Anda di halaman 1dari 15

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA


5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

ANALISIS PETROGRAFI DAN XRD BATUAN ALTERASI GUNUNGAPI


UNGARAN, PRINGAPUS, KABUPATEN SEMARANG: KELIMPAHAN MINERAL
ALTERASI SEBAGAI POTENSI MINERAL INDUSTRI

Joshua Aditya Simanjuntak1*


Irvan Sumantri Pakpahan2
Jihan Almira Fauzia3
Era Rio Sinuraya4
Sekar Indah Tri Kusuma5
1*
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus
Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
2Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus

Tembalang, Semarang, Indonesia 50275


3
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus
Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
4
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus
Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
5Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus

Tembalang, Semarang, Indonesia 50275


*corresponding author: joshuadityas@gmail.com

ABSTRAK
Dewasa ini kebutuhan akan bahan galian industri sangatlah tinggi. Hal ini menyebabkan
penemuann sumberdaya baru di bidang mineral industri sangatlah diperlukan. Daerah Pringapus,
Kabupaten Semarang memiliki potensi bahan galian industri yang tinggi, mengingat lokasinya yang
terletak pada daerah alterasi hasil Vulkanik Gunung Ungaran. Gunung Ungaran memiliki potensi
panas bumi sebesar 11,25 MWe (Wahyudi, 2005). Sistem panas bumi ini menghasilkan proses
samping berupa alterasi pada batuan disekitarnya yaitu batupasir dan breksi andesit. Penelitian ini
dilakukan melalui pemetaan permukaan seluas 3 x 3 km. Dari sampel batuan teralterasi pada daerah
vulkanik Ungaran ini, dilakukan pengujian sampel melalui analisis petrografi untuk mengetahui
kelimpahan mineral penyusun dan analisis XRD untuk mendeterminasi jenis mineral secara lebih
spesifik yang tidak dapat dilihat pada sayatan petrografi. Berdasarkan hasil analisis petrografi
didapatkan kehadiran mineral penciri alterasi berupa aktinolit, serisit, kalsit, kuarsa sekunder, dan
mineral lempung yang cukup mendominasi pada litologi batupasir dan breksi andesit. Berdasarkan
hasil analisis laboratorium XRD didapatkan kehadiran mineral dominan berupa smektit. Dengan
ditemukannya mineral-mineral lempung yang melimpah maka dapat dinterpretasikan bahwa mineral
tersebut sebagai mineral penciri zona argilik. Melimpahnya mineral lempung yang mencapai 75%
pada batuan teralterasi ini sangatlah menarik untuk diteliti dan memiliki potensi yang besar sebagai
bahan baku dibidang industri yaitu kosmetik, kertas, farmasi, keramik dan gerabah.
Kata Kunci : vulkanik Gunung Ungaran, batuan alterasi, mineral lempung, bahan galian mineral
Industri.

1. Pendahuluan
Dewasa ini, bidang teknologi dan industri berkembang sangat pesat dan membutuhkan
pasokan mineral industri dalam jumlah yang tinggi. Hal ini menyebabkan penelitian dan
penemuan-penemuan terhadap sumberdaya mineral industri sangatlah penting. Daerah
Pringapus, Semarang menrupakan daerah yang potensial terhadap pemanfaatan mineral
industri, hal ini karena lokasinya yang berada di daerah Vulkanik Gunung Ungaran. Gunung
Ungaran memiliki sistem panas bumi dengan total potensi geotermal sekitar 1,25 MWe

754
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

(Wahyudi, 2005). Adanya proses geotermal ini memiliki proses samping berupa alterasi
hidrotermal yang mempengaruhi litologi di sekitar Lokasi penelitian. (Gambar 1)
Daerah penelitian terletak pada 3 formasi meliputi Formasi kerek (Tmk), Formasi
Kaligetas (Qpkg) dan Formasi Kalibeng (Tmpk). Alterasi umumnya terjadi pada litologi
berupa breksi andesit dan batupasir yang berada pada bagian tengah dari lokasi penelitian.
Breksi andesit ini termasuk pada formasi Kaligetas, sedangkan batupasir ini diinterpretasikan
berasal dari formasi Kalibeng. Daerah penelitian memiliki struktur geologi yang cukup
intensif, dimana berdasarkan peta geologi regional ditemukan adanya sesar naik yang
melintang pada bagian tengah lokasi penelitian. Sesar ini diindikasikan menjadi penyebab
munculnya jalur yang menyebabkan terjadinya alterasi yang intensif pada bagian tengah
daerah penelitian.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode pengamatan lapangan secara langsung dan
analisis laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan melalui Pemetaan Geologi seluas 3 x 3
km pada 440028 mT – 442938 dan 9208245 -9205399 mU. Analisis laboratorium dilakukan
melalui analisis petrografi dan XRD. Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui
komposisi mineral penyusun beserta persentasenya. Analisis ini dilakukan pada 6 sampel di
lokasi penelitian. Analisis XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan guna mengetahui mineral yang
tidak bisa di determinasi oleh petrografi, contohnya pada mineral lempung. Analisis ini
dilakukan pada 2 litologi yang terkena alterasi pada lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui dominansi jenis mineral alterasi yang terbentuk beserta persentasenya, sehingga
dapat dijadikan gambaran apakah mineral alterasi di lokasi penelitian cukup potensial untuk
diekploitasi sebagai sumber mineral industri atau tidak.

3. Data
Berdasarkan hasil pemetaan secara langsung dilapangan, ditemukan jenis batuan yang
telah mengalami alterasi. Dimana sampel batuan yang telah teralterasi kemudian dilakukan
analisis lebih lanjut melalui analisis petrografi dan analisis XRD. Terdapat dua buah sampel
yang dianalisis lebih lanjut secara petrografi dan XRD sebagai hasil representasi daerah
penelitian. Sampel pertama memiliki kode JS yang merupakan sampel pada satuan litologi
Batupasir teralterasi yang terletak pada stasiun pengamatan pertama. Sampel kedua memiliki
kode MJA yang merupakan sampel pada satuan litologi Batulempung yang terletak pada
stasiun pengamatan pertama.

3.1 Data Mineral Berdasarkan Analisis Petrografi


Pada kode sampel JS terdapat dua jenis mineral, yakni mineral primer yang berupa
plagioklas (20%) dan mineral opaq (25%), sedangkan mineral sekunder yang terdapat pada
sampel penelitian ini (Tabel 1 dan 2) adalah kuarsa sekunder (5%), aktinolit (5%), serisit (5%),
kalsit (15%) dan mineral lempung (15%) (Foto 2). Berdasarkan keterdapatan mineral
sekunder, maka dapat dideterminasi intensitas alterasi pada sampel JS ialah seperti pada
perhitungan dibawah ini.
755
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

ENCENANA A ݅ ‫ݏ‬ ݅  ݅
Intensitas Alterasi Sampel Batuan JS = ENCENANA A ݅ ‫ݏ‬ E‫ݏ‬
= =o,45 (Intensitas Alterasi
Menengah).
Pada sampel penelitian selanjutnya yakni sampel MJA terdapat dua jenis mineral, yakni
mineral primer yang berupa mineral opaq (25%), sedangkan mineral sekunder yang terdapat
pada sampel penelitian ini (Tabel 3 dan 4) adalah mineral lempung (40%), kalsit (15%) dan
serisit (20%) (Foto 3). Berdasarkan keterdapatan mineral sekunder, maka dapat dideterminasi
intensitas alterasi pada sampel MJA ialah seperti pada perhitungan dibawah ini.
ENCENANA A ݅ ‫ݏ‬ ݅  ݅
Intensitas Alterasi Sampel Batuan JS = ENCENANA A ݅ ‫ݏ‬ E‫ݏ‬
= =o,75 (Intensitas Alterasi
Tinggi)

3.2 Data Mineral Lempung Berdasarkan Analisis XRD


Berdasarkan Hasil XRD pada sayatan batulempung kode sampel (MJA) dan
batupasir (JS) yang didapat berdasarkan penamaan mineral oleh Pei-Yuan Chen. Pada sampel
MJA (Tabel 6) terdapat 15 peak dengan mineral dari peak 1-15 secara berurutan yaitu
boemmite, sulfur ortorombic, silimanite, smektit, wollastonite, halite, rutile, alunite, boemmite,
chlorite, maghemite, dan siderite. Pada Sampel JS (Tabel 7) terdapat 22 peak dengan mineral
dari peak 1-22 secara berurutan yaitu halloysite, chlorite, dicktite, stillbite, sulfur, halloysite,
mordenite, stilbite, smektit, chlorite, amesite, manganite, vaterite, marganite, margarite, talc,
diaspor, corundum, quartz, lime, siderite, dan siderite.
4. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pemetaan, secara petrologi diperoleh beberapa satuan litologi yang
dibahas lebih lanjut pada Subbab karakteristik litologi daerah penelitian dibawah ini.
4.1 Karakteristik Litologi Daerah Penelitian
Karakteristik litologi daerah penelitian melalui pemetaan geologi terdiri atas 4 satuan
litologi yang dapat dianalisis secara petrologi, yakni satuan batulempung, satuan breksi
andesit, satuan batupasir teralterasi dan satuan alluvium (Gambar 2 dan 3).
4.1.1 Satuan Batulempung
Satuan batulempung pada daerah penelitian (Foto 1) merupakan bagian dari
susunan formasi kerek yang menunjukkan suatu struktur sedimen khas yaitu
perlapisan bersusun yang juga mencirikan suatu gejala flysch yaitu suatu perlapisan
batuan sedimen yang berkembang di lingkungan laut dalam sebagai hasil dari
proses turbidity flow, formasi kerek secara waktu geologi terendapkan pada Miosen
Tengah (N10) hingga Miosen Akhir (N17). Berdasarkan pendeskripsian secara
megaskopis terhadap sampel yang didapatkan di lapangan, pada satuan
batulempung ditemukan 2 jenis karakteristik. Karakteristik pertama memiliki warna
abu-abu kehijauan, struktur batuan yang masif, memiliki tekstur berupa ukuran
butir <1/256 mm, kemudian matriks berupa material berukuran lempung dan
kandungan semen yang bersifat karbonatan. Tingkat pelapukan pada satuan litologi
tersebut relatif tinggi. Batulempung jenis ini dapat ditemukan pada STA 2 hingga
STA 7 disepanjang sungai daerah Wonorejo – Gondoriyo. Pada lokasi pengamatan
lain, ditemukan pula batulempung namun lebih kompak, seperti yang ditemukan di

756
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

STA 8 hingga STA 13 di sepanjang sungai di daerah Gondoriyo. Selain litologi


batulempung juga ditemukan batupasir yang posisinya berselingan dengan
batulempung. Batupasir tersebut memiliki warna abu-abu kekuningan dengan
struktur sedimen wavy lamination. Kemudian secara kenampakan tekstur litologi
ini memiliki ukuran butir 1/4 - 1/8 mm. Memiliki tekstur berupa kemas yang
terbuka dan sortasi yang tergolong Well Sorted. Litologi tersebut memiliki fragmen
berukuran pasir halus, matriks berukuran lempung dan semen yang bersifat
karbonatan. Ditemukan beberapa perbedaan karakteristik pada litologi batupasir di
beberapa STA, seperti pada batupasir STA 2 yang memiliki warna putih terang
dengan komposisi semen yang non karbonat. Kemudian ditemukan adanya
perubahan ukuran butir pada STA 10 hingga STA 13 yang mana batupasir pada
STA ini cenderung berukuran 1/2 – 1 mm atau tergolong pasir kasar. Pada satuan
perselingan Batulempung – Batupasir ini ditemukan dominasi batulempung yang
lebih tebal dibandingkan batupasir disepanjang lintasan yang dilalui dari STA 2
hingga STA 13.
4.1.2 Satuan Breksi Andesit
Satuan Breksi Andesit pada daerah penelitian merupakan bagian dari susunan
formasi Kaligetas yang secara waktu geologi terendapkan pada kala Pleistosen.
Berdasarkan pendeskripsian secara megaskopis didapatkan bahwa Satuan ini
menunjukkan warna abu-abu tua dengan struktur batuan tergolong masif. Secara
kenampakan tekstur memiliki ukuran butir 4 – 64 mm atau tergolong ukuran
Pebble (Wentworth, 1922) dengan antar kontak antar butirnya sangat renggang
dengan komposisi matriks yang dominan atau dapat disebut memiliki kontak butir
Floating. Kemudian secara keseluruhan ukuran butir pada litologi ini tidak seragam.
Dapat disimpulkan bahwa litologi ini memiliki kemas yang tergolong terbuka dan
sortasi yang Poorly Sorted. Secara sudut pandang komposisi, batuan ini memiliki
fragmen litik berupa andesit berukuran kerakal - berangkal dengan komposisi
matriks tergolong tuff, namun berbeda pada STA 14 pada matriksnya disusun oleh
material pasir. Pada kandungan semennya tergolong Non karbonatan, hal ini
disimpulkan dari respond batuan saat uji HCl tidak mengeluarkan buih/busa.
Litologi breksi ini ditemukan di sungai STA 14 pada daerah Wringin Putih dan
sungai STA 18 hingga STA 20 pada daerah Wonoyoso.
4.1.3 Satuan Batupasir Teralterasi
Satuan batuan alterasi (Foto 1) pada daerah penelitian terdapat pada STA 1
yang mana merupakan kawasan mata air Kaliulo Desa Wonorejo yang
diinterpretasikan merupakan bagian dari susunan formasi kaligetas. Pada satuan ini
terdapat hostrock berupa batupasir masif berwarna putih pucat dengan ukuran butir
1/8 – ¼ mm. Pada litologi teralterasi tersebut didapatkan sejumlah urat yang
disusun oleh mineral Kalsit yang mana urat kalsit ini tergolong jenis urat crustiform
dan juga terdapat cavity filling yang mana diinterpretasikan merupakan hasil
endapan epitermal sulfida rendah. Selain itu juga didapatkan litologi andesit
teralterasi disingkapan yang sama dengan batupasir tersebut. Disekitar lokasi

757
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

singkapan juga dapat ditemukan suatu manifestasi berupa mata air panas yang
dikenal dengan mata air Kaliulo Desa Wonorejo.
4.1.4 Satuan Aluvium
Satuan Aluvium pada daerah penelitian tersebar ditunjukkan oleh STA 15 –
STA 17 dan STA 21 – STA 23 yang tersebar didaerah Pringapus, Pringsari, dan
Wonoyoso yang hampir keseluruhan merupakan daerah pemukiman, jalan lalu
lintas, dan lahan persawahan warga setempat. Satuan aluvium ini diinterpretasikan
merupakan hasil endapan erosional dari produk erupsi ungaran. Hal ini didukung
dengan ditemukan lepasan bongkah andesit yang mana diinterpretasinya
merupakan hasil erosional dari produk Ungaran Muda.

4.2 Analisis Petrografi


Hasil Deskripsi petrografi preparat dengan kode MJA yang berasal dari formasi
kalibeng ditunjukkan pada tabel 5. Berdasarkan hasil pengamatan batuan tersebut
memiliki kenampakan berupa ukuran butir yang berkisar dari <1/256 mm. Karena ukuran
butirnya yang terlalu kecil maka tekstur umum dari batuan tersebut tidak dapat terlihat
dengan pengamatan secara petrografis. Batuan tersebut tersusun atas matriks 75%,
Plagioklas 15 %, dan semen 10%. Plagioklas yang terdapat pada batuan tersebut telah
mengalami ubahan menjadi mineral Serisit. Semen pada preparat tersebut memiliki
kenampakan berupa belahan 3 arah sehingga dapat diinterpretasikan bahwa semen yang
mengisi batuan tersebut adalah mineral kalsit. Berdasarkan komposisi penyusunnya
batuan tersebut digolongkan sebagai Mudrock (pettijohn, 1975).
Pengamatan yang dilakukan secara petrografis pada preparat selanjutnya ialah pada
kode JS yang berasal dari formasi kalibeng (Tabel 5) memiliki kenampakan berupa
ukuran butir yang berkisar dari 1/8 - 1/4 mm. Memiliki bentuk butir yang cenderung
membulat atau subrounded, namun memiliki kebundaran yang cenderung rendah atau
low sphericity. Dimana antar butir penyusunnya memiliki ukuran yang relatif berbeda
atau memiliki sortasi yang cenderung poorly sorted. Kontak antar butirnya cenderung
bersinggungan diujung atau dikenal dengan kontak butir yang point. Batuan tersebut
tersusun atas 65% Fragmen, 20% matriks dan 15% semen. Fragmen tersusun atas 30%
mineral plagioklas, 15% mineral kuarsa dan 20% mineral opaq. Mineral plagioklas yang
terdapat pada preparat sudah mengalami ubahan menjadi mineral serisit sebesar 15%.
Mineral kuarsa yang terdapat pada preparat tersebut memiliki kenampakan polikristalin.
Semen pada preparat tersebut memiliki kenampakan berupa belahan 3 arah sehingga
dapat diinterpretasikan bahwa semen yang mengisi batuan tersebut adalah mineral kalsit.
Berdasarkan komposisi penyusunnya batuan tersebut digolongkan sebagai Feldspatic
Wacke (Pettijohn, 1975).

4.3 Analisis Geokimia


Berdasarkan hasil grafik XRD dengan tabel XRD Lines oleh Yuen Chen pada sampel
MJA (Gambar 4), diperoleh 15 peak data yang dapat diketahui penaaman mineralnya
berdasarkan nilai 2Theta dan nilai dValues. Penamaan mineral pada ke 15 peak dari P1-
P15 yang secara berurutan ialah Boemmite, Sulfur Ortorombic, Silimanite, Smektit,

758
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Wollastonite, Halite, Rutile, Alunite, Chamosite, Margasite, Alunite, Boemmite, Chlorite,


Maghemite, Siderite. Dari nilai intensitas pada Tabel 5. dapat dideterminasikan mineral
yang dominan pada sampel MJA ialah mineral Smektit dengan nilai persen berdasarkan
hasil normalisasi adalah 55, 16%.
Pada sampel JS diperoleh 22 peak data yang dapat diketahui penaaman mineralnya
berdasarkan nilai 2Theta dan nilai d-spacing Values berdasarkan hasil grafik XRD
dengan tabel XRD Lines oleh Pei Yuan Chen (1977) (Gambar 5). Penamaan mineral
pada ke 22 peak dari P1-P22 yang secara berurutan ialah halloysite, chlorite, dicktite,
stillbite, sulfur, halloysite, mordenite, stilbite, smektit, chlorite, amesite, manganite,
vaterite, marganite, argarite, talc, diaspor, corundum, quartz, lime, siderite, dan siderite.
Dari nilai intensitas pada Tabel 5. dapat dideterminasikan mineral yang dominan pada
sampel JS ialah mineral Smektit dengan nilai persen berdasarkan hasil normalisasi adalah
48,14%.
Dapat dideterminasikan berdasarkan hasil uji XRD dari kedua sampel batuan pada
sampel MJA dan JS terdapat mineral lempung yang relatif dominan berupa smektit.
Mineral Smektit adalah sekelompok mineral silikat berlapis berukuran lempung yang
terbentuk secara alami. Mineral ini termasuk dalam mineral sekunder dimana dapat
terbentuk dari proses alterasi hidrotermal. Golongan mineral ini merupakan golongan
yang sangat khas, yaitu akan mengembang pada keadaan basah dan mengerut pada saat
kehilangan air. Hal ini disebabkan sifat kisi kristal yang dapat mengembang karena kation
dan molekul air mudah masuk pada rongga antar unit kristal mineral. Anggota kelompok
smektit antara lain monmorilonit, saponit, berdelit, nontronit, hektorit, sankonit, farasikit,
lembugit, volkhomskoit, pirelit, dan kardenit. Anggota penting dari kelompok smektit
adalah mineral montmorilonite dan hektorit dengan komposisinya terdiri dari mineral
monmorilonit, debu kuarsa dan kalsit.

4.4 Zona Alterasi


Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis dimana dilakukan pendeskripsian secara
petrografi pada jenis batuan sedimen teralterasi yaitu batupasir dengan kode sayataan JS
dan batulempung dengan kode sayatan MJA. Sayatan JS dan MJA diambil dari daerah
penelitian yang berlokasi dekat dengan gunung genting dengan stasiun pengamatannya
ialah STA 1. Pengamatan mikroskopis pada sampel batuan teralterasi dilakukan untuk
mengetahui kelimpahan mineral sekunder yang merupakan produk alterasi, tingkat alterasi,
intensitas alterasi, dan karakteristik fluida. Dari hasil pengamatan pada sayatan JS,
ditemukan mineral-mineral sekunder yaitu, kuarsa 5% (vuggy), aktinolit 5%
(replacement), serisit 5% (replacement), clay mineral 15% (replacement), dan kalsit 15%
(vein). Sedangkan pengamatan pada sayatan MJA, ditemukan mineral-mineral sekunder
berupa clay mineral 40%, serisit 20% dan kalsit 15%. Pada pengamatan ini mineral yang
mendominasi pada batuan ini ialah clay mineral. Berdasarkan adanya kelimpahan kuarsa
sekunder, klorit, dan clay mineral, maka diinterpretasikan pada lokasi daerah penelitian
termasuk ke dalam jenis zona alterasi argillic (Lowell and Guilbert 1970). Fluida
hidrotermal yang berada pada lokasi penelitian diinterpretasikan melewati celah-celah
batuan baik melalui porositas primer maupun porositas sekundernya seperti fracture pada

759
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

tubuh batuan yang kemungkinan diakibatkan oleh tektonik ataupun tekananan yang tinggi
di bawah permukaan. Fluida hidrotermal ini yang kemudian akan menggantikan mineral
primer yang sudah ada dan juga mengisi fracture-fracture pada tubuh batuan membentuk
veints. Diinterpretasikan batupasir ini memiliki kandungan plagioklas primer yang
kemudian akibat pengaruh alterasi hidrotermal terubahkan menjadi serisit dan terbentuk
pula mineral kuarsa sekunder, kalsit, serta clay mineral. Berdasarkan kelimpahan
mineralnya diinterpretasikan dulunya batuan ini mengalami kontak dengan fluida
hidrotermal pada suhu 50 hingga 2700C dimana menyebabkan terjadinya perubahan
mineral pada tubuh batuan sekitar 45% dari tubuh batuan total (sayatan JS) dan 75% dari
tubuh batuan total (MJA) dimana termasuk ke dalam kategori intensitas sedang.
Kemudian berdasarkan komposisi mineral juga dapat diinterpretasikan fluida hidrotermal
yang mengubah mineral primer pada tubuh batuan memiliki sifat salinitas rendah hingga
menengah, pH netral, dan terbentuk pada lingkungan mesotermal (Morrison, 1997).
Berdasarkan karakteristik fluida nya diinterpretasikan tipe fluida hidrotermal pada daerah
penelitian tergolong pada tipe fluida Cl-netral (Morrison, 1997). Berdasarkan himpunan
mineral sekunder yang teridentifikasi, diinterpretasikan fluida tersebut terbentuk pada pH
netral dan Temperatur yang cukup tinggi (Corbett and Leach, 1996).

4.5 Potensi Mineral Industri


Analisis XRD dilakukan dengan tahapan yang dimulai dari pemisahan fraksi lempung
yang diperoleh dari agregat tanah lempung. Pemisahan dilakukan dengan metode
sentrifugasi dengan meletakkan fraksi lempung pada kaca preparat dan
menganginanginkannya di udara terbuka (air-dried) sebelum ditembak dengan XRD.
Sampel ditembak kembali setelah diperlakukan dengan etilen glikol (ethylene
glycolated). Terakhir, sampel ditembak kembali setelah dipanaskan hingga suhu 550°C.
Perlakuan tambahan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi spesies mineral
lempung tertentu yang tidak muncul pada perlakuan air-dried. Dimana dua sampel yang
diteliti menggunakan metode XRD ialah sampel MJA dan sampel JS. Provenance atau
batuan asal pada sampel yang diteliti telah dideterminasi pada subbab karakteristik litologi
sebelumnya.
Hasil analisis XRD didapatkan bahwa sampel MJA yang merupakan batulempung
didominasi oleh kandungan mineral Smektit sebesar 55.16 % (Tabel 5). Sedangkan untuk
mineral lainnya yang didapatkan dari hasil analisis XRD menunjukkan persentase sekitar
0 – 7 %. Untuk sampel JS yang merupakan batupasir didominasi oleh kandungan mineral
smektite sebesar 48.14% (Tabel 5) berdasarkan hasil analisis XRD. Hasil analisis
petrografi menunjukan didominasi oleh mineral serisit sebesar 15%. Pada sampel JS juga
ditemukan beberapa mineral lainnya seperti kuarsa, klorit dll yang hanya terdapat sekitar
0-6%. Sehingga didapatkan kedua sampel menunjukkan keterdapatan mineral smektite
dan serisite yang melimpah. Hal tersebut juga berkorelasi dimana kedua sampel
didapatkan di STA yang sama yaitu STA 1. Walaupun memiliki sumber yang berbeda
namun hanya mengalami satu proses ubahan, sehingga di dapatkan mineral ubahan yang
sama pula di kedua sampel.

760
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

4.6 Implikasi Mineral Alterasi Sebagai Pemanfaatan Mineral Industri


 Pada bidang industri yang terus berkembang dan membutuhkan pasokan mineral
industri dalam jumlah yang tinggi. Mineral industri yang berpotensi tinggi sehingga
menjadikan penelitian pada Daerah Pringapus, Semarang dapat memberikan suatu
informasi terkait potensi berdasarkan ketersediaan, dan kualitasnya yang dapat
diketahui oleh karakteristik mineral-mineral melalui analisis Petrografi dan XRD.
Pada analisis data petrografi terdapat mineral sekunder yaitu kuarsa sekunder, aktinolit,
serisit, dan mineral lempung yang sangat dominan. Pada analisis XRD terdapat
mineral halloysite, smektit, dan serisit.
 Sebagai bahan industri kertas. Mineral lempung yang dapat digunakan dalam industri
kertas adalah Smektit. Smektit bisa digunakan sebagai bahan pelapis dan pengisi, bila
memiliki tingkat kecerahan yang tinggi dan tingkat abrasi yang rendah (Ciulli, 1996).
 Sebagai bahan industri keramik dan grabah. Smektit berdasarkan bahan baku utama
dalam industri keramik, berdasarkan analisis kimia, analisis besar butirnya, dan sifat
fisiknya syarat umum mutu smektit untuk semua kelas adalah harus mengandung
mineral smektit. Sebagai bahan baku gerabah Jenis mineral lempung yang paling
umum digunakan sebagai bahan baku gerabah adalah Smektit. Lempung tersebut
harus cukup plastis dan mudah dibentuk, mudah dibengkokkan serta tidak mudah
patah (Smoot, 1961).
 Sebagai bahan industri kosmetik, Smektit digunakan sebagai bahan krim kosmetik,
pelindung kulit, bedak dan emulsi. Serisit digunakan sebagai bahan krim kosmetik,
bedak dan emulsi (Carretero, Pozo, 2009). Pemanfaatan lempung dalam industri
farmasi kosmetik harus memenuhi spesifikasi kandungan kimia tertentu.
 Sebagai bahan industri farmasi membutuhkan banyak bahan yang berasal dari mineral
lempung, diantaranya Kaolinit, Smektit, Smektit digunakan sebagai bahan antasida
pelindung lambung, dan anti diare (Carretero, Pozo, 2009).

5. Kesimpulan
Hasil analisis petrografi yang didapatkan litologi daerah penelitian adalah Mudrock dan
Feldspatic wacke (Pettijohn, 1975). Hasil analisis laboratorium XRD pada sampel MJA
terdapat 15 peak yang didominasi oleh mineral Smektite sebesar 55.14%. Pada sampel JS
terdapat 22 peak yang didominasi oleh mineral Smektite sebesar 44.16%. Hasil pemetaan
geologi dilapangan menunjukkan keterdapatan mineral lempung yang dominan sehingga
dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian digolongkan ke dalam zona Argilik. Berdasarkan
kandungan mineral yang didapat, mineral tersebut berpotensi sebagai bahan baku di bidang
industri yaitu kosmetik, kertas, farmasi, keramik dan gerabah.

761
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Acknowledgements
Seluruh penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Departemen Teknik
Geologi, Universitas Diponegoro yang telah mewadahi dan menyalurkan seluruh ilmu
sehingga penelitian ini dapat dilakukan, terutama kepada Bapak Najib., S.T., M.Eng.,
Ph.D. selaku ketua Departeman dan pak Tri Winarno., S.T., M.Eng. yang telah berkenan
menjadi mentor dalam penelitian. Penulis juga berterimakasih pada Laboratorium
Tekmira, Bandung sebagai penyedia jasa analisis XRD dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka
Carretero, M.I., Pozo, M. (2009). Clay and non-clay minerals in the pharmaceutical and
cosmetic industry part II active ingredients. Applied Clay Science, 47, p 171-181.
Chen, Yuan Pei. (1977). Table of key lines in x-ray powder diffraction patterns of minerals in
clays and associated rocks. Dept. of natural resources, Geological Survey Occasional,
Paper 21. Bloomington. Indiana.
Ciulli, P.A. (1996). Industrial Minerals and Their Uses, A Handbook & Formulary. New
Jersey. Noyes Publications.
Hastuti, I. (2009). Perkembangan Usaha Industri Kerajinan Gerabah, Faktor yang
Mempengaruhi dan Strategi Pemberdayaan pada Masyarakat di Desa Melikan
Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten. Thesis. Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret.Surakarta.
JD Lowell, JM Guilbert. (1970). Lateral and vertical alteration-mineralization zoning in
porphyry ore deposits.
Lopez-Galindo, A., Viseras, C., Cerezo, P. (2006). Compositional, technical and safety
specifications of clays to be used as pharmaceutical and cosmetic products. Applied
Science, 36 p. 51-6.
Pettijohn. (1975). Geochemical classification of terrigenous sands and shales. Sedimentary
Rocks, 3rd Edn. 628pp.
Smoot, Thomas W. (1961). Clay Minerals in the ceramic industries. Publication. Clays and
Clay Minerals, vol. 10, issue 1 309-317pp.
Wahyudi. (2005). Geothermal investigation and its application recommendation in the
ungaran geothermal prospect area, central java. FMIPA-UGM. Yogyakarta.

762
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 1. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Primer pada Kode Sampel JS
Sifat Optik Opaq (25%) Plagioklas (20%)
Warna Hitam Colorless
Relief Rendah Sedang
Gelapan - -
Kembaran - Carlsbad
Transparansi Opaque translucent

Tabel 2. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Sekunder pada Kode Sampel JS
Mineral Kuarsa Aktinolit Serisit (5%) Mineral Kalsit
Sekunder Sekunder (5%) Lempung (15%) (15%)
(5%)
Fitur Sebagai Vein Sebagai Sebagai Sebagai Sebagai
Alterasi Replacement Replacement Replacement Vein
Warna Colourless Colourless Abu-abu Abu-abu Putih
kecoklatan kehitaman
Belahan - Ada - - 3 Arah
Gelapan Bergelombang - - - Ada
Kembaran - - - - -
Transparansi Transparant Translucens Translucens Translucens Translucens
Relief Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Pleokroisme - Ada Ada Lemah Ada

Tabel 3. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Primer pada Kode Sampel MJA
Mineral Opaq (25%)
Primer
Warna Hitam
Relief Rendah
Gelapan -
Kembaran -
Transparansi Opaque

Tabel 4. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Sekunder pada Kode Sampel JS
Mineral Sekunder Mineral Lempung (40%) Kalsit (15%%) Serisit (20%)
Fitur Alterasi Sebagai Replacement Sebagai Vein Sebagai Replacement
Warna Abu-abu kehitaman Putih Abu-abu Kecoklatan
Belahan - 3 Arah -
Gelapan - Ada -
Kembaran - - -
Transparansi Translucens Translucens Translucens
Relief Rendah Rendah Rendah
Pleokroisme Lemah Ada Ada

763
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 5. Tabel Analisis Petrografi


Kode Sampel MJA JS
Sortasi Poorly Sorted -
Kemas Tertutup -
Ukuran Butir (mm) 1/8 – 1/4 < 1/256
Bentuk Butir Subrounded, Low Sphericity -
Kontak Antar Butir Point -
Kuarsa Sekunder (%) 15 -
Plagioklas (%) 30 15
Mineral Opaq (%) 20 -
Matriks (%) 20 75
Semen (%) 15 10
Nama Batuan Feldsphatic Wacke (Pettijohn,1975) Mudrock (Pettijohn,1975)

Gambar 1 Blok diagram struktur volkano-tektonik Ungaran Tua (akhir Pleistosen). (Bemmelen,1943
vide Bemmelen, 1970 dengan perubahan)

PETA GEOLOGI

764
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2 Peta geologi daerah penelitian

PETA LINTASAN

Gambar 3 Peta lintasan daerah penelitian

a. b.

c. d.

765
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Foto 1. Singkapan di lokasi Penelitian (a. STA batupasir teralteasi (JS); b. Tampak dekat STA
batupasir teralterasi (JS); c. STA batulempung teralterasi (MJA); d. Tampak dekat STA
batulempung teralterasi (MJA)

Gambar 4 Hasil grafik XRD dan interpretasinya dengan tabel XRD Lines oleh Pei Yuan Chen (1977)
Pada Sampel MJA

Tabel 6. Nilai 2(θ)Theta dan D-spacing Values Hasil XRD pada Sampel MJA
Peak 2(θ)Theta D-spacing Mineral Intensitas Intensitas
Number (deg) Values (A) dalam %
1 14.5600 6.07883 Boemmite 6 0.32
2 23.1235 3.84335 Sulfur
69 3.64
Orthorombic
3 26.5400 3.35584 Silimanite 17 0.90
4 29.4849 3.02702 Smektit 1047 55.16
5 29.8036 2.99537 Wollastonite 32 1.69
6 31.5033 2.83753 Halite 22 1.16
7 36.0476 2.48956 Rutile 75 3.95
8 39.5007 2.27952 Alunite 120 6.32
9 43.2616 2.08966 Chamosite 115 6.06
10 47.2096 1.92370 Margasite 34 1.79
11 47.6203 1.90807 Alunite 135 7.11
12 48.6121 1.87143 Boemmite 116 6.11
13 57.5118 1.60119 Chlorite 43 2.27
14 64.7996 1.43760 Maghemite 36 1.90
15 65.8000 1.41814 Siderite 31 1.63
TOTAL 1898 100

766
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. Hasil Grafik XRD dan Interpretasinya dengan Tabel XRD Lines oleh Pei Yuan Chen
(1977) Pada Sampel JS

Tabel 7. Nilai 2(θ)Theta dan D-spacing Values Hasil XRD pada Sampel JS
Peak 2(θ)Theta D-spacing Mineral Intensitas Intensitas dalam
Number (deg) values (A) Persen (%)
1 8.7800 10.06336 Halloysite 6 0.31
2 14.3980 6.14686 Klorite 6 0.31
3 20.8833 4.25036 Dicktite 13 0.68
4 21.900 4.05523 Stilbite 12 0.63
5 23.1808 3.83398 Sulfur 62 3.24
6 26.7093 3.33495 Halloyaste 47 2.46
7 27.7749 3.20938 Mordenite 29 1.52
8 29.2843 3.04730 Stilbite 52 2.72
9 29.5452 3.02098 Smektit 920 48.14
10 31.4400 2.84310 Klorite 12 0.63
11 36.1159 2.48501 Amesite 86 4.50
12 39.5539 2.27657 Manganite 129 6.75
13 43.3159 2.08717 Vaterite 100 5.23
14 47.3035 1.92010 Marganite 43 2.25
15 47.6810 1.90578 Marganite 124 6.49
16 48.6774 1.86907 Talc 121 6.33
17 56.6697 1.62297 Diaspor 11 0.58
18 57.5773 1.59953 Corundum 50 2.62
767
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

19 60.8406 1.52131 Kuarsa 36 1.88


20 64.7800 1.43799 Lime 20 1.05
21 65.8449 1.41729 Siderite 20 1.05
22 73.0448 1.29432 Siderite 12 0.63
TOTAL 1911 100

XPL (MP1) PPL (MP1) Keterangan


Keterangan

Aktinolit (Sebagai Opaq


Replacement)
Kalsit (Sebagai
Vein)
Plagioklas

Kuarsa Sekunder
(Sebagai Vuggy)

Opaq

Serisit (Sebagai Serisit (Sebagai


Replacement) Replacement)

XPL (MP2) Keterangan PPL (MP2)


Aktinolit (Sebagai
Replacement) Serisit (Sebagai
Kuarsa Sekunder Replacement)
(Sebagai Vuggy) Kalsit (Sebagai
Vein)

Plagioklas Opaq

Serisit (Sebagai
Replacement)

Foto 2. Sayatan Petrografi Sampel JS.

768

Anda mungkin juga menyukai