LANDASAN TEORI
A. MANAJEMEN
1. Hakikat Manajemen
Hakikat manajemen adalah merupakan proses pemberian bimbingan, pimpinan,
pengaturan, pengendalian, dan pemberian fasilitas lainnya. Pengertian manajemen dapat
disebut pembinaan , pengendalian, pengelolaan, kepemimpinan ketatalaksanaan yang
merupakan proses kegairahan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Fathoni,
2006:17).
10
11
3. Pengertian Manajemen
Menurut Brantas manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang
melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang ke arah tujuan
organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Adapun menurut Mas’ud Khasan,
manajemen ialah ketatalaksanaan proses untuk penggunaan sumber daya secara
efektif dalam mencapai sasaran tertentu.
Istilah manajemen, berasal dari bahasa perancis kuno management, yang artinya
seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan
dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan
manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk
mencapai tujuan organisasi.
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan , pengorganisasian, pengoordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Efektif berarti tujuan
dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sedangkan efisien berarti tugas yang
dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Kata manajemen mungkin juga berasal dari bahasa Itali (1561), maneggiare,
yang berarti “mengendalikan”, terutama “mengendalikan kuda”, berasal dari bahasa
latin, manus, yang berarti “tangan”. Kata ini terpengaruh dari bahasa perancis,
manage, yang berarti “kepemilikan kuda” (berasal dari bahasa Inggris yang berarti
seni mengendalikan kuda), dan isitilah inggris ini juga berasal dari bahasa Italia. Pada
awal abad ke-20, seorang industriawan Perancis bernama Henry Fayol mengajukan
gagasan lima fungsi utama manajemen: merancang, mengorganisasi, memerintah,
mengoordinasi, dan mengendalikan. Gagasan fayol kemudian mulai digunakan
sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan
terus berlangsung hingga sekarang.
Adapun menurut James, dikatakan bahwa manajemen adalah kebiasaan yang
dilakukan secara sadar dan terus menerus dalam membentuk organisasi. Semua
organisasi memiliki orang yang bertanggung jawab terhadap organisasi dalam
mencapai sasarannya. Orang ini disebut manajer. Para manajer lebih menonjol dalam
beberapa organisasi dari pada yang lain, tetapi tanpa manajemen yang efektif,
kemungkinan besar organisasi akan gagal. (Nasrudin, 2010:21)
untuk tujuan penciptaan output-output khusus yang diperlukan oleh masyarakat berupa
barang-barang dan jasa-jasa. (Barthos, 2012:1-2).
G.R Terry mengatakan bahwa planning is the selecting and relating of facts and
the making and using os assumtions regardingthe future in the visualization and
formulation of proposed activitions believed necessary to achieve desired result.
(Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta
menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa datang dengan jalan menggambarkan dan
merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
(Hasibuan, 2008: 92))
Hasil perencanaan baru akan diketahui pada masa depan. Agar risiko yang
ditanggung itu relatif kecil, hendaknya semua kegiatan, tindakan, dan kebijakan
direncanakan terlebih dahulu. Perencanaan ini adalah masalah “memilih”, artinya
memilih tujuan, dan cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut dari beberapa alternatif
yang ada. Tanpa alternatif, perencanaan pun tidak ada. Perencanaan merupakan
kumpulan dari beberapa keputusan (Hasibuan, 2008: 91).
13
2. Organizing (mengorganisasikan)
Adalah suatu proses menghubungkan orang-orang yang terlibat dalam organisasi
tertentu dan menyatupadukan tugas serta fungsinya dalam organisasi. Dalam proses
pengorganisasian dilakukan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab secara
terperinci berdasarkan bagian dan bidangnya masing-masing sehingga terintegrasikan
hubungan-hubungan kerja yang sinergis, kooperatif yang harmonis dan seirama dalam
mencapai tujuan yang telah disepakati bersama (Athoillah, 2010:110-111).
Pengorganisasian adalah fungsi manajemen dan merupakan suatu proses
yang dinamis, sedangkan organisasi merupakan alat atau wadah yang statis.
Pengorganisasian dapat diartikan penentuan pekerjaan-pekerjaan yang harus
dilakukan, pengelompokkam tugas-tugas dan membagi-bagikan pekerjaan kepada
setiap karyawan, penetapan departemen-departemen (subsistem) serta penentuan
hubungan-hubungan.
Drs. H.Malayu S.P Hasibuan mengatakan dalam bukunya bahwa
pengorganisasian adalah sutu proes penentuan, pengelompokkan, dan pengaturan
bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menempatkan
orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan,
menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu
yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut (Hasibuan, 2008: 118-119).
3. Actuating
Penggerakkan adalah kegiatan yang menggerakkan dan mengusahakan agar para
pekerja melakukan tugas dan kewajibannya. Para pekerja seseuai dengan keahlian dan
14
proporsinya segera melaksanakan rencana dalam aktivitas yang konkret yang diarahkan
pada tujuan yang telah ditetapkan, dengan selalu mengadakan komunikasi, hubungan
kemanusiaan yang baik, kepemimpinan yang efektif, memberikan motivasi, membuat
perintah dan instruksi serta mengadakan supervise dengan meningkatkan sikap dan
moral setiap anggota kelompok (Athoillah, 2010:116).
1. pemberian motivasi
Bernard Berelson dan Garry A. Steiner dalam machrony (1854:109)
mendefinisikan motivasi sebagai all those inner striving conditions variously
described as whishes, desires, needs, drives, and the like. Motivasi dapat diartikan
sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi,
mendorong kegitan (moves), dan mengarah atau menyalurkan perilaku kea rah
mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau megurangi ketidak seimbangan
(Siswanto, 2008:119).
2. Pembimbingan
Suatu pengarahan dapat diberikan berbagai batasan. Batsan tersebut dapat
bersifat umum maupun spesifik, bergantung pada frekuensi kerja dan motif usaha
yang dikembangkan. Secara umum, pengarahan dapat diberikan batasan sebagai suatu
proses pembimbingan, pemberian petunjuk, dan instruksi kepada bawahan agar
mereka bekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Pegarahan berarti menentukan bagi bawahan tentang apa yang harus kerjakan
atau tidak boleh mereka kerjakan. Pengarahan mencakup berbagai roses operasi
standar, pedoman dan buku panduan, bahkan manajemen berdasarkan sasaran
(management by objective). Pengarahan merupakan metode untuk menyalurkan
perilaku bawahan dalam aktivitas tertentu dan menghindari aktivitas lain dengan
menetakan peraturan dan standar, kemudian memastikan bahwa peraturan tersebut
dipatuhi. Jadi, pengarahan menentukan atau melarang jenis perilaku tertentu
(Siswanto, 2008: 111).
Pemimpin yang sinergik perlu menjadi pembangun solidaritas yang rasional,
bukan solidaritas yang tumbuh dari kesamaan primodial yang ada. Pemimpin
sinergistik juga membangun iklim kerja yang akrab dan egaliter yang dilandasi rasa
saling percaya, saling menghargai dan saling peduli yang tulus. Untuk itu dia
menunjukan bahwa masing-masing anggota dapat memberikan kontribusi yang nyata
dan berharga dalam proses penciptaan nilai. Dia juga akan menumbuhkan rasa saling
membutuhkan (interdependensi) diantara sesama anggota dengan menunjukan
komlementaritas dari kompetensi dan gagasan mereka. Di dalam kehidupan kerja
15
sehari-hari, semua ini diwujudkan melalui penumbuhan rasa empati diantara para
anggota (Hartanto, 2009:527).
3. Penjalinan hubungan
Konsepsi kerja sama yang dilandasi oleh keyakinan bahwa hasil terbaik
diperoleh dari kerja sama, bukan kerja individual, sebenarnya sudah lama
diterapkan di Indonesia yang masyarakatnya memiliki budaya kerja kolelktif
dengan semangfat gotong royong. Gotong royong apabila diperktikan sesuai
makna sebenarnya, dilakukan orang secara sukarela dan ditujukan untuk
menghasilkan suatu manfaat yang berguna bagi semua pihak. Disitu tidak ada
pertimbangan negative terhadap orang lain; tertapi sebaliknya, orang juga tidak
perlu merasa tidak berdaya mengadapi perlakuan orang lain. Gotong royong
dijalankan karena semua orang merasa senasib dan sepenanggungan. Orang
juga meyakini bahwa cara ini dapat menghasilkan kinerja terbaik bagi semua
pihak yang terlibat. Di dalam penerapan konsepgotog royong tidak penting
apakan seseorang itu mempercayai orang lain, karena disini orang-orang ikut
berkontribusi dan bekerja sama demi memenuhi kewajibannya sebagai anggota
dari suatu komunitas. Jadi, didalam semangat gotong royong, kesadaran
terhadap mutualitas yang terdapat diantara anggota komunitas biasanya
melandas kerja sama yang dihasilkan. Semangat sosial ini sendiri dilandasi oleh
rasa saling percaya yang bertitik tolak pada keyakinan bahwa dengan
bergandengaan tangan erat, komunitas akan menjadi lebih kuat dalam
menghadai tantangan masa depan (Hartanto, 2009:227).
4. Penyelenggaraan komunikasi
Komunikasi dalam organisasi dapat diidentikan dengan sistem saraf dalam
suatu organisasi yang hidup. Komunikasi seringkali menyusun apa yang dalam situasi
lain merupakan kesemrawutan. Dengan demikian, dalam dunia kita komunikasi
memiliki peran yang penting Karena tanpa komunikasi apa yang ada dalam diri
seseorang tidak akan sampai pada orang lain. Demikian pula apa yang menjadi
idaman seseorang tidak akan terwujud (Siswanto, 2008: 113).
Komunikasi organisasi (organizational communication) menunjuk kepada pola
dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan komunikasi.
Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal,
serta bentuk-bentuk komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Pembahasan
teori-teori komunikasi organisasi antara lain menyangkut struktur dan fungsi
organisasi, hubungan antarmanusia, komunikasi dan proses pengorganisasian, serta
kebudayaan organisasi (Bungin, 2013:256).
16
4. Controlling (pengendalian)
Yakni meneliti dan mengawasi agar semua tugas dilakukan dengan baik dan
sesuai dengan peraturan yang ada atau sesuai dengan deskripsi kerja masing-masing
personal (Athoillah, 2010:113-114).
Menurut Tisnawati&Saefullah (2008: 318) Fungsi pengawasan dalam
manajemen adalah upaya sistematis dalam menetapkan standar kinerja dan berbagai
tujuan yang direncanakan, mendesain sistem informasi umpan balik, membandingkan
antara kinerja yang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya,
menentukan apakah teedapat penyimpangan dan tingkat signifikasi dari setiap
penyimpangan tersebut, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan
bahwa seluruh sumber daya perusahaan dipergunakan secara efektif dan efisien dalam
pencapaian tujuan perusahaan.
Untuk memperbaiki berbagai penyimpangan yang terjadi, harus diambil
tindakan artinya bahwa adanya pengawasan haruslah dapat diusahakan cara-cara
tindakan untuk perbaikan terhadap penyimpangan atau kesalahan tersebut, agar tidak
berlarut-larut yang dapat mengakibatkan kerugian.
Controlling mencakup kelanjutan tugas untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan
dilaksanakan sesuai rencana. Pelaksanaan kegiatan evaluasi dan penyimpangan-
penyimpangan yang tidak diinginkan diperbaikik supaya tujuan-tujuan dapat dicapai
dengan baik. Ada berbagai cara untuk mengadakan perbaikan, termasuk merubah
rencana dan bahkan tujuannya, mengatur kembali tugas-tugas atau merubah
wewenang; tetapi perubahan tersebut dilakukan melalui manusianya. Orang yang
bertanggungjawab atas penyimpangan yang tidak diinginkan itu harus dicari dan
mengambil langkah-langkah perbaikan terhadap hal-hal yang sudah atau akan
dilaksanakan (Terry, 1993:18)
5. Prinsip Manajemen
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur, dalam arti perlu dipertimbangkan
sesuai dengan kondisi-kondisi khusus serta situasi-situasi yang berubah. Menurut Henry
Fayol, seorang pencetus teori manajemen yang berasal dari perancis, prinsip-prinsip umum
manajemen ini terdiri atas (Nasrudin, 2010:33-35):
1. Pembagian kerja (division of work), yaitu pendistribusian kemampuan
karyawan/pegawai sesuai dengan keahlian masing-masing;
17
2. Wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility). Seorang manajer atau
pegawai harus memiliki tanggung jawab terhadap suatu pekerjaan atau amanat yang
dipegangnya. Selain itu, ia harus memiliki kemampuan atau kekuatan untuk
melaksanakan pekerjaan itu secara baik dan benar;
3. Disiplin (discipline), merupakan salah satu ciri pegawai atau manajer yang
professional. Dengan disiplin yang tinggi, segala bentuk pekerjaan akan terlaksana
dengan baik sesuai target.
4. Kesatuan perintah (unity of command), yaitu perintah seorang manajer tidak bersifat
parsial yang akan membingungkan bawahan;
5. Kesatuan pengarahan (unity of direction), adalah semua komponen, baik atasan
maupun bawahan harus mengikuti aturan main yang telah disepakati oleh perusahaan
atau institusi;
6. Mengutamakan kepentingan organisasi, prinsip manajemen yang baik, apabila seluruh
anggota, fungsionaris, dan pimpinan harus lebih memprioritaskan organisasi dibanding
kepentingan pribadi;
7. Peggajian pegawai harus proporsional dan sesuai dengan beban kerja;
8. Pemusatan (centralization), merupakan sarana untuk pengendalian organ-organ yang
dibawah, sehingga tidak menyimpang dari suatu tujuan;
9. Hierarki (tingkatan), merupakan bagian dari proprosi tanggung jawab bagi para
anggota dalam melaksanakan tugas;
10. Ketertiban (order) adalah harmonisasi dari dinamika kelompok atau organisasi yang
harus tetap dijaga untuk menghindari perpecahan;
11. Keadilan dan kejujuran adalah wujud moral yang harus dimiliki oleh seluruh anggota
organisasi dan pegawai’
12. Stabilitas kondisi karyawan apabila keadilan dan kejujuran benar-benar dilaksanakan,
akan terwujud stabilitas karyawan dan tidak muncul prasangka-prasangka negative;
13. Prakarsa (inisiative), dalam sebuah organisasi ide-ide inovatif sangat dibutuhkan untuk
penyegaran dan kemajuan;
14. Semangat kesatuan, semangat korps yang harus terus dibangun agar organisasi menjadi
kuat dan solid;
15. Keterbukaan adalah factor terpenting untuk menjaga keutuhan sebuah organisasi.
18
7. Proses manajemen
Suatu proses merupakan suatu rangkaian aktivitas yang satu sama lainnya saling
bersusulan. Proses adalah suatu cara sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Proses
manajemen adalah suatu rangkaian aktivitas yang harus dilakukan oleh seorang manajer
dalam suatu organisasi. Rangkaian aktivitas dimaksudkan adalah merupakan fungsi seorang
manajer. Fungsi manajer tersebut membentuk suatu proses keseluruhannya.
Kajian fungsi manajer secara garis besarnya dapat dilihat dari dua arah, yaitu fungsi
manajer ke dalam organisasi dan fungsimanajer di luar organisasi. Fungsi manajer kedalam
organisasi dapat dilihat dari dua sudut berikut (siswanto, 2008:23).
1. Fungsi manajer dari sudut proses, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pemotivasian, dan pengendalian.
2. Fungsional manajer dari sudut spesialisasi kerja yaitu keuangan, ketenagakerjaan,
pemasaran, pembelian, produksi, dan sejenisnya.
Sedangkan fungsi manajer ke luar organisasi meliputi aktivitas yang berhubungan
dengan pihak luar organisasi, yaitu menyangkut masalah yuridis, keuangan, administrative,
hubungan antar manusia, dan sejenisnya.
20
B. ORGANISASI
1. Definisi Organisasi
Organisasi dalam pandangan beberapa pakar seolah-olah menjadi suatu “binatang”
yang berwujud banyak, namun tetap memiliki kesamaan konseptual. Dengan kata lain,
rumusan mengenai organisasi sangat bergantung pada kontek dan perspektif tertentu dari
seseorng yang merumuskan tersebut. Dari beberapa definisi atau pembatasan mengenai
organisasi ini, dapat dikemukakan sebagai berikut (Nasirudin, 2010:161-162).
1. Organisasi merupakan suatu pola kerja sama antara orang-orang yang terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Organisasi adalah sekelompok orang yang terbiasa mematuhi perintah para
pemimpinnya dan yang tertarik pada kelanjutan dominasi partisipasi mereka dan
keuntungan yang dihasilkan, yang membagi di antara mereka praktik-praktik dari fungsi
tersebut yang siap melayani praktik mereka.
3. Organisasi dapat didefinisikan sebagai struktur hubungan kekuasaan dan kebiasaan
orang-orang dalam suatu system administrasi.
4. Organisasi adalah suatu sistem dari aktivitas-aktivitas orang yang terkoordinasikan
secara sadar atau kekuatan-kekuatan yang terdiri atas dua orang atau lebih.
5. Organisasi adalah lembaga social dengan ciri-ciri khusus, yaitu secara sadar dibentuk
pada suatu waktu tertentu, para pendirinya mencanangkan tujuan yang biasanya
digunakan sebagai simbol legitimasi, hubungan antara anggotanya dan sumber
kekuasaan formal ditentukan secara relatif jelas walaupun sering pokok pembicaraan
dan perencanaan di ubah oleh para anggotanya yang membutuhkan koordinasi atau
pengawasan.
6. Organisasi adalah suatu kesatuan (entity) social yang dikoordinasikan secara sadar,
dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, yang bekerja atas dasar terus
menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Organisasi bukanlah suatu struktur yang statis yang dilukiskan didalam peta
organisasi, dan bukan pula merupakan kumpulan dari orang-orang dan juga bukan
merupakan sistem mesin manusia yang terlumasi dengan baik.
Organisasi merupakan perpaduan dari semua hal tersebut. Organisasi
merupakan jaringan kerja yang terus menerus berubah, yang meliputi tugas-tugas,
struktur, sistim, informasi dan manusia. Jaringan-kerja itu sekaligus bersifat
21
sederhana dan rumit, teratur dan semrawut, tenang dan bergejolak. (J.leavit,
1992:311)
Organisasi dipandang sebagai suatu system, yakni unit-unit sosial yang
bertujuan, terdiri dari kelompok orang-orang yang mengemban berbagai tugas dan
dikoordinasikan untuk memiliki kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh
karenanya maka pembicaraan nanti meliputi juga lingkungan, teknologi, ukuran (yang
ketiganya disebut sebagai “konteks”), pengambilan keputusan, struktur organisasi,
motivasi, kepemimpinan, kelompok dan perubahan. (Arikunto, 1990:13)
De Vito (1997: 337), menjelaskan organisasi sebagai sebuah kelompok individu
yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah anggota organisasi
bervariasi dari tiga atau empat sampai ribuan anggota. Organisasi juga memiliki
struktur formal maupun informal. Organisasi memiliki tujuan umum untuk
meningkatkan pendapatan, namun juga memiliki tujuan-tujuan spesifik yang dimiliki
oleh orang-orang dalam organisasi itu. Dan untuk mencapai tujuan, organisasi
membuat norma aturan yang dipatuhi oleh semua anggota organisasi. (Bungin,
2013:277-278)
4. Pekerjaan, artinya organisasi baru ada, jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta
adanya pembagian pekerjaan.
5. Struktur, artinya organisasi baru ada, jika ada hubungan dan kerja sama antara manusia
yang satu dengan yang lainnya.
6. Teknologi, artinya organisasi baru ada, jika terdapat unsur teknis
Lingkungan, artinya organisasi baru ada, jika ada lingkungan yang saling
mempengaruhi misalnya ada system kerja sama sosial.
Dilihat dari sifat-sifatnya, organisasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
organisasi formal dan informal.
1. Organisasi formal
Ciri-ciri organisasi formal adalah sebagai berikut.
a. Seluruh anggota organisasi diikat oleh suatu persyaratan formal sebagai bukti
keanggotannya. Misalnya, Negara sebagai organisasi formal yang seluruh warga
Negara diikat oleh persyaratan formal yang haru dimiliki, yakni kartu tanda
penduduk, kartu keluarga, dan sejenisnya. Demikian pula, dalam organisasi formal
lainnya dalam bentuk ormas atau politik, yang seluruh anggotanya harus memiliki
kartu keanggotaan bahwa ia benar-benar terdaftar dan diakui sebagai anggota yang
sah.
b. Kedudukan, jabatan, dan pangkat yang terdapat dalam organisasi dibuat secara
hierarkis dan piramida yang menunjukkan tugas, kedudukan, tanggung jawab, dan
wewenang yang berbeda-beda.
c. Setiap anggota yang memilikijabatan tertentu secara otomatis memiliki wewenang
dan tanggung jawab yang membawahi jabatan anggota dibawahnya. Dengan
demikian, hak memerintah berada bersamaan dengan hak diperintah, hak melarang
bersamaan dengan hak untuk tidak mengerjakan kegiatan tertentu.
d. Hak dan kewajiban melekat sepenuhnya pada anggota organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya.
23
2. Organisasi informal
Ciri-ciri organisasi informal adalah sebagai berikut.
a. Sifat organisasi informal melekat pada organisasi informal, sebagaimana Negara
mengharuskan adanya KTP bagi warga Negara. Pembuatan KTP berkaitan dengan
organisasi-organisasi formal di dalam pemerintah, misalnya kantor kecamatan,
kwntor desa, RW hingga RT, semua itu tidak dapat dilaksanakan jika tidak organisasi
informal, yaitu keluarga, ibu rumah tangga, anak-anak, dan kerabat, keluarga bukan
merupakan organisasi formal. Demikian pula, organisasi yang bergerak dalam
pendidikan, yakni sekolah formal. Tidak akan ada sekolah formal jika tidak
berdampingan dengan organisasi informal, yakni lingkungaan masyarakat, komunitas
masyarakat, yang merupakan konsumen pendidikan formal.
b. Tidak adanya kontak diantara anggota yang diatur oleh anggaran dasar atau anggaran
rumah tangga. Kontak terjadi tanpa ada aturan formal. Komunitas masyarakat yang
tinggal dilingkungan atau wilayah tertentu dapat dikatakan sebagai organisasi
informal , dan kontak yang terjadi merupakan interaksi mekanis yang secara alami
sebagai bagian dari kebutuhan individu masing-masing.
c. Jumlahnya sangat banyak, terutama berhubungan dengan kegiatan-kegiatan
masyarakat yang dilembagakan secara informal, misalnya kegiatan pengajian,
perkumpulan remaja masjid, karang taruna, majelis taklim, dan sebagainya.
Organisasi informal terebut biasanya dimanfaatkan oleh organisasi formal dalam
24
C. MANAJEMEN ORGANISASI
Manajemen organisasi adalah suatu perencanaan yang berhubungan dengan bagaimana
seseorang dapat mengolah atau mengurus suatu rangkaian organisasi dari memilih anggota
sampai penyelesaian masalah. manajemen organisasi akan membutuhkan banyak sumber daya
manusia yang bermutu dan hal ini mencakup beberapa hal
Perencanaan sumber daya manusia organisasi merupakan sebuah proses yang dilakukan
oleh manajer untuk memastikan bahwa organisasi memiliki jumlah karyawan yang sesuai dan
25
jenis pekerja pada tempat dan waktu yang tepat, sehingga bisa secara efektif dan efisien dalam
melakukan pekerjaan mereka. Kegunaan dari perencanaan sumber daya manusia ini adalah
untuk membantu meminimalisir adanya kekurangan atau kelebihan sumber daya yang ada
pada organisasi dengan cara memperhitungkan kondisi sumber daya manusia pada saat ini dan
memperkirakan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di masa mendatang1.
D. DAKWAH
1. Pengertian Dakwah
Dakwah Menurut Perspektif Al-Qur’an
Al-qur’an bermula sebagai kitab dakwah dan berpuncak sebagai kitab penetapan
syariat.
Sejak permulaanya, al-qur’an diturunkan Allah SWT. Sebagai kitab dakwah. Yakni,
ajakan untuk menuju allah SWT. Dan mengikuti jejak Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw.
Yang berarti, ajakan untuk menaati dan mengikuti ajaran agama islam yang dikehendaki
oleh Allah untuk diikuti oleh manusia. Allah SWT menghendaki agar ajaran islam menjadi
jalan yang sarat dengan petunjuk bagi manusia, dan menjadi jalan yang akan
menyelamatkannya. Itu berarti, al-qur’an hidup di lingkungan realitas dakwah. Ia berada
dalam atmosfir dakwah. Karena itu al-qur’an secara langsung menganalisis berbagai
pendorong dan faktor terlaksananya dakwah. Al-qur’an pula yang menegaskan mengenai
tujuan yang hendak dicapai dalam dakwah berikut teknik pelaksanaannya. Al-qur’anlah
yang mengadili- atau menghadapi –berbagai peraguan dan pembohongan yang dihadapkan
kearah dakwah, baik dengan cara yang sejuk dan lembut ataupun , kadang-kadang, dengan
cara yang keras dan tegas. Pada saat yang sama, al-qur’an juga membina pribadi para juru
dakwah dan menguatkan batin atau mentalitas mereka, juga mengarahkan mereka ke
langkah-langkah yang benar dan lurus, yang tidak condong ke kiri dan ke kanan serta tidak
menyimpang dari jalan yang telah ditetapkan.(Fadhlullah, 1997:11)
Kegiatan berdakwah sudah ada sejak adanya tugas dan fungsi yang harus diemban
oleh manusia dibelantara kehidupan dunia ini. Hal itu dilakukan dalam rangka
penyelamatan seluruh alam termasuk didalamnya manusia itu sendiri. Namun, kegiatan
dakwah seringkali dipahami, baik oleh masyarakat awam ataupun sebagian masyarakat
terdidik, sebagai sebuah kegiatan yang sangat praktis sama dengan tabligh (ceramah), yaitu
sesuatu kegiatan penyampaian ajaran agama Islam secara lisan yang dilakukan oleh para
kyai diatas mimbar. Kegiatan dakwah itu terbatas hanya di majelis-majelis tal’im, masjid-
1
http://yastory.blogspot.com/2011/02/manajemen-organisasi.html
26
masjid dan mimbar-mimbar keagamaan. Meski hal itu tidak sepenuhnya keliru, namun
sangat penting untuk diluruskan.
Sebagaimana semarak dakwah (dalam dimensi tabligh) yang terjadi dewasa ini, disatu
sisi merupakan perkembangan yang cukup menggembirakan, sebagai indikator ghiroh
keagamaan masyarakat mulai tumbbuh kembali. Tapi disisi lain, secara kualitatif, kegiatan
tabligh seperti diatas kurang sepenuhnya mengena pada tujuan akhir (ultimate goal) dari
kegiatan dakwah itu sendiri dan tidak membuat banyak perubahan khalayak dakwah
(mad’u). Pasalnya, para pelaku dakwah tampaknya masih banyak yang belum memahami
strategi, metode, bahkan mengenai hakikat dakwah itu. Sehingga aktifitas dakwahnya
terkadang menekankan pada aspek mobilitasnya saja dan tidak sampai pada peningkatan
pemahaman mengenai ajaran Islam yang menyentuh dimensi hidup dan kehidupan
manusia. Wajarlah bila Nurcholis Madjid mengatakan bahwa dakwah sekarang harus ada
perubahan, dan bila tidak, maka dakwah akan kehilangan makna dan substansinya.
(Kusnawan, 2004:7)
24. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila
Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu[605],
Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya[606] dan
Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.
[605] Maksudnya: menyeru kamu berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang
dapat membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan muslimin. juga berarti menyeru
kamu kepada iman, petunjuk jihad dan segala yang ada hubungannya dengan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
[606] Maksudnya: Allah-lah yang menguasai hati manusia.
27
Secara etimologis perkataan dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti: seruan-
ajakan-panggilan. Sedangkan orang yang melakukan ajakan atau seruan tersebut
dikenal dengan panggilan da’I = orang yang menyeru. Tetapi mengingat bahwa
proses memanggil atau menyeru tersebut juga merupakan suatu proses penyampaian
(tabligh) atas pesan-pesan tertentu, maka dikenal pula istilah mubaligh yaitu orang
yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan (message) kepada
pihak komunikan (Tasmara 1997: 31).
2. Sasaran Dkwah
Sasaran Dakwah / Penerangan Agama
Sehubung dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat, bisa dilihat dari
aspek kehidupan psikologis,maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah dan
penerangan agama pelbagai permasalahan yang menyangkut sasaran bimbingan atau
dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu (Tasmara 1997: 31):
1) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa
masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta masyarakat di daerah marginal
dari kota besar.
2) Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan
berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.
28
3) Sasaran yang berupa kelompok-kelompok mayarakat dilihat dari segi social kultural
berupa golongan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat dalam
masyarakat di Jawa.
4) Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia
berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
5) Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional
(profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai
negeri.
6) Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup social
ekonomi berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.
7) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis kelamin (sex)
berupa golongan wanita, pria dan sebagainya.
8) Sasara yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus berupa golongan
masyarakat tunasusila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan sebagainya.
Bila dilihat dari kehidupan psikologis masing-masing golongan masyarakat tersebut
diatas memiliki ciri-ciri khusus yang menuntut kepada system dan metode pendekatan
dakwah atau penerangan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. System pendekatan
dan metode dakwah dan penerangan yang didasari dengan prinsip-prinsip psikologis yang
berbeda merupakan suatu keharusan bilamana kita menghendaki efektivitas dan efisiensi
dalam program kegiatan dakwah dan penerangan agama di kalangan mereka.
3. TUJUAN DAKWAH
Tujuan Dakwah / Penerangan Agama
Pada dasarnya dakwah islam mempunyai visi terwujudnya masyarakat islam Yang
sehat jasmani dan sehat rohani, selamat dan bahagia didunia dan di akhirat. Sehat jasmani
saja, belum menjadi jaminan hidup manusia akan selamat dan bahagia, begitu pula
sebaliknya sehat rohani saja juga belum tentu bisa menjamin manusia hidup selamat dan
bahagia (Azis, 2004:103-104).
Adapun tujuan program kegiatan dakwah dan penerangan agama tidak lain adalah
untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama
yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama.
29
Oleh karena itu ruang lingkup dakwah dan penerangan agama adalah menyangkut
masalah pembentukan sikap mental dan pengembangan motivasi yang bersifat positif dalam
segala lapangan hidup manusia (Arifin, 2004:3-4).
Tujuan/target yang dicapai dari kegiatan dakwah antara lain: memahami,
mengimani, menilai (haq dan bathil), mengamalkan, mengajarkan, dan seterusnya (Faridl,
2000:36).
Sebagai suatu usaha, aktivitas dakwah harus bisa diukur keberhasilannya. Oleh
karena itu, tujuan dari aktivitas dakwah harus dirumuskan secara definitive, terutama tujuan
mikronya. Dari sudut psikologi dakwah, ada lima ciri-ciri dakwah yang efektif
(Effendi&Faizah, 2006:x-xi).
1. Jika dakwah dapat memberikan pengertian kepada masyarakat (mad’u) tentang apa yang
di dakwahkan.
2. Jika masyarakat (mad’u) merasa terhibur oleh dakwah yang diterima.
3. Jika dakwah berhasil meningktakan hubungan baik antara da’I dan masyarakatnya.
4. Jika dakwah dapat mengubah sikap masyarakat mad’u.
5. Jika dakwah berhasil memancing respons masyarakat berupa tindakan.
4. Unsur-unsur Dakwah
1. Da’i (pelaku dakwah)
Yang dimaksud da’I adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun
tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu, kelompok, atau bentuk organisasi
atau lembaga (Aziz, 2004:75).
Secara konvensional yang dimaksud subjek dakwah ialah: Da’I atau mubaligh dan
pengelola dakwah (DKM, pengurus majelis ta’lim, panitia, ormas dakwah, pengelola
TV, dan radio, dan sebagainya). (Faridl, 2000:36)
kelompok, baik manusia yang beragama islam Maupun tidak; atau dengan kata lain
manusia secara keseluruhan (Aziz, 2004:90).
5. PRINSIP-PRINSIP DAKWAH
Dakwah adalah usaha meyakinkan kebenaran kepada orang lain. Bagi orang yang
didakwahi, pesan dakwah yang tidak dipahami tak lebih maknanya dari bunyi-bunyian.
Jika dakwahnya berupa informasi maka ia dapat memperoleh pengertian, tetapi jika
dakwahnya merupakan panggilan jiwa, maka ia harus keluar dari jiwa juga. Penjahat yang
berkhotbah tentang kebaikan, maka pesan kebaikan itu tak akan pernah masuk kedalam
jiwa pendengarnya. Berbeda dengan aktor yang ukurannya keberhasilannya jika berhasil
berperan sebagai orang lain, maka seorang da’i harus berperan sebagai dirinya. Seorang
da’i harus terlebih dahulumenjalankan petunjuk agama sebelum memberi petunjuk kepada
orang lain. Ia harus seperti minyak wangi, mengharumkan orang lain, tetapi dirinya lebih
harum, atau seperti api, bisa memanaskan besi, tetapi dirinya memang lebih panas. Oleh
karena itu, untuk menjadikan dakwah itu efektif, masyarakat dakwah khususnya para Da’i
harus memahami prinsip-prinsip dakwah sebagai berikut (Effendi&Faizah, 2006:x-xi):
32
1. Berdakwah itu harus mulai dari diri sendiri (ibda’ bin nafsik) dan kemudian
menjadikan keluarganya sebagai contoh bagi masyarakat, qu anfusakum wa hlikum
nara. (QS. 66:6)
2. Secara mental, Da’i harus siap menjadi pewaris para nabi, yakni mewarisi kejuangan
yang beresiko, al ‘ulama waratsat al anbiya’. Semua nabi juga harus mengalami
kesulitan ketika berdakwah kepada kaumnya meski sudah dilengkapi dengan
mu’jizat.
3. Da’I harus menyadari bahwa masyarakat membutuhkan waktu untuk dapat
memahami pesan dakwah, oleh karena itu dakwah pun harus memerhatikan tahapan-
tahapan, sebagaimana dahulu Nabi Muhammad harus melalui tahapan periode
Mekkah dan periode Madinah.
4. Dai juga harus menyelami alam pikiran masyarakat sehingga kebenaran islam bisa
disampaikan dengan menggunakan logika masyarakat, sebagaiamana pesan rasul;
khatib an nas ‘ala qadri ‘uqulihim.
5. Dalam menghadapi kesulitan, dai harus bersabar,jangan bersedih atas kekafiran
masyarakat dan jangan sesak nafas terhadap tipu daya mereka (QS. 16:127), karena
sudah menjadi sunnatullah bahwa setiap pembawa kebenaran pasti akan dilawan oleh
orang kafir, bahkan setiap nabi pun harus mengalami diusir oleh kaumnya. Seorang
da’I hanya bisa mengajak, sedangkan yang memberi petunjuk adalah Allah SWT.
6. Citra positif dakwah akan sangat melancarkan komunikasi dakwah, sebaliknya citra
buruk akan membuat semua aktivitas dakwah menjadi kontraproduktif. Citra positif
bisa dibangun dengan kesungguhan dan konsistensi dalam waktu lama, tetapi citra
buruk dapat terbangun seketika hanya oleh satu kesalahan fatal. Dalam hal ini,
keberhasilan dalam membangun komunitas islam, meski kecil akan sangat efektif
untuk dakwah.
Da’I harus memerhatikan tertib urutan pusat perhatian dakwah, yaitu prioritas
pertama berdakwah sehubungan dengan hal-hal yang bersifat universal, yakni al khair
(kebajikan), yad’una ila al-khair, baru kepada amr ma’ruf dan baru kemudian nahi
munkar (QS. 3:104). Al-khair adalah kebaikan universal yang datangnya secara normatif
dari tuhan, seperti keadilan dan kejujuran, sedangkan al-ma’ruf adalah sesuatu yang
secara “sosial” dipandang sebagai kepantasan (Effendi&Faizah, 2006:x-xi).
33
E. REMAJA
1. Pengertian
Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir,
ditandai oleh pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh
remaja, luar dan dalam itu, membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap,
prilaku, kesehatan serta kepribadian remaja (Daradjat, 1995: 8).
Secara garis besar remaja adalah kelompok komunitas yang terdiri atas laki-laki
dan perempuan yang berusia mulai dari 12-14 tahun sampai dengan 19-20 tahun.
Kelompok remaja adalah komunitas peralihan, artinya peralihan dari usia kanak-kanak
menuju usia dewasa. Istilah ini merujuk awal pubertas sampai tercapainya kematangan
seksual yang dimulai dari usia 12 tahun pada perempuan dan 14 tahun ada laki-laki
(Surbakti, 2011:2).
Penentuan seseorang telah remaja atau belum tergantung pada penermaan
masyarakat terhadap remaja tersebut. Masyarakat yang paling sederhana yang
hidup secara alamiah, bertani, menangkap ikan, berburu dan sebagainya, tidak
mengenal masa remaja. Tuntutan hidup merelka tidak banyak, dan keperluan
untuk mempertahankan hidup juga sederhana, lebih banyak tergantung kepada
tenaga fisik dan keterampilan yang tidak sukar memperolehnya. Cukup dengan
pembiasaan dan latihan langsung dari orang tuanya atau orang dewasa
disekitarnya. Dalam masyarakat yang seperti ini, barangkali masa remaja itu
tidak ada atau tidak mereka kenal.
Sementara itu dalam ayarakat desa yang agak maju, dikenal remaja dengan
berbagai istilah yang menunjukan adanya kelompok umur yang tidak termasuk
kanak-kanakdan bukan pula dewasa, misalnya jaka-dara, bujang-gadis. Asa
berlangsungnya sebutan jaka-dara, bujang-gadis itu umumnya tidak begitu
panjang, kira-kira sesuai dengan uur remaja awal, (sekitar umumr 13 tahun atau
balig/puber), sampai pertumbuhan fisik mencapai kematangan sekitar umur 16-
17 tahun (Daradjat, 1995: 8-9).
2. Ciri-ciri
Beberapa ciri khas para remaja adalah sebagai berikut (Surbakti: 2-3):
a. Kebebasan
Salah satu ciri khas para remaja adalah kebebasan (freedom). Kebebasan berkaitan
dengan kemerdekaan mengekspresikan diri, mengemukakan pendapat atau opini
tanpa harus takut terhadap ancaman, tekanan, atau intervensi, baik terang-terangan
maupun tersembunyi.
b. Keberanian
34
Para remaja umumnya berani dan selalu membela pendapat mereka, tanpa
memedulikan apakah pendapat mereka benar atau salah. Itulah sebabnya, para
remaja membutuhkan bimbingan dan penyuluhan dari orang-orang dewasa atau
orang-orang yang memiliki kompetensi di sekitar mereka agar potensi mereka
yang hebat dapat diarahkan menuju sasaran yang tepat.
c. Tidak menyukai birokrasi
Para remaja biasanya tidak menyukai birokrasi atau peraturan yang kaku serta
mengikat. Oleh karena itu, biasanya mereka cenderung mendobrak semua aturan
yang berpotensi mengekang atau membatasi kebebasan mereka.
d. Kurang sabar
Para remaja umumnya tidak sabar, tergesa-gesa dan ingin semuanya berlangsung
dengan cepat sehingga terkesan ceroboh dan sembrono. Istilah yang mereka
gunakan adalah: “kerjakan dahulu, resiko belakangan”
e. Kurang bisa bernegosiasi
Salah satu ciri khas para remaja yang juga sangat menonjol adalah kurang bisa
bernegosiasi. Hal ini tentu tidak akan dilepaskan dari semangat mereka yang ingin
mencapai target atau sasaran secepat mungkin meskipun mengabaikan prosedur.
dari kanak-kanank yang selalu dibawah pengawasan orang tua dan kini bisa bebas
menentukan pilihan mereka sendiri. Namun, kebebasan tidak berrti “semau gue”
melainkan kebebasan yang bertanggung jawab.
b. Identitas Diri (Self-Identity)
Para remaja erat sekali hubungannya dengan identitas diri. Itulah sebabnya, pada
masa remaja mereka umumnya ingin agar identias komunitas mereka sebagai
remaja diakui. Jika sebelum memasukiusia remaja, identitas mereka melekat
dengan kedua orang tua mereka, maka pada usia remaja, mereka ingin melepaskan
diri dari identitas orang tua mereka, meskipun secara ekonomi mereka tetap
bergantung sepenuhnya kepada kedua orang tua mereka. Oleh karena itu, para
orang tua perlu memahami perkembangan dan mentalitas anak-anak remaja
mereka dan menyikapinya dengan benar.