Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)


1.1.1. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu varian klinis infeksi
virus dengue, yang ditandai oleh panas 2-7 hari dan pada saat panas turun disertai
dengan gangguan hemostatik dan kebocoran plasma (plasma leakage)
(Ismoedijanto, dkk., 2008).

1.1.2. Etiologi
Penyakit demam berdarah dapat disebabkan oleh virus dengue dengan tipe
DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan
antibody terhadap serotype yang bersangkutan, namun tidak untuk serotype
lainnya, sehingga seseorang dapat terinfeksi Demam Dengue 4 kali selama
hidupnya (Ikatan Dokter Indonesia, 2013). Patofisiologinya yaitu :
1. Berhubungan dengan strain virus, dengan urutan Den 2, Den 3, Den 4 dan Den1
2. Berhubungan dengan infeksi sekunder
3. Berhubungan dengan “antibody dependent enhancement”

1.1.3. Patofisiologi
Permeabilitas vaskular meningkat yang ditandai dengan kebocoran plasma
ke jaringan interstitiel mengakibatkan hemokonsentrasi, efusi pleura,
hipoalbuminemia dan hiponatremia yang akan menyebabkan syok hipovolemik.
Mekanisme terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular dan perdarahan pada
DBD belum diketahui dengan jelas. Pada otopsi kasus DBD tidak dijumpai adanya
infeksi virus dengue pada sel endotel kapiler. Pada percobaan in vitro dengan kultur
sel endotel, ternyata sel endotel akan mengalami aktivasi jika terpapar dengan
monosit yang terinfeksi virus dengue. Diduga setelah virus dengue berikatan
dengan antibodi maka komplek ini akan melekat pada monosit karena monosit
mempunyai reseptor.

1
Oleh karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dinetralkan
sehingga bebas melakukan replikasi di dalam monosit. Monosit akan menghasilkan
sitokin yang akan menyebabkan sel endotel teraktivasi sehingga mengekspresikan
moleku seperti vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), intercellular
adhesion molecule-1 (ICAM-1), TNF-α, IL-1β, IL-1Ra,dan IL-6 pada DBD.
Sitokin juga dapat menimbulkan berbagai perubahan pada fungsi sel endotel yaitu
peningkatan sekresi faktor von Willebrand (vWF), tissue factor (TF), platelet
activating factor (PAF), plasminogen activator inhibitor (PAI), prostasiklin
(PGI2), dan nitric oxide (NO) serta penurunan tissue plasminogen activator (tPA)
dan trombomodulin. Oleh karena itu pada disfungsi endotel terjadi peningkatan
permeabilitas vaskular dan aktivasi sistem koagulasi (Dharma, dkk., 2006).

1.1.4. Manifestasi Klinis


Pada awal sakit, ketika penderita terinfeksi virus dengue timbul gejala
panas, tidak dapat dibedakan apakah akan menjadi varian klinis Demam Dengue
atau Demam Berdarah Dengue. Pada saat panas turun, penderita Demam Berdarah
Dengue ditandai dengan penampilan klinis yang memburuk. Penderita tampak sakit
berat, gangguan hemostatik yang berupa gejala perdarahan menjadi lebih prominen
dan kebocoran plasma yang ditandai dengan adanya defisit cairan yang ringan
berupa peningkatan PCV > 20% sampai gangguan sirkulasi/syok (Ismoedijanto,
dkk., 2008). Menurut Dhillon, 2008., tanda dari kebocoran plasma yaitu efusi
pleura, asites dan hipoproteinemia.
Sekitar 3-7 hari demam mulai mereda dan tampak tanda-tanda
perkembangan penyakit yang parah. Tanda-tanda tersebut seperti sakit perut,
muntah terus-menerus, perubahan suhu (demam-hipotermia), manifestasi
perdarahan, dan perubahan mental yaitu mudah marah atau bingung. Pasien juga
mungkin memiliki tanda-tanda syok awal, termasuk gelisah, kulit berkeringat
dingin, denyut nadi lemah-cepat, dan penyempitan pembuluh darah. Manifestasi
perdarahan yang paling umum termasuk tes tourniquet positif tes, perdarahan pada
kulit (ptekiae), epistaksis (mimisan), perdarahan gingiva (gusi berdarah) dan
hematuria mikroskopik (Centers for Disease Control and Prevention, 2009).
1.1.5. Klasifikasi

2
Derajat DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi) berdasarkan klasifikasi WHO
1997:
1. Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas dan satu-
satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung
2. Derajat II : Seperti derajat I namun disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
3. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab.
4. Derajat IV : Syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.

1.1.6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS)
(Ismoedijanto, dkk., 2008). DSS dapat didefinisikan sebagai kasus pada DHF stage
4 dan bermanifestasi pada gangguan sirkulasi yaitu terlalu cepat, nadi rendah dan
hipotensi pada usianya, gelisah, suhu dingin, dan tangan/ kulit basah. Progresifitas
pasien dengan dengue dapat terjadi apabila pasien tidak diterapi secara tepat dan
dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius dan kematian (Centers for
Disease Control and Prevention, 2009).

1.1.7. Penatalaksanaan
Apabila penderita infeksi Virus Dengue datang pada periode febris,
saat/ketika belum/tidak dapat dibedakan Dengue Fever/Dengue Hemorrhagic
Fever, maka pengobatan yang dapat diberikan yaitu :
1. Antipiretik (Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10mg/kgBB/kali tidak
lebih dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin, dan ibuprofen, sebab dapat
menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
2. Antibiotik tidak diperlukan
3. Makan disesuaikan dengan kondisi nafsu makannya
4. Apabila penderita ditetapkan rawat jalan, maka kalau dalam perjalanan didapat
keluhan atau tanda klinis seperti nyeri abdomen, tanda perdarahan di kulit,

3
petekiae, ekimosis, perdarahan lain seperti epitaksis dan perdarahan gusi serta
tampak loyo dan pada perabaan terasa dingin dianjurkan untuk segera datang ke
rumah sakit untuk pengobatan selanjutnya. Kebutuhan cairan harus dipenuhi.
Pemberian cairan dapat diberikan per oral, akan tetapi apabila penderita tidak
mau minum, muntah terus, atau panas terlalu tinggi maka pemberian cairan
intravena menjadi pilihan. Berikut bagan penatalaksanaan demam berdarah
dengue (Ismoedijanto, dkk., 2008) :

RL 7cc/kg/BB/ 1 jam

PCV VS

Membaik Tetap buruk / Respons (-)

PCV ↓ T/N stabil diuresis (+) PCV ↑ N ↑ PP ?20 mmHg, diuresis (-)

RL 5 cc/kgBB/1
Membaik RL 10 cc/kgBB/ 1 jam
jam

Tetap buruk / Respons (-)

Membaik 24-48
Jam RL 15 cc/kgBB/ 1 jam

Tetap buruk / Respon (-)


PCV T/N Stabil
diuresis (+)
PCV ↑ PCV ↓

STOP Transfusi
Koloid / plasma whole blood

Membaik

Gambar 1.1 Penatalaksanaan demam berdarah dengue derajat I/II


(Ismoedijanto, dkk., 2008)
Kristaloid 20cc/kgBB CEPAT

Membaik Tetap buruk / Respons (-)

Koloid 20cc/kgBB CEPAT


Gambar 1.2 Penatalaksanaan demam berdarah dengue derajat III
(Ismoedijanto, dkk., 2008)

Kristaloid 20cc/kgBB CEPAT

5
Membaik Tetap buruk / Respons (-)

Koloid Koloid 20cc/kgBB CEPAT


10cc/kgBB/
1 jam
Gambar 1.3 Penatalaksanaan demam berdarah dengue derajat IV
(Ismoedijanto, dkk., 2008)

1.2 Efusi Pleura


1.2.1 Batasan

6
Efusi pleura adalah adanya kelebihan cairan pada rongga diantara dinding
dada dan paru-paru (Light, 2010)

1.2.2 Etiologi
Efusi pleura dapat terjadi bila ada pembentukan cairan pleura yang
berlebihan (dari interstitial ke ruang paru-paru, pleura parietal, atau rongga
peritoneal) atau ketika ada penurunan pemindahan cairan oleh limfatik (Light,
2010). Menurut Mc Grath and Anderson, 2011., etiologi dari efusi pleura terdiri
dari :
• Kelebihan absorpsi cairan pleura
• Transudat, hasil ketidak seimbangan hidrostatik dan onkotik (peningkatan
tekanan hidrostatik dan atau penurunan onkotik)
• Transudat pada gagal jantung, sirosis, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan
peritoneal dialysis
• Eksudat pada infeksi parenkim paru, TB, kanker, emboli paru, penyakit
kolagen vaskular, pankreatitis, dan perdarahan pada esofagus.
Pada kasus demam berdarah dengue, efusi pleura disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas vaskular yang ditandai oleh kebocoran plasma ke
jaringan interstitiel sehingga mengakibatkan efusi pleura (Dharma, dkk., 2006).

1.2.3 Manifestasi klinis


Pasien dengan efusi pleura biasanya memiliki gejala sesak, batuk, nyeri
dada, dan pleuritis (infeksi pada pleura) (McGrath and Anderson, 2011)

1.2.4 Penatalaksanaan Terapi


Penatalaksanaan terapi utama efusi pleura dengan diuretik, namun bila
disertai demam dan adanya infeksi dapat digunakan antibiotik yang sesuai (Light,
2010).

BAB II
KAJIAN KASUS

7
Inisial Pasien: An. MD Berat Badan: 18 kg
Umur : 5 tahun Tinggi Badan: - cm

 Keluhan utama : Demam


 Diagnosis :
7/2/ : Dengue Hemorhage Fever grade III, udema (+), gangguan perfusi
jaringan, gangguan eliminasi.
8/2/ : Dengue Hemorhage Fever grade III, udema (+), gangguan perfusi
jaringan, gangguan eliminasi, Efusi Pleura (+), resiko syok dan infeksi.
10/2/ : Dengue Hemorhage Fever grade III, udema (+), gangguan perfusi
jaringan, gangguan eliminasi, Efusi Pleura (+), syok tidak terjadi.
 Alasan Masuk Rumah Sakit (MRS) :
Pasien demam (Rujukan Rumah Sakit Islam) dengan DSS (Dengue Shock
Syndrome), demam sejak + 1 minggu yang lalu SMRS RSI, awalnya sumer
lalu tinggi namun tetap tinggi walaupun sudah diberi obat. Pada hari ke-7 sakit,
pasien tidak demam, teraba anyep (dingin) lalu dibawa ke RSI, nyeri perut (+).
Pada hari kedua MRS pasien kembung, mual muntah (+) 1x berisi makanan.
 Riwayat Penyakit : -
 Riwayat Pengobatan : RL 200cc  200cc/ 1jam  150cc/ 1jam
 Status Pasien : Jamkesmas
Alergi : -
Kepatuhan - Obat Tradisional -
Merokok - OTC -
Alkohol - Lain-lain -

8
Catatan perkembangan pasien
Tanggal Problem/Kejadian/Tindakan Klinisi
7/2/ Pasien datang ke IGD RS dengan keluhan demam (Rujukan Rumah
Sakit Islam) dengan DSS (Dengue Shock Syndrome), demam sejak
+ 1 minggu yang lalu SMRS RSI, awalnya sumer lalu tinggi namun
tetap tinggi walaupun sudah diberi obat. Pada hari ke-7 sakit, pasien
tidak demam, teraba anyep (dingin) lalu dibawa ke RSI, nyeri perut
(+). Pada hari kedua MRS pasien kembung, mual muntah (+) 1x
berisi makanan.
Hasil RO menunjukkan efusi pleura kanan.
8/2/ Pasien pindah ruangan ke Bona II IRNA Anak dengan diagnosa
Dengue Hemorhage Fever grade III, udema (+), gangguan perfusi
jaringan, gangguan eliminasi, Efusi Pleura (+), resiko syok dan
infeksi. Kondisi umum pasien lemah, tidak demam, dan sesak (+).
9/2/ Pasien pindah ruangan ke Bona I IRNA Anak dengan diagnosa yang
sama. Kondisi umum lemah, pasien merasa mual, kuning (+),
palpitasi (+), dan batuk (+).
10/2/ Diagnosa pasien Dengue Hemorhage Fever grade III, udema (+),
gangguan perfusi jaringan, gangguan eliminasi, Efusi Pleura (+),
dan syok tidak terjadi. Kondisi umum cukup, mual (+), muntah (+),
sesak (+), batuk (+), nyeri kembung, slight distended, nyeri tekan
epigastrium dan lingkar abdomen bertambah. Pasien mengeluh
belum BAB selama 3 hari.
11/2/ Kondisi umum pasien baik, BAK dan BAB lancar, pasien
diperbolehkan KRS. Sebelum KRS pasien diberikan IV Ranitidin
1dd 18mg dan tidak mendapat obat yang harus dibawa pulang.

9
DOKUMEN FARMASI PASIEN
IRNA / Ruangan : An/ BI
No RM : 12.39.xx Diagnosa : Dengue Hemorhage Fever grade III, udema (+), gangguan
Nama/Umur : An.MD / 5 th perfusi jaringan, gangguan eliminasi.
BB / TB/ LPT : 18 kg/ - cm/ - m2 Alasan MRS : Pasien datang ke IGD RS. dengan keluhan demam (Rujukan Rumah Sakit
Alamat : Surabaya Islam) dengan DSS (Dengue Shock Syndrome), demam sejak + 1
Riwayat alergi : Tidak ada keterangan minggu yang lalu SMRS, awalnya sumer lalu tinggi namun tetap tinggi
Nama Dokter : DY/IT/DS/AT/BL walaupun sudah diberi obat. Pada hari ke-7 sakit, pasien tidak demam,
Nama Apoteker : - teraba anyep (dingin) lalu dibawa ke RSI, nyeri perut (+). Pada hari
Tgl MRS/KRS : 7/2/ / 11/2/ kedua MRS pasien kembung, mual muntah (+) 1x berisi makanan.
Ruangan asal : IGD, BII Riwayat penyakit: -
Keterangan KRS : Sembuh
Tanggal Pemberian Obat
No Nama Obat Rute Regimen Dosis 11/2
7/2 (IGD) 8/2 (BII) 9/2 (BI) 10/2
(KRS)
1 Parasetamol PO 4dd200mg √ //
2 O2 Nasal 2 lpm (k/p) √ √ //
1000cc/ 750cc/
3 RL-D5 IVFD 50cc/jam √ √ //
24jam 24jam
4 Gelofusin IVFD 10cc/kgBB/jam cepat √ √ 5cc/kgBB //
5 Ranitidin IV 1dd18mg √ 2dd18mg 2dd18mg √
6 Furosemid IV 1dd18mg √ √ //
7 PZ Nebul - √ √ //

10
Data Klinik
DATA KLINIK Tanggal
No. (yang penting) 7/2 (IGD) 8/2 (BII) 9/2 (BI) 10/2 11/2 (KRS)
Somnolen,
1 Kondisi umum/ GCS Lemah/ - Lemah/ 456 Cukup Cukup
lemah/ -
Tekanan darah ( sistol > 80 80/fault- 90/60- 90/60-
2 100/60 110/70
mmHg) 100/60 100/70 100/60
Tidak
3 Nadi ( 80-100 x/menit) 100-106 88-98 100 98
teraba-142
4 RR ( < 20 x/menit) 28-30 24-34 28 28 22
5 Suhu ( 36 - 37◦C) 34,3-36,4 35-36,5 35,8-36,4 37 36,5
6 Kembung + - - + +
7 Mual/ Muntah +/+ +/- +/- +/- -
8 Kuning - - - + -
9 Sesak + + -
10. Batuk - - + + -
Nyeri tekan epigastrium,
11. - - - + -
lingkar abdomen bertambah
Komentar
Pasien mengalami hipotensi pada saat MRS. Suhu tubuh pasien berangsur naik dari suhu awal MRS
(kondisi akral anyep/dingin). Keluhan pasien sejak awal yaitu kembung, mual dan muntah berangsur
membaik, namun pada tanggal 10/2 kulit pasien kuning, nyeri tekan epigastrium dan lingkar abdomen
bertambah. Batuk dan sesak pasien membaik, keluhan yang masih ada pada saat KRS yaitu rasa kembung.

Data Laboratorium
11
No. DATA LABORATORIUM Tanggal Komentar
(yang penting) 7/2 8/2 9/2 10/2
Pasien mengalami trombositopenia. Pada pasien DHF
Darah lengkap: dengan DSS dapat terjadi trombostopenia (<100.000
1 Hb (13,3 -16,6 g/dl) 14,4 - 12,8 13,45
2 Leukosit (3,37-10.103/ UL) 4,17 - 5,36; 5,22 sel/UL). Adanya kebocoran plasma menyebabkan
6,03 permeabilitas vaskular meningkat sehingga dapat terjadi
3
3 Trombosit (150-480.10 / UL) 47; 55,7 35,9 13 39,1
peningkatan HCT > 20% dan hipoproteinemia.
4 HCT (41,3-52,1%) 42,9 - 39,3 40,35
5 Limfosit (23,1-49,9.103/ UL) 44,1 - 52,2 - Pemeriksaan serum antibodi IgG dan IgM dapat
Serum Elektrolit
mendeteksi infeksi dari virus dengue (Dhillon, 2008).
6 K (3,5-5,1 mmol/L) 4,3; 4,6 3,8 - 3,4
7 Na(136-145 mmol/L) 125; 134 132 - 137 Selain itu, pasien mengalami hiponatremia, hipoalbumin
8 Cl (98-107 mmol/L) 98; 108 101 - 102 sebagai manifestasi dari gangguan hemodinamik dari
9 Ca (8,5-10,1 mg/dl) 6,6; 7,2 6,9 - 8,2
RFT DHF. Berdasarkan hasil pemeriksaan BGA, pasien
10 BUN (10-20 mg/dl) 14 7 mengalami alkalosis respiratorik. Pada pasien DBD
11 Scr (0,5-1,20 mg/dl) 0,48 0,3
12 eGFR (ml/min/1,73m2) 103,78 166,05 terjadi gangguan pernafasan akibat kebocoran plasma
BGA melalui paru yang cedera akibat lebih lanjut terjadi
13 pH (7,35-7,45) 7,51
edema dan efusi pleura. Hipoksemia dapat diikuti
14 PCO2 (35-45 mmHg) 20
15 PO2 (80-100 mmHg) 127 hipoksia jaringan disertai laktoasidosis yang akan
16 HCO3 (22-26 mmol/L) 16
menambah keadaan hiperventilasi, dan pada hasil anailis
17 BE (-3,5 – 2,00 mmol/L) -7
LFT gas darah tampak alkalosis respiratorik yang dapat
18 SGOT (<41 U/L) 47 89 disertai peningkatan pH (Edhy, 1990).
19 SGPT (<38 U/L) 14 35
Lain-lain :

12
20 Albumin (3,4-5,0 g/dl) 2,11 2,7
21 GDA (40-121 g/dl) 99
22 IgM Dengue Capture (+) 12,2
23 IgG Dengue Capture (+) 13,3
24 PPT (9-12 detik) 16 15,1
25 APTT (23-33 detik) 90,6 81,3

13
ANALISA TERAPI

Tanggal
Indikasi pada Pemantauan
Pemberian Obat Obat Rute Regimen Dosis Komentar dan Alasan
Pasien Kefarmasian

Oksigenasi diberikan pada pasien sesuai lini


terapi pertama pada kasus kegawatan DBD
RR, Saturasi
O2 nasal 2 lpm Nasal 2 lpm (k/p) Oksigenasi
Oksigen sehingga dapat mencegah hipoksemia
(Darwis, 2003).
IVFD 50cc/jam, Diberikan kombinasi cairan yaitu kristaloid
Infus RL-D5 1000cc/24 jam, (RL-D5) dan cairan koloid (gelofusin) yang
750cc/24jam
keduanya bekerja sinergis mempertahankan
Infus IVFD 10cc/kgBB/jam,
7/2-8/2 Gelofusin 5cc/kgBB/jam tekanan onkotik (Darwis, 2003). Pasien tidak
mendapatkan regimen 10cc/kgBB/jam cairan
Kondisi kristaloid karena sebelumnya telah
Resusitasi
Umum
Cairan mendapatkan RL 200cc, kemudian
Elektrolit
200cc/1jam, dan dilanjutkan 150cc/1jam dari
RSI. Penurunan volume cairan resusitasi
dilakukan untuk menghindari hipervolemik
dan menjaga jumlah cairan agar tidak
memperparah kondisi efusi pleura kanan.
14
Pada kasus DHF Parasetamol diberikan
sebagai antipiretik, namun suhu tubuh pasien
Parasetamol PO 4dd200mg
7/2/ Demam Suhu tubuh
34,3-36ºC sehingga seharusnya parasetamol
tidak diberikan karena pasien tidak demam
Dosis yang digunakan untuk stress ulcer pada
anak yaitu 2-4mg/kgBB/hari (Mc Evoy,

1dd18mg; 2011). Frekuensi pemberian Ranitidin IV


Mual,
8/2-11/2 Ranitidin IV Stress ulcer
2dd18mg kembung seharusnya 2dd18mg pada tanggal 8/2 karena
dengan pemberian 1dd18 mg, mual dan
kembung pasien belum teratasi.
Lasix ® Dosis furosemid untuk edema pada anak yaitu
(Furosemid) 1-2mg/kgBB/dosis setiap 6-12 jam (Mc Evoy,
Serum
2011). Terapi sesuai. Diperlukan monitoring
Efusi pleura elektrolit,
IV 1dd18mg
kanan lingkar elektrolit pasien. Pada tanggal 10/2 terjadi
abdomen
9/2-10/2 penurunan serum kalium menjadi 3,4
mmol/L.
PZ Nebul - Dosis yang digunakan untuk bronkodilator

Bronkodilator Batuk yaitu 1-3ml untuk nebul (Mc Evoy, 2011).


Terapi sesuai.

15
ASUHAN KEFARMASIAN
1. Masalah aktual & potensial terkait obat 5. Pemilihan obat
2. Masalah obat jangka panjang 6. Penghentian obat
3. Pemantauan efek obat 7. Efek samping obat
4. Kepatuhan penderita 8. Interaksi Obat

Obat Uraian Masalah Tindakan (Usulan pada klinisi, perawat, pasien)


Parasetamol Suhu tubuh pasien 34,3-36ºC pada saat MRS namun Sebaiknya pemberian parasetamol sebagai antipiretik
4dd200mg PO diberikan parasetamol 4dd200mg PO. dihentikan karena pasien tidak demam.

Ranitidin Kondisi umum pasien sudah membaik. Keluhan pasien Rute pemberian IV Ranitidin sebaiknya diganti per oral
1dd18mg IV hanya merasa kembung. Pasien mendapat Ranitidin IV karena kondisi pasien baik dan dengan penggunaan oral
1dd18 mg. dapat mengurangi risiko infeksi nosokomial

Furosemid 1dd18 Pasien mendapatkan furosemid pada tanggal 9-10/2 namun Sebaiknya pemeriksaan serum elektrolit juga dilakukan
mg IV pemeriksaan serum elektrolit baru dilaksanakan pada pada hari pemberian diuretik (furosemid) karena efek
tanggal 10/2. Pada tanggal 10/2, hasil pemeriksaan samping diuretik berpotensi menurunkan serum
menunjukkan terjadi penurunan kalium yaitu 3,4 mmol/L. elektrolit.

16
Monitoring
Parameter Tujuan
Kondisi Umum Mengetahui efektifitas RL-D5, dan gelofusin untuk resusitasi cairan
Tekanan darah Mengetahui efektifitas waktu pemberian furosemid dan efek dari furosemid
Sesak Nafas Mengetahui efektifitas furosemid, nebul PZ dan Oksigen nasal dalam memperbaiki sesak nafas yang merupakan
manifestasi klinis dari efusi pleura
Rasa kembung dan Mengetahui efektifitas Ranitidin untuk mengurangi rasa kembung dan mual pada pasien
mual
Serum kalium dan Mengetahui apakah terjadi efek samping dari furosemid
natrium

17
Konseling
Materi Konseling Konseling
Informasi pada perawat : Informasi pada perawat : Pemberian furosemid membutuhkan perhatian pada rute dan penyimpanannya.
Furosemid IV Furosemid IV bolus diberikan lebih dari 1-2 menit. Paparan cahaya dapat membuat perubahan warna
sehingga jangan gunakan furosemid bila warna telah menjadi kuning dan jangan disimpan dalam lemari
pendingin karena dapat mengkristal. Sebaiknya diberikan pada pasien pagi/siang hari sehingga tidak
mengganggu waktu istirahat pasien (Trissel, 2009).

Konseling pada keluarga


Konseling pada keluarga pasien : Suntikan furosemid digunakan untuk mengurangi cairan yang menumpuk
pasien
dalam tubuh sehingga efek sampingnya dapat meningkatkan frekuensi buang air kecil.
Informasi pada perawat : Informasi pada perawat : Pemberian ranitidin membutuhkan perhatian pada rute dan penyimpanannya.
Ranitidin IV Injeksi ranitidine 50 mg dilarutkan dalam 20 ml NS (4 mg/ml) stabil pada suhu 4-30ºC dan terlindung dari
cahaya matahari selama 48 jam. Kecepatan pemberian minimal 5menit (4ml/menit). Pemberian terlalu cepat
dapat menyebabkan bradikardi (Trissel, 2009).

Konseling pada keluarga pasien : Suntikan Ranitidin digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dan kembung
Konseling pada keluarga
di perut. Dengan pemberian secara suntik efek dari obat diharapkan dapat lebih cepat tercapai.
pasien.

18
DAFTAR PUSTAKA

Center for Disease Control and Prevention, 2009. Dengue and Dengue
Hemorrhagic Fever. Dengue Branch. p.1-4

Darwis, Darlan., 2003. Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Sari
Pediatri. Vol.4 No.4 p.156-162

Dharma, Rahajuningsih., Hadinegoro, Sri Rezeki., Priatni, Ika., 2006. Disfungsi


Endotel pada Demam Berdarah Dengue. Makara Kesehatan. Vol 10. No. 1.
hal. 17-23

Dhillon, G.P.S., 2008. Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever,


Dengue Hemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Ministry of
Health & Family Welfare. p. 1-33

Ikatan Dokter Indonesia, 2013. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer.

Ismoedijanto, dkk., 2008. Pedoman Penyakit Tropik Infeksi dalam Pedoman


Diagosa dan Terapi pada Anak.P.102-109

Edhy, Angky Tri Rini Kumumaning., 1990. Hiperventilasi pada anak dengan
demam berdarah dengue. Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia
Fakultas Kedokteran.

Light, Richard W. 2010. Disorder Pleura and Mediastenum. In : Loscalzo, Joseph.


Harrison’s Pulmonary and Critical Care Medicine. New York : Mc
Graw-Hill Company Page 216-218

Mc Evoy, Gerald K., 2011. AHFS Drug Information Handbook 2011.

McGrath, Emmet E. and Anderson, Paul B. 2011. Diagnosis of Pleural Effusion :

A Sistemic Approach. American Journal of Critical Care. Volume 20 :2.


Page 119-128

19
Trissel, Lawrence A. 2009. Handbook on Injectable Drugs - 15th Ed. Maryland:
American Society of Health-System Pharmacist. Retrieved from html mode.
Index : Ranitidine, Furosemide

WHO, 1997. Dengue Hemorrhagic Fevver: diagnosis, treatment, prevention, and


control, 2nd edition. Geneva

20

Anda mungkin juga menyukai