Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan


kesehatan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat. Hal ini berarti, bahwa dalam
rangka mewujudkan derajat kesehatan, baik kesehatan individu, kelompok, atau
masyarakat harus diupayakan. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan oleh
individu, kelompok, masyarakat,baik secara lembaga oleh pemerintah atau pun
Lembaga Swadana Masyarakat (LSM). Dilihat dari sifat, upaya mewujudkan
kesehatan tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu pemeliharaan kesehatan dan
peningkatan kesehatan (Notoatmojo, 2005).

Menurut Undang-undang No 36 tahun 2009 BAB II pasal 3 menyatakan bahwa


pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi (UU kesehatan,2009).

Pada dewasa ini pemerintah mengupayakan suatu strategi yaitu Milenium


Development Goals (MDGS) tahun 2015 khusunya menurunkan angka kematian ibu
dan anak, kementrian kesehatan meluncurkan program jaminan persalinan
(Jampersal). Tujuannya untuk 1) meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan,
persalinan, dan nifas, 2) meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir, 3)
meningkatkan cakupan pelayanan KB, 4) meningkatkakn cakupan penangan
komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan meningkatkan cakupan penanganan
komplikasi ibu hamil, berrsalin, nifas dan bayi baru lahir (www.ppjk.depkes.go.id).

Mortalitas dan Morbiditas pada wanita hamil dan bersalin masih menjadi
massalah besar di negara berkembang seperti di negara indonesia. Dalam upaya
mempercepat penurunan AKI, sekaligus untuk mencapai target AKI menjadi
125/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010, dan sasaran Milenium Development
Goals (MDGS) menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, salah satu
upaya yang dilakukan adalah Making Pregnancy Safer (MPS) yang di prakarsai oleh
WHO dan merupakan strategi sector kesehatan yang bertujuan menurunkan AKI.

Adapun visi Making Pregnancy Safer yaitu kehamilan dan persalinan di


Indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat, sedangkan
Misi MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian maternal melalui pemantapan
sistem kesehatan berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita
keluarga dan masyarakat melalui kegiatan yang mempromosikan kesehatn ibu dan
bayi baru lahir seta menjamin agar kesehatan maternal di promosikan dan dilestarikan
sebagai prioritas program pembangunan nasional. Salah satu sasaran program MPS
yaitu menurunkan angka kematian maternal menjadi 125/100.000 kelahiran hidup
(Saifuddin,2002).

Angka Kematian Ibu (AKI) di indonesia merupakn angka tertinggi dibandigkan


dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berbagai factor yang berkait dengan resiko
terjadinya kompikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya
telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu masih tetap tinggi
(www.depkes.co.id).

Jumlah kematian ibu di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009 sebesar
280/100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian maternal di provinsi Sumatera
Utara disebabkan oleh tiga faktor yaitu penyebab langsung, yang pertama : perdrahan
(28%), keracunan kehamilan (24%), infeksi (11%), komplikasi nifas (8%), persalinan
macet atau lama (5%), dan keguguran (5%), kedua penyebab tidak langsung, yaitu:
terlambat mengenal tanda-tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat
mendapatkan pertolongan ke fasilitas kesehatan, ketiga factor resiko adalah : terlalu
muda melahirkan (<20 tahun) sebanyak 0.3%, terlalu sering melahirkan (>3 anak)
sebnayak 3.7%, terlalu rapat jarak kehamilan (<2tahun) sebanyak (9.4%), terlalu tua
untuk melahirkan (>35tahun) (13%). (www.kesehatan.hotma.go.id.ed.maret.2010).

Infeksi yang banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari
adanya komplikasi atau penyulit kehamilan seperti febris,korioamnionitis, infeksi
saluran kemih dan sebanyak 65% adalah karena ketuban pecah dini (KPD) yang
bnayak menimbulkan infeksi pada ibu dan bayi (Prawiroharjo,2002). Ketuban pecah
dini merupakan maslah penting dalam Obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran
prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal, dan menyebabkan infeksi ibu
(prawiroharjo,2006).

Suwiyoga dan Budayasa dalam penelitiannya di rumah sakit sanglah


Denpasar pada tahun 2006 menemukan resiko relatif sepsis neonetorum dini pada
lama ketuban pecah 12-18 jam adalah 6 kali dan pada 18-24 jam adlah 9 kali lebih
besar dibandingkan dengan ketuban pecah dini kurang dari 12 jam Insidensi sepsis
pada ibu dengan lama ketuban pecah kurang 12 jam adalah 2,7% dibandingkan 5,2%
pada subjek dengan lama ketuban pecah lebih 12 jam, kasus sepsis paling tinggi (4
kasus – 80%) ditemukan pada persalinan setelah 18 jam pecah ketuban. Insidensi
sepsis neonatorum pada persalinan setelah ketuban pecah 18 jam adalah 11,7%
dibandingkan dengan 1,3% pada persalinan kuarang dari 18 jam setelah pecah
ketuban (http://etd.eprintis.ums.ac.id/4051/1/j500050038.2006 ).

Di Rumah Sakit Umum Swadana Sumedang angka morbiditas ibu dengan


ketuban pecah dini mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. Insidensi KPD
berkisar 4,5% sampai 7,6% dari seluruh kehamilan. Isidensi di kalangan wanita yang
melahirkan bayi premature berkisar antara 40%-60% dan angka kematian perinatal
bayi premature meningkat nyata jika terdapat ketuban pecah dini (KPD), sedang
menurut DeCherney kasus KPD mencapai 10,7% dari seluruh kehamilan. Menurut
oxom insidensi terjadinya KPD antara 10% sampai 12% (http://etd.eprintis.ums.ac.id
4051/1/J5000500.2003).

Di Bersalin Harapan Bunda insidensi persalinan dengan ketuban pecah dini


dalam 6 bulan terakhir pada tahun 2007 sekitar 46 orang (29,5%) dari 115 persalinan
yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian ketuba pecah dini masih cukup
tinggi dari seluruh persalinan pada enam bulan di RB Harapan Bunda, sehingga
memerlukan adanya pengawasan yang intensif dan penanganan yang tepat pada kasus
kegawatdaruratan ( Sujuyatini et all, 2009).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti yaitu dengan


memperoleh data dari Medical Record Rumah Sakit Swasta HKBP Balige dimana
pada periode januari 2010 sampai desember 2010 jumlah ibu yang bersalin adalah
sebanyak 910 orang dan yang mengalami ketuba pcah dini adalah 56 orang (6,15%),
dari data tersebut penulis tertarik untuk lenih mengetahui mengenai “Karakteristik
Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini (KPD) di Rumah Sakit
Swasta HKBP Balige Tahun 2010”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka diperoleh rumusan masalah dari


penelitian ini adalah “Bagaimana Karakteristik Ibu Bersalin yang Mengalami
Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Swasta HKBP Balige Tahun 2010”.
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin yang mengalami
Ketuban Pecah Dini (KPD) di Rumah Sakit Swasta HKBP Balige Tahun
2010.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan umur
b. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan pekerjaan
c. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan umur kehamilan
d. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan jumlah gravida
e. Untuk mengetahui karateristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) berdasarkan cara bersalin ibu

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

a. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang pembuatan karya


tulis ilmiah sesuai dengan pencapain teori yang telah diperoleh selama
pendidikan di Akademi Kebidanan Tarutung.
b. Untuk memenuhi persyaratan kelulusan sesuai dengan kurikulum di
Akademi Kebidanan Tarutung.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Sebagai Bahan masukan yang bermanfaat kepada petugas kesehatan yang
bertugas di RS.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
1. Persalinan
Persalinan merupakan proses yang alamiah yang dialami perempuan yang
memungkinkan terjadinya serangkaian perubahan yang besar pada ibu untuk
dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Beberapa pendapat tentang
persalinan:
a. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Sujiyati et all,
2009).
b. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya servik, dan janin turun
kedalam jalan lahir (Nurul, 2011).
2. Ketuba Pecah Dini (KPD)
Istilah ini digunakan untuk pecahnya selaput ketuban secara spontan selama
kehamilan 37 minggu dan sebelum terjadinya proses persalinan. Insidensi
ketuba pecah dini (KPD) pada kehamilan aterm dan preterm bervariasi 1-8%
dari seluruh kehamilan. Beberapa istilah ketuban pecah dini adalah :
a. Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi
Rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (periode laten) ( Yulaikhah,
2009).
b. Ketuban Pecah Dini adalah bila ketuban telah pecah sebelum mencapai
pembukaan 5 cm (Prawirohardjo, 2005)
c. Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban dapat terjadi
pada kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Saifuddin, 2002).
d. Ketuban Pecah Dini (KPD) atau sering disebut dengan
Spontanneous/eraly/Premature Rupture Of The Membrane (PROM)
adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada
primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm (Moctar,
1998)
e. Ketuban Pecah Dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadinya pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Sujiyatini et all,
2009)
B. Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD namun penyebabnya masih belum
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan meyebutkan
factor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun yang paling berperan sulit
untuk diketahui. Kemungkinan yang menjadi factor presdisposisi adalah :
1. Infeksi
Infeksi terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun pada asenderen dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bias menyebabkan terjadinya KPD. Para
Ahli Obstetric telah lama memperdebatkan ada atau tidaknya infeksi intrauterine
merupakan penyebab atau merupakan akibat dari KPD. Terdapat bukti tidak
langsung bahwa infeksi saluran genital menjadi pencetus pecahnya selaput ketuban
pada hewan percobaan dan manusia. Infeksi intaruerin adalah infeksi yang terjadi
dalam masa persalinan atau in partu disebut juga dengan Korioamnionnitis karena
ini berhubunangan dengan janin. Infeksi intrauterine menjadi presdisposisi
pecahnya selaput ketuban melalui beberapa mekanisme, semuanya menyebabkan
degradasi dari matriks ekstraselular. Beberapa organisme yang biasanya terdapat
dalam flora vagina, termasuk streptococcus group B, staphylococcus auresus,
trichomonas vaginalis, dan bakteri penyebab vaginosis bakterialis akan
menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan melemahkan
selaput ketuban (Krisnadi et all, 2009).
2. Hormon
Progesterone dan estradiol dapat menekan proses remodeling matriks ekstraselular
pada jaringan reproduktif. Kedua hormone tersebut meningkatkan konsentrasi
MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan inhibitor jaringan metaloptreinase pada
fibrolasserviks kelinci. Progesterone dosis tinggi menurunkan produksi kolagen
pada babi hamil. Relaksin merupakan suatu hormone protein yang mengatur
remodeling jaringan ikat, dihasilkan wears local oleh desidua dan plasenta dan
melawan efek inhibisi dari astradiol dan progesterone dengan meningkatkan
ekspresi MMP-3 dan MMP-9 dalam selaput ketuban manusia. Ekspresi gen
relaksin meningkat sebelum proses persalinan aterm pada selaput ketuban janin
manusia (Krisnadi et all, 2009).
3. Apoptosis
Apoptosis adalah suatu bentuk kematian sel yang fisiologis yang tergantung pada
eksprei protein intraseluler dan ekstraselular. Apoptosis merupaka istilah yang
manyatakan kematian sel terpogram. Apoptosis telah diketahui pada prose
remodeling berbagai jaringan reproduktif, termasuk pada serviks dan uterus.
Selaput ketuban dan korion manusia diperoleh pada kehamilan aterm setelah pecah
sebelum waktunya mengandung banyak sel apoptosis didaerah berdekatan dengan
raptor didaerah lain dari selaput ketuban. Oleh karena itu, pada kasus
korioamnionitis, apoptosis sel selaput ketubansering terlihat berdekatan dengan sel
garnulosit. Di duga bahwa respon imunologi ibu dapat mempercepat apoptosis
pada selaput ketuban. Apoptosis merupaka istilah yang dinyatakan kematian sel
terprogram. Apoptosis memegang peran penting dalam pembunuhan dan
perkembangan sel mamalia. Apoptosis juga merupakan suatu cara untuk
membersihkan sel yang rusak di dalam tubuh mamalia. Perubahan genetic yang
melibatkan sel dan jaringan sering menghasilkan apoptosis yang berlebihan.
Kadang-kadang perubahan genetic dalam proses pertumbuhan proses pertumbuhan
sel sering menurunkan kemampuan sel membunuh sel secara apoptosis atau
sebaliknya. Oleh karena itu, regulasi Pathway apoptosis perlu diselidiki, karena
sangat penting untuk menyiapkan stategi pengobatan.
4. Reganangan Selaput Ketuban Berlebihan
Peregangan uterus yang berlebihan seperti pada polihidramnion, kehamilan ganda
dan berat badan bayi besar (trauma) dapat meyebabkan regangan selaput ketuban
dan meningkatkan resiko KPD. Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah
air ketuban melebihi 2000 cc. penambahan air ketuban bertambah karena cairan
masuk kedalam amnion. Misalnya air kencing anak atau cairan otak pada
Anencepalus. Factor etiologi hiramnion belum jelas namun pada factor-faktor yang
mempengaruhi terjadinnya hidramnion seperti penyakit jantun, nefrititis, edema,
diabetes mellitus, malnutrisi. Pada pemeriksaan kelihatan perut sangat buncit dan
tegang, kulit perut kelihatan berkilat.
5. Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh kelainan
pada sevik uteri (akibat perslianan, curettage). Sebelum persalinan selalu terjadi
perubahan seviks. Ternyata perubahan panjang dan dilatasi serviks telah terlihat 3-
4 minggu sebelum persalinan. Dilatasi 1 dan dilatasi serviks berhubungan dengan
kenaikan kejadian premature sebesar 2 kali. Mortensen, dkk, mengamati
perubahan seviks pada usia 24, 28, dan 32 minggu pada kelompok resiko rendah
dan resiko tinggi.

C. Patofiologis Ketuban Pecah Dini


Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
korion yang sangat erat kaitannya, lapisan ini terdiri dari beberapa sel, sel
mesenkim dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput
ketuban berfungsi sebagai penghasil air ketuban dan melindungi janin dari
infeksi (Prawirohardjo, 2010). Pecahnya selaput ketuban sewaktu inpartu
merupakan kelemahan secara umum akibat kontraksi uterus dan tegangan
yang berulang-ulang. Kekuatan reganagan selaput ketuban berkurang pada
preparat histology yang diperoleh setelah inpartu dibandingkan dengan yang
diperoleh dari persalinan sesar tanpa inpartu. Kelemahan umum selaput
ketuban lebih sulit ditentukan antara KPD dan selaput ketuban yang
dipecahkan secara buatan selama proses persalinan (Yulaikhah, 2008).
Selaput ketuban yang pecah sebelum waktunya, lebih sering tampak
hanya kelemahan local saja dari kelemahan umum. Daerah disisi dekat rupture
disebut “daerah retriksi” yang ditandai oleh daerah pembengkakan dan
kerusakan fibrin jaringan kolagen antara jaringan padat, fibroblast, dan lapisan
spongiosa. Oleh karena daerah ini tidak termasuk dalam daerah sisi rupture,
daerah ini dapat muncul sebelum selaput ketuban pecah dan menjadi titik awal
pecahnya selaput ketuban.
Agar kekuatan regangan tetap terpelihara, harus melibatkan
keseimbangan antara sintesis dan degradasi dari komponen matriks
ekstraselular. Diduga bahwa perubahan selaput ketuban, termasuk penurunan
kandungan kolagen, striktur kolagen yang berubah dan meningkatkan ekspresi
kolagenolitik berhubungan KPD. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat
kurangnya jaringan ikat dan vaskilaritas. Jika terjadi pembukaan serviks,
selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air
ketuban.

D. Komplikasi Ketuban Pecah Dini


1. Infeksi Inpartum (Koriaomnionitis)
a. Pengertian Koriaomnionitis
Infeksi inpartum (IIP) ialah suatu keadaan infeksi yang terjadi pada masa
persalinan atau inpartu atau sering disebut dengan Koriaomnionitis karena
infeksi ini berhubungan dengan selaput janin. Pecahnya ketuban
menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan
dunia luar yang bias terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudia ke ruang
intraamnion, mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi
intrauterine menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal) (manuaba,
2007).
b. Diagnosis Koriaomnionitis
a) Febris diatas 38 derajat celcius
b) Ibu takikardi (>100 denyut per menit)
c) Fetal takikardia (>160 denyut per menit)
d) Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus
e) Cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau
f) Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)
g) Pemeriksaan penunjang lainnya : leukosit seterase (+) (hasil degradasi
leukosit, normal negative), pemeriksaan Gram, kultur darah
c. Komplikasi Korioamionitis
a) Komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas myometrium
(distosia, atonia), sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion
memiliki vaskularisasi sangat banyak), dapat terjadi syok septik
sampai kematian ibu
b) Komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian
janin
2. Persalinan Preterm
Satu dari komplikasi yang sering terjadi pada ketuban pecah dini
adalah persalinan preterm. Periode laten umumnnya berbanding terbalik
dengan usia kehamilan pada saat timbulnya KPD. Jika KPD timbul terlalu
dini, janin yang bertahan hidup akan dapat berkembang dengan gejala sisa
seperti malpersentasi, kompresi tali pusat, oligohidromnon, enterocolitis
nekrotikon, kelainan neurologi, hemoragia intraventricular, dan sindroma
gawat nafas.
3. Prolapse Tali Pusat
Prolapse tali pusat, bias sampai gawat janin dan kematian janin akibat
hipoksia (sering terjadi pada persentasi bokong atau letak lintang). Ada
beberapa kasus terjadi air ketuban pecah diikuti keluarnya tali pusat bayi,
kondisi ini sangat berbahaya. Oleh karena itu bila ketuban pecah segera naik
ke atas tempat tidur atau minimal lakukan posisi berbaring jangan berdiri atau
malah jalan-jalan. Tali pusar ini bias ikut keluar bila bagian terbawah bayi
yang mendekati panggul beum masuk, sehingga ada rongga atau celahyang
memungkinkan tali pusar ini bisa terdorong keluar. Bila mengalami kejadian
ini jangan sekali kali menarik atau mencoba memasukkan tali pusar. Segera
bawa ke dokter atau klinik atau bidan terdekat dan bagian panggul ibu di
tinggikan dengan bantal (Manuaba, 2009).
4. Oligohidramnion
Air ketuban memiliki beberapa peranan yang penting diantaranya
melindungi bayi dari trauma, terjepitnya tali pusat, menjaga kestabilan suhu
dalam Rahim, melindungi dari infeksi, membuat bayi bisa bergerak sehingga
otot-ototnya berkembang dengan baik serta membantu perkembangan saluran
cerna dan paru janin. KPD dapat meyebabkan oligohidramnion dan dalam
jangka panjang kejadian ini dapat meyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi
pertumbuhan dan perkembangan janin. KPD dapat menyebabkan
oligohidramnion dan dalam jangka panjang kejadian ini dapat menyebabkan
hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.

E. Tanda dan Gejala Ketuban Pecah Dini


Gejala utama ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan ketuban secara spontan
dengan atau tanpa disertai rasa mules (Nugroho, 2010). Gejala utama dapat di
rinci lagi sebagai berikut :
1. Cairan dapat merembes atau keluar sedikit-dikit atau sekaligus banyak melalui
vagina
2. Cairan dapat keluar saat tidur, duduk, atau pada saat ada aktivitas seperti
jalan, berdiri atau mengejan
3. Cairan dapat berwarna putih keruh, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda terjadinya
infeksi (Nugroho, 2010)
Gejala dan Tanda Selalu Ada Gejala dengan Tanda Kadang-Kadang ada
Keluar cairan ketuban Ketuban pecah tiba-tiba
Cairan tanpak di introitus
Tidak his dalam 1 jam
Cairan vagina berbau Riwayat keluarnya cairan
Demam/menggigil Uterus nyeri
Nyeri perut Denyut jantung janin cepat
Perdarahan pervaginam sedikit
cairan vagina berbau Gatal
tidak ada riwayat ketuban pecah dini Keputihan
Nyeri perut
Dysuria
Cairan vagina berdarah Nyeri perut
Gerak janin berkurang
Perdarahan banyak
cairan berupa darah lendir Pembukaan dan pendataran serviks
Ada his
Sumber : Sarwono, 2002

F. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola PKD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayinya. Kasus KPD yang cukup bulan, kalu segera
mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar dan kalu menunggu
persalinan spintan akan menaikkan insidensi korioamnionitis.
Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS
dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan yang kurang buan perlu
evaluasi hati-hati untuk menetukan waktu optimal untuk persalinan (Sujiyatini et all,
2009).
1. Penanganan pada ketuban pecah dini berdasarkan umur kehamilan
a. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm ( > 37 minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Pada hakekatnya kulit ketuban pecah
akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Pada hakekatnya kulit
ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar
70-80% kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah
kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada
tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan dan bila gagal
dilakukan bedah Caesar.
Pemberian antibiotic profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu dengan
tujuan profilaksis lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses
persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Antibiotic yang dapat
diberikan pada kehamilan ini adalah seperti pada studi penggunaan obat yang
dilakukan oleh National Institute Of Child Health dan Human Development
menggunakan kombinasi intravena ampisilin 2 g dan eritromisin 250 mg
setiap 6 jam selama 48 jam, di ikuti dengan amoksilin 250 mg dan 333mg
setiap 8 jam selam 5 hari. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif
(indukisi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan
alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan
mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko
dan trauma obstetric karena partus tindakan dapat dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalanya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan
menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat).
b. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm ( <37 minggu )
Pada kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi pengelolaannya bersifat koservatif disertai pemberian
antibiotic yang adekuat sebagai profiksi. Pemderita perlu dirawat dirumah
sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic
agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan
paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut
muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa
memandang umur kehamilan.
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, rupture uteri, emboli air
ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedah besar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan,
tindakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi
intrauterine tetapi seyogianya ada indikasi obstetric yang lain, misalnya
kelainan letak, gwat janin, partus tak maju, dll. Selain komplikasi-komplikasi
yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif
juga dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan
pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah
menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterine.
Sikap konservatif meliputi pemerikasaan leukosit darah te[I tiap hari,
pemerikasaan tanda-tanda vital terutama temperature setiap 4 jam,
pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotic mulai saat diagnosis
ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.
Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara
pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institute Of Health
(NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD
pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramnion. Sedian
terdiri atas betamatason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam ataua
dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
G. Karakteristik Ibu
1. Umur Ibu
Usia adalah waktu yang telah dilalui oleh individu sejak lahir hingga waktu
tertentu. Usia dapat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini, dimana
secara teoritis sebagai salah satu bentuk penyulit kehamilan dalam kurun
waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah usia 20-30 tahun. Ketuban pecah dini sering terjadin pada
kelompok umur > 35 tahun dimana fungsi alat reproduksi mengalami
penurunan dalam menerima buah kehamilan.
2. Pekerjaan
Pekerjaan adalah gambaran pekerjaan ibu yang dapat memberikan tamabahan
penghasilan dalam menunjang kebutuhan sehari-hari kemampuan seseorang
dalam melakukan pekerjaan seseorang dengan yang lain, meskipun
pendidikan dan pengalaman yang sama. Ketuban pecah dini dapat
mengakibatkan kejadian persalinan premature. Persalinan dengan ketuban
pecah dini lebih rendah pada ibu hamil dimana dapat meningkat karena
kelelahan fisik atau stress yang timbul akibat pekerjaannya jenis pekerjaan
yang berpengaruh terhadap peningkatannya karena bekerja terlalu lam,
pekerjaan fisik yang berat dan pekerjaan yang dapat menimbulkan stress. Pada
penelitian yang dilakukan Newman dkk, menyatakan bahwa peningkatan
terhadap kejadian ketuban pecah dini pada meraka yang pekerjaannya
melelahkan yang diukur berdasarkan 5 indikator yakni postur, kerja dipabrik,
pekerjaan fisik, stress mental dan stress lingkungan. Pekerjaan ibu adalah :
1) Pekerjaan berat (PNS, Waraswasta,Petani)
2) Pekerjaan tidak berat (IRT)
3. Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh ibu termasuk meninggal.
Sesuai dengan teori mengungkapkan bahwa semakin sering ibu melahirkan
maka resiko terjadinya ketuban pecah dini akan semakin besar. Dimana kita
ketahui semakin sering ibu melahirkan makan selaput ketuban akan semakin
lemah akibat berkurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Hal ini merupakan
salah satu mekanisme terjadinya selaput ketuban pecah dini. Hal ini sering
terjadi pada grande multipara.
4. Umur Kehamilan
Usia kehamilan adalah usia tuanya kehamilan yang di hitung sejak pertama
haid terakhir yang dihitung dalam minggu/bulan. Insiden ketuban pecah dini
(KPD) pada kehamilan preterm, aterm, dan midtrimester bervariasi 1-8% dari
seluruh kehamilan. Satu dari komplikasi yang sering terjadi pada ketuban
pecah dini adalah persalinan preterm. Periode laten umumnya berbanding
terbalik dengan usia kehamilan pada saat timbulnya KPD. Misalnya wanita
hamil aterm yang mengalami KPD, 95% akan melahirkan dalam waktu 1
minggu, dan 22% memiliki periode laten selama 4 minggu.
5. Cara Bersalin
Cara bersalin adalah suatu tindakan yang dilakukan pada suatu persalinan
dimana bentuk persalinan berdasarkan defenisi adalah:
a. Persalinan spontan : bila seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri
b. Persalinan buatan : bila persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga
dari luar seperti Ekstraksi Forcep/Vakum/SC
c. Penrsalinan anjungan : bila kekutan yang diperlukan untuk persalinan di
timbulkan dari luar dengan jalan pemberian rangsangan
Pada kejadian ketuban pecah dini cara bersalin sesuai umur kehamilan ibu
dumana kasus KPD yang cukup bulan, kalua segera mengakhiri kehamilan
akan menaikan insidensi bedah sesar dan kalua menunggu persalinan spontan
akan menaikan insidensi korioamnionitis.

H. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dari karakteristik ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini adalah :

Cara bersalin:
Ketuban Pecah Dini (KPD)
- Persalinan spontan
- Persalinan buatan (SC)

Karakteritik :

- Umur
- Pekerjaan
- Usia kehamilan
- Gravida
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu untuk mengetahui karakteristik ibu
bersalin yang mengalami ketuban pecah dini di RS HKBP Balige yang dengan
menggunakan data sekunder dari Medical Record RS HKBP Balige Tahun 2010.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Rumas Sakit HKBP Balige
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai bulan April sampai bulan Juli Tahun 2011

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah jumlah ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini
(KPD) tahun 2010 sebanyak 56 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian adalah seluruh populasi jadi yaitu 56 orang

D. Metode Pengambilan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu dalam
bentuk dokumentasi yang bersumber dari Medical Record Rumah Sakit Swasta
HKBP Balige Tahun 2010.

E. Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk merubah data mentah menjadi bentuk data
yang mudah di sajikan sehingga dapat di mengerti dan di analisa. Adapun
langkah-;angkah yang digunakan dalam tahap pengolahan data antara lain
berikut :
a. Editing
Proses editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data-
data yang telah terkumpul sehingga terjadi kesalahan dalam pengumpulan
data. Apabilan ada kesalhan akan dilakukan pendataan ulang.
b. Coding
Coding merupakan pemberian kode numeric ( angka ) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisa data.
c. Tabulating
Memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master table,
kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana
2. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data yang
telah dikumpul dan disajikan kedalam tabel distribusi frekuensi kemudian
data di analisa. Data yang tela di tabulasi dianalisa dengan menghitung
persentase masing-masing variable dengan menggunakan rumus :
𝑓
𝑃 = 𝑋 100 %
n

Keterangan :
P = persentase
F = frekuensi kejadian berdasarkan hasil penelitian yang dikategorikan
n = jumlah sampel

F. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah langkah atau konsep yang di jabarkan dalam bentuk
variable penelitian agar variable tersebut mudah dipahami, diukur atau diamati
terhadap suatu objek atau fenomena yang di buat dalam bentuk defenisi
operasional ( Suyanto, 2009).
Defenisi operasional mendefenisikan variable secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati. Secara operasional variable tersebut di defenisikan
sebagai berikut :
1. Karakteristik ketuban pecah dini yang di teliti dalma penelitian ini adalah
imur, paritas, pekerjaan, usia kehamilan, dan cara bersalin,
2. Umur
Jumlah usia ibu dalam tahun sejak lahir sampai dengan saat ibu mengalmi
pecah ketuban pecah dini yang sesuai yang tercatat di rekam medis
a. Umur < 20 tahun
b. Umur <20-35 tahun
c. Umur > 35 tahun
3. Pek
4. erjaan
Pekerjaan adalah dilakukan atau diusahakan oleh ibu yang memenuhi
kebutuhannya sampai saat ibu mengalami ketuban pecah dini yang
dikategorikan atas :
a. Pekerjaan berat (PNS, Wiraswasta, Petani)
b. Pekerjaan tidak berat (IRT)
5. Usia kehamilan
Usia kehamilan adalah usia tuanya kehamilan yang dihitung sejak pertama
haid yang dihitung dalam minggu/ bulan sampai saat ibu mengalami ketuban
pecah dini.
a. Aterm : persalonan yang cukup umur dengan usia kehamilan > 37 minggu
b. Premature : [ersalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau
berat badan bayi kurang dari 2500 gram
c. Posterm : umur kehamilan lebih bulan dengan > 42 minggu
6. Paritas adalah berapa kali ibu bersalin baik kelahiran hidup dan kelahiran mati
sampai saat ibu mengalami ketuban pecah dini. Dalam penelitina ini paritas
dikategorikan :
a. Primipara : ibu melahirkan satu kali
b. Secundipara : ibu melahirkan dua kali
c. Multipara : ibu melahirka tiga sampai lima kali
d. Grandemultipra : ibu melahirkan lebih dari 5 kali
7. Cara bersalin
Pada penelitian yang dilakukan di RS HKBP Balige tentang tercatatnya dalam
data-data yang diperoleh bahwa cara persalinan terbagi atas :
a. Persalinan spontan : bila seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan
ibu sendiri
b. Persalinan buatan : bila persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga
dari luar seperti Sectio Sesarea

G. Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan
April Mei Juni Juli Agustus September
1 Pengajuan judul
2 Studi awal
3 Pembuatan proposal
4 Ujian proposal
5 Penelitian lapangan
6 Penyajian hasil
7 Penyusunan laporan
8 Ujian
9 Penyempurnaan
10 Penjilidan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Berdasarkan hasil pengumpulan data sekunder dari januari sampai desember 2010
yang dilakukan di Rumah Sakit HKBP Balige tentang karakter ibu bersalin yang
mengalami ketuban pecah dini sebanyak 56 orang dilakukan pengolahan data yang
disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Umur Ibu di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
No Umur Ibu Jumlah
F %
1 < 20 tahun 1 orang 1,8
2 20-35 tahun 48 orang 85,7
3  35 tahun 7 orang 12,5
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini yang lebih banyak pada usia 20-35tahun yaitu sebanyak 48 orang (85,7%)
sedangkan pada ibu yang berusia <20 tahun sebanyak 1 orang (1,8%) dan pada ibu
yang berusia >35 tahun 7 orang (12,5%).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Pekerjaan Ibu Di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
No Pekerjaan Ibu Jumlah
F %
1 Berat 41 orang 73,2
2 Tidak Berat 15 orang 26,8
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini yang paling banyak pada pekerjaan petani yaitu sebanyak 17 orang
(30,35%) sedangkan pada pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) adalah sebanyak 15
orang (26,8%) dan pekerjaan PNS adalah sebanyak 13 orang (23,21%), dan pada
pekerjaan Wiraswasta adalah sebanyak 11 orang (19,64%).

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Umur Kehamilan Ibu Di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun
2010
No Umur Kehamilan Ibu Jumlah
F %
1 Preterm ( < 37 minggu ) 22 orang 39,3
2 Aterm ( < 37 minggu ) 31 orang 55, 35
3 Posterm ( > 42 minggu ) 3 orang 5,35
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini yang paling banyak pada umur kehamilan yang aterm yaitu sebanyak 31
orang (55,35%) sedangkan pada umur kehamilan yang preterm yaitu 22 orang
(39,3%) dan pada umur kehamilan postdate sebanyak 3 orang (5,35%).

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Jumlah Gravida Ibu Di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun
2010
No Jumlah Gravida Jumlah
F %
1 Primigravida 45 orang 80,35
2 Secundigravida 6 orang 10,7
3 Multigravida 3 orang 5,35
4 Grandemultigravida 2 orang 3,6
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa bersalin yang mengalami ketuban pecah
dini yang paling banyak adalah pada primigravida yaitu 45 orang (80,35%),
sedangkan pada secundigravida yaitu 6 orang (10,7%), dan pada multigravida yaitu 3
orang (5,35%), dan pada grandemulitigravida yaitu 2 orang (3,6%).

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini
(KPD) Berdasarkan Cara Bersalin Ibu Di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun
2010
No Cara Bersalin Jumlah
F %
1 Partus Spontan 6 orang 10,7
2 Partus Buatan (SC) 50 orang 89,3
Jumlah 56 orang 100
Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini yang paling banyak cara bersalin dengan menggunakan partus buatan atau
dengan section sesarea yaitu sebanyak 50 orang (89,3%) sedangkan cara bersalin
dengan partus spontan yaitu sebanyak 6 orang (10,7%).

B. Pembahasan
1. Karakteristik Ibu Bersalin yang Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Umur
Ibu

Gambar 1

usia 20 - 35 tahun
usia < 20 tahun
usia > 35 tahun

Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010

Berdasarkan gambaran hasil penelitian di dapat bahwa kejadian ketuban pecah


dini dari 717 persalinan di dapat 56 kasus ketuban pecah dini. Dari diagram di atas
dapat di peroleh bahwa dengan angka kejadian kehamilan ketuban pecah dini
tertinggi pada usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 48 orang (85,7%) dan lebih rendah
pada umur < 20 tahun sebanyak 1 orang (1,8%).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Yuliana Liray Laing
pada tahun 2010 di RS Immanuel diman usia yang paling banyak mengalami ketuban
pecah dini yaitu pada usia 20-35 tahun sebanyak 51,9%.

Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan
di Rumah Sakit Swadana Tarutung tahun 2005 dimana ibu bersalin yang paling
banyak mengalami ketuban pecah dini berdasarkan umur yaitu pada umur 36-40
tahun 7 kasus (35%). Kondisi ini sesuai dengan teori Sarwono (2004) dimana
kelompok usia > 35 tahun akan meningkatkan resiko terjadinya ketuban pecah dini
dimana usia yang semakin tinggi akan cenderung mempengaruhi terjadinya ketuban
pecah dini dimana fungsi alat reproduksi mengalami penurunan untuk menerima buah
kehamilan. Salah satu pengaruh usia terhadap kehamilan yaitu servik inkompeten.
Dimana konsistensi serviks untuk menerima buah kehamilan semakin melemah dan
juga hormone yang berfungsi mempengaruhi kehamilan semakin menurun akibat usia
yang semakin tinggi.

2. Karakteristik Ibu Bersalin yang Ketuban Pecah Dini Berdasarkan


Pekerjaan Ibu

Gambar 2

Berat
Tidak Berat

Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa jumlah kasus ketuban pecah dini
terbanyak pada ibu dengan pekerjaan sebagai petani sebanyak 73,2% ini di sebabkan
karena pekerjaan sebagai petani sangat terpengaruh terhadap kejadian ketuban pecah
dini dimana semakin berat jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang ibu dapat
mengakibatkan trauma pada kehamilannya dan sebagai pemicu robeknya pada selaput
ketuban hingga menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan di
Rumah Sakit Swadana Tarutung tahun 2005 dimana dari 20 orang yang paling
banyak mengalami ketuban pecah dini berdasarkan pekerjaan yaitu pada pekerjaan
petani yaitu 12 orang kasus (60%) dimana semakin berat pekerjaan yang dilakukan
oleh seorang ibu dapat meningkatkan kejadian ketuban pecah dini.

Hal ini sesuai dengan teori Newman et all menyatakan bahwa pekerjaan sangat
mempengaruhi terjadinya peningkatkan kejadian ketuban pecah dini dimana semakin
beratnya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh seorang ibu dapat mengakibatkan
trauma pada kehamilannya dan sebagai pemicu robeknya pada jaringan selaput
ketuban hingga menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.

3. Karakteristik Ibu Bersalin yang Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Umur


Kehamilan Ibu

Gambar 3

Aterm
preterm
Posterm

Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP Tahun 2010

Dari diagram di atas dapat kita lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban
pecah dini di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010 berdasarkan umur kehamilan
yang paling banyak pada umur kehamilan aterm yaitu sebanyak 31 orang (56%) hal
ini desebabkan oleh karena frekuensi his yang semakin banyak dan kuat sehingga
dapat mengakibatkan kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan aterm dapat
emningkat.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan di
Rumah Sakit Swadana Tarutung tahun 2005 dimana yang paling banyak mengalami
ketuban pecah dini pada usia kehamilan aterm yaitu 37-40 minggu sebanyak 15 kasus
(75%).

Dari hasil data di atas bahwa usia kehamilan dapat mempengaruhi ketuban pecah
dini. Dalam Buku Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2002) mengataka
bahwa ketuban pecah dini biasanya di mulai pada usia kehamilan 22 minggu sampai
aterm.

4. Karakteristik Ibu Bersalin yang Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Jumlah


Paritas Ibu

Gambar 4

Primigravida
Secungravida
Multigravida
Grandemultigravida

Sumber : Medical Record Rumah Sakit HKBP BAlige Tahun 2010

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit HKBP BAlige Tahun 2010
bahwa ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini lebih banyak pada
primigravida yaitu sebanyak 45 orang (80%) dana paling sedikit pada
grandemultigravida sebanyak 2 orang (4%) hal ini disebabkan karena ibu
primigravida belum mengetahui tanda-tanda air ketuban sehingga kejadian infeksi
intrapartum pada ibu meningkat.

Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan di
Rumah Sakit Swadana Tarutung Tahun 2005 dari 20 orang yang mangalami ketuban
pecah dini yang paling banyak pada grandemultigravida 40% ini deisebabkan karena
frekuensi ibu melahirkan yang dapat meningkatkan terjadinya ketuban pecah dini.

Hal ini tidak sesuai dengan teori Manuaba yang menyatakan bahwa semakin
sering ibu melahirkan maka resiko terjadinya ketuban pecah dini akan semakin
meningkat diakibatkan selaput ketuban akan semakin melemah akibat berkurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasi dimana kita ketahui lemahnya selaput ketuban akibat
berkurangnya fungsi jaringan ikat dan vaskularisasi merupakan salah satu factor
karakteristik pada ketuban pecah dini.

5. Karakteristik Ibu Bersalin yang Ketuban Pecah Dini Berdasarkan Cara


Bersalin Ibu

Gambar 5

PSP
SC

Sumber : Medical Record Rumah Sakit Tahun 2010

Dari gambar 5 di atas dapat kita lihat bahwa ibu bersalin yang mengalami
ketuban pecah dini di Rumah Sakit HKBP Balige Tahun 2010 berdasarkan car
bersalin yang mangalami paling banyak adalah partus buatan atau SC yaitu sebanyak
50 orang (89%). Hal ini sesuai dengan kejadian di Rumah Sakit Swadana Tarurung
pada tahun 2005 dimana ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini yang paling
banyak dilakukan dengan dengan cara bersalin dengan secti sesarea 88,2% sedangkan
partus spontan sebanyak 6 orang ini dei sebabkan karena pada penatalaksanaan
ketuban pecah dini di lihat dari umur kehamilan ibu dimana apabila umur kehamilan
ibu > 37 minggu dan belum ada tanda-tanda persalinana kita dapat menunggu sampai
24 jam dan kita melakukan penginduksian dan apabila induksi berhasil maka dapat
dilakukan partus spontan.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Deliana Panjaitan di
Rumah Sakit Swadana Tarutung tahun 2005 dimana dari 20 kasus ketuban pecah dini
yang paling banyak dilakukan dengan cara bersalin section sesarea yaitu sebanyak 12
(60%).

Hal ini sesuai dengan teori Krisnadi et all bahwa ada kejadian ketuban pecah dini
kalua tidak segera dilakukan secti sesarea akan meningkatkan insidensi
korioamnionitis (infeksi intrapartum).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian di Rumah Sakit HKBP BAlige dengan
Karakteristik Ibu Bersalin yang Mengalami Ketuban Pecah Dini Tahun 2010, maka
dari hasil penelitian yang telah diperoleh dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang ketuban pecah dini (KPD) dari 56
orang ibu yang mengalami ketuban pecah dini yangpaling banyak mengalami
ketuban pecah dini berdasarkan umur adalah ibu yang berusia 20-35 tahun
sebanyak 45 orang (85,7%).
2. Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang karakteristik ibu yang mengalami
ketuban pecah dini (KPD) berdasarkan pekerjaan adalah ibu yang pekerjaannya
petani yaitu sebanyak 17 orang (30,35%).
3. Dari 56 orang ibu yang mengalami ketuban pecah dini yang paling banyak pada
umur kehamilan yang aterm.
4. Angka kejadian ketuabn pecah dini (KPD) paling banyak di alami ibu dengan
kehamilan primigravida yaitu 45 orang (80,35%).
5. Dari 56 orang yang mengalami ketuban pecah dini yang paling banyak dilakukan
cara bersalin yaitu dengan partus buatan yaitu dengan cara section sesarea yaitu
sebanyak 50 orang (89,3%).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penulis menyarankan beberapa sebagai
berikut :
1. Di anjurkan pada ibu hamil untuk melakukan periksa kehamilan minimal 4 kali
selama kehamilan sehingga komplikasi selama kehamilan dapat segera teratasi
khususnya komplikasi yang berhubungan dengan Ketuban Pecah Dini
2. Di anjurkan kepada ibu hamil supaya tidak melakukan aktivitas yang dapat
melelahkan fisik ibu dan juga untuk tidak banyak pikiran untuk mecegah stress
pada ibu yang dapat menyebabkan kasus ketuban pecah dini.
3. Di anjurkan kepada petugas kesehatan khususnya Bidan apabila mendapat kasus
ketuban pecah dini segera merujuk pasien ke Rumah Sakit.
4. Menganjurkan pada ibu hamil apabila mendapat tanda-tanda ketuban pecah dini
segera ke petugas kesehatan.
DAFTA PUSTAKA

Baety, A. 2011. Biologi Reproduksi Kehamilan dan Persalinan. Graha Ilmu.


Yogyakarta.

http://www.depkes.go.id.2009 Angka Kematian di Indonesia

http://www.kesehatan.hotma.go.id.ed.maret.2010. Gambaran Ketuban Pecah Dini di


Rumah Sakit

http://etd.eprintis.ums.ac.id/.2006. Hubungan Lama Masa Laten Ketuban Pecah Dini


dengan Morbiditas Perinatal.

Krisnadi, S. 2009. Prematuritas. Refika Aditama. Bandung.

Kumala, P. 1998. Kamus Kedokteran Dorland. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Liu, D. 2008. Manual Persalinan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Manuaba, Gde. 2007. Buku Ajar Patologi Obstetri. BUku Kedokteran EGC. Jakarta

------------. 2009. Obstetri dan Patologi Kebidanan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

------------. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana


Untuk Pendidikan Bidan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Moctar, R. 2002. Sinopsis Obstetri. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri. Muka Medika. Yogyakarta

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Ketiga. Rineka


Cipta. Jakarta

-----------. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Cetakan Pertama. Rineka
Cipta. Jakarta

Prawirohardjo, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


Jakarta

-----------. 2006. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

----------. 2010. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta


Saifuddin, A. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

Sujiyatini et all. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika. Yoyakarta

Yulaikhah, L. 2008. Seri Asuhan Kehamilan. BUku Kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai