktur keluarga

18. Pola komunikasi keluarga

Setiap keputusan ada di tangan kepala keluarga dan tanpa memerlukan persetujuan dari
anggota keluarga yang lain.

19. Struktur kekuatan keluarga

Tidak ada data

20. Struktur peran

Tidak ada data

21. Nilai atau norma budaya

Tidak ada data

V. Fungsi Keluarga

22. Fungsi Afektif

Tidak ada data

23. Fungsi Sosialisasi

Keluarga Tn. E jarang berinteraksi dengan tetangganya

24. Fungsi Perawatan Kesehatan

Imunisasi : Anak tidak diimunisasi, karena ayah takut anaknya panas dan ibunya tidak
memakai KB, keluarga tidak pernah berobat kepuskesmas dan jika ada salah satu anggota
kelurga yang sakit hanya menggubnakan obat-obatan alami atau membeli diwarung. Istri
Tn.E (Ny.V) sedang hamil trimester kedua, dari sebelum menikah Ny. V menderita
hipertensi, Ny, V mengatakan tidak pernah kontrol ke puskesmas, Ny. V juga pernah
mengalami keguguran saat mengandung anak pertama, dan kelahiran anak kedua dibantu
oleh dukun.
VI. Stres dan Koping Keluarga

25. Stressor Jangka Panjang Dan Jangka Pendek

Anak tidak diimunisasi, karena ayah takut anaknya panas

26. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Masalah

Setiap keputusan ada ditangan keluarga dan tanpa memerlukan persetujuan dari anggota
yang lain

27. Strategi Koping

Setiap keputusan ada ditangan keluarga dan tanpa memerlukan persetujuan dari anggota
yang lain

28. Strategi Adaptasi Disfungsional

Dari hasil pengkajian didapatkan adanya cara-cara keluarga mengatasi masalah secara
maladaptive.

VII. Harapan Keluarga

Tidak Ada Data

VIII. Data Tambahan

1. Nutrisi

Tidak Ada Data

2. Eliminasi

Tidak Ada Data

3. Istirahat Tidur

Tidak Ada Data


4. Aktivitas Sehari-hari

Tidak ada Data

5. Merokok

Tidak ada Data

IX. Pemeriksaan Fisik

Tidak Ada Data

J. Asuhan Keperawatan Keluarga Sesuai Kasus

Daftar Pustaka
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.
Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. Jakarta: EGC

Setiawati, Santun dkk. (2005). Tuntunan Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga.


Bandung:Rizqi press

Akhmadi. (2008). Konsep Keluarga. Diambil tanggal 5 november 2011 dari


http://creasoft.files.wordpress.com.pdf

. (2009). Konsep Keluarga. Diambil tanggal 5 November 2011 dari


http://www.rajawana.com.pdf

http://www.infopenyakit.com/2008/01/penyakit-darah-tinggi-hipertensi.html

http://medicastore.com/penyakit/4/Tekanan_Darah_Tinggi_Hypertension.html

Anda mungkin juga menyukai