Jurnal TB
Jurnal TB
Jurnal TB
Oleh
Perceptor
dr. Karyanto, Sp. Rad
Faktor Risiko
Faktor risiko tuberkulosis digolongkan menjadi 2 yaitu karena peningkatana pajanan terhadap
tuberkulosis dan memperburuk keadaan seseorang yang telah terinfeksi tuberkulosis. Individu
yang berisiko karena sering terpajan antara lain imigran yang tinggal di daerah endemis
(Asia, afrika,rusia, eropa barat dan amerika latin), individu dengan pendapatan rendah dan
akses yang sulit ke fasilitas pelayanan kesehatan, pengguna obat intravena, individu yang
tinbggal atau bekerja di tempat risiko tinggi (panti jompo, panti asuhan, lapas dll) dan tenaga
kesehatan. Di AS, imigran daerah endemis yang paling sering terkena tuberkulosis.
Faktor risiko akibat memburuknya keadaan individu yang terinfeksi tuberkulosis termasuk
usia <4 tahun, pengguna obat intravena, riwayat terinfeksi tuberkulosis <2tahun dan apsien
immunocompromised, transplantasi organ, individu yang mendapatkan terapi imunosupresif.
Keadaan lain yang dapat memperburuk keadaan penderita tuberkulosis diabetes melitus,
silikosis, gagal ginjal kronik, berat badan kurang, riwayat operasi gastrektomi atau jejunoileal
bypass, konsumsi rokok atau alkohol, dan penderita keganasan (leukemia, kanker)
Manifestasi Klinis
Tuberkulosis Aktif
Pencitraan berperan penting dalam evaluasi terapi pasien tb fase aktif. Algoritma 1
Jika rontgent dada negatif dan pasien HIV negatif, tidak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Jika rontgen dada positif untuk temuan TB aktif atau jika pasien positif HIV, maka evaluasi
laboratorium untuk TB aktif harus dilakukan. Untuk pasien HIV-positif, rontgen dada harus
dilakukan, tetapi hasil rontgent dada tidak membutuhkan penatalaksanaan segera, karena
temuan rontgent mungkin normal pada penderita HIV walaupun terdapat tb aktif. Apabila
secara klinis tidak ditemukan gejala tb namun dari CT scan menunjukan tb aktif maka
diperlukan pemeriksaan tuberkulosis lebih lanjut dan harus diisolasi sampai didapatkan hasil
negatif pada BTA sputum.
Pada tuberkulosis primer gambaran radiologis yang mungkin terlihat antara lain
limfadenopati, konsolidasi, efusi pleura dan nodul milioer. Sedangkan pada tuberkulosis
sekunder konsolidasi dominan pada apex, nodul dan cavitas. Tb primer biasanya terjadi
apada anak dan di negara maju sedangkan tb sekunder pada orang dewasa ataupun penduduk
negara berkembang.
Tuberkulosis Primer
Limfadenopati yang paling sering pada mediastinal dan hilus. Limfadenopati pada
tuberkulosis biasanya menunjukkan atenuitas yg rendah pada bagian center dengan
peningkatan tepi riferal pada material kontras - gambar CT yang kontras (Gambar 2), temuan
yang disebabkan oleh nekrosis kaseus sentral dengan jaringan inflamasi granulomatosa
perifer. Diagnosis banding dari nekrotik limfadenopati termasuk infeksi mycobakterium
nontb, limfoma dan metastase karsinoma. Limfadenopati tampak pada 83%-96% pada kasus
tb anak primer dan 10-43% tb sekunder meliputi paratrakeal kanan dan hilus limfe nodus.
Kadang pada fase resolusi limfadenopati, yang tampak adalah kalsifikasi limfe nodus normal.
Kavitas
Pemyakit parenkin paling banyak bermanifestasi konsolidasi pada daerah opaq pada
segmental paru. Tidak ada predileksi lobar yang kuat dalam tuberkulosis primer. Kavitasi
terjadi pada sebagian kecil pasien dengan TB primer (29%); dan ketika kavitasi terjadi,
dikenal sebagai penyakit primer progresif. Cavitas ini terjadi dalam konsolidasi yang ada dan
dengan demikian tidak menunjukkan zona paru dominasi atas, berbeda dengan penyakit tb
sekunder.Penyakit parenkim sering muncul mirip dengan pneumonia bakteri, tetapi kehadiran
getah bening-adenopati bisa menjadi petunjuk yang mengarah ke TB primer. Resolusi
konsolidasi paru umumnya lambat, biasanya akan terjadi resolusi dalam 2 tahundan kadang
terlihat parut sisa. Setelah resolusi, sisa jaringan parut parenkim dapat dilihat sebagai fokus
ghon
Limfadenitis tuberkulosis penebalan garis paratrakeal kanan
dengan necrosis causea konsistensi limfadenopati panah) dan
konsolidasi (panah) pada lobus kanan
tengah dan bawah
Efusi Pleura
Terdapat pada 25% tb primer dewasa yang lebih sering terjadi unilateral. Efusi pleura
jarang terjadi pada anak (6-11%). Efusi pleura juga jarang terjadi pada tb sekunder (18%).
efusi pleura TB terjadi sering karena hipersensitivitas terhadap protein Tb, jarang
dikarenakan infeksi pleura. Karena itu. M tuberculosis jarang terdapat pada cairan pleura.
Pemeriksaan sitologi cairan pleura biasanya mengungkapkan didominasi limfosit; Jika hasil
analisis cairan yang tidak definitif, penambahan biopsi pleura dapat meningkatkan hasil
diagnostik pada pasien ini. Empiema tuberkulosis biasanya terlokalisir dan berkaitan dengan
penebalan pleura. Bila tidak ditatalaksana dengan baik, dapat menyebabkan
fistulabronkopleura atau fibrothorax
Airway disease
Keterlibatan dinding bronkus dapat terjadi pada tb primer dan sekunder. Stenosis bronkial
terjadi pada 10% -40% pasien dengan tuberkulosis aktif dan disebabkan oleh ekstensi
langsung dari limfadenitis tuberkulosis dengan cara diseminasi endobronkial atau limfatik.
Gambaran radiografi utama dari keterlibatan jalan napas proksimal tidak langsung, termasuk
atelektasis segmental atau lobar , hiperinflasi lobar, impaksi mukoid, dan post obstructive
pneumonia. Pada CT, keterlibatan jalan nafas dapat bermanifestasi sebagai penyempitan
segmen panjang dengan penebalan dinding yang tidak teratur, obstruksi lumen, dan kompresi
ekstrinsik
(Ro thorax PA)Paru kanan lobus atas kolaps (CT scan thorax dengan kontra) penebalan
bronkus
Tuberkulosis Milier
Rontgent dada tampak kekruhan dan parut CT scan axial pada lobus kanan atas
ada lobus atas kanan terdapat kavitas (panah)
Tb Anak
Manifestasi kliniknya beda dengan dewasa, dan biasanya terjadi tb primer. diagnostik untuk
anak yang diduga menderita TB harus mencakup mendapatkan anamnesis dan melakukan
pemeriksaan fisik, tes HIV, uji kulit tuberkulin, interferon-γ rilis assay, radiologi. Tatalaksana
awal dilakukan dilakukan bila menemukan manifestas klinik walau pada pem radiologi tidak
ditemukan.
Hilus dan limfadenopati mediastinum adalah ciri radiologis TB pediatrik dan dapat secara
sementara terlihat pada pasien tanpa gejala. Sebelumnya pada masa kanak-kanak (usia 0-3
tahun), hampir 50% kasus dapat bermanifestasi limfadenopati terisolasi, dibandingkan
dengan hanya 9% dari kasus kemudian di masa kecil (usia 5-14 tahun). kompresi ekstrinsik
dari bronkus yang berdekatan dapat menyebabkan gejala yang terkait dengan kompresi jalan
napas atau pneumonia postobstructive.
Evaluasi Laboratorium
Keterbatasan pengujian laboratorium dalam bentuk positif palsu dan negatif palsu harus
dipertimbangkan dalam menawarkan diagnosis diferensial. Pasien yang diduga menderita
aktif tuberkulosis harus ditempatkan dalam ruang isolasi. Evaluasi laboratorium dimulai
dengan mendapatkan dahak untuk BTA dan kultur. Dalam kasus di mana pasien tidak dapat
menghasilkan dahak, dahak dahak dapat dirangsang dengan pemberian saline hipertonik
nebu. Bila dari laboratorium tidak mendapatkan tanda gangguan pada paru, dilakukan
bronkoskopi (bronkial wash sensitivitas 73%). Jika ada limfadenopati mediastinum, USG
endobronchial transbronchial needle aspiration dapat membantu untuk diagnosis
Staining/Pewarnaan
Dahak yang diperoleh dapat dikultur menggunakan warna Ziehl-Nieelsen. Sensitivitas kultur
BTA SPS 68 -72% pada pasien dengan kultur TB positif (48-50) dan 62% pada pasien HIV-
positif. Temuan BTA penting untuk memulai terapi.
Kultur
Kultur dapat mendeteksi sedikitnya 10 mycobacteria per mililiter sampel, sedangkan
setidaknya 5000 mycobacteria per mililiter diperlukan untuk BTA positif. Namun kultur
butuh 6mgg. Kultur mikobakteri tetap menjadi standar acuan untuk mendiagnosis TB aktif,
dengan sensitivitas 80% -85% dan spesifisitas 98%. Dalam 10% kasus dewasa, konfirmasi
tidak pernah didirikan dengan temuan kultur. Tingkat konfirmasi kultur bahkan lebih
rendah pada anak-anak, sekitar 28%. konversi kultur penting dalam memantau respon
pengobatan dan mempengaruhi panjang dan jenis pengobatan. Kultur juga digunakan untuk
mengetahui resistensi bakteri M. Tuberkulosis terhadap OAT
Tuberkulosis Laten
Tuberkulosis laten (inaktif) memiliki makna yang luas. antara terdapat temuan positif pada
lab namun tidak ada bukti klinis maupun radiologi. Ditandai dengan perubahan fibronodular
(termasuk fibrosis peribronkial dan bronkiektasis dan keruh pada lobus atas paru. Perubahan
fibronodular dikaitkan dengan risiko yang jauh lebih tinggi untuk mengembangkan reaktivasi
TB. Sebaliknya, granuloma yang terkalsifikasi dan kelenjar getah bening yang terkalsifikasi
dikaitkan dengan risiko reaktivasi yang sangat rendah dan secara umum terlihat pada
penyakit granulomatosa lain, seperti infeksi jamur endemik dan sarkoidosis. Rongga
tuberkulosa yang sembuh dapat bertahan setelah penyakit aktifnya sembuh dan dapat
menyebabkan komplikasi hemoptisis, infeksi bakteri, atau misetoma.
Pada pasien yang diduga menderita TB laten, skrining yang dapat dilakukan uji tuberkulin
ndan interferon γ. Pasien tanpa gejala dengan hasil positif pada tes skrining TB harus
menjalani rontgent dada. untuk mengevaluasi keberadaan TB aktif atau tidak aktif). Jika
rontgen dada menunjukkan temuan normal atau menunjukkan granuloma yang terkalsifikasi,
pasien mungkin atau mungkin tidak dirawat karena TBC laten, tergantung pada adanya faktor
risiko untuk reaktivasi. Pengobatan pasien dengan TB laten biasanya terapi obat tunggal
dengan isoniazid atau rifampin. Jika rontgen dada menunjukkan perubahan fibronodular,
pengobatan pasien dengan TB laten sesuai jika temuan ini telah stabil selama setidaknya 6
bulan atau jika hasil pemeriksaan untuk TB aktif adalah negatif. Jika stabilitas 6 bulan tidak
dapat ditetapkan, misalnya, karena kurangnya pemeriksaan sebelumnya, maka evaluasi klinis
dan laboratorium lebih lanjut untuk TBC aktif diperlukan.
Pasien dengan temuan radiologi meragukan, seperti nodul yang tidak jelas atau kavitasi yang
tidak jelas harus menjalani evaluasi lebih lanjut untuk TB aktif. CT dada mungkin bermanfaat
untuk karakterisasi yang lebih baik dari temuan radiografi, terutama ketika tidak ada hasil
pencitraan sebelumnya. Jika rontgen dada menunjukkan rongga atau konsolidasi yang
menunjukkan TB aktif, pasien perlu menjalani evaluasi klinis dan laboratorium lebih lanjut.
Jika hasil pemeriksaan positif, terapi empat obat awal untuk tuberkulosis aktif diperlukan,
alih-alih terapi obat tunggal untuk TB laten.
Rontgent thorax penting dalam evaluasi dan stratifikasi risiko pasien yang diduga menderita
tb laten. Catatan tersebut harus menggambarkan apakah gambaran radiologi tersebut normal,
granuloma terkalsifikasi ataupun parut fibronodular.
Tes Infeksi
Disarankan pada individu tanpa gejala dengan risiko tinggi, temuan pemcitraan sugestif tb
aktif. Tes yang dapat dilakukan
Reaksi positif palsu untuk tes kulit tuberkulin dapat terjadi karena paparan mycobacteri non
tuberkulosis. Selain itu, vaksin BCG pada anak usia dapat menyebabkan tuberkulin tes kulit
positif berlangsung di beberapa individu, terutama jika mereka divaksinasi setelah usia 1
tahun. Reaksi negatif palsu dapat terjadi pada pasien dengan infeksi TB baru dan pada pasien
immunocompromised. Tuberkulin skin tes positif dapat kembali ke negatif dengan waktu,
pada tingkat sekitar 5% per tahun setelah paparan awal. Akibatnya, sebagian besar penduduk
lanjut usia akan memiliki reaksi negatif meskipun paparan sebelumnya untuk tuberkulosis.
Pada pasien ini, tes ulang dilakukan 1-3 minggu kemudian umumnya akan positif karena
“fenomena booster”
Sebuah alternatif untuk tes kulit tuberkulin untuk evaluasi pasien yang diduga menderita TB
laten. Dibandingkan dengan tes kulit tuberkulin, tes interferon-γ release assays hanya
membutuhkan satu tes dan hasil keluar dalam 24 jam. Seperti dengan tuberkulin skin test,
reaksi negatif tidak bisa benar-benar menyingkirkan infeksi tuberkulosis. Data yang terbatas
yang tersedia berkaitan dengan penggunaan tes rilis interferon-γ di immunocompromised
individu (misalnya, orang-orang dengan infeksi HIV) yang menunjukkan bahwa mungkin
ada peningkatan hasil negatif palsu atau tak tentu. Interferon-γ release assay tidak bereaksi
silang dengan BCG vaksin-cination atau dengan sebagian besar strain mycobacteria
nontuberculosis.
Tuberkulin skin tes dan interferon-γ release assays tidak dapat digunakan untuik
mengevalusasi tb aktif karena sensitivitas dari kedua tes ini kurang spesifik karen awaktu
yang dibutuhkan untuk respon imunitasmeskipun hasil positif dari tes ini mendukung
diagnosis TB aktif, hasil positif tidak boleh digunakan sendiri untuk diagnosis. Sebuah hasil
negatif dari tes ini, seperti yang dibahas, tidak mengecualikan TBC. Jadi, meskipun banyak
ahli dapat mempertimbangkan penggunaan tes skrining pada kasus yang dicurigai TB aktif
sebagai bantuan diagnostik, tes tersebut tidak harus dianggap sebagai memberikan jawaban
pasti
Temuan pencitraan sugestif TB aktif, apakah itu secara klinis dicurigai atau tidak, harus
segera komunikasi langsung dengan penyedia merujuk dan penempatan pasien di isolasi
respira-tory sampai sampel dahak negatif diperoleh. Pengobatan pasien dengan aktif
tuberkulosis memiliki dua fase. Fase iniasi/intensif yang berlangsung selama 2 bulan yang
menggunakan obat isoniazid, rifampisin, etambutol dan pirazinamid dan fase lanjutan yang
penggunaanya tergantung risiko relaps pasien dan diberikan isoniazid dan rifampisin.
Pasien dengan TB aktif yang memiliki kavitasi pada radiografi dada awal dan pada
penyelesaian fase inisiasi, kultur masih positif harus melanjutkan terapi untuk total 9 bulan.
Dengan demikian, pemeriksaan yang cermat dari radiografi dada awal harus dibuat untuk
penyakit dengan kavitas. Meskipun CT dua kali lebih sensitif seperti rontgent thorax dan
mungkin berguna dalam meningkatkan kecurigaan untuk TBC aktif, keputusan tentang
panjang pengobatan di algoritma ini didasarkan pada adanya rontgent dada, bukan pada
gambar CT. Ketika pengobatan diindikasikan untuk tb inaktif, regimen pengobatan utama
adalah 9 bulan terapi dengan isoniazid. Jika pasien HIV negatif dan jika rontgen dada
menunjukkan temuan normal, maka 6 bulan terapi dengan isoniazid mungkin cukup. Untuk
pasien yang tidak dapat mentoleransi terapi isoniazid atau telah terkena isoniazid tahan m Tb,
4 bulan terapi rifampisin dianjurkan. Hasil studi baru telah menunjukkan bahwa terapi
mingguan dengan isoniazid dan rifapentin selama 3 bulan adalah alternatif yang dapat
diterima pada pasien tertentu
gambar pre dan post treatmen. (A) radiografi Pretreatment PA dada menunjukkan nodul dan
konsolidasi (panah), terutama di zona paru apikal dan atas bilateral. (B) radiografi pasca-
perawatan PA dada menunjukkan sisa fibrosis (panah) dan kekeruhan nodular (panah),
temuan yang mewakili dasar baru ini pasien.
Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di kedua negara maju
dan berkembang. Radiolog perlu mengenal temuan pencitraan TB paru. Kesadaran faktor
risiko tertentu, seperti kerentanan terhadap paparan, kekebalan diubah, usia anak, dan faktor
risiko, yang dapat mempengaruhi kemungkinan dan muncul penyakit adalah penting. Hal ini
juga penting untuk menyadari peran dan keterbatasan pengujian laboratorium, bersama
pencitraan dan evaluasi klinis, dalam membangun diagnosis. Pada pasien dengan temuan
positif pada tes kulit atau interferon-γ rlease assay dan uji tuberkulin, pencitraan memainkan
peran penting dalam stratifikasi risiko dengan membantu untuk membedakan infeksi laten,
penyakit tidak aktif sebelumnya, dan penyakit aktif. Temuan pencitraan, seperti kavitasi,
mempengaruhi keputusan pengobatan, seperti panjang dari program terapi untuk aktif dis-
kemudahan.