Disusun oleh:
Kelompok 10
Christoffel W. P. U. 1506767214
Dya Iqtha Poetri A. 1506767233
Purnama Wulansari N. 1506767126
Putu Pradnya Paramita 1506767082
Sulastri Dakhi 1506796196
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR
Tim Penulis
1
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
LAMPIRAN .......................................................................................................... 22
Jurnal ........................................................................................................ 22
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar produk obat herbal telah mengalami pertumbuhan luar biasa dalam
beberapa tahun terakhir. Mayoritas obat herbal yang beredar adalah adalah
formulasi multi-komponen (Thakur et al., 2011). Produk herbal merupakan
produk kompleks karena mengandung banyak konstituen dalam konsentrasi yang
berbeda mewakili kelas kimia yang berbeda dengan sifat analitik yang berbeda.
Konstituen terkadang mempunyai konsentrasi yang sangat rendah pada produk
herbal jadi. Akibatnya, analisis untuk produk herbal harus memperhatikan
perbedaan kebutuhan analisis untuk ekstrak yang berbeda, menggunakan penanda
atau markers untuk zat aktif, dan menggunakan kromatogram sidik jari (Kruse et
al., 2013). Selain itu, konstituen yang terdapat dalam obat herbal dapat bereaksi
satu sama lain. Hal ini menimbulkan perhatian serius tentang stabilitas formulasi
tersebut. Produk herbal sangat rentan terhadap kerusakan, terutama selama
penyimpanan, yang menyebabkan hilangnya komponen aktif, produksi metabolit
tanpa aktivitas, maupun dalam kasus ekstrim, beracun. Hal ini perlu diatasi untuk
menentukan formulasi yang tepat. Memahami masalah yang terkait dengan
stabilitas produk herbal dapat memberikan ide untuk menangani masalah
stabilitas. Modifikasi formulasi obat herbal dapat menangani masalah stabilitas.
3
menyediakan data untuk penentuan usia simpannya (Thakur, 2008). Dalam studi
stabilitas, dilakukan evaluasi berdasarkan parameter kimia, fisik, mikrobiologi,
terapi dan toksikologi (Sachan dan Kumar, 2015). Studi stabilitas harus dilakukan
pada setidaknya tiga batch produksi produk herbal dalam waktu yang diklaim
sebagai usia simpannya (shelf life) yakni dilambangkan sebagai stabilitas jangka
panjang dan dilakukan di bawah kondisi ruang alami. Dengan bantuan teknik
analisis modern seperti spektrofotometri, HPLC, HPTLC dan dengan
menggunakan pedoman yang tepat memungkinkan untuk menghasilkan data
stabilitas produk herbal dan memprediksi usia simpan atau shelf life produk
tersebut.
4
2. Bab II berisi definisi uji stabilitas, tujuan dilakukan uji stabilitas,
karakteristik obat tradisional, factor yang mempengaruhi stabilitas obat
tradisional, uji stabilitas pada obat tradisional, tantangan uji stabilitas obat
tradisional, dan aplikasi jurnal mengenai uji stabilitas obat tradisional
3. Bab III berisi kesimpulan, saran, dan jawaban pertanyaan hasil diskusi
5
BAB 2
ISI
6
Gambar 1. Penggolongan Obat Bahan Alam Indonesia
a. Obat Tradisional adalah sedian obat bahan alam yang berasal dari berupa
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan
tersebut.
b. Berbeda dengan obat kimia, obat tradisional memiliki kandungan lebih
dari 1 senyawa (multikomponen), dimana senyawa-senyawa tersebut
dapat berefek sinergis maupun sebaliknya.
c. Besarnya kandungan senyawa dalam tanaman dipengaruhi kondisi tempat
tumbuh tanaman seperti faktor tanah (ketinggian tempat, topografi,
drainase, jenis tanah, sifat fisik tanah, dan sifat kimia tanah) dan faktor
iklim (curah hujan dan suhu).
d. Stabilitas kandungan senyawa dalam tanaman dipengaruhi oleh enzim
amilase, protease, dan enzim lainnya yang dapat menyebabkan
pembusukan dalam tanaman.
e. Kandungan air juga berpengaruh dalam pertumbuhan mikroorganisma
dalam tanaman, dimana mikroorganisme berperan penting dalam stabilitas
tanamaan.
7
suhu tinggi mempercepat reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis
sehingga mempercepat degradasi obat.
b. Kelembapan
c. Cahaya
d. Oksigen
2) Faktor Lain
a. Eksipien
c. Kontaminasi mikroba
d. Kontaminasi logam
8
Kontaminasi logam telah banyak ditemukan dalam obat herbal
karena penyimpanan yang tidak higienis dan kondisi kemasan.
Kontaminasi logam yang tinggi ini dapat terjadi karena efek
lingkungan yang rusak yaitu dari tanah, air dan udara.
9
pola kromatogram hasil pengujian awal. Syaratnya ialah tidak terjadi
perubahan signifikan terhadap pola kromatogram selama waktu pengujian.
Metode yang digunakan biasanya KCKT detektor UV.
3. Microbial content, merupakan pengujian mikrobiologi sediaan herbal yang
diinokulasikan dan diinkubasi lalu diamati apakah terbentuk koloni
mikroorganisme atau tidak
4. Kekerasan/keregasan, uji ini hanya dilakukan pada sediaan herbal berupa
tablet selaput atau tanpa selaput. Uji ini merupakan resistensi friksi atau
hancur pada suatu tablet
5. Disolusi/disintegrasi, uji ini hanya dilakukan sediaan herbal kapsul, tablet,
dan kapsul. Tujuan uji ini ialah untuk melihat waktu hancur dari sediaan
dan kuantitas dari suatu substansi yang terdisolusi pada waktu tertentu
6. Kadar air, uji ini merupakan pengukuran kadar air pada suhu dan
kelembaban relative tertentu.
7. Viskositas, merupakan suatu kecenderungan suatu fluid untuk mengalir
karena gaya kohesi
8. pH, merupakan pengukuran derajat keasaman atau basa.
9. Variasi ukuran partikel/granul, uji ini dilakukan pada sediaan herbal
berupa suspense yang bertujuan untuk mengukur variasi partikel/granul
yang ada pada suspensi. Karena ukuran partikel/granul sangat berpengaruh
pada kestabilan suspensi
10. Uji daya rekat, uji ini dilakukan pada sediaan herbal berupa plester.
Pengujian dilakukan dengan alat adhesion tester. Prinsip pengujian ialah
pengukuran gaya yang dibutuhkan untuk melepas rekatan suatu plester
dari suatu permukaan dengan derajat penarikan yang beragam.
11. Resuspendability, uji ini hanya dilakukan pada sediaan herbal berupa
suspense dengan prinsip sediaan diletakkan pada tempat datar dan tertutup
selama 1 bulan. Setelah 1 bulan dilakukan pengocokan sampai sedimen
yang terbentuk kembali tersuspensi homogen, jika pada pengocokan
kesepuluh kali, menandakan positif terjadi peristiwa cake.
10
Berikut merupakan uji-uji yang dilakukan berdasarkan jenis sediaan herbal:
Salah satu formula sediaan baru yang dibuat dan diteliti oleh Pusat
Teknologi Farmasi dan Medika - BPPT adalah sediaan luka bakar berbahan
aktif kitosan dan ekstrak pegagan. Penggunaan ekstrak pegagan dan kitosan
merupakan terobosan baru penggunaan bahan alami sebagai bahan aktif pada
sediaan luka bakar. Merujuk pada Farmakope Indonesia dan PerKa BPOM,
suatu sediaan sebelum diproduksi dan dipasarkan harus dilakukan pengujian
stabilitas yang meliputi sifat fisika, kimia, dan biologi. Penelitian pada jurnal
ini bertujuan untuk mendapatkan data–data stabilitas sediaan luka bakar
meliputi parameter bentuk gel, warna, bau, homogenitas, konsistensi berat
sediaan, pH, profil KCKT, kandungan senyawa aktif/marker dan cemaran
mikrobiologi.
11
B. Penyiapan Sampel
Sampel uji disiapkan dan dikemas pada tube dengan berat sekitar 7
gram. Pada setiap sampel akan dilakukan pelabelan dengan identitas kondisi
penyimpanan, nomor batch dan waktu sampling. Untuk uji stabilitas
dipercepat sampel dimasukkan ke dalam climatic chamber dengan kondisi
suhu 40 °C/RH 75 % selama 3 bulan. Pengambilan sampel uji dilakukan
setiap 2 minggu sekali yaitu minggu ke- 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Untuk uji
stabilitas diperpanjang, sampel disimpan pada suhu kamar selama 6 bulan dan
pengambilan sampel dilakukan pada minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 16, 20,
dan 24. Pengujian dilakukan terhadap sampel secara duplo (2x ulangan).
12
*Keterangan:
GT : Gel transparan
HK : Hijau kecoklatan
KT : Kuning tua
GTC : Gel transparan lebih encer
CM : Coklat muda
KC : Kuning coklat
KMH : Kuning muda kehijauan
F1 : Kode formula
CMH : Coklat muda kehijauan
H : Harum
Hasil pengujian stabilitas fisika terhadap bentuk gel, warna, bau dan
homogenitas sampel sediaan luka bakar secara duplo pada penyimpanan suhu
kamar dan suhu 40˚C RH 75% ditunjukkan pada tabel di atas. Hasil uji
pengamatan bentuk gel pada suhu kamar menunjukan bahwa sampai minggu
ke-12 ditemukan tidak ada perubahan bentuk gel, tetapi diantara minggu ke
16–24 terjadi perubahan bentuk gel menjadi sedikit lebih encer. Sedangkan
pada suhu 40˚C RH 75% bentuk gel stabil hingga pengamatan minggu ke 12.
Bentuk gel yang lebih encer diduga terjadi interaksi atau penguraian bahan
metolose pada kondisi pH asam sediaan.
Hasil uji pengamatan warna sediaan pada suhu kamar menunjukkan warna
kuning muda kehijauan yang stabil hingga minggu ke-8 dan berubah menjadi
coklat muda kehijauan hingga kuning coklat pada pengamatan minggu ke 10–
24. Sedangkan pada suhu 40˚C RH 75% penampakan warna kuning muda
13
kehijauan gel stabil hingga pengamatan minggu ke 6 dan mulai berubah
menjadi hijau kecoklatan hingga coklat muda pada minggu ke 8–12. Hal ini
diduga kemungkinan karena terjadi proses oksidasi selama penyimpanan.
Hasil uji pengamatan homogenitas sediaan pada suhu kamar dan suhu
40˚C RH 75% menunjukkan stabilitas yang baik pada masing–masing
pengamatan hingga minggu ke 12 dan 24. Pengujian stabilitas bau sediaan
pada suhu kamar menunjukkan bahwa hingga minggu ke-12 keharuman
sediaan relatif stabil dan mulai menurun intensitasnya mulai minggu ke 16–
24. Sedangkan pada suhu 40˚C RH 75% intensitas keharuman stabil hingga
minggu ke 4 dan mulai menurun pada minggu ke 6–12. Hal ini kemungkinan
besar disebabkan karena pewangi yang digunakan mengalami proses
penguapan atau degradasi selama waktu penyimpanan.
Hasil uji stabilitas fisika terhadap parameter berat sampel sediaan luka
bakar yang telah disimpan selama 24 minggu pada suhu kamar dan 12 minggu
pada kondisi 40˚C RH 75% ditunjukkan pada gambar di atas. Hasil uji berat
sampel pada kedua kondisi menunjukkan keseragaman berat rata–rata yakni
berkisar 7,10–7,25 gram dengan standar deviasi 0,02– 0,05 gram. Hasil uji
14
juga menunjukkan bahwa berat sampel selama waktu penyimpanan
dibandingkan dengan berat awal menunjukkan penurunan berat yang kecil
yakni sekitar 0,1–0,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan
sediaan mempunyai stabilitas konsintensi berat yang baik.
Secara umum stabilitas fisika sediaan luka bakar menunjukkan stabilitas
yang baik selama penyimpanan pada kedua kondisi pengamatan, kecuali untuk
parameter warna dan bau yang sedikit kurang stabil. Hal ini terutama
diakibatkan oleh warna yang dihasilkan adalah warna dari ekstrak pegagan itu
sendiri dan penggunaan pewangi jenis alami yang digunakan.
15
Gambar 3. Stabilitas pH Sediaan pada Suhu Kamar selama 24 Minggu
(Garis Coklat) dan Suhu Dipercepat selama 12 Minggu (Garis Biru)
16
Gambar 5. Profil Kromatografi KCKT sediaan pada penyimpanan suhu dipercepat
pada minggu a) ke-0, dan b) ke-12
Kromatogram menunjukkan pola yang sama antara senyawa standar
dengan sampel sediaan yakni adanya puncak senyawa asiaticoside yang
dijadikan sebagai senyawa penanda untuk ekstrak pegagan. Waktu retensi
antara puncak senyawa asiaticoside standar dengan puncak penanda senyawa
asiaticoside pada sampel sediaan yakni masing – masing dapatdiamati pada
waktu retensi 16 - 17. Konsentrasi senyawa marker yang rendah pada sediaan
luka bakar yang dianalisa menyebabkan puncak kromatogram senyawa
tersebut tidak bisa diamati dengan jelas dan hal ini juga disebabkan karena
dalam sediaan ada gangguan dari matrik bahan pengisi sediaaan yakni
metolose.
Gangguan bahan metolose yang utama adalah disebabkan oleh
konsentrasinya yang tinggi dalam sediaan, sehingga area puncaknya sangat
tinggi dan menyebabkan puncak senyawa marker kurang terlihat jelas. Selain
itu metolose mempunyai sifat kelarutan yang mirip dengan asiaticoside,
sehingga saat proses ekstraksi/pemekatan senyawa marker bahan metolose
akan ikut terekstraksi. Hal ini ditunjukkan adanya puncak metolose yang
sangat dominan pada waktu retensi 11 menit pada sediaan, sedangkan pada
senyawa standar tidak ada gangguan matrik lain.
Untuk membuktikan bahwa puncak pada waktu retensi 16 – 17 adalah
asiaticoside yang ada dalam sampel sediaan, maka sudah dilakukan pengujian
secara internal standar dengan menambahkan sejumlah larutan asiaticoside
standar pada larutan sampel. Hasil uji menunjukkan bahwa pada waktu retensi
17
yang sama dapat diamati bahwa luas area puncak mengalami perubahan sesuai
naiknya konsentrasi yang ditambahkan dan ini menunjukkan bahwa puncak
tersebut adalah asiaticoside. Dengan dapat diamatinya puncak senyawa
asiaticoside selama waktu pengujian pada kedua kondisi menunjukkan bahwa
senyawa kimia yang ada dalam sediaan adalah cukup stabil. Hasil pengujian
kuantitatif menunjukkan bahwa kadar asiaticoside dalam sediaan yang
dihitung terhadap kurva standar (Gambar 5) berdasarkan data pada Tabel 4
selama waktu penyimpanan pada suhu kamar dan suhu dipercepat adalah
cukup stabil yakni berkisar 50 – 65 ppm. Secara umum stabilitas kimia
sediaan luka bakar menunjukkan stabilitas yang baik selama penyimpanan
pada kedua kondisi pengamatan.
18
Tabel 4. Hasil uji angka lempeng total dan kapang khamir pada sediaan selama
penyimpanan 12 minggu pada suhu dipercepat
19
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya (identitas, kekuatan, kualitas,
kemurnian) agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat dan dalam
batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan
(shelf-life). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi stabilitas yaitu faktor
lingkungan berupa suhu, kelembaban, cahaya dan oksigen serta faktor lainnya
berupa bahan atau eksipien dalam sediaan, ukuran partikel obat, kontaminasi
mikroba, dan kontaminasi logam. Uji stabilitas sediaan herbal dilakukan
terhadap stabilitas kimia berupa pengujian pH dan kadar, stabilitas fisika
berupa organoleptis, homogenitas dan lainnya serta stabilitas mikrobiologi.
3.2 Saran
Selain mempelajari mengenai uji stabilitas secara umum perlu juga
dipelajari mengenai lebih lanjut mengenai cara-cara uji stabilitas terhadap
sediaan herbal dan pengaplikasiannya dalam jurnal sehingga dapat digunakan
untuk menunjang dan meningkatkan ilmu pengetahuan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Asean, 2013, Annex V ASEAN Guidelines On Stability Study And Shelf- Life of
Traditional Medicines and Health Supplements.
Kruse, O., Willms-Freese, E., & Buchholz, K., (2013). Stability Testing of Herbal
Medicinal Products Bridging Science to Industry. Münster: Diapharm GmbH
& Co. KG
Thakur, L., Ghodasra, U., Patel, N., & Dabhi, M. (2011). Novel approaches for
stability improvement in natural medicines. Pharmacognosy reviews, 5(9),
48.
21
LAMPIRAN
Jurnal: Pengujian Stabilitas Sediaan Luka Bakar Berbahan Baku Aktif Kitosan/Ekstrak
Pegagan (Centella asiatica)
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32