Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Buah Nanas


Nanas salah satu buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan
dapat ditemukan dengan mudah di pasaran. Selama ini nanas hanya
dimanfaatkan bagian daging buahnya saja sebagai jus, selai, salad, dan sirup
sedangkan hasil samping dari pemanfaatan buah nanas menghasilkan limbah.
Limbah buah nanas yang tidak dimanfaatkan akan menumpuk menjadi limbah
sampah, apabila dibiarkan begitu saja tanpa penanganan maka akan
mencemari lingkungan. Limbah buah nanas Limbah nanas terdiri dari 2 tipe
yaitu : 1) sisa tanaman nanas yang terdiri dari: daun, tangkai dan batang dan
2) limbah pengalengan nanas yang terdiri dari: kulit, mahkota, pucuk, inti
buah dan ampas nanas. Proporsi limbah pengalengan buah nanas terdiri dari
56% kulit,17% mahkota, 15% pucuk, 5% hati, 2% hiasan dan ampas nanas.
Limbah pengalengan kulit dan mahkota nanas merupakan limbah yang
jumlahnya cukup banyak dari limbah pengalengan lainnya sehingga limbah
tersebut perlu penanganan lebih utama (Murni dkk,2008)

2.2 Mahkota Nanas

Mahkota nanas mengandung beberapa komponen yang penting, seperti


selulosa, hemiselulosa, dan lignin dalam jumlah yang banyak. Komposisi
mahkota nanas dapat dilihat pada tabel 2.1.

3
Tabel 2.1 Komposisi serat mahkota nanas (Berry,2015)

NO Komposisi Kimia Serat Daun Nanas (%)


1. Selulosa 62,9 – 65,7 %
2. Lignin 44 – 47 %
3. Serat Kasar 22,3 – 25,4 %
4. Abu 3,7 – 4 %

2.2.1 Selulosa

Selulosa merupakan polisakarida yang kandungannya paling tinggi


dalam dinding sel tanaman. Struktur kimia selulosa berupa rantai yang tidak
bercabang dan tersusun atas satuan β-D-gluko-piranosa dengan ikatan
glikosida 1,4. Analisis sinar-X membuktikan bahwa selulosa berupa rantai-
rantai Panjang sejajar yang terikat menjadi satu oleh ikatan hydrogen. Hal ini
yang menyebabkan selulosa berbentuk serat-serat Panjang (Sumardjo,2009).

Selulosa yang terdiri dari ribuan unit glukosa dapat saling terhubung
dan membentuk struktur kristal yang dihubungkan dengan ikatan hidrogen
sehingga memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Satu fibril selulosa pada
dinding sel tanaman memiliki ukuran diameter 2-20 nm dan panjangnya 100-
400 nm (Akin 2010). Satu fibril selulosa saling berikatan membentuk
mikrofibril dan kemudian membentuk serat. Reaktivitas dan sifat selulosa
sangat dipengaruhi oleh gugus hidroksilnya (OH), gugus -OH tersebut dapat
berinteraksi dengan gugus –S, -O, dan –N membentuk ikatan hidrogen.
Adapun gugus - OH pada selulosa juga dapat berikatan dengan gugus –H pada
air sehingga membuat selulosa bersifat hidrofilik (Placket, 2011).

4
Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Sridianti,2019)

Menurut Nuringtyas (2010), terdapat tiga jenis selulosa berdasarkan


derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida
(NaOH), yaitu α-selulosa, β-selulosa, dan γ -selulosa:

a. α-Selulosa

Gambar 2.2 Struktur α-selulosa (Muchlisin R,2018)

Selulosa α adalah jenis selulosa berantai panjang, tidak larut dalam


larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 -
1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian
selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni).
Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku
utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak, sedangkan selulosa
kualitas di-bawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan
industri sandang/kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik
mutu bahannya. Selulosa α tersebut bisa digunakan sebagai penentu atau
penduga dari tingkat kemurnian selulosa (Muchlisin R,2018).

b. β-Selulosa

5
Gambar 2.3 Struktur β-selulosa (Muchlisin R,2018)

Selulosa ß adalah jenis selulosa berantai pendek, larut dalam larutan


NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat
mengendap bila dinetralkan (Muchlisin R,2018).

c. Selulosa γ (Gamma cellulose)

Selulosa γ adalah Selulosa yang sama dengan selulosa ß, tetapi derajat


polimerisasinya kurang dari 15. Sedangkan γ -selulosa adalah bagian
selulosa yang larut dalam alkali dan tetap larut jika larutan dinetralkan
(Muchlisin R,2018).

2.2.2 Hemiselulosa

Hemiselulosa adalah polisakarida kedua terbanyak setelah selulosa.


Selama ini hemiselulosa sudah dimanfaatkan oleh industry untuk
memproduksi etanol, xylitol, dan 2,3-butanadiol. Hemiselulosa merupakan
polimer karbohidrat yang heterogen dengan tulang punggung xylose yang
menghubungkan glukosa, asam galaktosa dan manosa (Singh dan
Harvey,2010). Polisakarida yang tergolong ke dalam hemiselulosa yaitu
glucan (polimer dari monomer D-glukosa-C6H12O6), mannan (polimer dari
manosa- C6H12O6), galaktan (polimer dari galaktosa- C6H12O6), arabinan
(polmer dari arabinosa- C6H10O5) dan xylan (Akin,2010).

6
Pada dinding sel tanaman, hemiselulosa terdapat pada matriks di
middle lamella dan berfungsi sebagai perekat antar serat/microfibril selulosa.
Hemiselulosa memiliki bobot molekul yang lebih rendah dibandingkan
selulosa dan bersifat tidak tahan terhadap perlakuan panas. Tidak seperti
selulosa, polisakarida hemiselulosa bersifat amorf dan strukturnya kurang
bercabang, sehingga potensi kelarutannya sangat berbeda. Hemiselulosa
tersebut dapat dipisahkan dari selulosa dengan alkali karena ikatannya lemah
sehingga mudah dihidrolisis (Placket,2011). Struktur molekul hemiselulosa
dan penyusunnya dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Struktur Hemiselulosa (McDonald et al,20)

2.2.3 Lignin

Lignin merupakan sebuah polimer yang tersusun atas unit-unit


fenilpropana. Dalam dinding sel tanaman, lignin berfungsi sebagai perekat
dan melapisiselulosa dan hemiselulosa. Lignin yang melindungi selulosadah
hemiselulosa tersebut bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan
arialkil dan ikatan ester (Soeprijanto, 2010). Menurut Akin (2010) lignin
merupakan komponen pada dinding sel yang sangat mempengaruhi kekuatan
dan kekerasan dinding sel, serta daya tahan terhadap serangan mikroba
patogen. Reaktivitas lignin sangat dipengaruhi oleh gugus-gugus fungsi yang
terdapat pada polimer lignin itu sendiri. Polimer lignin mengandung gugus

7
metoksil, gugus hidroksil denol dan beberapa gugus aldehid pada rantai
sampingnya. Gugus fungsi yang sangat mempengaruhi reaktifitas lignin
adalah gugus hidroksil fenolik dan gugus). Struktur molekul lignin dan
penyusunnya dapat dilihat pada Gambar 2.4. Dalam pengolahan pulp lignin
sangat berpengaruh terhadap warna pulp karena oksidasi sruktur aromatik
lignin akan menghasilkan warna coklat yang seringkali tidak diiginkan.
Lignin tidak terhidrolisis dengan asam, tetapi larut dalam alkali panas
(Bismark dkk, 2005)

Gambar 2.5 Struktur Lignin (Niche Evandani dkk,2012)

2.3 Nanoselulosa

Nanoselulosa merupakan selulosa yang diameternya berukuran nano,


Nanoselulosa berbeda dengan selulosa alami karena nanoselulosa memiliki
sifat-sifat yang khas seperti sangat kuat, rasio permukaan terhadap volume
yang besar, kemampuan mengikuti air yang tinggi, kekuatan Tarik yang
tinggi, jaringan yang halus, dan sangat porous. Berdasarkan metode isolasinya
nanoselulosa digolongkan menjadi tiga yaitu, Microfibrillated Cellulose
(MFC) / Nanofibrillated Cellulose (NFC), Nanocrisstaline Cellulose (NCC),
dan Bacterial Nanocellulose (BNC) (Klemn et al. 2011). MFC atau NFC di

8
isolasi dari pulp kayu yang kemudian mengalami proses Pre-treatment
(enzimatik, kimia, atau mekanik) dan proses homogenisasi, NCC di isolasi
dari pulp kayu yang kemudian mengalami proses grinding, hidrolisis asam
dan separasi, sedangkan BNC di isolasi dari gula atau alcohol dengan
menggunakan bantuan mikroba, contohnya Gluconacetobacter (Bouchard,
2012). Ukuran diameter MFC dan NCF biasanya berkisar antara 5-60 nm
dengan panjang beberapa micrometer, ukuran diameter NCC biasanya
berkisar 5-70 nm dengan panjang 100-250nm, sedangkan ukuran diameter
BNC biasanya berkisar 20-100 nm (Klemn 2011).

Banyak penelitian yang telah mencoba untuk mengisolasi nanoselulosa


dari bahan baku sumber serat lain seperti kayu dan limbah pertanian. Limbah
pertanian yang bisa digunakan sebagai bahan sumber isolasi nanoselulosa
adalah mahkota daun nanas, tonkol jagung, kulit kacang kedelai, ampas tebu,
dsb.

2.3.1 Sintesis Nanoselulosa

Penelitian tentang nanoselulosa sudah banyak dilakukan dengan metode


penelitian yang berbeda–beda. Salah satunya yaitu metode yang telah
dilakukan oleh Arup Mandal (2011). Sintesis nanoselulosa dari α-selulosa
terdiri dari empat tahap, yaitu hidrolisis asam, sentrifuse, ultrasonikasi, dan
freezer drying. Pada tahap hidrolisis asam, α-selulosa ditambah H2SO4 dan
dibantu oleh proses pemanasan selama 5 jam dengan suhu 50 oC sambil
diaduk. Lalu larutan hasil hidrolisis asam ditambah akudes, hal ini bertujuan
untuk memberhentikan reaksi berlebih yang terjadi saat proses hidrolisis
asam. Proses hidrolisis asam bertujuan untuk menghilangkan bagian amorf
dari rantai selulosa sehingga isolasi kristal selulosa dapat dilakukan (Isdin,
2010). Berdasarkan fasenya polimer dibagi menjadi dua jenis, yaitu: Amorf
merupakan polimer yang tersusun tidak teratur dan memiliki suhu transition

9
glass (Tg). Contoh fase amorf yaitu karet dan polietena yang ada pada
kehidupan sehari-hari, Kristalin merupakan polimer yang mempunyai susunan
rantai yang teratur dan memiliki titik leleh. Contohnya pati, selulosa, dan
lain-lain (Stevano, 2013). Pembuatan nanoselulosa oleh hidrolisa asam terjadi
pada temperatur yang cukup tinggi dan berada pada media asam dalam waktu
yang cukup lama. Akibat dari keadaan menyebabkan terjadinya reaksi yaitu
selulosa terhidrolisa menjadi selulosa dengan berat molekul yang rendah.
Keaktifan asam pekat untuk menghidrolisis selulosa berbeda-beda. Untuk
keaktifan yang sangat tinggi dimiliki oleh asam oksalat. asam nitrat, asam
sulfat dan asam klorin adalah asam yang aktif, sedangkan asam-asam organik
merupakan asam asam yang tidak aktif. Asam sulfat yang pekat (75%) akan
menyebabkan selulosa berbentuk gelatin, asam nitrat pekat akan
menyebabkan selulosa membentuk ester sedangkan asam fosfat pada
temperatur rendah akan menyebabkan sedikit berpengaruh pada selulosa
(Solechudin dan Wibisono, 2002).

Tahap sentrifuse, tahap ini dilakukan untuk memisahkan antara endapan


dengan larutan berdasarkan perbedaaan berat molekul. Tahap selanjutnya
yaitu ultrasonikasi yang bertujuan untuk menurunkan ukuran nanoselulosa
dengan bantunan gelombang ultrasonik.

Tahap yang terakhir yaitu freeze drying yang digunakan untuk


memisahkan nanoselulosa dari sisa akuades. Freeze drying atau liofilisasi
adalah suatu cara pengeringan tanpa pemanasan. Cara ini cocok untuk sampel
yang sensitif terhadap panas serta sampel yang mudah teroksidasi dalam
keadaan panas. Langkah pertama dalam freeze drying yaitu dengan
membekukan sampel, yang kemudian di vakum untuk menghilangkan
kandungan air dalam sampel (Settle, 1997).

10
2.3.2 Kegunaan Nanoselulosa

Senyawa nanoselulosa telah banyak digunakan dalam bidang industri dan


kehidupan sehari-hari. Misalnya dapat digunakan sebagai filler penguat
polimer, aditif untuk produksi biodegradable, penguat membran, pengental
untuk dispersi, dan media pembawa obat (Ioelovich, 2012). Nanoselulosa
dapat dimodifikasi menjadi berbagai macam produk, seperti:

a. Biomedical

Nanokomposit dibuat lapis demi lapis (Layer-By-Layer) dengan


polidialildimetilamonium klorida (PDDA) menghasilkan komposit berlapis
yang dapat digunakan dibidang biomedical (Podsaidlo et al, 2005).
Nanokomposit dibuat dari campuran antara nanoselulosa dengan kopolimer
polyvinyl alcohol dan polyvinyl acetate, hasil menunjukkan semakin banyak
filler (bahan pengisi nanoselulosa) yang terdapat dalam lembaran polimer
dapat meningkatkan sifat termal dan derajat kristalinitas pada saat polimer
kering (Rohani et all, 2008).

b. Material Biokompatibel

Nanoselulosa ditambah dengan polyelectolyte multilayer (PEM) yang


kemudian lembaran yang memiliki sifat mekanik dan optic yang baik
(Cranston dan Gray, 2006).

c. Katalis dan Katalis Pendukung

Template komposit dibuat dari nanoselulosa untuk titania berpori.


Material titania memiliki luas permukaan yang tinggi (170-200 m2/g) yang
dapat digunakan sebagai katalis, dan pndukung katalis (Shin dan Exarhos,
2007).

d. Biomaterial dalam bidang pangan

11
Nanoselulosa ditambahkan kedalam larutan 1-(2-hidroksietil)-3-metil
imidazolinium klorida ([HeMIM]Cl) yang mengandung matrik selulosa yang
kemudian membentuk lembaran komposit. Lembaran komposit ini
mengalami peningkatan sifat mekanik (kekuatantarik), stabilitas termal dan
ramah lingkungan (Ma et al, 2011). Nanoselulosa dicampur dengan kitosa
untuk menghasilkan nanokomposit, penambahan nanoselulosa mengakibatkan
naiknya nilai kekuatan tarik (tensile strength) sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai pengepakan makanan (Khan et all, 2012).

e. Polimer Komposit

Nanokomposit dibuat dari poliurenta dengan fraksi rendah selulosa,


menghasilkan polimer komposit yang mengalami peningkatan kekuatan tarik,
dan modulus young (Pie et al, 2011).

2.4 Parameter Uji Selulosa


2.4.1 Fourier Transform Infra Merah (FTIR)

Spekroskopi IR adalah sebuah metode analisis instrumentasi pada senyawa


kimia yang menggunakan radiasi sinar infra merah. Spektroskopi IR berguna untuk
mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada senyawa organik. Bila suatu senyawa
diradiasi menggunakan sinar inframerah, maka sebagian sinar akan diserap oleh
senyawa, sedangkan yang lainnya akan diteruskan.Serapan ini diakibatkan karena
molekul senyawa organik mempunyai ikatan yang dapat bervibrasi. Vibrasi molekul
dapat dialami oleh semua senyawa organik, namun ada beberapa yang tidak
terdeteksi oleh spektrometri IR. Cahaya terdiri dari berbagai frekuensi
elektromagnetik yang berkesinambungan yang berbeda. Radiasi inframerah adalah
salah satu bagian dari spektrum elektromagnetik yang terletak antara cahaya tampak
dan gelombang mikro. Rentang panjang gelombang inframmerah yang digunakan
untuk tujuan analisis adalah 2,5x10 -6m sampai dengan 16x10 -6m. Satuan yang
digunakan dalam spektroskopi inframerah adalah mikrometer dan bilangan

12
gelombang. Namun para ahli kimia lebih banyak menggunakan satuan bilangan
gelombang yaitu cm -1. Nilai 2,5-16 μ sama dengan 4000-625 cm-1(Samsiah, 2009).
Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus
fungsi spesifik.

Prinsip kerja FTIR adalah interaksi antara energi dan materi. Infrared yang
melewati celah ke sampel, dimana celah tersebut berfungsi mengontrol jumlah energi
ysng disampaikan kepada sampel. Kemudian beberapa infrared diserap oleh sampel
dan yang lainnya di transmisikan melalui permukaan sampel sehingga sinar infrared
lolos ke detektor dan sinyal yang terukur kemudian dikirim ke komputer dan direkam
dalam bentuk puncak-puncak (Dwi, 2013).
Analisis gugus fungsi suatu sampel dilakukan dengan membandingkan pita
absorbsi yang terbentuk pada spektrum infra merah menggunakan spektrum senyawa
pembanding yang sudah diketahui.
Skema alat spektroskopi inframerah yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.6 Skema Alat FT-IR (Dwi, 2013)

Beberapa contoh serapan yang khas dari gugus fungsi lignin,selulosa dan hemi
selulosa disajikan pada Gambar 2.7

13
Gambar 2.7 Serapan
khas dari gugus fungsi
lignin,selulosa
dan hemiselulosa
(Jiby dkk, 2015)

2.4.2 XRD (X-Ray Diffraction)

XRD merupakan salah satu metode karakteristik material yang paling


sering digunakan. XDR digunakan untuk mengedentifikasi fasa kristalin
dalam material dengan menentukan parameter struktur kisi dan untuk
mendapatkan ukuran partikel. Prinsip dasar dari XRD adalah mendifraksi
cahaya melalui celah kristal, difraksi cahaya oleh kristal atau kisi-kisi mampu
terjadi pada saat difraksi berasal dari radius yang mempunyai panjang
gelombang dan jarak antar atom sebesar 1 angstrom. Radiasi yang digunakan
dalam bentuk sinar-X, elektron dan neutron. Sinar-X adalah proton dengan
energi tinggi yang mempunyai panjang gelombang 0,5 sampai 2,5 angstrom.
Ketika sinar-X berinteraksi dengan material, maka sebagian sinar-X akan
diabsorbsi, ditransmisikan, dan sisanya dihamburkan terdifraksi. Hamburan
inilah yang dideteksi oleh XRD (Callister, 2009).

2.4.3 SEM (Scanning Electron Micrascope)

14
SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis
mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk
menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis. Fungsi
SEM adalah dengan memindai terfokus balok halus elektron ke sampel.
Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi molekul. Energi dari elektron
menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi jenis interaksi elektron
yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron terukur dapat
dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang
menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada
dalam sampel dianalisis.
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:

1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan


anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan
elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (Sri,
2001).
Beberapa keunggulan SEM, yaitu:
1. Kemampuan untuk menggambarkan area yang besar secara komparatif
dari spesimen.
2. Kemampun untuk menggambarkan materi bulk, dan berbagai mode
analitikal yang tersedia untuk mengukur komposisi dan sifat dasar dari
spesimen (Marlina, 2007).

15

Anda mungkin juga menyukai