Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketoacidosis Diabetik adalah salah satu komplikasi akut diabetes yang
sangat berhubungan dengan kualitas edukasi yang diberikan kepada seorang
pengidap diabetes melitus tipe 2, sementara pada DM tipe 1, seringkali
ketoacidosis merupakan pintu awal diagnosis. Sekitar 80% dari pasien
KAD telah mengeahui bahwa mereka pengidap diabetes sehingga
pencegahan sangatlah penting dan berhubungan dengan beratnya saat
datang ke rumah sakit. Pada dekade 10 tahun terakhir tidak terlalu banyak
perubahan pada konsep teori maupun pengelolaan KAD, masih berbasis
pada pemberian cairan yang rasional, insulin itravena, koreksi elektrolit,
penanganan komorbid, dan koreksi asam basa jika diperlukan. Walaupun
demikian terdapat hal-hal baru dalam pengelolaan seperti rekomendasi
untuk penggunaan ketometer bedside, tidak harus memberika insulin
priming, kalau tidak perluh cukup memerisa pH vena, dan meneruskan
insulin long acting jika sebelumnya sudah memakainya. Hanya saja belum
semua kalangan memakai rekomendasi baru tersebut di tempat praktek
masing-masing.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ketoacidosis diabetik adalah fenomena unik pada seorang pengidap
diabetes akibat defesiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan
hormon kontra regulator, yang mengakibat liposis berlebihan dengan akibat
terbentuknya benda-benda keton dengan segala konsekuensinya. KAD
perluh dikenali dan dikelola segera karena jika terlambat maka akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas dengan perawatan yang mahal.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi – kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis,
terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan
hipolikemia merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius
dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik,
KAD biasnya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai
menyebabkan syok.

B. EPIDEMIOLOGI
Kekerapan KAD berkisar 4-8 kasus pada setiap 1000 pengidap
diabetes dan masih menjadi problem yang merepotkan dirumah sakit
terutama rumah sakit dengan fasilitas minimal. Angka kematian berkisar
0,5-7% tergantung dari kualitas pusat pelayanan yang mengelolah KAD
tersebut. Di Negara Barat yang banyak pengidap diabetes tipe 1, kematian
banyak diakibtakan oleh edema serebri, sedangkan di negara sebagian besar
pengidap adalah diabetes tipe 2, penyakit penyerta dan pencetus KAD
sering menjadi penyebab kematian.
Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD
berkisar 9- 10%, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien
usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25-50%.
Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang
menyertai KAD seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang

2
luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan
kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien KAD usia
muda, umumnya dapat dihindari engan diagnosis cepat, pengobatan yang
tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya.
Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu
oleh faktor penyakit dasarnya.

C. FAKTOR PENCETUS
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM
untuk pertama kali. Pada pasien KAD yang sudah diketahui DM
sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya faktor pencetus ini penting untuk
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang
berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark miokard akut,
pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, mengehentikan atau
mengurangi dosis insulin. Sementara itu 20% pasien KAD tidak ditemukan
faktor pencetus.

D. PATOGENESIS
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut
atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon,
ketokolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan) keadaan tersebut
menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh
sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan
hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat-ringannya
KAD. Adapun gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian yaitu :
I. Akibat hiperglikemia
II. Akibat ketosis

Walaupun sel tubh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem


homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam
jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi
insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama
epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak

3
mengakibat lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi
benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi
produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik
asidosis. Benda keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan 3 beta
hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan normal kadar 3HB meliputi 75-
85% dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting.
Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap
lapar dan terus memproduksi glukosa.

Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam


sel, memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen,
menghambat lipolisis pada sel lemak (menekan pembentukan asam lemak
bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses
oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses
oksidasi tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan
sumber energi utama sel.

Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan


defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin,
meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia, gangguan keseimbangan
elektrolit dan asam-basa dapat mengganggu sensitivitas insulin.

PERANAN INSULIN

Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon
kontra regulasi yang berlebihan (glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon
pertumbuhan). Defisiensi insulin dapat disebabkan oelh resistensi insulin
atau suplai insulin endogen

ataieksogen yang berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut,


menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata pada 3 organ, yaitu sel-sel
lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama melibatkan
metabolisme lemak dan karbohidrat.

4
PERANAN GLUKAGON

Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling


berperan dalam ketogenesis KAD. Glukagon mengahambat proses
glikolisis dan menghambat pembentukan malonyl CoA adalah suatu
penghambat cartnitine acyl transferase (CPT 1 dan 2) yang bekerja pada
transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian
peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan
ketogenesis.

Pada pasien DM tipe 1, kadar glukagon darah tidak teregulasi


denganbaik, bila kadar insulin rendah maka kadar glukagon darah sangat
meningkatserta mengakibatkan reaksi kebalikan respons insulin pada sel-sel
lemak dan hati.

HORMON KONTRA REGULATOR INSULIN

Kadar epinefrin dan kortisol darah menngikat pada KAD. Hormon


pertumbuhan (GH) pada awal terapi KAD kadarnya kadang-kadang
meningkat dan lebih meningkat lagi dengan pemberian insulin.

Keadaan stres sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang


pada akhirnya akan menstimulasi pembentukan benda-benda keton,
glukonoegenesis serta potensial sebagai pencetus KAD. Sekali proses KAD
terjadi maka akan terjadi stres berkepanjangan.

E. GEJALA KLINIS
Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD dijumpai
pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor
kulit berkurang, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai
hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa nafas tidak terlalu mudah
tercium.
Areataeus menjelas gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan
poliuri, dan polidipsi seringa kali mendahului KAD serta didapatkan
riwayat berhenti menyuntik insulin, demam, atau infeksi. Muntah-muntah

5
merpakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak. Dapat
pula dijumapi nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan
gastroparesis-dilatas lambung.
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Walaupun
faktor pencetusnya adalah infeksi, kebanakan pasien tidak mengalami
demam.bila dijumpai nyeri abdomen perlu dipikirkan kemungkinan
kolesistisis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus.
Bila pasien tidak menunjukkan respons yang baik terhadap pengobatan
KAD maka perlu dicari kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses
gigi, abses perirektal).

F. DIAGNOSIS
Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik
ataupun hiperglikemia hiperosmolar nenketotik. Beberapa hiperglikemia,
ketonemia, dan asidosis dapat dipakai dengan kriteria diagnosis KAD.
Walaupun demikian penilaian kasus per kasus selalu diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD
terdiri dari :
 Anamnesis ditemukan riwayat seorang pengidap diabetes atau bukan
dengan keluhan poliuria, polidipsi, rasa lelah, kram otot, mal muntah, da
nyeri perut. Pada keadaan yang berat dapat ditemukan keadaan
penurunan kesadaran sampai koma.
 Pemeriksaan fisik di temukan tanda-tanda dehidrasi, nafas kussmaul
jika asidosis berat, takikardi, hipotensi atau syok, flushing, penurunan
berat badan.

Pemeriksaan laboratorium yang penting dan mudah untuk segera


dilakukan setelah dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah
pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan
urin dengan mengunakan urine strip untuk melihat secara kualitatif jumlah
glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urin. Pemeriksaan laboratorium
lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD

6
meliputi kadar HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan
pemeriksan kadar AcAc dan laktat serta 3HB.

Kriteria Diagnosis KAD


Kadar glukosa > 250 mg%
pH < 7,35
HCO3 rendah
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif

PRINSIP PENGOBATAN
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah :
1) Penggantian cairan dan garam yang hilang
2) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoeogenesis sel hati dengan
pemberian insulin
3) Mengatasi stres sebagai pncetus KAD
4) Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya
pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

Pengobatan KAD tidak terlalu rumit ada 6 hal yang perlu diberikan : 5
diantaranya ialah : cairan, garam ,insulin, kalium dan glukosa. Sedangkan
yang terakhir terapi sangat menentukan adalah asuhan keperawatan. Di sini
diperlukan kecermatan dalam evaluasi sampai keadaan KAD teratasi dan
stabil.

G. PENATALAKSANAAN
Secara umum pemberian cairan langka awal penatalaksaan KAD setelah
resusitasi kardiorespirasi. Terapi cairan ditujukan untuk ekspansi cairan
intraseluler, intravaskular, intertisial, dan restorasi perfusi ginjal. Jika tidak
ada masalah kardiak atau penyakit ginjal kronik berat, cairan salin isotnik
(NaCl 0,9%) diberikan dosis 15-20 cc/kg BB/jam pertama tau satu sampai
satu setengah liter pada jam pertama. Tidak lanjut cairan pada jam-jam
berikutnya tergantung keadaan hemodinamik, status hidrasi, elektrolit, dan
produksi urin. Penggantian cairan dapat dilakukan sampai dengan 24 jam,

7
an penggantian cairan sangat mempengaruhi pencapaian target gula darah,
hilangnya beda keton, dan perbaikan asidosis.
1. Insulin
Pemberian insulin intravena kontinyu lebih disukai karna waktu paru
nya pendek dan mudah di titrasi. Pemberian insulin reguler dosis rendah
intravena merupakan cara efektif. Jika dosis insuli yang diberika sekitar
0,1-1,15 unit/jam, maka sebenarnya tidak diperluhkan insulin blus
(priming dose) di awal. Dengan pemberian insulin intravena dosis
rendah diharapkan terjadi penurunan glukosa plasma dengan kecepatan
50-100 mg/dl setiap jam sampai glukosa turun ke sekitar 200 mg/dl, lalu
kecepatan insulin diturunkan menjadi 0,02-0,05 unit/kg BB/jam. Jika
glukosa berada di sekitar 150-200 mg/dl maka pemberian infus dektrose
dianjurkan untuk mencegah hipoglikemia.
2. Kalium
Sejatinya pasien dengan KAD akan mengalami hiperkalemia melalui
mekaniseme asidemia, defisiensi insulin, dan hipertonitas. Jika saat
masuk kalium pasien normal atau rendah, maka sesungguhnya terdapat
defiensi kalium yang berat di tubuh pasien sehingga butuh pemberian
kalum yang adekuat karena terapi insulin akan menurunkan kalium leih
lanjut. Mnitor jantung perluh dilakukan pada keadaan tersebut agar
jangan terjadi aritmia. Untuh mencegah hipokalemia maka pemberian
kalium sudah di mulai manakala kalium di sekitar batas atas nilai
normal.
3. Bikarbonat
Jika asidosis memang murni karena KAD, maka koreksi bikarbonat
tidak direkomendasikan dberikan rutin, kecuali jika pH darah kurang
dari 6,9. Hanya saja keadaan dengan gangguan fungsi ginjal yang
signifikan, seringkali sulit membedakan apakah asidosisnya karena
KAD atau karena gagal ginjalnya. Efek buruk dari koreksi bikarbonat
yang tidak pada tempatnya adalah meningkatkan risiko hipokalemia,
menurunkan asupan oksigen jaringan, edema serebri, dan asidosis
susunan saraf pusat parodoksal.

8
4. Fosfat
Meskipun terjadi hipopasfatemia pada KAD, serum fosfat sering
ditemukan pada keadaan normal atau meningkat saat awal. Kadar fosfat
akan turun dengan pemberian insulin. Dari beberapa studi ditemukan
manfaat nyata dari pemberian fosfat KAD, bahkan pemberian fosfat
yang berlebihan akan mencetuskan hipokalesemia berat. Pada keadaan
konsebtasi serum fosfat kurang dari 1mg/dl dan disertai dengan
disfungsi kardiak, anemia, atau depresi nafas akibat kelemahan otot,
maka koreksi fosfat menjadi pertimbangan penting.
5. Transisi ke insulin subkutan
Setelah krisis hiperkalemia teratasi dengan pemberian insulin intravena
dosis rendah, maka langka selanjutnya adalah memastikan bahwa KAD
sudah memasuki fase rosolusi dengan kriteria gula darah >200 mg/dl
dan dua dari keadaan berikut : serum bikarbonat lebih atau sama dengan
15 mEq/l, pH vena >7,3, dan anion gap hitung kurang atau sama dengan
12 mEq/l.
Agar tidak terjadi hiperglikemia atau KAD berulang maka sebaiknya
penghentian insulin intravena dilakukan 2 jam setelah suntikan
subkutan pertama. Asupan nutrisi merupakan pertimbangan penting saat
transisi ke subkutan, jika pasien masih puasa karena sesuatu hal atau
asupan masih sangat kurang maka lebih baik insulin intravena
diteruskan.
Jika pasien sudah terkontrol regimen insulin tertentu sebelum
mengalami KAD, maka pemberian insulin dapat diberikan ke regimen
awal dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan insulin pada keadaan
terakhir. Pada pasien yang belum pernah medapatkan insulin maka
pemberian injeksi subkutan terbagi lebih dianjurkan. Jika kebutuhan
insulin masih tinggi maka regimen basal bolus akan lebih menyerupai
insulin fisiologis dengan risiko hipoglikemia yang lebih rendah.

H. PENCEGAHAN
Edukasi merupakan tulang punggung pencegahan KAD, karena
untuk sampai ke keadaan KAD tentu melalui proses dekompensasi
metabolik yang berkepanjangan da membutuhkan waktu. Ketosis

9
merupakan keadaan sebelum terjadinya KAD sehingga jika kita meemukan
di fase ketosis biasanya keadaan klinisnya lebih ringan dan
pengelolahannya lebih mudah.

Strategi pencegahan Ketoacidosis Diabetik


 Edukasi paripurna tentang diabetes untuk pasien dan keluarga
 Monitoring gula darah secara terstruktur
 Memantau keton da beta-hidroksibutirat
 Suplementasi insulin kerja singkat saat dibutuhkan
 Diet makanan cair mudah cernah saat sakit
 Pemantauan ketat pada pasien resiko tinggi

10
BAB III

KESIMPULAN

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi – kekacauan


metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipolikemia
merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasnya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok.

Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah infeksi, infark
miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, mengehentikan atau
mengurangi dosis insulin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo W. Aru, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta; EGC
hal 2377-2382.
Kitachi AE, Miles JM dll. Hyperglygemic crises in adult patients wiht diabetes.
Diabetes care. 2010

12

Anda mungkin juga menyukai