Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

Peritonitis Tuberkulosis

Oleh:
dr. Elfath Rahmaweny

RS BADAN PENGUSAHAAN BATAM


KOTA BATAM
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta
inayah-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Kasus yang berjudul “Peritonitis
Tuberculosa” ini dapat terselesaikan sesuai harapan.
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Internship
serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai permasalahan di bidang
penyakit khususnya Peritonitis Tuberculosa. Penyusun menyampaikan terima
kasih kepada pembimbing kami, dr. Tafsil, Sp.P dan pembimbing Internship dr.
Ade Fitrah serta teman-teman sejawat lainnya atas segenap waktu, tenaga dan
pikiran yang telah diberikan kepada kami selama proses pembuatan laporan kasus
ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini belumlah sempurna. Untuk itu,
saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas
saran dan kritik pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.

Penyusun

dr. Elfath Rahmaweny

2
DAFTAR ISI

Judul
Kata Pengantar .........................................................................................................i
Daftar Isi .................................................................................................................ii
BAB I : Pendahuluan
Rumusan masalah ....................................................................................................1
Tujuan.......................................................................................................................1
Manfaat....................................................................................................................2
BAB II : Status Penderita
Identitas Penderita....................................................................................................6
Anamnesa.................................................................................................................6
Anamnesa Sistem.....................................................................................................6
Pemeriksaan Fisik....................................................................................................7
Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................12
Resume...................................................................................................................13
Diagnosis................................................................................................................14
Penatalaksanaan.....................................................................................................16
BAB III : Tinjauan Pustaka
Anatomi .................................................................................................................17
Peritonitis tuberculosa……………………………………….………………….,.20
BAB VI : Penutup
Kesimpulan ...........................................................................................................26
Saran ……………………………………………………………………………..26
Daftar Pustaka.........................................................................................................27

BAB I

3
1.1. Pendahuluan
Menurut WHO, angka kejadian tuberkulosis paru di seluruh dunia
diperkirakan mencapai 1,9 miliar manusia, atau sepertiga jumlah penduduk
dunia. Di Indonesia, diperkirakan jumlah penderita tuberkulosis mencapai
550.000 orang per tahun. Peritonitis tuberkulosa yang biasanya diderita oleh
wanita muda, ditemukan pada 0,1-3,5% penderita tuberkulosis paru. Gejala
klinik peritonitis tuberkulosa biasanya berupa anoreksia dan pembesaran perut
akibat asites. Demam, penurunan berat badan, nyeri perut kronik, serta diare
sering ditemukan pada penderita peritonitis tuberkulosa Pemeriksaan fisik
penderita peritonitis tuberkulosa tergantung pada tipenya.

Ada tiga macam peritonitis tuberkulosa, yakni: Tipe eksudatif (tipe basah)
Tipe adesif (tipe kering) Tipe fiksasi fibrotik Pada tipe basah, ditemukan pekak
alih yang menandakan asites. Pada tipe kering, ditemukan perabaan seperti
adonan kue (doughy abdomen), Sedangkan pada tipe fiksasi fibrotik, ditemukan
massa saat palpasi abdomen yang berasal dari bersatunya beberapa lengkung
usus akibat perlengketan/fibrosis. Gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium pada penderita peritonitis tuberkulosa tidaklah khas. Oleh karena
itu, diagnosis peritonitis tuberkulosa sulit ditegakkan tanpa pemeriksaan
penunjang yang invasif. Laparoskopi direk dan biopsi peritoneum sering
diperlukan untuk menegakan diagnosis pasti dari peritonitis tuberkulosa. Terapi
peritonitis tuberkulosa meliputi: rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
etambutol selama dua bulan pertama, diikuti dengan rifampisin dan isoniazid
selama tujuh bulan berikutnya. Steroid ditambahkan untuk mencegah
perlengketan antara usus.

1.2. Rumusan Masalah

4
Bagaimana aspek epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis,
penegakan diagnosa, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita peritonitis
tuberculosa?
1.3. Tujuan
Laporan kasus ini dibuat untuk membahas aspek epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, gambaran klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan serta
prognosis dari penderita peritonitis tuberkulosa.

1.4. Manfaat
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan dapat diperoleh penjelasan
mengenai epidemiologi, etiologi, gambaran klinis, patofisiologi, penegakan
diagnosis, penatalaksanaan serta prognosis dari penderita peritonitis
tuberkulosa.

BAB II

5
STATUS PASIEN
2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn I.
Umur : 44 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Katolik
Alamat : Baloi Centre
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM :
Masuk RSBP : 26 Mei 2019

2.2 KELUHAN UTAMA


Pasien datang dengan keluhan nyeri pada seluruh perut.

2.3 ANAMNESA
Autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 26 Mei 2019.

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSBP Batam dengan keluhan sakit di seluruh perut
sejak 2 hari SMRS. Pasien mengaku sakit perut sudah berlangsung sejak ± 2
bulan yang lalu dan semakin lama semakin parah terutama sejak 2 hari SMRS
setelah dipijat di tukang urut. Sakit perutnya terjadi tiba-tiba dan terus-
menerus, sakit dirasakan seperti mules dan begah di seluruh perut. Pasien
mengaku hanya BAB 1x dalam 1 minggu terakhir ini, tetapi bisa kentut.
Selain itu pasien turut mengeluhkan terdapat mual muntah, muntah terjadi
selepas tiap kali makan sehingga kurang asupan makanan tetapi pasien masih
dapat minum. Sakit perut turut disertai dengan demam dan perut kembung.
Pasien menyangkal terdapatnya keluhan nyeri ulu hati tetapi terdapat sesak
nafas sejak 1 hari SMRS. Pasien mengaku berat badan semakin turun sejak
berapa bulan ini. Pasien sering berkeringat malam hari tanpa penyebab yang
jelas. Pasien pernah batuk lama lebih dari tiga minggu dan pernah batuk di
sertai darah dan menjalani pengobatan flek paru atau TB paru pada tahun
2018 dan telah dinyatakan sembuh oleh dokter.

6
b. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit TB Paru : Pada tahun 2018


Penyakit Diabetes Melitus : disangkal
Penyakit Asma : disangkal
Penyakit Hipertensi : disangkal
Penyakit Alergi : disangkal
Operasi sebelumnya : disangkal
Kecelakaan sebelumnya : disangkal

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

TB Paru tidak ada, Diabetes Melitus tidak ada, asma tidak ada, hipertensi
disangkal.

d. Riwayat Pribadi Dan Sosial Ekonom

Pasien adalah seorang laki-laki berumur 44 tahun dengan status gizi baik,
merokok dan tidak ada riwayat menggunakan obat-obatan terlarang. Pasien
mempunyai status ekonomi menengah ke atas.

2.4 PEMERIKSAAN FISIK

a. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 88x /menit
Pernafasan : 30x /menit
Suhu : 37oC
Status Emosi : Kesakitan
Status Gizi : Baik

7
Kulit

Warna dan lesi : Kuning langsat, pucat, dan yang lain normal
Rambut : Tumbuh rambut pada permukaan kulit
Turgor : Baik
Keringat : Normal

Kepala

Ekspresi wajah : Ekspresif

Simetri wajah : Simetris

Nyeri tekan sinus : Tidak terdapat nyeri tekan sinus

Pertumbuhan rambut : Normal, tidak mudah dicabut, warna hitam.

Pembuluh darah

Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah.

Deformitas

Tidak terdapat deformitas.

b. MATA

 Bentuk wajah : Simetris


 Eksoftalmus : Tidak ada
 Endoftalmus : Tidak ada
 Gerakan : Tidak ada strabismus, deviasi maupun nistagmus
 Kelopak : Normal, tidak terdapat ptosis, edema
 Pupil : OD dan OS isokor, RCL +/+, RTCL +/+
 Konjungtiva : Anemis +/+
 Sklera : Tidak ikterik.

c. TELINGA

 Daun telinga : Normal, tofi (-)


 Liang telinga : Hiperemis(-), serumen (-), cairan (-), darah (-).
 Membran tympani : Intak.

8
 Nyeri proc mastoid : Tidak ada.

d. HIDUNG

 Bagian luar : Normal, tidak terdapat deformitas.


 Septum : Terletak ditengah dan simetris.
 Mukosa hidung : Tidak hiperemis, konka nasalis eutrofi
 Cavum nasi : Perdarahan (-)

e. MULUT DAN TENGGOROK

 Bibir : Tidak pucat tidak sianosis


 Gigi-geligi : Jumlah lengkap
 Lidah : Normoglosia
 Arcus faring : Tenang, tidak hiperemis
 Bau nafas : Tidak halitosis

f. LEHER

 Kelenjar tiroid : Tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris


 Trakea : Di tengah

g. KELENJAR GETAH BENING

 Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB di leher


 Aksila : Tidak terdapat pembesaran KGB di aksila
 Inguinal : Tidak terdapat pembesaran KGB di inguinal

h. THORAX

Inspeksi : Tidak ada spider nevi, memar, dan Simetris


Palpasi : Vokal fremitus pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+ , rhonki -/- wheezing -/- BJ Idan II reguler

i. ABDOMEN (Lihat Status Lokalis)

j. EKSTRIMITAS

 Ekstrimitas atas : Utuh, memar dan luka (-), akral hangat, tidak oedem

9
 Ekstrimitas bawah : Utuh, memar dan luka(-), akral hangat, tidak oedem

STATUS LOKALIS

 Inspeksi : Simetris, membuncit, striae (-), pelebaran vena (-)


 Palpasi : Nyeri tekan di seluruh lapangan perut, defens muskular (+),
Hati : Tidak dapat dinilai
Limpa : Tidak dapat dinilai
Ballotemen : Tidak dapat dinilai.
 Perkusi : Timpani, terdaat nyeri ketok pada seluruh lapangan perut
 Auskultasi : Bising usus negatif

2.5 PEMERIKSAN PENUNJANG

A. LABORATORIUM

Pemeriksaan Hematologi Rutin

Leukosit : 22000 /ul (5.000-10.000)

Hemoglobin : 10.5 g/dl (P:14-18, W:12-16)

Hematokrit : 31 % (P:43-51, W:38-46)

Trombosit : 722.000 ribu/mm3 (150-400)

Pemeriksaan Faal Hati:

SGOT : 22 µu/dl

SGPT : 18 µu/dl

Pemeriksaan Faal Ginjal:

Ureum : 47 mg/dl

Kreatinin : 0.77 mg/dl

10
Pemeriksaan Kimia Darah

Glukosa sewaktu : 140 mg/dl

Elektrolit :

Natrium (Na) : 127 mmol/L

Kalium (K) : 3.8 mmol/L

Clorida (Cl) : 89 mmol/L

VI. RESUME

Seorang laki-laki, 26 tahun datang dengan keluhan nyeri di seluruh lapangan


abdomen sejak ± 2 bulan yang lalu dan semakin parah sejak 2 hari SMRS setelah
pijat. Nyeri terus-menerus disertai mual muntah selepas makan, demam, perut
kembung dan hanya bisa BAB 3x dalam 2 minggu terakhir. Sesak nafas dirasakan
sejak 1 hari SMRSpasien Pasien mengaku berat badan semakin turun sejak berapa
bulan ini. Pasien sering berkeringat malam hari tanpa penyebab yang jelas. Pasien
pernah batuk lama lebih dari tiga minggu dan pernah batuk di sertai darah pasien
tetapi pasien tidak pernah memeriksakan diri untuk keluhan batuknya.
Pemeriksaan fisik: TD 110/60 mmHg, N 88x/menit, S 377̊C, RR 60x/menit. Mata
CA(+/+), abdomen : inspeksi tampak buncit, palpasi DM(+) , NT (+), BU (-).
Laboratorium Hb 10.5 g/dl, Leukosit 22ribu/ul, Trombosit 722ribu/ul, GDS :140
mg/dl, Na :127 mmol/L, Cl :89 mmol/L

VII. DIAGNOSIS KERJA

Suspek peritonitis ec tuberculosis

11
VIII. DIAGNOSIS BANDING

Ileus obstruksi.

ileus paralitik

IX. PLANING
 Diagnosis :
o Laboratorium : Pemeriksaan darah lengkap ( Hb, leukosit, LED, diff count),
CRP, cek BTA sputum.Mantox test
o Rontgen : X-foto thorax dan abdomen
o USG abdomen
 Terapi :
o Non Operatif
 Medikamentosa
- Pemberian Cairan ( Ringer Laktat 20 tpm )
-Cefotaxime
- Ketorolac
-Pengobatan OAT
 Non Medikamentosa
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarga penderita bahwa penderita mengalami
infeksi pada bagian perut.
- Menjelaskan tentang perlunya foto rontgen untuk melihat letak sumber infeksi dan
derajat infeksi.
- Menjelaskan mengenai komplikasi yang mungkin terjadi.
- Menjelaskan kepada penderita untuk perlunya nutrisi yang adekuat untuk
menunjang proses penyembuhannya.
- Konsul ke bagian paru.
o Operatif
 Exploratory laparotomy

12
PERBAHASAN KASUS

Pada kasus ini ditegakkan diagnose Suspek peritonitis ec TB berdasarkan dari


anamnesa, pemeriksaan fisik dan dibantu oleh hasil pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesa didapatkan pasien mengeluhkan terdapatnya nyeri perut yang berterusan
sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan seperti mules dan tidak dinyatakan
terdapat nyeri yang spesifik disesuatu region di perut yang dapat merujuk kepada
diagnosa seperti appendik dan sebagainya. Selain itu pasien turut mengeluhkan
terdapatnya keluhan-keluhan lain seperti perut kembung, anoreksia, dan konstipasi
yang mendukung adanya keterlibatan kelainan usus. Pasien turut mengeluhkan
terdapat demam yang menunjukkan adanya suatu proses inflamasi. Adanya
riwayat Keluhan batuk yang lebih dari tiga minggu. keringat di malam hari tanpa
penyebab yang jelas dan adanya dirasa penurunan berat badan. Yang merupakan
cirri khas pada pasien TB, Pasien juga berasa sesak nafas akibat dari tekanan
intraabdomen meningkat yang mendorong diafragma sehingga berasa sesak nafas.
Riwayat TB paru dan keluarag yang menderita TB tidak ditanyakan.

Dari pemeriksaan fisik yang mendukung didapatkan anemis tanpa adanya


perdarahan yang menunjukkan pasien menderita penyakit yang kronis. Pada status
lokalis didapatkan perut yang terlihat buncit, defens muscular, nyeri pada seluruh

13
lapang abdomen, dan bising usus yang negatif menunjukkan pasien telah
mengalami peritonitis. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 10.5g/dl,
leukosit 22ribu/ul, LED 38 mm/jam, Na 127 mmol/L, Cl 89 mmol/L GDS 140
mg/dl dan yang terutama pada USG abdomen didapatkan gambaran asites.

Penatalaksanaan darurat yang dilaksanakan pada kasus ini berupa laparatomi


ekplorasi menurut saya suatu tindakan yang sudah benar berdasarkan terdapatnya
perforasi, obstruksi dan asites yang berkemungkinan berupa nanah yang harus
dikeluarkan dengan segara untuk mengelakkan pasien dari menjadi sepsis dan
untuk laparatomi diagnostic dengan mengambil cairan asites dan dilakukan
pemeriksaan laboratorium.

BAB III
Tinjauan Pustaka
ANATOMI
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga,
dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai
lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis,
lemak sub kutan dan facies superfisial (facies skarpa ), kemudian ketiga otot
dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan
m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitoneum dan peritoneum,
yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritoneum. Otot di bagian
depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya
yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.Peritoneum adalah mesoderm
lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan, mesoderm
merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua rongga
terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen
menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat,
sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritoneum.Lapisan peritoneum
dibagi menjadi 3, yaitu:

14
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri
saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura.
Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura.
Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal
perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut
mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan
mesenterium dorsale. Mesenterium ventrale yang terdapat pada sebelah kaudal
pars superior duodeni kemudian menghilang.
Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu
pada tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium
ventrale dan mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan,
ventriculus dan usus mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat
berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk
pipa yang disebut ductus omphaloentericus. Usus tumbuh lebih cepat dari rongga

15
sehingga usus terpaksa berbelok-belok dan terjadi jirat-jirat. Jirat usus akibat usus
berputar ke kanan sebesar 270° dengan aksis ductus omphaloentericus dan a.
mesenterica superior masing-masing pada dinding ventral dan dinding dorsal
perut. Setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini jatuh kebawah
dan bersama mesenterium dorsale mendekati peritoneum parietale. Karena jirat
usus berputar bagian usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan
bagian disebelah anal (kaudal) berpindah ke kiri dan keduanya mendekati
peritoneum parietale.Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium
dorsale mendekati peritoneum dorsale terjadi perlekatan. Tetapi tidak semua
tempat terjadi perlekatan. Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak
mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal
peritoneum sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih
mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk
oleh peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut disebut
cavum peritonei, dengan demikian:
 Duodenum terletak retroperitoneal
 Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium
 Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal
 Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat
penggantung disebut mesocolon transversum
 Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung
mesosigmoideum
 cecum terletak intraperitoneal
 Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung
mesenterium. Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau
mesenterium pada peritoneum parietale tidak sempurna, sehingga terjadi
cekungan-cekungan di antara usus (yang diliputi oleh peritoneum
viscerale) dan peritoneum parietale atau diantara mesenterium dan
peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat

16
juga terjadi karena di dalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan
demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior
yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior
yang membatasi resesus duodenalis inferior. Pada colon descendens
terdapat recessus paracolici. Pada colon sigmoideum terdapat recessus
intersigmoideum di antara peritoneum parietale dan mesosigmoideum.
Stratum circulare coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunaris.
Peritoneum yang menutupi colon melipat-lipat keluar diisi oleh lemak
sehingga terjadi bangunan yang disebut appendices epiploicae.
Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin
karena peritoneum mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum
dapat disamakan dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang licin
ini memudahkan pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain.
Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf
autonom dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan.Dengan demikian
sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien.
Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ, atau terjadi kontraksi
yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia misalnya pada kolik atau
radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri
viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya
ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang
nyeri.Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul
karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri
dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan
dengan tepat lokasi nyeri.Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan
aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan
elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah.

17
TINJAUAN PUSTAKA

PERITONITIS TUBERKULOSIS

A. Definisi

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau

visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, dan terlihat

penyakit ini juga sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system

gastrointestinal, mesenterium dan organ genetalia interna.

Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan

proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering

ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru

sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru

mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih

berlangsung di tempat lain.

Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan

dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak

terdiagnosa atau terlambat ditegakkan. Tidak jarang penyakit ini mempunyai

keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala

asites yang tidak terlalu menonjol.

18
B. Insidensi

Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita disbanding pria

dengan perbandingan 1,5:1 dan lebih sering decade ke 3 dan 4. Tuberkulosis

peritoneal dijumpai 2% dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis

Abdominal. Di Amerika Serikat penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara

penyakit extra paru sedangkan peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari

penderita tuberkulosis peritoneal yang mempunyai TB paru yang aktif.

Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis peritoneal di negara

maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden

AIDS di Negara maju. Dia Asia dan Afrika dimana tuberculosis masih banyak

dijumpai, tuberculosis peritoneal masih merupakan masalah yang penting.

Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika selatan

menemukan 145 kasus tuberculosis peritoneal selamaperiode 5 tahun (1984-1988)

sedangkan dengan cara peritonoskopi. Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di

Rumah Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan

Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30

kasus tuberkulosa peritoneal begitu juga Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus

Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit Tjikini Jakarta untuk periode 1975-1977.

sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama periode 1993-1995.

C. Patogenesa

Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara:

1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru

2. Melalui dinding usus yang terinfeksi

19
3. Dari kelenjar limfe mesenterium

4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi

Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat

penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi

pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer

terdahulu (infeksi laten “Dorman infection”). Seperti diketahui lesi tuberkulosa

bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia

bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi

tuberkulosa pada setiap saat. Jika organism intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi

secara cepat.

D. Patologi

Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa :

1. Bentuk eksudatif

Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang

banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada

bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-

kecil berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum

atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.

Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar

sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan

peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup

banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut

menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan terlihat

20
kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum

dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.

2. Bentuk adhesif

Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak

dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas

antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadang-

kadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena adanya perlengketan-

perlengketan. Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena

perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel kemudian timbul proses

necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi. Tuberkel-

tuberkel biasanya lebih besar.

3. Bentuk campuran

Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi

melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan

dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap

bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada

mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesive. Pemberian

hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi

tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia, langerhans, dan

pengkejutan umumnya ditemukan.

E. Gejala Klinis

Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-

lahan sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada

21
pemeriksaan fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam,

pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung lamanya

keluhan. Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan

kahexia, pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses

tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan

tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovary.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rongent :

Pemeriksaan sinar tembus pada system pencernaan mungkin dapat membantu jika

didapat kelainan usus kecil atau usus besar

Gambaran foto rongent dengan kontras Foto polos radiologi abdomen yang
barium yang menunjukkan gastric menunjukkan diffuse calsifikasi mesenteric
tuberculose limfodenopati pada pasien TB
Ultrasonografi :

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam

rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong)

menurut Rama & Walter B, gambaran sonografi tuberculosis yang sering dijumpai

antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses

22
dalam rongga abdomen, masa didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe

retroperitoneal, adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan

penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama.

Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai alat Bantu biopsy secara

tertutup dalam menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa.

CT Scan :

Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal tuberculosis tidak ada ditemui suatu

gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum

yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya

gejala klinik dari tuberculosis peritoneal. Rodriguez E dkk yang melakukan suatu

penelitian yang membandingkan tuberculosis peritoneal dengan karsinoma

peritoneal dan karsinoma peritoneal dengan melihat gambaran CT Scan terhadap

peritoneum parietalis.

23
Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan

pembesaran yang jelas menunjukkan suatu peritoneum tuberculosis sedangkan

adanya nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan

suatu perintoneal karsinoma.

CT Scan abdomen pada pasien AIDS CT Scan pada pasien HIV positif dengan
menunjukkan edematous jejunal loops intra abdominal tuberculose
dan ekstensif limfodenopati yang menunjukkan gambaran acites, omental
membuktikan adanya infeksi thickening dan stranding mesentery
mycobakterium intercellulare

G. Pengobatan

Pada dasarnya pengobatan sama dengan pengobatan tuberculosis paru, obat-

obat seperti streptomisin, INH, Etambutol, Ripamficin dan pirazinamid

memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan

pengobatan dan lamanya pengobatan biasanya mencapai sembilan bulan sampai

18 bulan atau lebih. Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat

mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga

terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian,

namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana

terjadi resistensi terhadap mikobakterium tuberculosis.

24
Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35

pasien dengan tuberculosis peritoneal mendapatkan bahwa pemberian

kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sakit

perut dan sumbatan pada usus. Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi

sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun di beberapa tempat

masih dilihat adanya perlengketan.

Prognosis

Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat


pengobatan umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate.1

Kesimpulan

1. Peritonitis tuberkulosis biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa di


tempat lain.
2. Gejala klinis bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering terlambat didiagnosa.

3. Dengan pemeriksaaan diagnostic, laboratorium dan pemeriksaan penunjag lainnya


dapat membantu menegakkan diagnosa.

4. Dengan penegakkan diagnosa yang tepat, dini dan pengobatan yang adequate
biasanya pasien akan sembuh.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam : Noer S ed. Buku ajar ilmu
penyakit dalam Jakarta Balai penerbit FKUI, 1996: 403-6
2. Sulaiman A. Peritonitis tuberkulosa. Dalam : Sulaiman A, Daldiyono,
Akbar N, Rani A Buku ajar gartroenterologi hepatologi Jakarta :
Infomedika 1990: 456-61
3. Ahmad M. Tuberkulosis peritonitis : fatality associated with delayed
diagnosis. South Med J 1999:92:406-408.
4. Sandikci MU,Colacoglus,ergun Y.Presentation and role of
peritonoscopy and diagnosis of tuberculous peritonitis. J Gastroenterol
hepato 1992;7:298-301
5. Manohar A,SimjeeAE,Haffejee AA,Pettengell E.Symtoms and
investigative findings in year period.Gut,1990;31:1130-2
6. Marshall JB.Tuberculosis of the gastrointestinal tract and
peritoneum,AMJ Gastroenterol 1993;88:989-99
7. Sibuea WH,Noer S,Saragih JB,NapitupuluJB.Peritonitis tuberculosa di
RS DGI Tjikini (abstrak) KOPAPDI IV Medan; 1978:131
8. Zain LH.Peran analisa cairan asites dan serum Ca 125 dalam
mendiagnosa TBC peritoneum Dalam : Acang N, Nelwan RHH,Syamsuru
W ed.Padang : KOPAPDI X,1996:95
9. Spiro HM. Peritoneal tuberculosis : clinical gastroenterologi 4th ed
New York ; Mc Graw hill INC 1993 : 551-2
10. Sulaiman A. Peritonisis tuberculosa dalam : Hadi S, Thahir G,
Daldiyono, Rani A,Akbar N. Endoskopi dalam bidang Gastroentero
Hepatologi Jakarta : PEGI 1980:265-70
11. Small Pm,Seller UM. Abdominal tuberculosis in : Strickland GT ed
Hunters tropical medicine and emerging infection disease. 8th
Philadelpia : WB Sounders Company 2000 : 503-4
12. Mc Quid KR,Tuiberculous peritonitis in : Tierny LM,Mc Phee
SJ,Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment 38th London
Prentice hall Internastional 1999 : 561-62
13. Lyche KD.Miscelaneous disease of the peritoneum & mesentery in :
Grendell Jh,Mc Quaid KR, Friedman sl ed Current diagnosis & treatment
tripod. Com/ejimunology/prviuous/jan 99/jan99-9.html

26

Anda mungkin juga menyukai