BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Leukosit
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan imun tubuh.
Imunitas adalah kemampuan tubuh menahan atau menyingkirkan benda asing
yang berpotensi merugikan atau sel yang abnormal. Leukosit dan turunan-
turunannya, bersama dengan berbagai protein plasma, membentuk sistem imun,
suatu sistem pertahanan internal yang mengenali dan menghancurkan atau
menetralkan benda-benda dalam tubuh yang asing bagi “diri normal” (Sherwood,
2012).
Leukosit ini sebagian besar diproduksi di sumsum tulang (granulosit,
monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-
sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai
bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah
sebagian besar diangkut secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami
peradangan serius. Jadi, sel-sel tersebut dapat menyediakan pertahanan yang cepat
dan kuat terhadap agen-agen infeksius (Guyton dan Hall, 2007).
Terdapat enam macam sel darah putih yang secara normal ditemukan di
dalam darah. Keenam sel tersebut adalah netrofil polimorfonuklear, basofil
polimorfonuklear, eosinofil polimorfonuklear, monosit, limfosit dan kadang-
kadang, sel plasma. Ketiga tipe pertama dari sel yaitu sel-sel polimorfonuklear,
seluruhnya memiliki gambaran granular, sehingga sel-sel tersebut disebut
granulosit (Guyton dan Hall, 2007).
Pada manusia dewasa, leukosit dapat dijumpai sekitar 7000 sel per
mikroliter darah. Presentasi normal dari sel darah putih kira-kira sebagai berikut
(Guyton dan Hall, 2007):
Monosit 5,3%
Limfosit 30,0%
Pembentukan sel darah putih dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem
hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed. Sel-sel
committed ini selain membentuk sel darah merah, juga membentuk sel darah putih.
Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik.
Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa
mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel
muda yang berupa limfoblas (Guyton dan Hall, 2007).
Granulosit dan monosit hanya dibentuk di dalam sumsum tulang. Limfosit
dan sel plasma diproduksi di berbagai jaringan limfogen, khususnya kelenjar limfe,
limpa, timus, tonsil dan berbagai kantong jaringan limfoid dalam sumsum tulang
dan plak Peyer di bawah epitel dinding usus (Guyton dan Hall, 2007).
Leukosit yang dibentuk di dalam sumsum tulang, terutama granulosit,
disimpan dalam sumsum sampai sel-sel tersebut diperlukan dalam sirkulasi.
Kemudian, bila kebutuhannya meningkat, beberapa faktor seperti sitokin-sitokin
akan dilepaskan. Dalam keadaan normal, granulosit yang bersirkulasi dalam
seluruh darah kira-kira tiga kali jumlah yang disimpan dalam sumsum. Jumlah ini
sesuai dengan persediaan granulosit selama enam hari. Sedangkan limfosit
sebagian besar akan disimpan dalam berbagai area jaringan limfoid kecuali pada
sedikit limfosit yang secara temporer diangkut dalam darah (Guyton dan Hall,
2007).
2.2 Procalcitonin
2.2.1 Biosintesis dan Patofisiolgi Procalcitonin
Procalcitonin (PCT) pertama kali diidentifikasi dari sel medullary tiroid
carcinoma. PCT adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino (AA) dengan
berat molekul 13 kDa, yang dikode dengan gen Calc-I yang terletak pada
kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari
calcitonin (Balci C, 2003; Whicher K, 2001).
merupakan kode untuk pre-PCT, adalah sebuah rantai peptide yang terdiri dari
141 asam amino dimana memiliki sebuah rantai peptide yang terdiri dari 25 asam
amino signal hidrophobik. Pada sel C kelenjar tiroid, proses proteolitik
menghasilkan sebuah fragmen N-terminal (57 AA), calcitonin (32 AA) dan
katacalcin (21 AA). Kehadiran sinyal peptide membuat PCT disekresikan secara
intak setelah glikosilasi oleh sel lain. Transkrip yang kedua di potong secara
terpilih yang mengandung exon 1,2,3,5,6 dan merupakan kode untuk Calcitonin
Gene-Related Peptide (CGRP), dimana CGRP diekspresikan secara luas pada
saraf di otak, pembuluh darah dan saluran cerna. CGRP ini mempunyai peranan
dalam immunomodulasi,neurotransmitter dan mengontrol vaskuler (Meissner M,
2002; Rau B, 2004).
Peningkatan nilai PCT pada tiroidektomi yang sepsis, menjelaskan bahwa tiroid C
cell bukanlah satu-satunya tempat asal PCT. PCT mensekresikan semua produk-
produk biosintetik pathway dan telah dideteksi dalam homogenitas small cell
carcinoma pada paru manusia. PCT mRNA diekspresikan pada sel monuklear
Pada infeksi bakteri yang berat atau sepsis, proteolisis spesifik gagal
sehingga terjadi konsentrasi yang tinggi dari protein precursor, begitu juga
fragmen PCT yang berakumulasi dalam plasma. Asal mula sintesis PCT yang
dirangsang oleh inflamasi belum diketahui dengan jelas saat ini. Sel-sel
neuroendokrin di paru atau usus saat ini dianggap sumber utama PCT, karena
pasien-pasien dengan tiroidektomi total tetap mampu menghasilkan PCT pada
keadaan sepsis (Meissner M, 2002; Whicher J,2001).
Produksi plasma PCT dapat diinduksi dari manusia sehat dengan injeksi
lipopolisakarida (LPS) dalam jumlah yang rendah. Peninggian konsentrasi PCT,
pertama kali terdeteksi 2 jam sesudah injeksi endotoksin dan dalam waktu 6
hingga 8 jam kadar PCT akan meningkat dan mencapai plateu dalam waktu ± 12
jam. Setelah 2-3 hari, kadar PCT akan kembali normal. Induksi yang spesifik dan
cepat oleh stimulus yang adekuat akan menimbulkan produksi yang tinggi dari
PCT pada pasien dengan infeksi bakteri berat atau sepsis. Keadaan ini
memperlihatkan patofisiologi PCT pada respon imun akut (Simon L et.al, 2004;
Rau B et.al,2004).
Pada orang sehat PCT diubah dan tidak ada sisa yang bebas ke aliran darah,
karena itu kadar PCT tidak terdeteksi (< 0,1 ng/ml). Tetapi selama infeksi berat
yang bermanifestasi sistemik, kadar PCT dapat meningkat hingga melebihi 100
ng/ml. Berbeda dengan waktu paruh calcitonin yang hanya 10 menit, PCT
memiliki waktu paruh yang panjang yaitu 25-30 jam (Vienna, 2000; O’Connor E
et.al, 2001).
2.3 Sepsis
2.3.1 Definisi
Sepsis merupakan suatu respon inflamasi sistemik terhadap infeksi,
dimana lipolisakarida atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga
terjadi aktivasi proses inflamasi. Sepsis ditandai dengan perubahan suhu tubuh,
perubahan jumlah leukosit, takikardia dan takipnea. Sedangkan sepsis berat adalah
sepsis yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ
(American College of Chest Physician,1992).
2.3.2 Epidemiologi
Sepsis adalah penyakit yang berkontribusi pada lebih dari 200.000
kematian pertahun di Amerika Serikat. Insideni sepsis, sepsis berat dan syok
septik meningkat selama 20 tahun terakhir, dan jumlah kasus >700.000 per tahun
(3 per 1000 penduduk). Sekitar dua pertiga kasus terjadi pada pasien dengan
penyakit terdahulu. Kejadian sepsis dan angka kematian meningkat pada penderita
usia lanjut dan sudah adanya komorbiditas sebelumnya. Meningkatnya insiden
sepsis berat di Amerika Serikat disebabkan oleh usia penduduk, meningkatnya
pasien usia lanjut menyebabkan meningkatnya pasien dengan penyakit kronis, dan
juga akibat berkembangnya sepsis pada pasien AIDS. Meluasnya penggunaan
obat antimikroba, obat imunosupresif, pemakaian kateter jangka panjang dan
ventilasi mekanik juga berperan. Infeksi bakteri invasif adalah penyebab kematian
yang paling sering di seluruh dunia, terutama pada kalangan anak-anak (Munford,
2008).
Setiap tahunnya sekitar 750.000 kasus sepsis berlanjut menjadi sepsis
berat atau syok septik di Amerika Serikat. Sepsis dapat menyebabkan kematian
akibat miokard akut infark, syok septik dan komplikasi sepsis yang paling umum
terjadi meruoakan penyebab kematian di unit perawatan intensif noncoronary.
Terjadinya syok septik akan meningkat jika dokter melakukan tindakan operasi
yang lebih agresif, organisme yang ada semakin resisten, dan penurunan daya
tahan tubuh akibat penyakit dan penggunaan obat imunosuppresan. Distrubusi
sepsis proporsional atau sebanding menurut jenis kelamin (Widodo, 2004). Studi
terbaru menunjukkan bahwa Amerika Afrika memiliki insiden yang lebih tinggi
dari sepsis berat dibandingkan kulit putih (6 banding 3,6 per 1000 penduduk) dan
angka kematian yang tinggi di UPI (32.1%) (Russell, 2012).
2.3.3 Etiologi
Infeksi pada sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram negative atau gram
positif. Selama periode 1979 – 2000 di Amerika Serikat angka sepsis terus
meningkat sampai 13,7% per tahun. Dari 51% hasil biakan kuman yang tumbuh,
52,1% diantaranya adalah gram positif, 37,5% gram negatif, 4,7% polimikrobial,
4,6% jamur dan 1% bakteri anaerob. Infeksi bakteri gram positif terus meningkat
disebabkan oleh peningkatan infeksi nosokomial dari berbagai sumber seperti
kateterisasi atau terapi imunosupresif. Hal ini ditunjukkan dari meningkatnya
kasus MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus) dari 29% menjadi
45%. Infeksi terutama terjadi pada saluran nafas (40-44%), diikuti oleh infeksi
saluran genitourinarius (9-18%) dan infeksi intra abdominal (9-14%) (Bloch KC,
2000).
2.3.5 Patogenesis
Perbedaan stadium pada sepsis merupakan suatu kesinambungan, dimana
kondisi pasien sering berubah dari stadium ke stadium dalam beberapa hari atau
bahkan hanya beberapa jam setelah masuk rumah sakit.
Sepsis umumnya dimulai dengan infeksi lokal, dimana bakteri masuk kedalam
aliran darah secara langsung menyebabkan bakteremia atau bisa juga
berproliferasi secara lokal dan melepaskan toksin kedalam aliran darah. Toksin ini
bisa muncul dari komponen struktur bakteri ( contohnya, endotoksin, teichoic acid
antigen) atau bisa juga sebagai eksotoksin dimana protein-protein disintesa dan
dilepaskan oleh bakteri. Endotoksin yang dimaksud adalah lipopolisakarida (LPS)
yang terdapat pada bakteri gram negatif. Baik bakteri gram positif maupun gram
negatif dapat menimbulkan sepsis (Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000; Delevaux I,
et.al,2003).
Pada bakteri gram negatif, dinding sel terdiri dari 3 lapisan yaitu
membrane luar, periplasma dan membran dalam. Lipopolisakarida terdapat pada
membran luar dinding sel, yang terdiri dari 3 bagian: antigen O, core dan lipid A.
Antigen O adalah polimer yang tersusun dari 4-5 monosakarida, salah satu ujung
dari rantainya terpapar pada permukaaan bakteri, ujung lainnya berikatan dengan
core. Core berikatan dengan lipid A. Lipid A merupakan fosfolipid dengan basis
glukosamin. Lipid A berikatan dengan membran luar dinding sel pada gugus asil
yang bersifat hidrofobik. Lipid A merupakan bagian LPS yang bersifat toksik,
dimana gugus fosfat pada posisi C1 dan C4 menentukan toksisitasnya. Struktur
core pada LPS berbeda pada setiap spesies bakteri. Core LPS pada E.coli berbeda
dengan Pseudomonas aeruginosa ataupun dengan Klebsiella pneumonia
(Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000).
Injeksi LPS pada hewan percobaan dan manusia menimbulkan tanda dan
gejala demam, hipotensi dan pelepasan mediator inflamasi. Monosit atau
makrofag, netrofil dan sel endotel berperan dalam respon terhadap infeksi dan
mempunyai reseptor terhadap endotoksin. Suatu protein di dalam plasma dikenal
dengan lipopolysacharide binding protein (LBP), dengan berat molekul 55 kDa
dan disintesis oleh hepatosit berperan penting dalam metabolism LPS. LBP
terdapat dalam 2 bentuk, bentuk terlarut dan dalam ikatan dengan reseptor LPS
yaitu CD14 (Appelmelk Bj dan Lynn W, 2000).
Bila LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor
inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan
2.3.8 Diagnosa
Berdasarkan Surviving Sepsis Campaign : International Guidelines for
Management of Severe Sepsis dan Septic Shock 2012, kriteria diagnosis sepsis
adalah sebagai berikut :
Infeksi, didokumentasi atau dicurigai, dan beberapa keadaan:
Variabel umum
Demam (>38⁰C)
Hipotermi (<36⁰C)
Frekuensi jantung >90 kali/menit atau lebih dari 2 SD diatas nilai normal
Tachypnea
Adanya edema atau keseimbangan cairan positif (>20 ml/kg diatas 24
jam)
Hiperglikemi (gula darah >140 mg/dL atau 7.7 mmol/L) dimana tidak ada
riwayat diabetes
Variabel inflamasi
Leukositosis (jumlah leukosit >12.000 µ/L)
Leukopeni (jumlah leukosit <4.000 µ/L)
Jumlah leukosit normal dengan lebih dari 10% bentuk immature
Kadar CRP plasma lebih dari 2 SD diatas nilai normal
Kadar PCT plasma lebih dari 2 SD diatas nilai normal
Variabel Hemodinamik
Hipotensi arteri (tekanan darah systole <90 mmHg, Mean Arterial Pressure
(MAP) <70 mmHg, atau penurunan tekanan darah systole >40 mmHg
pada orang dewasa atau kurang dari 2 SD diatas nilai normal
Variabel disfungsi organ
Hipoksemia arteri (PaO2/FiO2 <300)
Oliguria akut (pengeluaran urin <0.5 mL/kg/jam sekitar 2 jam walaupun
adanya resusitasi cairan yang adekuat)
Peningkatan Kreatinin >0.5 mg/dL atau 44.2 µmmol/L