Anda di halaman 1dari 12

Mapping Jurnal Indonesia

OPTIMASI EKSTRAKSI SENYAWA FLAVONOID TOTAL


Judul Jurnal
DAUN BELIMBING WULUH (AverrhoabilimbiL.)
Kelompok 4
1. Ahmad Rifly Suleman (821417030)
2. Mutmainnah Soleman (821417043)
Nama
3. Nur Afni Yunita Saleh (821417086)
Kelompok
4. Ridha Nur Fadilah Yantu (8214170)
5. Sri Nur Salam Mukmin (8214170)
6. Wanda Gita Van Gobel (821417012)
Asisten
Abdul Muhaiminul Aziz Nurdiansyah Hasania
Pembimbing
Penulis dan
Muhammad Bishri Qolbiya Sri Wardatun dan Mira Miranti;
Halaman
Tanaman yang bias digunakan sebagai obat tradisional adalah
belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi L.). Tanaman ini biasa
digunakan sebagai obat dari berbagai macam penyakit, diantaranya
batuk, sariawan stomatitis, perut sakit, gondongan parotitis,
rematik,batuk rejan, gusi berdarah, sariawan, sakit gigi berlubang,
jerawat, panu, tekanan darah tinggi (hipertensi), kelumpuhan,
memperbaiki fungsi pencernaan dan radang rektum. Khasiat
belimbing wuluh tidak hanya buahnya saja yang bermanfaat
Pendahuluan
sebagai obat, beberapa bagian tubuhnya seperti daun dapat
digunakan sebagaiobatgondongan danrematik(Masithah,2010)
Keberadaan senyawa aktif dalam tanaman yang tidak larut
sempurna dalam air seperti flavonoid total dalam tanaman
membuat penggunaan pelarut organic menjadi salah satu pilihan
yang dapat dipertimbangkan untuk menarik senyawa tersebut
meskipun biaya produksi menjadi lebih mahal. Upaya yang
dilakukan untuk mengurangi besarnya biaya ekstraksi flavonoid
ialah dengan mengoptimumkan proses ekstraksinya. Kondisi
ekstraksi yang berbeda dapat menghasilkan senyawa golongan
flavonoid dalam jumlah yang berbeda pula (Farah,2008)
Hasil penelitian Masithah (2010) menyebutkan bahwa ekstrak
etanol daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid,
dimana senyawa ini dapat berperan sebagai antioksidan dalam
menangkal radikal bebas, oleh karena itu sangatlah penting untuk
mengoptimumkan proses ekstraksi flavonoid. Beberapa penelitian
telah dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum dalam
ekstraksi senyawa flavonoid. Agustiningsih (2010) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa cairan penyari yang paling
maksimal menarik senyawa flavonoid dalam daun pandan wangi
adalah etanol 96%. Penelitian Farah (2008) menyebutkan bahwa
cairan penyari etanol 70% dengan perbandingan 1:10 dan waktu
ekstraksi 3 jam adalah kondisi optimum dalam penarikan senyawa
flavonoid dalam daun jati belanda. Penelitian ini ditekankan untuk
mengetahui kondisi optimum dalam penarikan senyawa flavonoid
dari daun belimbing wuluh menggunakan metode refluks dengan
melakukan variasi terhadap konsentrasi pelarut, nisbah (bahan
baku dengan pelarut) dan waktu ekstraksi, kemudian ekstrak
digunakan untuk penetapan kadar flavonoid secara kuantitatif.
Penelitian ini dirancang dengan metode fraksional faktorial untuk
meminimumkan jumlah penelitian yangdicobakan.
Pembuatan Simplisia Daun Belimbing Wuluh
Daun belimbing wuluh yang dikumpulkan dibersihkan dari
kotoran- kotoran yang menempel yang tak terlihat secara kasat
mata dan membuang dari bagian daun yang tidak terpakai (busuk,
Metode
kering, dll), kemudian dicuci dengan menggunakan air yang
mengalir sampai bersih, dan ditiriskan untuk membebaskan dari
partikel-partikel air. Daun yang telah bersih dan bebas dari air
cucian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu kurang
lebih 45oC. Setelah simplisia kering, kemudian disortasi untuk
bagian- bagian yang tidak dapat dibersihkan pada saat sortasi
sebelumnya. Setelah benar-benar kering simplisia siap untuk
digrinder kemudian diayak dengan ayakan mesh 30, lalu disimpan
dalam wadah tertutup rapat.
Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat Moisture
Balance dengan cara meletakkan simplisia pada plat lempengan
alat sebanyak 1 g. Kemudian dicatat hasilnya pada saat persentase
kadar air konstan
Penetapan Kadar Abu
Penetapan kadar abu simplisia dilakukan dengan cara lebih kurang
2 gram serbuk ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus
porselen yang telah dipijarkan dan ditara, pijaran diratakan
perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, kemudian
ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan diudara (DepkesRI,1995)
Uji Fitokimia
a. Uji Flavonoid
Terdapat tiga metode yang digunakan untuk uji flavonoid.
Pertama, beberapa tetes FeCl3 1% kedalam beberapa bagian
larutan ekstrak. Warna hijau kehitaman menunjukkan adanya
flavonoid. Kedua, beberapa tetes larutan asam asetat 10%
ditambahkan kedalam beberapa bagian ekstrak. Endapan
kuning menandakan adanya flavonoid. Ketiga, sejumlah
ekstrak dilarutkan dalam metanol, lalu ditambahkan sedikit
serbuk Mg dan 1mL HCl pekat dari sisi tabung. Terbentuk
warna jingga menunjukkan adanya flavonoid (Rajendraetal,
2011).
b. Uji Alkaloid
Sebanyak 0,5 g sampel yang diperiksa diencerkan secara
terpisah dengan 10 mL alcohol yang telah diasamkan,
selanjutnya dididihkan dan disaring. Sebanyak 5 mL filtrat
ditambahkan 2 mL ammonia encer, lalu dimasukkan ke dalam
corong pisah, kemudian ditambahkan 5 mL kloform dan
dikocok perlahan. Fase kloroform ditampung dan dibagi ke
dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan pereaksi
Mayer, hasil positif ditunjukkan dengan adanya endapan putih.
Pada tabung kedua, ditambahkan pereaksi Wagner, hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan coklat.
Tabung ketiga ditambahkan pereaksi Dragendorf, hasil positif
ditunjukkan dengan adanya endapan merah bata (Rajendraetal,
2011).
c. Uji Tanin
1. 0,5 g ekstrak dididihkan dalam 10 mL air dalam tabung
reaksi, lalu difiltrat, ditambahkan beberapa tetes FeCl3
0,1%, hasil poistif ditandai dengan terbentuknya warna
hijau kecoklatan atau biru kehitaman.
2. 0,5 g ekstrak yang diperiksa dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, dilarutkan dengan sedikit aquades kemudian
dipanaskan di atas penangas air, lalu diteteskan dengan
larutan gelatin 1% dalam NaCl10%, hasil positif ditandai
dengan terbentuknya endapan putih menunjukkan adanya
tanin (Rajendraetal,2011)
d. Uji Saponin
Masukkan 0,5 g ekstrak yang diperiksa ke dalam tabung
reaksi, tambahkan 5 mL air panas, dinginkan dan kemudian
kocok kuat-kuat selama 10 detik. Hasil positif ditandai dengan
terbentuknya buih yang mantap selama tidak kurang dari 10
menit, setinggi 1 cm sampai10 cm. Buih yang terbentuk
ditambahkan dengan 3 tetes minyak zaitun dan dikocok kuat,
hasil positif ditandai dengan pembentukan emulsi
(Rajendraetal, 2011).

Ekstraksi Flavonoid
Ekstraksi dilakukan menggunakan metode refluks dengan
meragamkan 3 peubah, yaitu konsentrasi etanol (50%, 70%, dan
96%), waktu (2.5, 5 dan 7.5 jam), dan nisbah bahan baku (g) perml
pelarut (1:5, 1:10, dan 1:15). Ekstrak dipekatkan dengan penguap
putar dan ditimbang untuk menentukan rendemennya. Selanjutnya
dianalisis kandungan flavonoid total dengan cara mengukur
serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Kombinasi
perlakuan dapat dilihat padaTabel 1.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan

Analisa kuantitatif Flavonoid Pembuatan larutan pereaksi


1. Pembuatan natrium asetat 1 M
Natrium asetat 1 M dibuat dengan cara ditimbang tepat 8,3 gram
natrium asetat, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
dan dilarutkan dengan air suling sampai tanda batas lalu
dihomogenkan.
2. Pembuatan alumunium klorida 2%
Alumunium klorida 2% dibuat dengan cara ditimbang tepat 2 gram
alumunium klorida, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100
mL dan dilarutkan dengan natrium asetat hingga larut, kemudian
ditambahkan dengan air suling sampai tanda batas dan
dihomogenkan.

3. Pembuatan larutan blanko


Dipipet 2,5 mL alumunium klorida 2% ke dalam labu ukur 25 mL,
kemudian ditambahkan 2,5 mL Na asetat 1 M dan ditepatkan
dengan
air suling.
4. Pembuatan standar induk100 ppm
Ditimbang 100 mg kuersetin dimasukkan ke dalam labu ukur 100
mL dan dilarutkan dengan metanol sampai tanda batas lalu
dihomogenkan (1000 ppm). Untuk mendapatkan larutan standar
kuersetin 100 ppm, dilakukan dengan cara dipipet 10 mL larutan
standar 1000 ppm, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
dilarutkan dengan metanol sampai tanda batas (100 ppm).
Pengukuran panjang gelombang maksimum
Sebanyak 2 mL larutan standar kuersetin 10 ppm, ditambah 0,1 mL
AlCl3 10%, 0,1 mL natrium asetat 1 M dan 2,8 mL air suling.
Dikocok homogen lalu dibiarkan selama 30 menit, diukur
absorbannya pada panjang gelombang 380-780 nm dengan
menggunakan spektrofotometer.
Optimasi waktu inkubasi
Sebanyak 2 mL larutan standar kuersetin 10 ppm, ditambah 0,1 mL
AlCl3 10%, 0,1 mL natrium asetat 1 M dan 2,8 mL air suling.
Serapan diukur pada panjang gelombang maksimum pada 5, 10,
15, 20, 25 dan 30 menit, sehingga didapat waktu serapan optimum
yang stabil.
Pembuatan Deret Standar
Dibuat konsentrasi standar kuersetin yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50,
dari setiap konsentrasi diambil 2 mL, ditambah 0,1 mL AlCl3
10%, 0,1 mL natrium asetat 1 M dan 2,8 mL air suling. Dikocok
homogen lalu dibiarkan selama waktu optimum, diukur
absorbannya pada panjang gelombang maksimal.
Pembuatan larutan uji
Sebanyak 20 mL masingmasing larutan uji (50 mg/50 mL)
ditambah 1 mL AlCl3 10%, 1 mL natrium asetat 1 M dan 28 mL
air suling. Campuran dibiarkan selama waktu optimum dan dibaca
nilai absorbansnya pada panjang gelombang maksimum
menggunakan spektrofoto meter UV-VIS. Absorban yang
dihasilkan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dari kurva
standar kuersetin. Kemudian dihitung flavonoid
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pembuatan Simplisia Daun Belimbing Wuluh
Proses pengeringan terhadap daun belimbing wuluh dilakukan
dengan menimbang sebanyak 9000 gram daun dan tangkai segar
kemudian dicuci dengan air bersih. Daun belimbing wuluh yang
telah bersih kemudian dioven, daun belimbing wuluh yang telah
kering kemudian dipisahkan dari tangkainya dan di dapat hasil dari
daun kering yaitu 2000 gram dan tangkai kering yaitu 500 gram
sehingga mendapat rendemen yaitu sebesar 22,22 %. Daun yang
telah keringkan kemudian dihaluskan untuk memperoleh sampel
Hasil berupa serbuk, proses ini bertujuan untuk memperluas permukaan
Penelitian sampel sehingga kontak antara sampel dan pelarut semakin mudah
sehingga proses ekstraksi berlangsung lebih mudah.
Hasil Penetapan Kadar Air dan Kadar Abu.
Kadar air dalam serbuk simplisia di dapat yaitu 3,05% dan 3,1 1 %
(duplo) dengan rat-rata 3,08%, sedangkan kadar air ekstrak
berkisar antara 1 % sampai 6%, hasil tersebut memenuhi standar
kadar air serbuk simplisia yaitu tidak lebih dari 5% (DepKes RI, 1
977) sedangkan kadar air ekstrak kental daun belimbing wuluh
tidak boleh lebih dari 1 8,4% (BPOM RI, 2006). Kadar abu dalam
ekstrak dihasilkan antara 3% sampai 8%, hasil tersebut memenuhi
persyaratan yaitu berkisar tidak boleh lebih dari 1 0% ( BPOM RI,
2006).
Hasil Pengujian Fitokimia
Golongan senyawa Hasil uji
Flavonoid Positive
Saponin Positive
Tanin Positive

Hasil Ekstraksi
Metode ekstraksi pada penelitian ini adalah menggunakan
metode refluks dikarenakan senyawa flavonoid tahan terhadap
suhu panas dan bantuan energi berupa panas akan membantu
proses pemecahan dinding sel sehingga flavonoid intra sel dapat
terekstraksi. Ekstraksi flavonoid total dari daun belimbing wuluh
dilakukan dengan pelarut etanol, karena sifatnya yang polar
memungkinkan seluruh jenis flavonoid ikut terekstraksi
Hasil Penetapan kadar Flavonoid Hasil Penetapan Panjang
Gelombang Maksimum.
Penetapan panjang gelombang ini menggunakan larutan
standar kuersetin
Hasil Penentuan Waktu Inkubasi Optimum

Gambar 3. Panjang gelombang maksimum


Penetapan waktu inkubasi ini dilakukan menggunakan larutan
standar kuersetin 10 ppm pada panjang gelombang maksimum
yang diperoleh 417 nm dan waktu inkubasinya ditunjukan pada
menit ke- 10.

Gambar 4. Waktu inkubasi maksimum


Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi
Pembuatan kurva standar flavonoid didasarkan pada metode
alumunium klorida. Larutan standar digunakan kuersetin, yang
merupakan suatu senyawa perinci flavonoid yang telah umum
digunakan.

Gambar5. Kurva kalibrasi larutan kuarsetin


Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat kurva menghasilkan
persamaan y = 0,013x – 0,025 dimana nilai x menunjukan kadar
ekstrak (ppm) jika absorban eksrtak dimasukan sebagai nilai y
maka dapat dihitung nilai x sebagai kadar (ppm). Kurva tersebut
pula menghasilkan nilai R2= 0,999, nilai ini menunjukan hampir
mendekati linearitas 1, maka dapat dikatakan bahwa absorban
merupakan fungsi yang nilainya berbanding lurus dengan
konsentrasi dan mengikuti persamaan regresi linear.
Hasil Penetapan Kadar Flavonoid Total.
Hasil perhitungan kadar flavonoid dapat dilihat pada Lampiran 10.
Untuk kombinasi perlakuan yang tidak dicobakan dihitung
menggunakan software Desain Expert 6.0, kadar dugaan flavonoid
dapat dilihat pada Lampiran 13. Berdasarkan perlakuan yang
dicobakan kadar flavonoid tertinggi diperoleh pada waktu 5 jam,
konsentrasi etanol 96 % dan nisbah 1:10. Dilihat dari dugaan data
yang tidak dicobakan konsentrasi etanol 96%, waktu 5 jam dan
nisbah 1:15 memiliki nilai optimum yang paling tinggi
dibandingkan dengan yang lain. Kadar flavonoid tertinggi rata-rata
diperoleh pada konsentrasi pelarut 96% dan waktu 5 jam. Hasil
yang diperoleh memperlihatkan bahwa etanol 96% lebih baik
dalam mengekstraksi senyawa flavonoid dibandingkan dengan
etanol 70% maupun etanol 50%. Hal ini disebabkan karena etanol
96% kurang polar dibandingkan dengan etanol 70% dan 50%
karena penambahan jumlah air pada etanol dapat meninggikan
polaritas. Hal ini menunjukkan bahwa jenis flavonoid yang
terekstraksi diduga flavonoid yang sedikit tidak polar
Analisis data menggunakan RSM ( Response Surface
Methodology )
Hasil analisis data lama waktu, konsentrasi pelarut dan nisbah
terhadap kadar flvonoid diolah menggunakan RSM, sehingga
diperoleh persamaan :
Kadar flavonoid = 2,405 + 0.368 Waktu – 0.0350 Konsentrasi –
0.0972 Nisbah - 0.0398 Waktu2 + 0.00024 konsentrasi2 + 0.00492
Nisbah2 Dari persamaan tersebut menunjukan bahwa waktu dan
konsentrasi pelarut berpengaruh terhadap kadar flavonoid dan
nisbah sampel tidak berpengaruh. Hal ini bisa dilihat dari hasil dari
pengolahan data yang dihasilkan dengan menggunakan RSM
tersebut.Pada α = 10% P value > ( 0.1 ) dihasilkan dari lamanya
waktu pemanasan yaitu (0.009) dan konsentrasi pelarut
menghasilkan (0.045) dengan demikian waktu dan konsentrasi
pelarut sangatlah berpengaruh terhadap kadar flavonoid,

Gambar 6. Countour Plot Of Flavonoid.


Berdasarkan Gambar 6 menunjukan bahwa semakin tinggi
konsentrasi pelarut etanol maka akan semakin tinggi pula kadar
flavonoid yang di dapat. Hal ini membuktikan bahwa cairan
penyari yang digunakan berpengaruh terhadap kadar flavonoid
daun belimbing wuluh. Perbedaan ini disebabkan oleh kepolaran
cairan penyari.
Gambar 7. Surfae Plot Of Kadar Flavonoid
Berdasarkan Gambar 7 bahwa surface plot mempunyai bentuk
maksimum. Nilai kadar flavonoid menunjukan penurunan pada
waktu lebih dari 5 jam dan mengalami kenaikan bila konsentrasi
pelarut lebih dari 90%.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Variabel yang berpengaruh terhadap kadar flavonoid adalah
waktu dan konsentrasi pelarut.
Kesimpulan
2. Kadar flavonoid optimum diperoleh pada proses ekstraksi secra
refluks dengan menggunakan konsentrasi etanol 96% pada waktu
ekstraksi 5 jam.
Paraf
Asisten
Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai