PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang prevalensi gizi kurang pada balita masih
cukup tinggi. Prevalensi nasional memberikan gambaran fluktuatif dari 18,4 persen pada tahun
2007 dan menurun menjadi 17,9% pada tahun 2010, dan meningkat lagi menjadi 19,6% pada
tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013). Kurang gizi akan berdampak langsung terhadap fungsi
sistem neuron dari susunan pusat saraf dimana zat besi diketahui memiliki peranan yang sangat
penting yaitu sebagai metabolisme transmitter pada sistem susunan pusat saraf yang
memegang komando terhadap semua fungsi tubuh. Efek tidak langsung dari kekurangan gizi
yaitu anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif, dan tidak mampu berkonsentrasi. Sehingga pada
keadaan kurang gizi perkembangan kognitif anak terhambat dan aktivitas tubuhnyapun
menurun (Irianto, 2014).
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tiga beban masalah gizi atau Triple Burden of Malnutrition (TBM) adalah masalah
gizi yang mencakup undernutrisi (stunting dan wasting), defisiensi zat gizi mikro dan
obesitas (WHO, 2016). Masalah tersebut merupakan penyumbang terbesar secara global
dan sangat mempengaruhi tingkat kesehatan setiap negara (The Committee on World Food
Security, 2017). Jadi, Triple Burden of Malnutrition adalah tiga beban masalah gizi yang
meliputi undernutrition, overnutrition dan micronutrient deficiency yang terjadi dalam satu
waktu di suatu wilayah. Berikut adalah penjelasan dari tiga masalah gizi yang terjadi di
Indonesia :
3
kedai cepat saji dengan harga yang murah akan berpeluang bagi masyarakat
umum untuk mengonsumsi lebih banyak makanan cepat saji yang tinggi kalori.
Hal tersebut dapat meningkatkan faktor risiko untuk terjadinya obesitas
(NHLBI, 2018). Jika obesitas terjadi, dampak yang ditimbulkan akan
berlangsung seumur hidup, seperti metabolik sindrom, diabetes mellitus tipe II,
penyakit ginjal, penyakit jantung, penyakit liver, dislipidemia, dan lain-lain
(NHLBI, 2018).
c. Micronutrient Deficiency : Micronutrient Deficiency yaitu kekurangan zat gizi
mikro seperti vitamin dan mineral (Vitamin A, Asam Folat, Iodium, Zat Besi
dan Seng). Gangguan yang terjadi akibat Micronutrient Deficiency antara lain
seperti Anemia Gizi, KVA (Kekurangan Vitamin A) dan GAKI (Gangguan
Akibat Kurang Iodium). Sedangkan defisiensi zat mikro yang sering terjadi
adalah anemia zat besi yang akan berdampak pada keterlambatan
perkembangan dan gangguan perilaku (CDC, 1998). Anemia gizi juga
menyerang tiap kelompok umur terutama anak-anak, wanita hamil dan wanita
usia subur.
10
0
Overnutrition Defisiensi Mikronutrient Stunting
4
Bisa dilihat bahwa prevalensi overnutrition atau gizi lebih mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun, defisiensi mikronutrient mengalami peningkatan pada tahun 2007 yaitu
sebesar 59%, sedangkan untuk stunting posisi paling tinggi berdasarkan Riskesdas 2013
yaitu sebesar 37,2% dan berhasil diturunkan sebesar 30,8%.
2. Lingkungan Ekonomi dan Pangan : Pengaruh ketersediaan dan kualitas makanan di dekat
rumah, akses ekonomi terhadap pangan yang mempengaruhi konsumsi. Naiknya
kekayaan nasional ,yang tidak diimbangi dengan ketahanan pangan, tetapi masih banyak
juga konsumsi makanan berlemak sehingga membuat konsumsi lemak per kapita naik
dua kali lipat. Konsumsi makanan olahan juga terus meningkat, khususnya di wilayah
perkotaan.
3. Lingkungan Fisik/Bangun : Pengaruh perilaku kegiatan individu, yaitu banyak kota tidak
ramah bagi pejalan kaki sehingga tidak mendukung aktivitas fisik, selain itu tempat-
tempat yang menyediakan makanan sehat terbatas. Mereka yang bekerja dan sekolah
tidak punya banyak pilihan selain makanan siap saji di luar rumah.
4. Lingkungan Sosial Budaya : Pengaruh media pendidikan, tekanan teman sebaya dan
budaya. Budaya dan tradisi yg mempengaruhi gizi ibu hamil dan anak-anak, serta norma
sosial membuat perempuan menikah saat masih muda. Faktor-faktor ini berkontribusi
terhadap naiknya kasus kelahiran dengan berat badan kurang.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita,
yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi
5
anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare (Astaqauliyah, 2006).
Namun, menurut (Almatsier, 2001) masalah gizi kurang di Indonesia pada umumnya
disebabkan oleh kemiskinan, kurang tersedianya bahan pangan, kurang baiknya lingkungan,
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya
daerah miskin gizi. Sedangkan masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada
lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan gizi, menu seimbang,
dan kesehatan.
Dari literatur diatas, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan penyebab kurang gizi
yang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum, sehingga diperlukan perhatian
lebih karena kemiskinan sangat mempengaruhi konsumsi makanan. Makanan untuk anak
harus mengandung kualitas dan kuantitas gizi yang baik untuk menjaga kesehatan dan
meningkatkan daya tahan tubuhnya.
Namun, hal ini berbanding terbalik dengan penderita gizi lebih. Peningkatan pendapatan
pada kelompok masyarakat tertentu, khususnya di perkotaan menyebabkan perubahan gaya
hidup, terutama dalam pola makan. Perubahan yang terjadi adalah maraknya makanan cepat
saji atau junk food dimana makanan tersebut memiliki kalori yang sangat tinggi. Dalam hal
ini, produk junk foodjuga rendah serat, yang dapat memicu konstipasi atau susah buang air
besar dan dapat meningkatkan asam lambung. Tak hanya itu, junk food juga banyak
mengandung jenis lemak jahat atau biasa disebut lemak jenuh, yang dalam jangka panjang
dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, pemicu penyakit jantung, dan yang paling
sering terjadi adalah obesitas.
Perubahan pola makan ini dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya makanan asing yang
disebabkan oleh kemajuan teknologi. Tingginya pendapatan dan banyaknya fasilitas yang
tersedia menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat. Perubahan pola makan dan
kurangnya aktifitas fisik ini yang menyebabkan sebagian masyarakat mengalami masalah
gizi lebih, yaitu berupa kegemukan atau obesitas. Meningkatnya konsumsi pangan
masyarakat juga dikaitkan dengan adanya tekanan hidup atau stress.
6
Tidak hanya itu, kondisi sanitasi yang buruk, tercemarnya sumber air dan tidak tersedianya
tempat penyimpanan makanan yang aman akan meningkatkan penyebaran penyakit infeksi.
Disamping itu, rendahnya pemberian ASI akan meningkatkan penyebaran infeksi terutama
karena kontaminasi air yang digunakan untuk mempersiapkan susu formula. Padahal, selain
mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi, ASI juga mengandung zat yang melindungi bayi
dari terkena infeksi.
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada
umumnya)
7
Dari berbagai dampak diatas, dampak paling besar yaitu kesakitan, kecacatan dan
kematian. Kesakitan dan kecacatan dapat mempengaruhi produktivitas kerja dan kualitas
seseorang sehingga tidak bisa bersaing di masa depan.
Masalah gizi sendiri termasuk ke dalam masalah kesehatan yang sangat mendasar
bagi kehidupan, karena bila ada seseorang mengalami masalah gizi maka dampaknya akan
sangat luas. Ada hubungan erat antara kekurangan gizi dengan kualitas sumber daya
generasi penerus.
Selain itu, kekurangan gizi pada anak juga dapat menyebabkan pertumbuhan
fisiknya tidak optimal, anak menjadi kurus dan sangat pendek (stunting). Bila hal ini tidak
segera diatasi, dalam jangka panjang akan mengakibatkan hilangnya potensi generasi muda
yang cerdas dan berkualitas (lost generation) sehingga anak menjadi tidak produktif dan
tidak mampu bersaing di masa depan. Kekurangan gizi juga berhubungan erat dengan
8
infeksi. Kurang gizi akan memperlemah sistem kekebalan tubuh serta meningkatkan
kemungkinan dan keparahan terkena infeksi. Menurut (Bardosono, 2009) mengatakan
bahwa, secara simultan, infeksi yang berulang (yang tersering adalah diare) akan
menyebabkan bahkan memperparah masalah kurang gizi.
Sementara itu, kelebihan gizi juga tidak baik bagi anak karena akan mengancam
kesehatan masyarakat. Seseorang yang mengalami gizi lebih nantinya akan meningkatkan
risiko penyakit degeneratif seperti: diabetes militus tipe II, hipertensi, gagal ginjal,
penyakit jantung koroner (PJK), penyakit kardiovaskuler maupun gangguan fungsi organ
vital tubuh lainnya, dan lain sebagainya. Menkes juga mengatakan bahwa kelebihan gizi
juga merupakan risiko utama penyakit tidak menular yang juga merupakan salah satu
penyebab utama kematian di Indonesia.
Banyak masyarakat Indonesia belum menyadari masalah ini. Pada tahun 2014,
kementerian Kesehatan Indonesia membuat Pedoman Gizi Seimbang yang mengandung
empat pilar gizi seimbang yang salah satunya yaitu mengonsumsi makanan beragam.
Karena, tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan. Untuk itu perlu mengoptimalkan asupan
dengan mengonsumsi makanan beragam yang mengandung sumber karbohidrat seperti
nasi, sumber protein hewani seperti daging unggas, sumber protein nabati seperti tahu dan
tempe, sumber vitamin, mineral dan serat seperti sayur dan buah (PGS,2014).
9
a. 1000 HPK & ASI Ekslusif
Dengan adanya edukasi gizi terhadap masyarakat terutama Ibu dan anak. Mulai dari
edukasi gizi secara langsung maupun tidak langusng. Secara langsung dapat melalui
penyuluhan pada ibu-ibu PKK, posyandu, dan anak di tingkat sekolah. Edukasi ini
harus didorong dengan bukti ilmiah yang nyata mengenai serangkaian program
pentingnya nutrisi pada 1.000 hari pertama kehidupan (sejak janin dalam kandungan
hingga usia dua tahun) dan pemberian ASI. Sedangkan untuk edukasi yang tidak
langsung adalah dengan adanya buku bacaan, selebaran atau poster, dan media massa.
Mengonsumsi suplemen tambahan dilakukan untuk meningkatkan kadar zat besi dan
Vitamin A dalam tubuh. Tindakan ini sebagai salah satu pengobatan anemia dan
gangguan kurang iodium. Asupan zat besi melalui konsumsi makanan juga perlu
ditingkatkan, hal ini demi menjaga cadangan dan tingkat zat besi yang normal.
Pedoman gizi seimbang adalah upaya perbaikan pada kekurangan yang terdapat pada
program pedoman umum gizi seimbang, pedoman gizi seimbang melakukan work shop
pada tahun 2014, yang mana pada acara tersebut pihak mentri kesehatan meminta
10
pendapat dari berbagai pihak. Pedoman Gizi Seimbang baru ini sebagai
penyempurnaan pedoman-pedoman yang lama, bila diibaratkan rumah maka ada 4
(empat) pilar prinsip yang harus dipenuhi agar rumah tersebut dapat berdiri, yaitu 1).
Mengonsumsi makanan beragam, tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung
semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan
mempertahankan kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir
sampai berusia 6 bulan; 2). Membiasakan perilaku hidup bersih, perilaku hidup bersih
sangat terkait dengan prinsip Gizi Seimbang; 3) Melakukan aktivitas fisik, untuk
menyeimbangkan antara pengeluaran energi dan pemasukan zat gizi kedalam tubuh;
4) Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) dalam batas normal.
Memantauan BB normal merupakan hal yang harus menjadi bagian dari ‘Pola Hidup’
dengan ‘Gizi Seimbang’, sehingga dapat mencegah penyimpangan BB dari BB normal,
dan apabila terjadi penyimpangan maka dapat segera dilakukan langkah-langkah
pencegahan dan penanganannya.
e. Fortifikasi Makanan
f. Meningkatkan Kesadaran
Terakhir adalah dimulai dari kesadaran diri sendiri akan pentingnya gizi cukup mulai
dari pola makan, sanitasi lingkungan, dan melakukan aktivitas fisik atau olahraga
teratur.
Semua bentuk penanggulangan masalah gizi diatas harus disertai dengan adanya
ketersediaan pelayanan kesehatan yang baik, terjangkau dan memadai serta membangun
sanitasi yang baik dari masyarakat dan pemerintah.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Triple Burden of Malnutrition adalah tiga beban masalah gizi yang meliputi
undernutrition, overnutrition dan micronutrient deficiency yang terjadi dalam satu waktu
di suatu wilayah. Triple Burden Malnutrition di Indonesia sendiri yaitu Stunting,
Overweight/Obesitas dan Kekurangan Zat Gizi Mikro. Faktor yang mempengaruhi yaitu
Lingkungan Kesehatan, Biologis, Ekonomi, Pangan, Fisik dan Sosial Budaya. dampak
paling besar dari kasus ini yaitu kesakitan, kecacatan dan kematian. Kesakitan dan
kecacatan dapat mempengaruhi produktivitas kerja dan kualitas seseorang sehingga tidak
bisa bersaing di masa depan. Sementara untuk tindakan penanggulangan dilakukan dengan
1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan), PGS, Pemberian Makanan Tambahan, Pemberian
Tablet Vitamin A dan Zat Besi dan Fortifikasi Pangan.
3.2 SARAN
Masalah Gizi merupakan permasalahan yang menyangkut banyak sektor. Untuk itu
dibutuhkan kerjasama antar sektor untuk menganani masalah gizi. Gizi merupakan pondasi
kuat untuk pertumbuhan agar generasi masa muda saat ini aman akan masa depannya dan
masa depan generasi penerus selanjutnya. Jika kita ingin ikut dalam pemecahan masalah
tersebut, mulailah dari hal kecil dengan menjadi relawan dalam program terkait, seperti
penyuluhan, membuka jasa konsultasi gratis, pemberian makanan bergizi, membuka kurus
keterampilan mandiri, ataupun bidang lainnya yang terkait.
12
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Diakses pada 26 Desember 2018
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018/Hasil%2
0Riskesdas%202018.pdf
Worldbank Indonesia Health Sector Review. 2012. Indonesia Menghadapi Beban Ganda
Malnutrisi. Diakses pada 26 Desember 2018
http://documents.worldbank.org/curated/en/278471468258284433/pdf/NonAsciiFileNam
e0.pdf
Diah Novitasari. 2014. Masalah Gizi Ganda di Indonesia. Diakses pada 27 Desember 2018
https://diahdidin.wordpress.com/2014/03/15/masalah-gizi-ganda-di-indonesia/
Hello sehat. Apa yang terjadi pada anak yang mengalami malnutrisi. Diakses pada 2 Januari 2018
https://hellosehat.com/parenting/nutrisi-anak/dampak-malnutrisi-pada-anak/
Sheylanisya. Upaya Pencegahan Triple Burden, Seberapa Sadarkah Orang Tua. Diakses pada 10
Januari 2019
https://www.kompasiana.com/sheylanisya/5c2ca23ec112fe5276095da4/upaya-
pencegahan-triple-burden-malnutrition-seberapa-sadarkah-orangtua
Neva Arunika Utami. 2017. Overweight dan Obesitas. Diakses pada 12 Januari 2019
http://eprints.undip.ac.id/57603/3/Neva_Arunika_Utami_22010113120055_Lap.KTI_Ba
b2.pdf
Kemenkes RI. 2017. Ingin Sehat? Mulailah Perhatikan Mikronutrien Tubuh. Diakses pada 12
Januari 2019
http://www.depkes.go.id/article/view/17110100004/ingin-sehat-mulailah-perhatikan-
mikronutrien-tubuh.html
13
School Of Parenting. Apa Itu Stunting dan Bagaimana Cara Mencegahnya. Diakses pada 12
Januari 2019
https://schoolofparenting.id/apa-itu-stunting-dan-bagaimana-cara-mencegahnya/
Diannisa Damar Rahmahani. Masih Maraknya Malnutrisi Dikota Metropolitan. Diakses pada
13 Januari 2019
https://www.kompasiana.com/diannisadamar/5bf62d346ddcae7204180fd3/masih-
maraknya-malnutrisi-dikota-metropolitan
https://www.academia.edu/13392994/BERBAGAI_PROGRAM_UNGGULAN_PEMER
INTAH_DALAM_UPAYA_PENANGGULANGAN_MASALAH_KEKURANGAN_GI
ZI
14