Peritonitis Tuberkulosis
Oleh:
dr. Elfath Rahmaweny
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta
inayah-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Kasus yang berjudul “Peritonitis
Tuberculosa” ini dapat terselesaikan sesuai harapan.
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Internship
serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai permasalahan di bidang
penyakit khususnya Peritonitis Tuberculosa. Penyusun menyampaikan terima
kasih kepada pembimbing kami, dr. Tafsil, Sp.P dan pembimbing Internship dr.
Ade Fitrah serta teman-teman sejawat lainnya atas segenap waktu, tenaga dan
pikiran yang telah diberikan kepada kami selama proses pembuatan laporan kasus
ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini belumlah sempurna. Untuk itu,
saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas
saran dan kritik pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar .........................................................................................................i
Daftar Isi .................................................................................................................ii
BAB I : Pendahuluan
Rumusan masalah ....................................................................................................1
Tujuan.......................................................................................................................1
Manfaat....................................................................................................................2
BAB II : Status Penderita
Identitas Penderita....................................................................................................6
Anamnesa.................................................................................................................6
Anamnesa Sistem.....................................................................................................6
Pemeriksaan Fisik....................................................................................................7
Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................12
Resume...................................................................................................................13
Diagnosis................................................................................................................14
Penatalaksanaan.....................................................................................................16
BAB III : Tinjauan Pustaka
Anatomi .................................................................................................................17
Peritonitis tuberculosa……………………………………….………………….,.20
BAB VI : Penutup
Kesimpulan ...........................................................................................................26
Saran ……………………………………………………………………………..26
Daftar Pustaka.........................................................................................................27
BAB I
3
1.1. Pendahuluan
Menurut WHO, angka kejadian tuberkulosis paru di seluruh dunia
diperkirakan mencapai 1,9 miliar manusia, atau sepertiga jumlah penduduk
dunia. Di Indonesia, diperkirakan jumlah penderita tuberkulosis mencapai
550.000 orang per tahun. Peritonitis tuberkulosa yang biasanya diderita oleh
wanita muda, ditemukan pada 0,1-3,5% penderita tuberkulosis paru. Gejala
klinik peritonitis tuberkulosa biasanya berupa anoreksia dan pembesaran perut
akibat asites. Demam, penurunan berat badan, nyeri perut kronik, serta diare
sering ditemukan pada penderita peritonitis tuberkulosa Pemeriksaan fisik
penderita peritonitis tuberkulosa tergantung pada tipenya.
Ada tiga macam peritonitis tuberkulosa, yakni: Tipe eksudatif (tipe basah)
Tipe adesif (tipe kering) Tipe fiksasi fibrotik Pada tipe basah, ditemukan pekak
alih yang menandakan asites. Pada tipe kering, ditemukan perabaan seperti
adonan kue (doughy abdomen), Sedangkan pada tipe fiksasi fibrotik, ditemukan
massa saat palpasi abdomen yang berasal dari bersatunya beberapa lengkung
usus akibat perlengketan/fibrosis. Gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium pada penderita peritonitis tuberkulosa tidaklah khas. Oleh karena
itu, diagnosis peritonitis tuberkulosa sulit ditegakkan tanpa pemeriksaan
penunjang yang invasif. Laparoskopi direk dan biopsi peritoneum sering
diperlukan untuk menegakan diagnosis pasti dari peritonitis tuberkulosa. Terapi
peritonitis tuberkulosa meliputi: rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
etambutol selama dua bulan pertama, diikuti dengan rifampisin dan isoniazid
selama tujuh bulan berikutnya. Steroid ditambahkan untuk mencegah
perlengketan antara usus.
4
Bagaimana aspek epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis,
penegakan diagnosa, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita peritonitis
tuberculosa?
1.3. Tujuan
Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, gambaran klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta
prognosis dari penderita peritonitis tuberkulosa.
1.4. Manfaat
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan
mengenai epidemiologi, etiologi, gambaran klinis, patofisiologi, penegakan
diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita peritonitis
tuberkulosa.
BAB II
5
STATUS PASIEN
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn I.
Umur : 44 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Katolik
Alamat : Baloi Centre
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM :
Masuk RSBP : 26 Mei 2019
2.3 ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 26 Mei 2019.
Pasien datang ke IGD RSBP Batam dengan keluhan sakit di seluruh perut
sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku sakit perut sudah berlangsung sejak ± 2
bulan yang lalu dan semakin lama semakin parah terutama sejak 2 hari SMRS
setelah dipijat di tukang urut. Sakit perutnya terjadi tiba-tiba dan terus-
menerus, sakit dirasakan seperti mules dan begah di seluruh perut. Pasien
mengaku hanya BAB 1x dalam 1 minggu terakhir ini, tetapi bisa kentut.
Selain itu pasien turut mengeluhkan terdapat mual muntah, muntah terjadi
selepas tiap kali makan sehingga kurang asupan makanan tetapi pasien masih
dapat minum. Sakit perut turut disertai dengan demam dan perut kembung.
Pasien menyangkal terdapatnya keluhan nyeri ulu hati tetapi terdapat sesak
nafas sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku berat badan semakin turun sejak
berapa bulan ini. Pasien sering berkeringat malam hari tanpa penyebab yang
jelas. Pasien pernah batuk lama lebih dari tiga minggu dan pernah batuk di
sertai darah dan menjalani pengobatan flek paru atau TB paru pada tahun
2018 dan telah dinyatakan sembuh oleh dokter.
6
b. Riwayat Penyakit Dahulu
TB Paru tidak ada, Diabetes Melitus tidak ada, asma tidak ada, hipertensi
disangkal.
Pasien adalah seorang laki-laki berumur 44 tahun dengan status gizi baik,
merokok dan tidak ada riwayat menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien
mempunyai status ekonomi menengah ke atas.
a. STATUS GENERALIS
7
Kulit
Warna dan lesi : Kuning langsat, pucat, dan yang lain normal
Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit
Turgor : Baik
Keringat : Normal
Kepala
Pembuluh darah
Deformitas
b. MATA
c. TELINGA
8
Nyeri proc mastoid : Tidak ada.
d. HIDUNG
f. LEHER
h. THORAX
j. EKSTRIMITAS
Ekstrimitas atas : Utuh, memar dan luka (-), akral hangat, tidak oedem
9
Ekstrimitas bawah : Utuh, memar dan luka(-), akral hangat, tidak oedem
STATUS LOKALIS
A. LABORATORIUM
SGOT : 22 µu/dl
SGPT : 18 µu/dl
Ureum : 47 mg/dl
10
Pemeriksaan Kimia Darah
Elektrolit :
VI. RESUME
11
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Ileus obstruksi.
ileus paralitik
IX. PLANING
Diagnosis :
o Laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap ( Hb, leukosit, LED, diff count),
CRP, cek BTA sputum.Mantox test
o Rontgen : X-foto thorax dan abdomen
o USG abdomen
Terapi :
o Non Operatif
Medikamentosa
- Pemberian Cairan ( Ringer Laktat 20 tpm )
-Cefotaxime
- Ketorolac
-Pengobatan OAT
Non Medikamentosa
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarga penderita bahwa penderita mengalami
infeksi pada bagian perut.
- Menjelaskan tentang perlunya foto rontgen untuk melihat letak sumber infeksi dan
derajat infeksi.
- Menjelaskan mengenai komplikasi yang mungkin terjadi.
- Menjelaskan kepada penderita untuk perlunya nutrisi yang adekuat untuk
menunjang proses penyembuhannya.
- Konsul ke bagian paru.
o Operatif
Exploratory laparotomy
12
PERBAHASAN KASUS
13
lapang abdomen, dan bising usus yang negatif menunjukkan pasien telah
mengalami peritonitis. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 10.5g/dl,
leukosit 22ribu/ul, LED 38 mm/jam, Na 127 mmol/L, Cl 89 mmol/L GDS 140
mg/dl dan yang terutama pada USG abdomen didapatkan gambaran asites.
BAB III
Tinjauan Pustaka
ANATOMI
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga,
dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai
lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis,
lemak sub kutan dan facies superfisial (facies skarpa ), kemudian ketiga otot
dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan
m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitoneum dan peritoneum,
yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritoneum. Otot di bagian
depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya
yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.Peritoneum adalah mesoderm
lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm
merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga
terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen
menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat,
sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum.Lapisan peritoneum
dibagi menjadi 3, yaitu:
14
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri
saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura.
Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura.
Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal
perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut
mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan
mesenterium dorsale. Mesenterium ventrale yang terdapat pada sebelah kaudal
pars superior duodeni kemudian menghilang.
Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu
pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium
ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan,
ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat
berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk
pipa yang disebut ductus omphaloentericus. Usus tumbuh lebih cepat dari rongga
15
sehingga usus terpaksa berbelok-belok dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus
berputar ke kanan sebesar 270° dengan aksis ductus omphaloentericus dan a.
mesenterica superior masing-masing pada dinding ventral dan dinding dorsal
perut. Setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini jatuh kebawah
dan bersama mesenterium dorsale mendekati peritoneum parietale. Karena jirat
usus berputar bagian usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan
bagian disebelah anal (kaudal) berpindah ke kiri dan keduanya mendekati
peritoneum parietale.Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium
dorsale mendekati peritoneum dorsale terjadi perlekatan. Tetapi tidak semua
tempat terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak
mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal
peritoneum sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih
mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk
oleh peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut disebut
cavum peritonei, dengan demikian:
Duodenum terletak retroperitoneal
Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium
Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal
Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat
penggantung disebut mesocolon transversum
Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung
mesosigmoideum
cecum terletak intraperitoneal
Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium. Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau
mesenterium pada peritoneum parietale tidak sempurna, sehingga terjadi
cekungan-cekungan di antara usus (yang diliputi oleh peritoneum
viscerale) dan peritoneum parietale atau diantara mesenterium dan
peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat
16
juga terjadi karena di dalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan
demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior
yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior
yang membatasi resesus duodenalis inferior. Pada colon descendens
terdapat recessus paracolici. Pada colon sigmoideum terdapat recessus
intersigmoideum di antara peritoneum parietale dan mesosigmoideum.
Stratum circulare coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunaris.
Peritoneum yang menutupi colon melipat-lipat keluar diisi oleh lemak
sehingga terjadi bangunan yang disebut appendices epiploicae.
Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin
karena peritoneum mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum
dapat disamakan dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang licin
ini memudahkan pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain.
Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf
autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.Dengan demikian
sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien.
Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi
yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau
radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri
viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya
ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang
nyeri.Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul
karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri
dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan
dengan tepat lokasi nyeri.Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan
aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan
elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah.
17
TINJAUAN PUSTAKA
PERITONITIS TUBERKULOSIS
A. Definisi
proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering
sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru
dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak
keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala
18
B. Insidensi
peritoneal dijumpai 2% dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis
penyakit extra paru sedangkan peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari
maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden
AIDS di Negara maju. Dia Asia dan Afrika dimana tuberculosis masih banyak
Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika selatan
kasus tuberkulosa peritoneal begitu juga Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus
C. Patogenesa
19
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi
bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia
bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi
tuberkulosa pada setiap saat. Jika organism intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi
secara cepat.
D. Patologi
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang
banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada
bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-
Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar
20
kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum
dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.
2. Bentuk adhesif
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak
dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas
antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadang-
3. Bentuk campuran
bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada
tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia, langerhans, dan
E. Gejala Klinis
Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-
lahan sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada
21
pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam,
keluhan. Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan
kahexia, pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses
tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rongent :
Pemeriksaan sinar tembus pada system pencernaan mungkin dapat membantu jika
Gambaran foto rongent dengan kontras Foto polos radiologi abdomen yang
barium yang menunjukkan gastric menunjukkan diffuse calsifikasi mesenteric
tuberculose limfodenopati pada pasien TB
Ultrasonografi :
menurut Rama & Walter B, gambaran sonografi tuberculosis yang sering dijumpai
antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses
22
dalam rongga abdomen, masa didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe
penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama.
Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai alat Bantu biopsy secara
CT Scan :
gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum
yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya
gejala klinik dari tuberculosis peritoneal. Rodriguez E dkk yang melakukan suatu
peritoneum parietalis.
23
Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan
adanya nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan
CT Scan abdomen pada pasien AIDS CT Scan pada pasien HIV positif dengan
menunjukkan edematous jejunal loops intra abdominal tuberculose
dan ekstensif limfodenopati yang menunjukkan gambaran acites, omental
membuktikan adanya infeksi thickening dan stranding mesentery
mycobakterium intercellulare
G. Pengobatan
memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan
namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana
24
Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35
perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi
Prognosis
Kesimpulan
4. Dengan penegakkan diagnosa yang tepat, dini dan pengobatan yang adequate
biasanya pasien akan sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam : Noer S ed. Buku ajar ilmu
penyakit dalam Jakarta Balai penerbit FKUI, 1996: 403-6
2. Sulaiman A. Peritonitis tuberkulosa. Dalam : Sulaiman A, Daldiyono,
Akbar N, Rani A Buku ajar gartroenterologi hepatologi Jakarta :
Infomedika 1990: 456-61
3. Ahmad M. Tuberkulosis peritonitis : fatality associated with delayed
diagnosis. South Med J 1999:92:406-408.
4. Sandikci MU,Colacoglus,ergun Y.Presentation and role of
peritonoscopy and diagnosis of tuberculous peritonitis. J Gastroenterol
hepato 1992;7:298-301
5. Manohar A,SimjeeAE,Haffejee AA,Pettengell E.Symtoms and
investigative findings in year period.Gut,1990;31:1130-2
6. Marshall JB.Tuberculosis of the gastrointestinal tract and
peritoneum,AMJ Gastroenterol 1993;88:989-99
7. Sibuea WH,Noer S,Saragih JB,NapitupuluJB.Peritonitis tuberculosa di
RS DGI Tjikini (abstrak) KOPAPDI IV Medan; 1978:131
8. Zain LH.Peran analisa cairan asites dan serum Ca 125 dalam
mendiagnosa TBC peritoneum Dalam : Acang N, Nelwan RHH,Syamsuru
W ed.Padang : KOPAPDI X,1996:95
9. Spiro HM. Peritoneal tuberculosis : clinical gastroenterologi 4th ed
New York ; Mc Graw hill INC 1993 : 551-2
10. Sulaiman A. Peritonisis tuberculosa dalam : Hadi S, Thahir G,
Daldiyono, Rani A,Akbar N. Endoskopi dalam bidang Gastroentero
Hepatologi Jakarta : PEGI 1980:265-70
11. Small Pm,Seller UM. Abdominal tuberculosis in : Strickland GT ed
Hunters tropical medicine and emerging infection disease. 8th
Philadelpia : WB Sounders Company 2000 : 503-4
12. Mc Quid KR,Tuiberculous peritonitis in : Tierny LM,Mc Phee
SJ,Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment 38th London
Prentice hall Internastional 1999 : 561-62
13. Lyche KD.Miscelaneous disease of the peritoneum & mesentery in :
Grendell Jh,Mc Quaid KR, Friedman sl ed Current diagnosis & treatment
tripod. Com/ejimunology/prviuous/jan 99/jan99-9.html
26