ABSTRAK
Dewasa ini kebutuhan akan bahan galian industri sangatlah tinggi. Hal ini menyebabkan
penemuann sumberdaya baru di bidang mineral industri sangatlah diperlukan. Daerah Pringapus,
Kabupaten Semarang memiliki potensi bahan galian industri yang tinggi, mengingat lokasinya yang
terletak pada daerah alterasi hasil Vulkanik Gunung Ungaran. Gunung Ungaran memiliki potensi
panas bumi sebesar 11,25 MWe (Wahyudi, 2005). Sistem panas bumi ini menghasilkan proses
samping berupa alterasi pada batuan disekitarnya yaitu batupasir dan breksi andesit. Penelitian ini
dilakukan melalui pemetaan permukaan seluas 3 x 3 km. Dari sampel batuan teralterasi pada daerah
vulkanik Ungaran ini, dilakukan pengujian sampel melalui analisis petrografi untuk mengetahui
kelimpahan mineral penyusun dan analisis XRD untuk mendeterminasi jenis mineral secara lebih
spesifik yang tidak dapat dilihat pada sayatan petrografi. Berdasarkan hasil analisis petrografi
didapatkan kehadiran mineral penciri alterasi berupa aktinolit, serisit, kalsit, kuarsa sekunder, dan
mineral lempung yang cukup mendominasi pada litologi batupasir dan breksi andesit. Berdasarkan
hasil analisis laboratorium XRD didapatkan kehadiran mineral dominan berupa smektit. Dengan
ditemukannya mineral-mineral lempung yang melimpah maka dapat dinterpretasikan bahwa mineral
tersebut sebagai mineral penciri zona argilik. Melimpahnya mineral lempung yang mencapai 75%
pada batuan teralterasi ini sangatlah menarik untuk diteliti dan memiliki potensi yang besar sebagai
bahan baku dibidang industri yaitu kosmetik, kertas, farmasi, keramik dan gerabah.
Kata Kunci : vulkanik Gunung Ungaran, batuan alterasi, mineral lempung, bahan galian mineral
Industri.
1. Pendahuluan
Dewasa ini, bidang teknologi dan industri berkembang sangat pesat dan membutuhkan
pasokan mineral industri dalam jumlah yang tinggi. Hal ini menyebabkan penelitian dan
penemuan-penemuan terhadap sumberdaya mineral industri sangatlah penting. Daerah
Pringapus, Semarang menrupakan daerah yang potensial terhadap pemanfaatan mineral
industri, hal ini karena lokasinya yang berada di daerah Vulkanik Gunung Ungaran. Gunung
Ungaran memiliki sistem panas bumi dengan total potensi geotermal sekitar 1,25 MWe
754
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
(Wahyudi, 2005). Adanya proses geotermal ini memiliki proses samping berupa alterasi
hidrotermal yang mempengaruhi litologi di sekitar Lokasi penelitian. (Gambar 1)
Daerah penelitian terletak pada 3 formasi meliputi Formasi kerek (Tmk), Formasi
Kaligetas (Qpkg) dan Formasi Kalibeng (Tmpk). Alterasi umumnya terjadi pada litologi
berupa breksi andesit dan batupasir yang berada pada bagian tengah dari lokasi penelitian.
Breksi andesit ini termasuk pada formasi Kaligetas, sedangkan batupasir ini diinterpretasikan
berasal dari formasi Kalibeng. Daerah penelitian memiliki struktur geologi yang cukup
intensif, dimana berdasarkan peta geologi regional ditemukan adanya sesar naik yang
melintang pada bagian tengah lokasi penelitian. Sesar ini diindikasikan menjadi penyebab
munculnya jalur yang menyebabkan terjadinya alterasi yang intensif pada bagian tengah
daerah penelitian.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode pengamatan lapangan secara langsung dan
analisis laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan melalui Pemetaan Geologi seluas 3 x 3
km pada 440028 mT – 442938 dan 9208245 -9205399 mU. Analisis laboratorium dilakukan
melalui analisis petrografi dan XRD. Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui
komposisi mineral penyusun beserta persentasenya. Analisis ini dilakukan pada 6 sampel di
lokasi penelitian. Analisis XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan guna mengetahui mineral yang
tidak bisa di determinasi oleh petrografi, contohnya pada mineral lempung. Analisis ini
dilakukan pada 2 litologi yang terkena alterasi pada lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui dominansi jenis mineral alterasi yang terbentuk beserta persentasenya, sehingga
dapat dijadikan gambaran apakah mineral alterasi di lokasi penelitian cukup potensial untuk
diekploitasi sebagai sumber mineral industri atau tidak.
3. Data
Berdasarkan hasil pemetaan secara langsung dilapangan, ditemukan jenis batuan yang
telah mengalami alterasi. Dimana sampel batuan yang telah teralterasi kemudian dilakukan
analisis lebih lanjut melalui analisis petrografi dan analisis XRD. Terdapat dua buah sampel
yang dianalisis lebih lanjut secara petrografi dan XRD sebagai hasil representasi daerah
penelitian. Sampel pertama memiliki kode JS yang merupakan sampel pada satuan litologi
Batupasir teralterasi yang terletak pada stasiun pengamatan pertama. Sampel kedua memiliki
kode MJA yang merupakan sampel pada satuan litologi Batulempung yang terletak pada
stasiun pengamatan pertama.
ENCENANA A ݅ ݏ ݅ ݅
Intensitas Alterasi Sampel Batuan JS = ENCENANA A ݅ ݏ Eݏ
= =o,45 (Intensitas Alterasi
Menengah).
Pada sampel penelitian selanjutnya yakni sampel MJA terdapat dua jenis mineral, yakni
mineral primer yang berupa mineral opaq (25%), sedangkan mineral sekunder yang terdapat
pada sampel penelitian ini (Tabel 3 dan 4) adalah mineral lempung (40%), kalsit (15%) dan
serisit (20%) (Foto 3). Berdasarkan keterdapatan mineral sekunder, maka dapat dideterminasi
intensitas alterasi pada sampel MJA ialah seperti pada perhitungan dibawah ini.
ENCENANA A ݅ ݏ ݅ ݅
Intensitas Alterasi Sampel Batuan JS = ENCENANA A ݅ ݏ Eݏ
= =o,75 (Intensitas Alterasi
Tinggi)
756
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
757
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
singkapan juga dapat ditemukan suatu manifestasi berupa mata air panas yang
dikenal dengan mata air Kaliulo Desa Wonorejo.
4.1.4 Satuan Aluvium
Satuan Aluvium pada daerah penelitian tersebar ditunjukkan oleh STA 15 –
STA 17 dan STA 21 – STA 23 yang tersebar didaerah Pringapus, Pringsari, dan
Wonoyoso yang hampir keseluruhan merupakan daerah pemukiman, jalan lalu
lintas, dan lahan persawahan warga setempat. Satuan aluvium ini diinterpretasikan
merupakan hasil endapan erosional dari produk erupsi ungaran. Hal ini didukung
dengan ditemukan lepasan bongkah andesit yang mana diinterpretasinya
merupakan hasil erosional dari produk Ungaran Muda.
758
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
759
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
tubuh batuan yang kemungkinan diakibatkan oleh tektonik ataupun tekananan yang tinggi
di bawah permukaan. Fluida hidrotermal ini yang kemudian akan menggantikan mineral
primer yang sudah ada dan juga mengisi fracture-fracture pada tubuh batuan membentuk
veints. Diinterpretasikan batupasir ini memiliki kandungan plagioklas primer yang
kemudian akibat pengaruh alterasi hidrotermal terubahkan menjadi serisit dan terbentuk
pula mineral kuarsa sekunder, kalsit, serta clay mineral. Berdasarkan kelimpahan
mineralnya diinterpretasikan dulunya batuan ini mengalami kontak dengan fluida
hidrotermal pada suhu 50 hingga 2700C dimana menyebabkan terjadinya perubahan
mineral pada tubuh batuan sekitar 45% dari tubuh batuan total (sayatan JS) dan 75% dari
tubuh batuan total (MJA) dimana termasuk ke dalam kategori intensitas sedang.
Kemudian berdasarkan komposisi mineral juga dapat diinterpretasikan fluida hidrotermal
yang mengubah mineral primer pada tubuh batuan memiliki sifat salinitas rendah hingga
menengah, pH netral, dan terbentuk pada lingkungan mesotermal (Morrison, 1997).
Berdasarkan karakteristik fluida nya diinterpretasikan tipe fluida hidrotermal pada daerah
penelitian tergolong pada tipe fluida Cl-netral (Morrison, 1997). Berdasarkan himpunan
mineral sekunder yang teridentifikasi, diinterpretasikan fluida tersebut terbentuk pada pH
netral dan Temperatur yang cukup tinggi (Corbett and Leach, 1996).
760
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
5. Kesimpulan
Hasil analisis petrografi yang didapatkan litologi daerah penelitian adalah Mudrock dan
Feldspatic wacke (Pettijohn, 1975). Hasil analisis laboratorium XRD pada sampel MJA
terdapat 15 peak yang didominasi oleh mineral Smektite sebesar 55.14%. Pada sampel JS
terdapat 22 peak yang didominasi oleh mineral Smektite sebesar 44.16%. Hasil pemetaan
geologi dilapangan menunjukkan keterdapatan mineral lempung yang dominan sehingga
dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian digolongkan ke dalam zona Argilik. Berdasarkan
kandungan mineral yang didapat, mineral tersebut berpotensi sebagai bahan baku di bidang
industri yaitu kosmetik, kertas, farmasi, keramik dan gerabah.
761
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Acknowledgements
Seluruh penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Departemen Teknik
Geologi, Universitas Diponegoro yang telah mewadahi dan menyalurkan seluruh ilmu
sehingga penelitian ini dapat dilakukan, terutama kepada Bapak Najib., S.T., M.Eng.,
Ph.D. selaku ketua Departeman dan pak Tri Winarno., S.T., M.Eng. yang telah berkenan
menjadi mentor dalam penelitian. Penulis juga berterimakasih pada Laboratorium
Tekmira, Bandung sebagai penyedia jasa analisis XRD dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka
Carretero, M.I., Pozo, M. (2009). Clay and non-clay minerals in the pharmaceutical and
cosmetic industry part II active ingredients. Applied Clay Science, 47, p 171-181.
Chen, Yuan Pei. (1977). Table of key lines in x-ray powder diffraction patterns of minerals in
clays and associated rocks. Dept. of natural resources, Geological Survey Occasional,
Paper 21. Bloomington. Indiana.
Ciulli, P.A. (1996). Industrial Minerals and Their Uses, A Handbook & Formulary. New
Jersey. Noyes Publications.
Hastuti, I. (2009). Perkembangan Usaha Industri Kerajinan Gerabah, Faktor yang
Mempengaruhi dan Strategi Pemberdayaan pada Masyarakat di Desa Melikan
Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten. Thesis. Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret.Surakarta.
JD Lowell, JM Guilbert. (1970). Lateral and vertical alteration-mineralization zoning in
porphyry ore deposits.
Lopez-Galindo, A., Viseras, C., Cerezo, P. (2006). Compositional, technical and safety
specifications of clays to be used as pharmaceutical and cosmetic products. Applied
Science, 36 p. 51-6.
Pettijohn. (1975). Geochemical classification of terrigenous sands and shales. Sedimentary
Rocks, 3rd Edn. 628pp.
Smoot, Thomas W. (1961). Clay Minerals in the ceramic industries. Publication. Clays and
Clay Minerals, vol. 10, issue 1 309-317pp.
Wahyudi. (2005). Geothermal investigation and its application recommendation in the
ungaran geothermal prospect area, central java. FMIPA-UGM. Yogyakarta.
762
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Tabel 1. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Primer pada Kode Sampel JS
Sifat Optik Opaq (25%) Plagioklas (20%)
Warna Hitam Colorless
Relief Rendah Sedang
Gelapan - -
Kembaran - Carlsbad
Transparansi Opaque translucent
Tabel 2. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Sekunder pada Kode Sampel JS
Mineral Kuarsa Aktinolit Serisit (5%) Mineral Kalsit
Sekunder Sekunder (5%) Lempung (15%) (15%)
(5%)
Fitur Sebagai Vein Sebagai Sebagai Sebagai Sebagai
Alterasi Replacement Replacement Replacement Vein
Warna Colourless Colourless Abu-abu Abu-abu Putih
kecoklatan kehitaman
Belahan - Ada - - 3 Arah
Gelapan Bergelombang - - - Ada
Kembaran - - - - -
Transparansi Transparant Translucens Translucens Translucens Translucens
Relief Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Pleokroisme - Ada Ada Lemah Ada
Tabel 3. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Primer pada Kode Sampel MJA
Mineral Opaq (25%)
Primer
Warna Hitam
Relief Rendah
Gelapan -
Kembaran -
Transparansi Opaque
Tabel 4. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Sekunder pada Kode Sampel JS
Mineral Sekunder Mineral Lempung (40%) Kalsit (15%%) Serisit (20%)
Fitur Alterasi Sebagai Replacement Sebagai Vein Sebagai Replacement
Warna Abu-abu kehitaman Putih Abu-abu Kecoklatan
Belahan - 3 Arah -
Gelapan - Ada -
Kembaran - - -
Transparansi Translucens Translucens Translucens
Relief Rendah Rendah Rendah
Pleokroisme Lemah Ada Ada
763
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 1 Blok diagram struktur volkano-tektonik Ungaran Tua (akhir Pleistosen). (Bemmelen,1943
vide Bemmelen, 1970 dengan perubahan)
PETA GEOLOGI
764
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
PETA LINTASAN
a. b.
c. d.
765
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Foto 1. Singkapan di lokasi Penelitian (a. STA batupasir teralteasi (JS); b. Tampak dekat STA
batupasir teralterasi (JS); c. STA batulempung teralterasi (MJA); d. Tampak dekat STA
batulempung teralterasi (MJA)
Gambar 4 Hasil grafik XRD dan interpretasinya dengan tabel XRD Lines oleh Pei Yuan Chen (1977)
Pada Sampel MJA
Tabel 6. Nilai 2(θ)Theta dan D-spacing Values Hasil XRD pada Sampel MJA
Peak 2(θ)Theta D-spacing Mineral Intensitas Intensitas
Number (deg) Values (A) dalam %
1 14.5600 6.07883 Boemmite 6 0.32
2 23.1235 3.84335 Sulfur
69 3.64
Orthorombic
3 26.5400 3.35584 Silimanite 17 0.90
4 29.4849 3.02702 Smektit 1047 55.16
5 29.8036 2.99537 Wollastonite 32 1.69
6 31.5033 2.83753 Halite 22 1.16
7 36.0476 2.48956 Rutile 75 3.95
8 39.5007 2.27952 Alunite 120 6.32
9 43.2616 2.08966 Chamosite 115 6.06
10 47.2096 1.92370 Margasite 34 1.79
11 47.6203 1.90807 Alunite 135 7.11
12 48.6121 1.87143 Boemmite 116 6.11
13 57.5118 1.60119 Chlorite 43 2.27
14 64.7996 1.43760 Maghemite 36 1.90
15 65.8000 1.41814 Siderite 31 1.63
TOTAL 1898 100
766
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Gambar 5. Hasil Grafik XRD dan Interpretasinya dengan Tabel XRD Lines oleh Pei Yuan Chen
(1977) Pada Sampel JS
Tabel 7. Nilai 2(θ)Theta dan D-spacing Values Hasil XRD pada Sampel JS
Peak 2(θ)Theta D-spacing Mineral Intensitas Intensitas dalam
Number (deg) values (A) Persen (%)
1 8.7800 10.06336 Halloysite 6 0.31
2 14.3980 6.14686 Klorite 6 0.31
3 20.8833 4.25036 Dicktite 13 0.68
4 21.900 4.05523 Stilbite 12 0.63
5 23.1808 3.83398 Sulfur 62 3.24
6 26.7093 3.33495 Halloyaste 47 2.46
7 27.7749 3.20938 Mordenite 29 1.52
8 29.2843 3.04730 Stilbite 52 2.72
9 29.5452 3.02098 Smektit 920 48.14
10 31.4400 2.84310 Klorite 12 0.63
11 36.1159 2.48501 Amesite 86 4.50
12 39.5539 2.27657 Manganite 129 6.75
13 43.3159 2.08717 Vaterite 100 5.23
14 47.3035 1.92010 Marganite 43 2.25
15 47.6810 1.90578 Marganite 124 6.49
16 48.6774 1.86907 Talc 121 6.33
17 56.6697 1.62297 Diaspor 11 0.58
18 57.5773 1.59953 Corundum 50 2.62
767
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Kuarsa Sekunder
(Sebagai Vuggy)
Opaq
Plagioklas Opaq
Serisit (Sebagai
Replacement)
768