Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI SOLID

GRANULASI

Disusun Oleh:

Hanifah Mahmudah (1604015181)

Meitriyana Monita (1604015151)

R. A. Trinilia Diah K (1604015222)

Vitri Vianti (1604015081)

Kelas: A1

Kelompok: 2 (Dua)

Dosen: Landdyun Rahmawan Sjahid, M. Si., Apt.

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pembuatan tablet, untuk menjadikan tablet yang berkualitas baik,
dibutuhkan bahan tambahan yang dapat menunjang bentuk fisik maupun
kinerja saat evaluasi tablet. Pada review, zat aktif yang digunakan adalah
parasetamol. Parasetamol mempunyai kompaktibilitas serta sifat alir yang
buruk, maka tablet parasetamol perlu dijadikan granul dengan metode
granulasi basah atau wet granule dengan penambahan binder sehingga dapat
memperbaiki kompresibilitas dan meningkatkan fluiditas (1). Salah satu bahan
tambahan yang memiliki peran penting dalam pembuatan tablet adalah bahan
pengikat atau binder. Bahan pengikat memiliki peran sebagai pengikat zat
aktif dengan bahan tambahan sehingga didapatkan granul yang baik, dengan
didapatkannya granul yang baik akan meningkatkan kekompakan tablet.
Parasetamol lebih baik saat dijadikan granul, maka penggunaan binder
dijadikan pengikat antar partikel serbuk agar dapat dibentuk menjadi granul.
Pengikat dapat memperbaiki kerapuhan serta kekuatan granul dan tablet,
sehingga dapat meningkatkan kualitas tablet yang dihasilkan (2). Bahan
pengikat yang berasal dari polimer sintetik adalah gelatin, selulose dan
mikrokristalin (3). Selain berasal dari sintetik, binder dapat berasal dari alam
seperti amilum manihot, amilum jagung dan ekstrak tumbuhan yang dijadikan
gum. Review ini membahas mengenai zat pengikat untuk tablet yang berasal
dari alam terhadap zat aktif parasetamol menggunakan metode granulasi
basah.

B. Manfaat
1. Memahami cara pembuatan granul
2. Memahami fungsi bahan pengikat dan pengisi
3. Melakukan percobaan membuat granul dengan cara granulasi basah,
dengan bahan pengikat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Dasar
Tablet menurut Farmakope III ( 1979) dapat didefinisikan sebagai
bentuk sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk
tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan.
Sedangkan menurut Farmakope IV (1995), tablet adalah sediaan padat
yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Kebanyakan tablet digunakan untuk pemberian obat-obat secara oral.
Tablet mempunyai beberapa keuntungan, salah satu diantaranya tablet
merupakan sediaan yang tahan terhadap pemasukan (temperproof) Hal-hal
berikut merupakan keunngulan jutama tablet:
1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan kemampuan
terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta
variabilitas kandungan yang paling rendah.
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling
rendah.
3. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling
kompak.
4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling
kompak.
5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah ;
tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan
permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.
6. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di
tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah/hancurnya
tablet tidak segera terjadi.
7. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti
pelepasan di usus atau produk lepas lambat.
8. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk produksi
besar-besaran.
9. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik (Lachman,
hlm 645).
Selain keunggulan di atas, tablet juga mempunyai kerugian sebagai berikut:
a. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung
pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.
b. Obat sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan tau tinggi,
absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi
dari sifat di atas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan
dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavalabilitas
obat cukup.
c. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan,
atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembapan udara perlu
pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin)
atau memerlukan penyalutan terlebih dahulu. (Lachman, 647-648)
Komponen formulasi tablet terdiri dari bahan berkhasiat (API) dan bahan
pembantu (eksipien). Bahan tambahan (eksipien) yang digunakan dalam
mendesain formulasi tablet dapat dikelompokan berdasarkan fungsionalitas
eksipien sebagai berikut:
1. Pengisi/pengencer (diluent)
Walaupun pengisi pada umumnya dianggap bahan yang inert, secara
signifikan dapat berpengaruh pada ketersediaan hayati, sifat fisika dan
kimia dari tablet jadi (akhir).
2. Pengikat (binders dan adhesive)
Pengikat atau perekat ditambahkan ke dalam formulasi tablet untuk
meningkatkan sifat kohesi serbuk melalui pengikatan (yang diperlukan)
dalam Pembentukan granul yang pada pengempaan membentuk masa
kohesif atau pemampatan sebagai suatu tablet. Lokasi pengikat di dalam
granul dapat mempengaruhi sifat granul yang dihasilkan.
3. Penghancur (disintegrants)
Tujuan penghacur adalah untuk memfasilitasi kehancuran tablet sesaat
setelah ditelan pasien. Agen penghancur dapat ditambahkan sebelum
dilakukan granulasi atau selama tahap lubrikasi/pelinciran sebelum
dikempa atau pada kedua tahap proses.
4. Pelincir (lubricant)
Fungsi utama pelincir tablet adalah untuk mengurangi friksi yang
meningkat pada antarmuka tablet dan dinding cetakan logam selama
pengempaan dan penolakan/pengeluaran tablet dari cetakan. Pelincir
dapat pula menunjukan sifat sebagai antilengket (anti adherant) atau
pelicin (glidan)
Stickland mendeskripsikan:
 Pelincir menurunkan friksi di antara granul dan dinding cetakan kempa
selama proses pengempaan dan penolakan tablet dari lumpang.
 Antiadheran mencegah terjadinya pelengketan pada alu cetak dan
selanjutnya ada dinding cetakan.
 Pelicin meningkatkan karakteristik aliran dari granul.
5. Antiadheran
Antiadheran berfungsi untuk mengurangi melekat atau adhesi bubuk dan
granul pada permukaan punch atau dinding die.
6. Pelicin (glidan)
Glidan dapat meningkatkan mekanisme aliran granul dari hoper ke dalam
lobang lumpang. Glidan dapat meminimalkan ketidakmerataan yang
sering ditemukan/ditunjukan formula kempa langsung. Glidan
meminimalkan kecenderungan granul memisah akibat adanya vibrasi
secara berlebihan. Hipotesis mekanisme kerja glidan menurut beberapa
penelitian:
a. Dispersi muatan elektrostatik pada permukaan granul.
b. Distribusi glidan dalam granul.
c. Adsorpsi preferensial gas pada glidan versus granul.
d. Meminimalisasi forsa v.d. Waals melalui pemisahan granul.
e. Penurunan fraksi di antara partikel dan kekerasan permukaan karena
glidan teradhesi pada permukaan granul. (Goeswin, hlm 288-291)
Selain bahan tambahan (eksipien) yang disebutkan diatas biasanya
ditambahkan pula agen pendapar, pemanis/flavor, agen pembasah, agen
penyalutan, pembentuk matriks dan pewarnaan (zat warna). Tablet yang
dibuat secara baik haruslah menunjukan kualitas sebagai berikut:
1. Harus merupakan produk menarik (bagus dilihat) yang mempunyai
identitasnya sendiri serta bebas dari serpihan, keretakan, pemucatan,
kintaminasi, dan lain lain.
2. Harus sanggup menahan guncangan mekanik selama produksi dan
pengepakan.
3. Stabil secara fisika, kimia.
4. Mampu melepas zat berkhasiat sesuai dengan yang diharapkan. e.
5. Bioavailibilitas (Lachman, 1986 halaman 647-648).
6. Memenuhi keseragaman ukuran
7. Memenuhi keseragaman bobot
8. Memenuhi waktu hancur
9. Memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat
10. Memenuhi waktu larut (dissolution test) (Anief, M., 2005).
11. Tablet mengandung bahan obat sesuai dengan pernyataan dosis pada label
dan dalam batas yang dizinkan (spesifikasi).
12. Tablet harus cukup kuat untuk menghadapi tekanan selama proses
manufaktur, transfortasi, dan penanganan hingga sampai kepada pasien
yang akan menggunakan.
13. Tablet harus menghantarkan dosi obat pada lokasi dan kecepatan yang
dipersyaratkan.
14. Ukuran, rasa, dan tampilan tidak menurunkan penerimaan pasien.
(Goeswin, hlm 304)
Tablet dibuat dengan jalan mengempa adonan yang mengandung satu
atau beberapa obat dengan bahan pengisi pada mesin stempel yang disebut
pencetak. Mesin pencetak tablet ada 2, yaitu pencetak tunggal atau single
punch dan pencetak ganda berputar atau rotary press. Mesin pencetak tablet
dirancang dengan komponen komponen dasar sebagai berikut:
a. Hopper, yaitu untuk menahan atau tempat menyimpan dan memasukkan
granul yang akan dicetak
b. Die, yang menentukkan ukuran dan bentuk tablet
c. Punch, untuk mencetak/mengempa granul yang ada di die
d. Jalur cam, untuk mengatur gerakan pucnh
e. Suatu mekanisme pengisian untuk menggerakan atau memindahkan granul
dari hopper ke dalam die.
(Lachman ,halaman 662)
Metode pembuatan tablet dibagi menjadi metode granulasi dan kempa
langsung dan granulasi. Granulasi merupakan proses peningkatan ukuran
partikel dengan cara melekatkan partikel-partikel sehingga bergabung dan
membentuk ukuran yang lebih besar. Metode granulasi ini terdiri dua metode
yaitu metode granulasi basah dan metode granulasi kering.
1. Granulasi Basah
Granulasi basah dalah proses menambahkan cairan pada suatu
serbuk atau campuran serbuk alam suatu wadah yang dilengkapi dengan
pengadukan yang akan menghasilkan granul (Chorles J.P Siregar, 2008).
Dalam proses granulasi basah zat berkhasiat, pengisi dan penghancur
dicampur homogen, lalu dibasahi dengan larutan pengikat, bila perlu
ditambahkan pewarna. Diayak menjadi granul dan dikeringkan dalam
lemari pengering pada suhu 40-50°C. Proses pengeringan diperlukan oleh
seluruh cara granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang dipakai
pada pembentukan gumpalan gumpalan dan untuk mengurangi
kelembaban sampai pada tingkat yang optimum (Lachman, 1986). Setelah
kering diayak lagi untuk memperoleh granul dengan ukuran yang
diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin dan dicetak dengan mesin
tablet (Anief, 1994). Tahapan pembuatan tablet parasetamol dengan
menggunakan metode granulasi basah yaitu:
a. Penggilingan/ penghalusan obat dan eksipien
b. Pencampuran serbuk yang sudah digiling
c. Preparasi larutan pengikat
d. Pencampuran larutan pengikat dengan campuran serbuk untuk
membentuk masa basah
e. Pengayakan/penapisan massa kasar menggunakan ayakan berukuran
mesh 6-12
f. Pengeringan granul basah
g. Pengayakan granul kering melalui ayakan berukuran 14-20 8.
h. Pencampuran granul yang sudah diayak dengan lubrikan dan
disintegran
i. Pengempaan tablet)
Untuk memantau kualitas produk obat, evaluasi secara kuantitatif
serta penetapan sifat kimia, fisika, dan bioavilibilitas tablet harus dibuat
evaluasi meliputi:
a. Evaluasi Granul
1. Sifat alir
2. BJ nyata, BJ mampat, % Kompresibilitas
3. Kelembaban
b. Evaluasi Tablet
1. Organoleptis
2. Keseragaman Ukuran
3. Keseragaman bobot
4. Friabilitas
5. Kekerasan dan kerenyahan tablet
6. Waktu hancur
7. Kandungan obat dan pelepasannya
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat:
 Baskom plastik
 Ayakan nomor mesh 12
 Beaker glass
 Batang pengaduk
 Timbangan analitik
 Wadah pengayak
 Oven
 Moisture balance
 Cawan petri
Bahan:
 Parasetamol
 PVP
 Amprotab
 Primogel
 Mg Stearat
 Talk
 Lactosa
 Aquadest

B. Cara Kerja
Dicampur Parasetamol, Amprotab dan Lactosa ad homogen (a)

PVP dilarutkan dalam aquadest

larutan PVP ditambahkan ke dalam campuran (a) sedikit demi sedikit sambil
diaduk dan diremas dengan tangan ad terbentuk massa yang dapat
menggumpal bila dikepal dan dapat dipatahkan tanpa hancur berantakan 
banana breaking (bagai mematahkan buah pisang)

Massa banana breaking diayak dengan ayakan no. 12 mesh

Hasil pengayakan dikumpulkan

Ditimbang loyang (kosong) + alumunium foil

Ditimbang granul basah dan masukkan ke dalam loyang

dimasukkan ke dalam oven dalam keadaan terbuka (suhu 60°C). Waktu


pengeringan: 15, 30, 45, 60 menit, 1 hari

Setelah waktu tertentu, sebuah piring petri dikeluarkan dari almari pengering
dalam keadaan tertutup, didinginkan, ditimbang dan diukur kadar lembabnya
menggunakan moisture balance

ditimbang berat granul setelah 1 hari (dicatat sebagai berat granul kering)

C. Data Hasil Percobaan dan Perhitungan


1. Paracetamol = 500 mg x 350 tablet = 175.000 mg = 175 gr
2. PVP = 5/100 x 750 mg = 37,5 mg x 350mg =13.125mg =13,125 gr
3. Amprotab = 10/100 x 750 mg = 75 mg x 350 mg = 26.250 mg = 26,25gr
4. Primogel = 2/100 x 750 mg = 15 mg x 350 mg = 5.250 mg = 5,25 gr
5. Mg Stearat = 2/100 x 750 mg = 15 mg x 350 mg = 5.250 mg = 5,25 gr
6. Talk = 2/100 x 750 mg = 15 mg x 350 mg = 5.250 mg = 5,25 gr
7. Lactosa = 750 mg - (500 mg+37,5 mg+75 mg+15mg+15 mg+15 mg)
= 750 mg – 657,5 mg
= 92,5 mg x 350 mg = 32.375 mg = 32,375 gr
Hasil

 Granul basah = (Loyang + granul basah) – Loyang kosong


= 474,0 gr – 84,1 gr
= 389,9 gr
 Granul kering = (Loyang + granul kering) – Loyang kosong
= 414,8 gr – 84,1 gr
= 330,7 gr
 Susut pengeringan = bobot granul basah – bobot granul kering x 100%
Bobot granul basah
= 474,0 gr – 414,8 gr x 100%
474,0 gr

= 12,4894%

 % Moisture Balance = -7,92% mc


BAB IV
PEMBAHASAN

Granulasi adalah salah satu metode dalam pembuatan tablet secara kempa
tidak langsung,. Granulasi terbagi dua macam, yaitu granulasi basah dan granulasi
kering. Granulasi basah adalah proses dimana bahan-bahan dalam formulasi tablet
dicampur dengan suatu cairan bahan pengikat, kemudian dibuat masa yang
sedemikian rupa sehingga bisa dibuat butiran-butiran dengan ukuran tertentu.
Hasil yang diperoleh kemudian dikeringkan dan diayak sampai memiliki ukuran
granul yang telah ditentukan untuk dikempa menjadi tablet.
Pada praktikum kali ini kami akan membuat tablet paracetamol dengan
bahan aktif paracetamol (Acetaminophenum) dengan metode granulasi basah.
Pembuatan sediaan tablet dengan menggunakan prinsip granulasi basah pada
prinsipnya partikel bahan aktif yang terlebih dahulu dicampur dengan pengencer
atau pengisi akan bersatu/lengket dengan adanya pengikat (adhesif) dengan
pembawa pada umumnya air
Dengan hal ini metode granulasi basah pada pembuatan tablet parasetamol
menggunakan aqua, karena pemilihan aqua dalam metode granulasi basah ini
tidak didasarkan pada kelarutan parasetamol sebagai zat aktif karena dalam
pembuatan tablet. Zat aktif tidak diharuskan untuk melarut, sehingga fungsi dari
aqua dalam granulasi basah ini adalah untuk melarutkan pengikat yaitu PVP yang
merupakan zat yang larut dalam air sehingga pengikat lebih mudah dicampur
dengan bahan aktif dan bahan tambahan lain. Selain itu penggunaan aqua dalam
metode granulasi basah ini juga didasarkan pada keamanan dan penerimaan
konsumen, konsumen akan lebih percaya dan memilih obat dengan komposisi
bukan alkohol.
Larutan pengikat yang digunakan dalam formula yaitu PVP
(Polivinilpirolidon), dengan kadar 5% atau sebanyak 37,5 gram. Pembuatan
larutan pengikat ini dengan cara melarutkan PVP dengan aquadest. PVP
merupakan zat yang mudah larut dalam air. Dalam Farmakope Indonesia Edisi III
dikatakan perbandingan zat yang mudah larut dengan pelarutnya adalah 1 : 1-10,
dan aquadest yang ditambahkan pada pembuatan larutan pengikat ini sebanyak
131,25 ml . Larutan pengikat yang dihasilkan berwarna jernih dan transparan.
Dalam pembuatan tablet yang dilakukan, selain bahan aktif parasetamol
maka ditambahkan juga bahan eksipien yaitu dari Amprotab sebanyak 10%
sebagai penghancur (disintegran), PVP sebanyak 5% sebagai pengikat (binder),
laktosa sebagai pengisi (diluent), Mg stearat sebanyak 2% sebagai pelicin
(lubrikan), dan Talk sebanyak 2% sebagai pelincir (glidant).
Pada metode granulasi basah, tiap bahan tambahan dibagi kedalam 2 fase
yaitu fase dalam dan fase luar. Fase dalam terdiri dari zat aktif, pengikat, pengisi,
dan 10% penghancur. Fase luar terdiri dari 5% penghancur, pelicin, dan glidan.
Fase dalam adalah campuran yang kemudian akan dibuat menjadi massa granul,
sedangkan fase luar adalah bahan yang membantu aliran granul fase dalam yang
telah dibuat. Pembuatan tablet dapat dilakukan dengan metode cetak langsung dan
metode granulasi.
Pada tahap ini dilakukan pencampuran larutan pengikat dengan serbuk yang
sudah di mixing pada proses mixing untuk membentuk massa basah. Larutan
pengikat kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran bahan
sambil diaduk. Proses granulasi bertujuan untuk:
a. Supaya sifat alirnya baik (free-flowing): granul dengan volume tertentu dapat
mengalir teratur dalam jumlah yang sams ke dalam mesin pencetak tablet.
b. Ruang udara dalam bentuk granul jumlahnya lebih kecil jika disbanding
bentuk serbuk jika diukur dalam volume yang sama. Makin banyak udaranya,
tablet makin mudah pecah.
c. Pada saat dicetak tidak mudah melekat pada stempel (punch) dan mudah lepas
dari matris (die).
Mixing dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan bertujuan untuk
menggabungkan dua atau lebih komponen, yang awalnya dalam keadaan tidak
dicampur atau sebagian campuran, sehingga masing-masing unit (partikel,
molekul dll) dari komponen terletak sedekat mungkin atau bercampur dengan unit
atau partikel masing-masing komponen lainnya. Tujuan dari proses mixing adalah
untuk mendapatkan/menjamin homogenitas campuran serbuk sehingga tablet
yang dihasilkan merupakan campuran homogen. Pada tahap ini dilakukan mixing
terhadap fase dalam bahan aktif yaitu parasetamol sebanyak 175 gram , pengisi
laktosa sebanyak 32,375 gram dan disintegrant 10% yaitu amprotab sebanyak
26,25 gram. Mixing dilakukan dengan menggunakan tangan. Dalam proses
mixing ini zat yang akan dicampur ditambahkan sedikit demi sedikit agar
menghasilkan campuran yang mendekati sempurna (random mix). Proses mixing
fase dalam ini dilakukan dengan cara mengaduknya dengan menggunakan tangan
sampai menghasilkan campuran yang homogen.
Granul yang telah terbentuk pada saat proses granulasi kemudian diayak
dengan menggunakan ayakan mesh 12. Pengayakan ini bertujuan untuk
menyeragamkan ukuran granul. Sesudah dilakukan proses granulasi, hasil
granulasi berada dalam bentuk massa basah di mana cairan (liquid) harus
dihilangkan karena keberadaan air akan menimbulkan masalah pada sifat aliran
dan ketidakstabilan secara kimiawi.
Metode pengeringan granul yang umum dilakukan untuk granul farmasetik
meliputi:
a. Pengeringan dengan nampan (tray drying)
b. Pengeringan dengan unggun terzalir (fluid bed drying)
c. Pengeringan secara vakum
d. Pengeringan gelombang mikro (microwave)
Pada praktikum ini metode pengeringan yang digunakan yaitu metode
pengeringan dengan nampan (tray drying) dengan menggunakan loyang. Granul
ditempatkan dalam loyang. Namun pada praktikum pengeringan dilakukan
dengan cara disimpan didalam lemari tertutup pada suhu kamar. Pengeringan
dilakukan pada oven bersuhu 600C. Pemilihan suhu ini berdasarkan pada stabilitas
parasetamol yang dapat terurai pada suhu diatas 600C, karena prosesnya yang
dilakukan pada suhu yang stabil maka proses pengeringan granul ini berlangsung
cukup cepat yaitu sekitar 1 hari. Tujuan dari pengeringan granul dimaksudkan
untuk mengurangi kandungan air dalam granul.
Selanjutnya dilakukan evaluasi kandungan lembab ini dilakukan dengan
memasukan granul ke dalam oven. Dilakukan dengan cara granul dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 600C selama 15 menit kemudian timbang. Lakukan
hingga bobot
granul stabil 3 kali berturut-turut. Granul yang digunakan tidak dapat dipakai
kembali karena parasetamol sebagai zat aktif hanya stabil pada pemanasan 600C
sehingga zat aktif tersebut rusak. Diketahui bahwa formula 2,3 dan 4 memenuhi
syarat yaitu mengandung %MC >2% karena syarat dari % MC sendiri adalah
antara 2-4% kandungan air dalam granul. Sedangkan pada formula 1 tidak
memenuhi syarat karena mengandung %MC >2%.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Proses pengeringan dalam oven

Proses pengayakan granul basah

Proses moisture balance

Larutan PVP

Anda mungkin juga menyukai