PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mortalitas dan Morbiditas pada wanita hamil dan bersalin masih menjadi
massalah besar di negara berkembang seperti di negara indonesia. Dalam upaya
mempercepat penurunan AKI, sekaligus untuk mencapai target AKI menjadi
125/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010, dan sasaran Milenium Development
Goals (MDGS) menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, salah satu
upaya yang dilakukan adalah Making Pregnancy Safer (MPS) yang di prakarsai oleh
WHO dan merupakan strategi sector kesehatan yang bertujuan menurunkan AKI.
Jumlah kematian ibu di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009 sebesar
280/100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian maternal di provinsi Sumatera
Utara disebabkan oleh tiga faktor yaitu penyebab langsung, yang pertama : perdrahan
(28%), keracunan kehamilan (24%), infeksi (11%), komplikasi nifas (8%), persalinan
macet atau lama (5%), dan keguguran (5%), kedua penyebab tidak langsung, yaitu:
terlambat mengenal tanda-tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat
mendapatkan pertolongan ke fasilitas kesehatan, ketiga factor resiko adalah : terlalu
muda melahirkan (<20 tahun) sebanyak 0.3%, terlalu sering melahirkan (>3 anak)
sebnayak 3.7%, terlalu rapat jarak kehamilan (<2tahun) sebanyak (9.4%), terlalu tua
untuk melahirkan (>35tahun) (13%). (www.kesehatan.hotma.go.id.ed.maret.2010).
Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari
adanya komplikasi atau penyulit kehamilan seperti febris,korioamnionitis, infeksi
saluran kemih dan sebanyak 65% adalah karena ketuban pecah dini (KPD) yang
bnayak menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi (Prawiroharjo,2002). Ketuban pecah
dini merupakan maslah penting dalam Obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran
prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu
(prawiroharjo,2006).
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin yang mengalami
Ketuban Pecah Dini (KPD) di Rumah Sakit Swasta HKBP Balige Tahun
2010.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan umur
b. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan pekerjaan
c. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan umur kehamilan
d. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan jumlah gravida
e. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan cara bersalin ibu
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
F. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola PKD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayinya. Kasus KPD yang cukup bulan, kalu segera
mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar dan kalu menunggu
persalinan spintan akan menaikkan insidensi korioamnionitis.
Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan yang kurang buan perlu
evaluasi hati-hati untuk menetukan waktu optimal untuk persalinan (Sujiyatini et all,
2009).
1. Penanganan pada ketuban pecah dini berdasarkan umur kehamilan
a. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm ( > 37 minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Pada hakekatnya kulit ketuban pecah
akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Pada hakekatnya kulit
ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar
70-80% kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah
kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan dan bila gagal
dilakukan bedah Caesar.
Pemberian antibiotic profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu dengan
tujuan profilaksis lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Antibiotic yang dapat
diberikan pada kehamilan ini adalah seperti pada studi penggunaan obat yang
dilakukan oleh National Institute Of Child Health dan Human Development
menggunakan kombinasi intravena ampisilin 2 g dan eritromisin 250 mg
setiap 6 jam selama 48 jam, di ikuti dengan amoksilin 250 mg dan 333mg
setiap 8 jam selam 5 hari. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif
(indukisi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan
alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan
mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko
dan trauma obstetric karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalanya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan
menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat).
b. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm ( <37 minggu )
Pada kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi pengelolaannya bersifat koservatif disertai pemberian
antibiotic yang adekuat sebagai profiksi. Pemderita perlu dirawat dirumah
sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic
agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan
paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut
muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa
memandang umur kehamilan.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, rupture uteri, emboli air
ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedah besar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan,
tindakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi
intrauterine tetapi seyogianya ada indikasi obstetric yang lain, misalnya
kelainan letak, gwat janin, partus tak maju, dll. Selain komplikasi-komplikasi
yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif
juga dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan
pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah
menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterine.
Sikap konservatif meliputi pemerikasaan leukosit darah te[I tiap hari,
pemerikasaan tanda-tanda vital terutama temperature setiap 4 jam,
pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotic mulai saat diagnosis
ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara
pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institute Of Health
(NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD
pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramnion. Sedian
terdiri atas betamatason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam ataua
dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
G. Karakteristik Ibu
1. Umur Ibu
Usia adalah waktu yang telah dilalui oleh individu sejak lahir hingga waktu
tertentu. Usia dapat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini, dimana
secara teoritis sebagai salah satu bentuk penyulit kehamilan dalam kurun
waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah usia 20-30 tahun. Ketuban pecah dini sering terjadin pada
kelompok umur > 35 tahun dimana fungsi alat reproduksi mengalami
penurunan dalam menerima buah kehamilan.
2. Pekerjaan
Pekerjaan adalah gambaran pekerjaan ibu yang dapat memberikan tamabahan
penghasilan dalam menunjang kebutuhan sehari-hari kemampuan seseorang
dalam melakukan pekerjaan seseorang dengan yang lain, meskipun
pendidikan dan pengalaman yang sama. Ketuban pecah dini dapat
mengakibatkan kejadian persalinan premature. Persalinan dengan ketuban
pecah dini lebih rendah pada ibu hamil dimana dapat meningkat karena
kelelahan fisik atau stress yang timbul akibat pekerjaannya jenis pekerjaan
yang berpengaruh terhadap peningkatannya karena bekerja terlalu lam,
pekerjaan fisik yang berat dan pekerjaan yang dapat menimbulkan stress. Pada
penelitian yang dilakukan Newman dkk, menyatakan bahwa peningkatan
terhadap kejadian ketuban pecah dini pada meraka yang pekerjaannya
melelahkan yang diukur berdasarkan 5 indikator yakni postur, kerja dipabrik,
pekerjaan fisik, stress mental dan stress lingkungan. Pekerjaan ibu adalah :
1) Pekerjaan berat (PNS, Waraswasta,Petani)
2) Pekerjaan tidak berat (IRT)
3. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu termasuk meninggal.
Sesuai dengan teori mengungkapkan bahwa semakin sering ibu melahirkan
maka resiko terjadinya ketuban pecah dini akan semakin besar. Dimana kita
ketahui semakin sering ibu melahirkan makan selaput ketuban akan semakin
lemah akibat berkurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Hal ini merupakan
salah satu mekanisme terjadinya selaput ketuban pecah dini. Hal ini sering
terjadi pada grande multipara.
4. Umur Kehamilan
Usia kehamilan adalah usia tuanya kehamilan yang di hitung sejak pertama
haid terakhir yang dihitung dalam minggu/bulan. Insiden ketuban pecah dini
(KPD) pada kehamilan preterm, aterm, dan midtrimester bervariasi 1-8% dari
seluruh kehamilan. Satu dari komplikasi yang sering terjadi pada ketuban
pecah dini adalah persalinan preterm. Periode laten umumnya berbanding
terbalik dengan usia kehamilan pada saat timbulnya KPD. Misalnya wanita
hamil aterm yang mengalami KPD, 95% akan melahirkan dalam waktu 1
minggu, dan 22% memiliki periode laten selama 4 minggu.
5. Cara Bersalin
Cara bersalin adalah suatu tindakan yang dilakukan pada suatu persalinan
dimana bentuk persalinan berdasarkan defenisi adalah:
a. Persalinan spontan : bila seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri
b. Persalinan buatan : bila persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga
dari luar seperti Ekstraksi Forcep/Vakum/SC
c. Penrsalinan anjungan : bila kekutan yang diperlukan untuk persalinan di
timbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsangan
Pada kejadian ketuban pecah dini cara bersalin sesuai umur kehamilan ibu
dumana kasus KPD yang cukup bulan, kalua segera mengakhiri kehamilan
akan menaikan insidensi bedah sesar dan kalua menunggu persalinan spontan
akan menaikan insidensi korioamnionitis.
H. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dari karakteristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini adalah :
Cara bersalin:
Ketuban Pecah Dini (KPD)
- Persalinan spontan
- Persalinan buatan (SC)
Karakteritik :
- Umur
- Pekerjaan
- Usia kehamilan
- Gravida
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu untuk mengetahui karakteristik ibu
bersalin yang mengalami ketuban pecah dini di RS HKBP Balige yang dengan
menggunakan data sekunder dari Medical Record RS HKBP Balige Tahun 2010.
Keterangan :
P = persentase
F = frekuensi kejadian berdasarkan hasil penelitian yang dikategorikan
n = jumlah sampel
F. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah langkah atau konsep yang di jabarkan dalam bentuk
variable penelitian agar variable tersebut mudah dipahami, diukur atau diamati
terhadap suatu objek atau fenomena yang di buat dalam bentuk defenisi
operasional ( Suyanto, 2009).
Defenisi operasional mendefenisikan variable secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati. Secara operasional variable tersebut di defenisikan
sebagai berikut :
1. Karakteristik ketuban pecah dini yang di teliti dalma penelitian ini adalah
imur, paritas, pekerjaan, usia kehamilan, dan cara bersalin,
2. Umur
Jumlah usia ibu dalam tahun sejak lahir sampai dengan saat ibu mengalmi
pecah ketuban pecah dini yang sesuai yang tercatat di rekam medis
a. Umur < 20 tahun
b. Umur <20-35 tahun
c. Umur > 35 tahun
3. Pek
4. erjaan
Pekerjaan adalah dilakukan atau diusahakan oleh ibu yang memenuhi
kebutuhannya sampai saat ibu mengalami ketuban pecah dini yang
dikategorikan atas :
a. Pekerjaan berat (PNS, Wiraswasta, Petani)
b. Pekerjaan tidak berat (IRT)
5. Usia kehamilan
Usia kehamilan adalah usia tuanya kehamilan yang dihitung sejak pertama
haid yang dihitung dalam minggu/ bulan sampai saat ibu mengalami ketuban
pecah dini.
a. Aterm : persalonan yang cukup umur dengan usia kehamilan > 37 minggu
b. Premature : [ersalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau
berat badan bayi kurang dari 2500 gram
c. Posterm : umur kehamilan lebih bulan dengan > 42 minggu
6. Paritas adalah berapa kali ibu bersalin baik kelahiran hidup dan kelahiran mati
sampai saat ibu mengalami ketuban pecah dini. Dalam penelitina ini paritas
dikategorikan :
a. Primipara : ibu melahirkan satu kali
b. Secundipara : ibu melahirkan dua kali
c. Multipara : ibu melahirka tiga sampai lima kali
d. Grandemultipra : ibu melahirkan lebih dari 5 kali
7. Cara bersalin
Pada penelitian yang dilakukan di RS HKBP Balige tentang tercatatnya dalam
data-data yang diperoleh bahwa cara persalinan terbagi atas :
a. Persalinan spontan : bila seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri
b. Persalinan buatan : bila persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga
dari luar seperti Sectio Sesarea
G. Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan
April Mei Juni Juli Agustus September
1 Pengajuan judul
2 Studi awal
3 Pembuatan proposal
4 Ujian proposal
5 Penelitian lapangan
6 Penyajian hasil
7 Penyusunan laporan
8 Ujian
9 Penyempurnaan
10 Penjilidan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder dari januari sampai desember 2010
yang dilakukan di Rumah Sakit HKBP Balige tentang karakter ibu bersalin yang
mengalami ketuban pecah dini sebanyak 56 orang dilakukan pengolahan data yang
disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Umur Ibu di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
No Umur Ibu Jumlah
F %
1 < 20 tahun 1 orang 1,8
2 20-35 tahun 48 orang 85,7
3 35 tahun 7 orang 12,5
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini yang lebih banyak pada usia 20-35tahun yaitu sebanyak 48 orang (85,7%)
sedangkan pada ibu yang berusia <20 tahun sebanyak 1 orang (1,8%) dan pada ibu
yang berusia >35 tahun 7 orang (12,5%).
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Pekerjaan Ibu Di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
No Pekerjaan Ibu Jumlah
F %
1 Berat 41 orang 73,2
2 Tidak Berat 15 orang 26,8
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini yang paling banyak pada pekerjaan petani yaitu sebanyak 17 orang
(30,35%) sedangkan pada pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) adalah sebanyak 15
orang (26,8%) dan pekerjaan PNS adalah sebanyak 13 orang (23,21%), dan pada
pekerjaan Wiraswasta adalah sebanyak 11 orang (19,64%).
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Umur Kehamilan Ibu Di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun
2010
No Umur Kehamilan Ibu Jumlah
F %
1 Preterm ( < 37 minggu ) 22 orang 39,3
2 Aterm ( < 37 minggu ) 31 orang 55, 35
3 Posterm ( > 42 minggu ) 3 orang 5,35
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini yang paling banyak pada umur kehamilan yang aterm yaitu sebanyak 31
orang (55,35%) sedangkan pada umur kehamilan yang preterm yaitu 22 orang
(39,3%) dan pada umur kehamilan postdate sebanyak 3 orang (5,35%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Jumlah Gravida Ibu Di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun
2010
No Jumlah Gravida Jumlah
F %
1 Primigravida 45 orang 80,35
2 Secundigravida 6 orang 10,7
3 Multigravida 3 orang 5,35
4 Grandemultigravida 2 orang 3,6
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa bersalin yang mengalami ketuban pecah
dini yang paling banyak adalah pada primigravida yaitu 45 orang (80,35%),
sedangkan pada secundigravida yaitu 6 orang (10,7%), dan pada multigravida yaitu 3
orang (5,35%), dan pada grandemulitigravida yaitu 2 orang (3,6%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Cara Bersalin Ibu Di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun
2010
No Cara Bersalin Jumlah
F %
1 Partus Spontan 6 orang 10,7
2 Partus Buatan (SC) 50 orang 89,3
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini yang paling banyak cara bersalin dengan menggunakan partus buatan atau
dengan section sesarea yaitu sebanyak 50 orang (89,3%) sedangkan cara bersalin
dengan partus spontan yaitu sebanyak 6 orang (10,7%).
B. Pembahasan
1. Karakteristik Ibu Bersalin yang Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Umur
Ibu
Gambar 1
usia 20 - 35 tahun
usia < 20 tahun
usia > 35 tahun
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Yuliana Liray Laing
pada tahun 2010 di RS Immanuel diman usia yang paling banyak mengalami ketuban
pecah dini yaitu pada usia 20-35 tahun sebanyak 51,9%.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan
di Rumah Sakit Swadana Tarutung tahun 2005 dimana ibu bersalin yang paling
banyak mengalami ketuban pecah dini berdasarkan umur yaitu pada umur 36-40
tahun 7 kasus (35%). Kondisi ini sesuai dengan teori Sarwono (2004) dimana
kelompok usia > 35 tahun akan meningkatkan resiko terjadinya ketuban pecah dini
dimana usia yang semakin tinggi akan cenderung mempengaruhi terjadinya ketuban
pecah dini dimana fungsi alat reproduksi mengalami penurunan untuk menerima buah
kehamilan. Salah satu pengaruh usia terhadap kehamilan yaitu servik inkompeten.
Dimana konsistensi serviks untuk menerima buah kehamilan semakin melemah dan
juga hormone yang berfungsi mempengaruhi kehamilan semakin menurun akibat usia
yang semakin tinggi.
Gambar 2
Berat
Tidak Berat
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus ketuban pecah dini
terbanyak pada ibu dengan pekerjaan sebagai petani sebanyak 73,2% ini di sebabkan
karena pekerjaan sebagai petani sangat terpengaruh terhadap kejadian ketuban pecah
dini dimana semakin berat jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang ibu dapat
mengakibatkan trauma pada kehamilannya dan sebagai pemicu robeknya pada selaput
ketuban hingga menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan di
Rumah Sakit Swadana Tarutung tahun 2005 dimana dari 20 orang yang paling
banyak mengalami ketuban pecah dini berdasarkan pekerjaan yaitu pada pekerjaan
petani yaitu 12 orang kasus (60%) dimana semakin berat pekerjaan yang dilakukan
oleh seorang ibu dapat meningkatkan kejadian ketuban pecah dini.
Hal ini sesuai dengan teori Newman et all menyatakan bahwa pekerjaan sangat
mempengaruhi terjadinya peningkatkan kejadian ketuban pecah dini dimana semakin
beratnya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang ibu dapat mengakibatkan
trauma pada kehamilannya dan sebagai pemicu robeknya pada jaringan selaput
ketuban hingga menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Gambar 3
Aterm
preterm
Posterm
Dari diagram di atas dapat kita lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010 berdasarkan umur kehamilan
yang paling banyak pada umur kehamilan aterm yaitu sebanyak 31 orang (56%) hal
ini desebabkan oleh karena frekuensi his yang semakin banyak dan kuat sehingga
dapat mengakibatkan kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan aterm dapat
emningkat.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan di
Rumah Sakit Swadana Tarutung tahun 2005 dimana yang paling banyak mengalami
ketuban pecah dini pada usia kehamilan aterm yaitu 37-40 minggu sebanyak 15 kasus
(75%).
Dari hasil data di atas bahwa usia kehamilan dapat mempengaruhi ketuban pecah
dini. Dalam Buku Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2002) mengataka
bahwa ketuban pecah dini biasanya di mulai pada usia kehamilan 22 minggu sampai
aterm.
Gambar 4
Primigravida
Secungravida
Multigravida
Grandemultigravida
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit HKBP BAlige Tahun 2010
bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini lebih banyak pada
primigravida yaitu sebanyak 45 orang (80%) dana paling sedikit pada
grandemultigravida sebanyak 2 orang (4%) hal ini disebabkan karena ibu
primigravida belum mengetahui tanda-tanda air ketuban sehingga kejadian infeksi
intrapartum pada ibu meningkat.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan di
Rumah Sakit Swadana Tarutung Tahun 2005 dari 20 orang yang mangalami ketuban
pecah dini yang paling banyak pada grandemultigravida 40% ini deisebabkan karena
frekuensi ibu melahirkan yang dapat meningkatkan terjadinya ketuban pecah dini.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Manuaba yang menyatakan bahwa semakin
sering ibu melahirkan maka resiko terjadinya ketuban pecah dini akan semakin
meningkat diakibatkan selaput ketuban akan semakin melemah akibat berkurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasi dimana kita ketahui lemahnya selaput ketuban akibat
berkurangnya fungsi jaringan ikat dan vaskularisasi merupakan salah satu factor
karakteristik pada ketuban pecah dini.
Gambar 5
PSP
SC
Dari gambar 5 di atas dapat kita lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami
ketuban pecah dini di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010 berdasarkan car
bersalin yang mangalami paling banyak adalah partus buatan atau SC yaitu sebanyak
50 orang (89%). Hal ini sesuai dengan kejadian di Rumah Sakit Swadana Tarurung
pada tahun 2005 dimana ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini yang paling
banyak dilakukan dengan dengan cara bersalin dengan secti sesarea 88,2% sedangkan
partus spontan sebanyak 6 orang ini dei sebabkan karena pada penatalaksanaan
ketuban pecah dini di lihat dari umur kehamilan ibu dimana apabila umur kehamilan
ibu > 37 minggu dan belum ada tanda-tanda persalinana kita dapat menunggu sampai
24 jam dan kita melakukan penginduksian dan apabila induksi berhasil maka dapat
dilakukan partus spontan.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan di
Rumah Sakit Swadana Tarutung tahun 2005 dimana dari 20 kasus ketuban pecah dini
yang paling banyak dilakukan dengan cara bersalin section sesarea yaitu sebanyak 12
(60%).
Hal ini sesuai dengan teori Krisnadi et all bahwa ada kejadian ketuban pecah dini
kalua tidak segera dilakukan secti sesarea akan meningkatkan insidensi
korioamnionitis (infeksi intrapartum).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian di Rumah Sakit HKBP BAlige dengan
Karakteristik Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Tahun 2010, maka
dari hasil penelitian yang telah diperoleh dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang ketuban pecah dini (KPD) dari 56
orang ibu yang mengalami ketuban pecah dini yangpaling banyak mengalami
ketuban pecah dini berdasarkan umur adalah ibu yang berusia 20-35 tahun
sebanyak 45 orang (85,7%).
2. Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang karakteristik ibu yang mengalami
ketuban pecah dini (KPD) berdasarkan pekerjaan adalah ibu yang pekerjaannya
petani yaitu sebanyak 17 orang (30,35%).
3. Dari 56 orang ibu yang mengalami ketuban pecah dini yang paling banyak pada
umur kehamilan yang aterm.
4. Angka kejadian ketuabn pecah dini (KPD) paling banyak di alami ibu dengan
kehamilan primigravida yaitu 45 orang (80,35%).
5. Dari 56 orang yang mengalami ketuban pecah dini yang paling banyak dilakukan
cara bersalin yaitu dengan partus buatan yaitu dengan cara section sesarea yaitu
sebanyak 50 orang (89,3%).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penulis menyarankan beberapa sebagai
berikut :
1. Di anjurkan pada ibu hamil untuk melakukan periksa kehamilan minimal 4 kali
selama kehamilan sehingga komplikasi selama kehamilan dapat segera teratasi
khususnya komplikasi yang berhubungan dengan Ketuban Pecah Dini
2. Di anjurkan kepada ibu hamil supaya tidak melakukan aktivitas yang dapat
melelahkan fisik ibu dan juga untuk tidak banyak pikiran untuk mecegah stress
pada ibu yang dapat menyebabkan kasus ketuban pecah dini.
3. Di anjurkan kepada petugas kesehatan khususnya Bidan apabila mendapat kasus
ketuban pecah dini segera merujuk pasien ke Rumah Sakit.
4. Menganjurkan pada ibu hamil apabila mendapat tanda-tanda ketuban pecah dini
segera ke petugas kesehatan.
DAFTA PUSTAKA
Manuaba, Gde. 2007. Buku Ajar Patologi Obstetri. BUku Kedokteran EGC. Jakarta
------------. 2009. Obstetri dan Patologi Kebidanan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
-----------. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Cetakan Pertama. Rineka
Cipta. Jakarta