Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN BAHAN ALAM

STABILITAS OBAT HERBAL

Disusun oleh:
Kelompok 10

Christoffel W. P. U. 1506767214
Dya Iqtha Poetri A. 1506767233
Purnama Wulansari N. 1506767126
Putu Pradnya Paramita 1506767082
Sulastri Dakhi 1506796196

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa atas segala berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Teknologi Sediaan Bahan Alam
yang berjudul “Stabilitas Obat Herbal” ini dengan tepat waktu. Makalah
ini kami isusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Sediaan
Alam.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Abdul
Mun’im, M.Si., Apt., selaku dosen mata kulaih Teknologi Sediaan Alam,
karena atas bimbingan dan masukan dari beliau, makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian laporan praktikum ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan pembaca dapat memberikan saran
dan kritik yang membangun. Penulis juga berharap semoga laporan
praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua termasuk
kepada pembaca.

Depok, 13 Desember 2018

Tim Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .....................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah................................................................................4

1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................4

1.4. Sistematika Penulisan ..........................................................................4

BAB II. ISI

2.1. Definisi, Tujuan dan Pentingnya Pengujian Stabilitas ........................ 6

2.2. Karakteristik Obat Herbal .................................................................... 6

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas ................................................. 7

2.4. Uji Stabilitas Obat Herbal.................................................................... 9

2.5. Penerapan Jurnal…………….. .......................................................... 11

BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan ........................................................................................ 20

3.2. Saran…………….. ............................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

LAMPIRAN .......................................................................................................... 22

Jurnal ........................................................................................................ 22

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar produk obat herbal telah mengalami pertumbuhan luar biasa dalam
beberapa tahun terakhir. Mayoritas obat herbal yang beredar adalah adalah
formulasi multi-komponen (Thakur et al., 2011). Produk herbal merupakan
produk kompleks karena mengandung banyak konstituen dalam konsentrasi yang
berbeda mewakili kelas kimia yang berbeda dengan sifat analitik yang berbeda.
Konstituen terkadang mempunyai konsentrasi yang sangat rendah pada produk
herbal jadi. Akibatnya, analisis untuk produk herbal harus memperhatikan
perbedaan kebutuhan analisis untuk ekstrak yang berbeda, menggunakan penanda
atau markers untuk zat aktif, dan menggunakan kromatogram sidik jari (Kruse et
al., 2013). Selain itu, konstituen yang terdapat dalam obat herbal dapat bereaksi
satu sama lain. Hal ini menimbulkan perhatian serius tentang stabilitas formulasi
tersebut. Produk herbal sangat rentan terhadap kerusakan, terutama selama
penyimpanan, yang menyebabkan hilangnya komponen aktif, produksi metabolit
tanpa aktivitas, maupun dalam kasus ekstrim, beracun. Hal ini perlu diatasi untuk
menentukan formulasi yang tepat. Memahami masalah yang terkait dengan
stabilitas produk herbal dapat memberikan ide untuk menangani masalah
stabilitas. Modifikasi formulasi obat herbal dapat menangani masalah stabilitas.

Pengujian stabilitas diperlukan untuk memastikan produk memiliki


kualitas yang dapat diterima selama seluruh periode penyimpanannya. Salah satu
bagian penting dari kontrol kualitas produk herbal adalah evaluasi stabilitas kimia
dari produk herbal jadi selama periode penyimpanan. Pengujian stabilitas kimia
merupakan tugas yang rumit karena kompleksnya ekstrak tumbuhan, yang
mungkin mengandung ribuan senyawa berbeda. Pengujian stabilitas produk herbal
dilakukan untuk memberikan bukti bahwa kualitas produk herbal bervariasi
terhadap waktu di bawah pengaruh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu,
kelembaban, cahaya, kelembaban, bahan lain atau eksipien dalam bentuk sediaan,
ukuran partikel obat, kontaminasi mikroba, kontaminasi logam, leaching dari
wadah, dan sebagainya. Dengan pengujian stabilitas juga untuk menetapkan
periode uji ulang untuk konstituen aktifnya, kondisi penyimpanan yang tepat dan

3
menyediakan data untuk penentuan usia simpannya (Thakur, 2008). Dalam studi
stabilitas, dilakukan evaluasi berdasarkan parameter kimia, fisik, mikrobiologi,
terapi dan toksikologi (Sachan dan Kumar, 2015). Studi stabilitas harus dilakukan
pada setidaknya tiga batch produksi produk herbal dalam waktu yang diklaim
sebagai usia simpannya (shelf life) yakni dilambangkan sebagai stabilitas jangka
panjang dan dilakukan di bawah kondisi ruang alami. Dengan bantuan teknik
analisis modern seperti spektrofotometri, HPLC, HPTLC dan dengan
menggunakan pedoman yang tepat memungkinkan untuk menghasilkan data
stabilitas produk herbal dan memprediksi usia simpan atau shelf life produk
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi, tujuan, pentingnya uji stabilitas, karakteristik obat


tradisional, factor yang mempengaruhi stabilitas obat tradisional, uji-uji
stabilitas apa saja yng diakukan untuk obat tradisional, dan tantangan serta
pengembangan uji stabilitas obat tradisional?
2. Bagaimana uji stabilitas terhadap sediaan herbal?
3. Bagaimana contoh aplikasi uji stabilitas terhadap sediaan herbal?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi, tujuan, pentingnya uji stabilitas, karakteristik obat


tradisional, factor yang mempengaruhi stabilitas obat tradisional, uji-uji
stabilitas apa saja yng diakukan untuk obat tradisional, dan tantangan serta
pengembangan uji stabilitas obat tradisional.
2. Mengetahui contoh aplikasi uji stabilitas terhadap sediaan herbal.

1.4 Sistematika Penulisan

1. Bab I berisi tentang latar belakang, tujuan, rumusan masalah, dan


sistematika penulisan

4
2. Bab II berisi definisi uji stabilitas, tujuan dilakukan uji stabilitas,
karakteristik obat tradisional, factor yang mempengaruhi stabilitas obat
tradisional, uji stabilitas pada obat tradisional, tantangan uji stabilitas obat
tradisional, dan aplikasi jurnal mengenai uji stabilitas obat tradisional
3. Bab III berisi kesimpulan, saran, dan jawaban pertanyaan hasil diskusi

5
BAB 2
ISI

2.1 Definisi, Tujuan dan Pentingnya Pengujian Stabilitas


Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang
dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian) dalam
batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan
(shelf-life). Ketidakstabilan dapat menyebabkan perubahan karakteristik
secara fisik maupun kimia. Selain itu produk menjadi rentan terhadap
mikroorganisme.

Uji Stabilitas dilakukan sebagai salah satu jaminan mutu obat


tradisional untuk menjamin khasiat, mutu dan keamanan bagi pasien serta
sebagai salah satu aspek persyaratan regulasi pendaftaran obat tradisional
yaitu PerKaBPOM No.12/2014 Persyaratan Mutu Obat Tradisional

Pentingnya dilakukan uji stabilitas adalah untuk menentukan waktu


simpan produk jadi di dalam sistem wadah tertutup pada kondisi penyimpanan
yang direkomendasikan, dimana produk jadi masih mempertahankan
spesifikasi fisik, mikrobiologi dan/atau kimia.

2.2 Karakteristik Obat Herbal


Berdasarkan keputusan Ka BPOM RI No.HK.00.05.4.2411/2004
tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam
Indonesia, obat bahan alam terbagi menjadi tiga jenis yaitu jamu, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka seperti gambar dibawah ini.

6
Gambar 1. Penggolongan Obat Bahan Alam Indonesia

Karakteristik obat tradisional secara umum adalah sebagai beriut:

a. Obat Tradisional adalah sedian obat bahan alam yang berasal dari berupa
tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan
tersebut.
b. Berbeda dengan obat kimia, obat tradisional memiliki kandungan lebih
dari 1 senyawa (multikomponen), dimana senyawa-senyawa tersebut
dapat berefek sinergis maupun sebaliknya.
c. Besarnya kandungan senyawa dalam tanaman dipengaruhi kondisi tempat
tumbuh tanaman seperti faktor tanah (ketinggian tempat, topografi,
drainase, jenis tanah, sifat fisik tanah, dan sifat kimia tanah) dan faktor
iklim (curah hujan dan suhu).
d. Stabilitas kandungan senyawa dalam tanaman dipengaruhi oleh enzim
amilase, protease, dan enzim lainnya yang dapat menyebabkan
pembusukan dalam tanaman.
e. Kandungan air juga berpengaruh dalam pertumbuhan mikroorganisma
dalam tanaman, dimana mikroorganisme berperan penting dalam stabilitas
tanamaan.

2.3 Faktor yg mempengaruhi stabilitas


1) Faktor lingkungan
a. Suhu

7
suhu tinggi mempercepat reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis
sehingga mempercepat degradasi obat.

b. Kelembapan

Kelembapan mengkatalisis reaksi kimia sebagai reaksi oksidasi,


hidrolisis dan reduksi sehingga mendorong pertumbuhan mikroba

c. Cahaya

Cahaya mempengaruhi stabilitas obat melalui energi atau efek termal


yang menyebabkan terjadinya oksidasi

d. Oksigen

Oksigen merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam


reaksi oksidasi sehingga mempercepat penguraian

2) Faktor Lain
a. Eksipien

Ketidak sesuaian eksipien dalam formulasi dapat menyebabkan


interaksi,sehingga mempengaruhi kestabilan

b. Ukuran partikel obat

Ukuran partikel mempengaruhi kelarutan obat dimana ukuran partikel


yang lebih kecil lebih mudah larut dari ukuran partikel yang lebih
besar.

c. Kontaminasi mikroba

Kontaminasi mikroba bisa saja terjadi karena sumbernya yang berasal


dari alam, sehingga bahan obat tradisional dapat mengandung cemaran
mikrobiologis,di samping itu, proses pemanenan/pengumpulan dan
proses produksi obat tradisional sangat mudah tercemar oleh mikroba
sehingga untuk menghindarkan perubahan mutu dan mengurangi
kontaminasi, diperlukan penerapan sanitasi dan higiene berstandar .

d. Kontaminasi logam

8
Kontaminasi logam telah banyak ditemukan dalam obat herbal
karena penyimpanan yang tidak higienis dan kondisi kemasan.
Kontaminasi logam yang tinggi ini dapat terjadi karena efek
lingkungan yang rusak yaitu dari tanah, air dan udara.

Selain itu selama penggunaan peralatan pembuatan serbuk akan


ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam) yang dapat
menimbulkan panas (kalori) yang dapat mempengaruhi kandungan
senyawa aktifnya, sebagai akibat proses hidrolisis akibat panas
tersebut. Maka pemakaian peralatan gelas sedapat mungkin
dihindarkan.Ayakan, punch dan die hendaklah diperiksa terhadap
keausan atau kerusakan sebelum dan setelah pemakaian karena
mempengaruhi kestabilan obat.

2.4 Uji Stabilitas Obat Herbal


Uji stabilitas pada sediaan herbal bertujuan untuk memastikan mutu dari
spesifikasi yang telah ditentukan dari awal terhadap sediaan herbal tersebut. Tiga
aspek yang diuji ialah stabilitas fisik, kimia, dan mikrobiologi. Ketiga aspek
tersebut dibutuhkan agar kriteria spesifikasi sediaan herbal tetap terjaga. Uji
stabilitas pada sediaan herbal juga dilakukan untuk menentukan stabilitas produk
pada waktu simpan (shelf-life). Uji stabilitas dilakukan dengan metode uji
dipercepat dan/atau jangka panjang. Indonesia termasuk zona IV B sehingga
untuk suhu dan kelembaban yang digunakan pada climatic chamber disesuaikan
dengan zona IV B.

Berikut uji-uji stabilitas yang dilakukan pada pengujian sediaan herbal:

1. Organoleptis, merupakan pengujian visual terhadap produk meliputi warna


dan bau dari produk
2. Penetapan kadar, merupakan pengujian untuk kuantifikasi senyawa yang
terdapat pada sediaan herbal. Sediaan herbal memiliki senyawa kimia yang
beragam sehingga untuk penetapan kadar biasanya dilakukan fingerprint
examination atau melihat pola kromatogram. Pola kromatogram ini
dibandingkan antara pola kromatogram hasil analisis saat tertentu dengan

9
pola kromatogram hasil pengujian awal. Syaratnya ialah tidak terjadi
perubahan signifikan terhadap pola kromatogram selama waktu pengujian.
Metode yang digunakan biasanya KCKT detektor UV.
3. Microbial content, merupakan pengujian mikrobiologi sediaan herbal yang
diinokulasikan dan diinkubasi lalu diamati apakah terbentuk koloni
mikroorganisme atau tidak
4. Kekerasan/keregasan, uji ini hanya dilakukan pada sediaan herbal berupa
tablet selaput atau tanpa selaput. Uji ini merupakan resistensi friksi atau
hancur pada suatu tablet
5. Disolusi/disintegrasi, uji ini hanya dilakukan sediaan herbal kapsul, tablet,
dan kapsul. Tujuan uji ini ialah untuk melihat waktu hancur dari sediaan
dan kuantitas dari suatu substansi yang terdisolusi pada waktu tertentu
6. Kadar air, uji ini merupakan pengukuran kadar air pada suhu dan
kelembaban relative tertentu.
7. Viskositas, merupakan suatu kecenderungan suatu fluid untuk mengalir
karena gaya kohesi
8. pH, merupakan pengukuran derajat keasaman atau basa.
9. Variasi ukuran partikel/granul, uji ini dilakukan pada sediaan herbal
berupa suspense yang bertujuan untuk mengukur variasi partikel/granul
yang ada pada suspensi. Karena ukuran partikel/granul sangat berpengaruh
pada kestabilan suspensi
10. Uji daya rekat, uji ini dilakukan pada sediaan herbal berupa plester.
Pengujian dilakukan dengan alat adhesion tester. Prinsip pengujian ialah
pengukuran gaya yang dibutuhkan untuk melepas rekatan suatu plester
dari suatu permukaan dengan derajat penarikan yang beragam.
11. Resuspendability, uji ini hanya dilakukan pada sediaan herbal berupa
suspense dengan prinsip sediaan diletakkan pada tempat datar dan tertutup
selama 1 bulan. Setelah 1 bulan dilakukan pengocokan sampai sedimen
yang terbentuk kembali tersuspensi homogen, jika pada pengocokan
kesepuluh kali, menandakan positif terjadi peristiwa cake.

10
Berikut merupakan uji-uji yang dilakukan berdasarkan jenis sediaan herbal:

2.5 Penerapan Jurnal: Pengujian Stabilitas Sediaan Luka Bakar Berbahan


Baku Aktif Kitosan/Ekstrak Pegagan (Centella asiatica)
A. Pendahuluan

Salah satu formula sediaan baru yang dibuat dan diteliti oleh Pusat
Teknologi Farmasi dan Medika - BPPT adalah sediaan luka bakar berbahan
aktif kitosan dan ekstrak pegagan. Penggunaan ekstrak pegagan dan kitosan
merupakan terobosan baru penggunaan bahan alami sebagai bahan aktif pada
sediaan luka bakar. Merujuk pada Farmakope Indonesia dan PerKa BPOM,
suatu sediaan sebelum diproduksi dan dipasarkan harus dilakukan pengujian
stabilitas yang meliputi sifat fisika, kimia, dan biologi. Penelitian pada jurnal
ini bertujuan untuk mendapatkan data–data stabilitas sediaan luka bakar
meliputi parameter bentuk gel, warna, bau, homogenitas, konsistensi berat
sediaan, pH, profil KCKT, kandungan senyawa aktif/marker dan cemaran
mikrobiologi.

11
B. Penyiapan Sampel

Sampel uji disiapkan dan dikemas pada tube dengan berat sekitar 7
gram. Pada setiap sampel akan dilakukan pelabelan dengan identitas kondisi
penyimpanan, nomor batch dan waktu sampling. Untuk uji stabilitas
dipercepat sampel dimasukkan ke dalam climatic chamber dengan kondisi
suhu 40 °C/RH 75 % selama 3 bulan. Pengambilan sampel uji dilakukan
setiap 2 minggu sekali yaitu minggu ke- 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Untuk uji
stabilitas diperpanjang, sampel disimpan pada suhu kamar selama 6 bulan dan
pengambilan sampel dilakukan pada minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 16, 20,
dan 24. Pengujian dilakukan terhadap sampel secara duplo (2x ulangan).

C. Metode dan Hasil Penelitian

1. Pengujian Stabilitas Fisika


Pengujian stabilitas fisika sediaan dilakukan dengan mengamati bentuk
gel, warna, bau, homogenitas dan mengukur konsistensi berat. Hasilnya
diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Pengujian Organoleptik Sediaan Luka Bakar Setelah


Penyimpanan 24 Minggu Pada Suhu Kamar

Tabel 2. Hasil Pengujian Organoleptik Sediaan Luka Bakar Setelah


Penyimpanan 12 Minggu Pada Suhu Dipercepat

12
*Keterangan:
GT : Gel transparan
HK : Hijau kecoklatan
KT : Kuning tua
GTC : Gel transparan lebih encer
CM : Coklat muda
KC : Kuning coklat
KMH : Kuning muda kehijauan
F1 : Kode formula
CMH : Coklat muda kehijauan
H : Harum

Hasil pengujian stabilitas fisika terhadap bentuk gel, warna, bau dan
homogenitas sampel sediaan luka bakar secara duplo pada penyimpanan suhu
kamar dan suhu 40˚C RH 75% ditunjukkan pada tabel di atas. Hasil uji
pengamatan bentuk gel pada suhu kamar menunjukan bahwa sampai minggu
ke-12 ditemukan tidak ada perubahan bentuk gel, tetapi diantara minggu ke
16–24 terjadi perubahan bentuk gel menjadi sedikit lebih encer. Sedangkan
pada suhu 40˚C RH 75% bentuk gel stabil hingga pengamatan minggu ke 12.
Bentuk gel yang lebih encer diduga terjadi interaksi atau penguraian bahan
metolose pada kondisi pH asam sediaan.
Hasil uji pengamatan warna sediaan pada suhu kamar menunjukkan warna
kuning muda kehijauan yang stabil hingga minggu ke-8 dan berubah menjadi
coklat muda kehijauan hingga kuning coklat pada pengamatan minggu ke 10–
24. Sedangkan pada suhu 40˚C RH 75% penampakan warna kuning muda

13
kehijauan gel stabil hingga pengamatan minggu ke 6 dan mulai berubah
menjadi hijau kecoklatan hingga coklat muda pada minggu ke 8–12. Hal ini
diduga kemungkinan karena terjadi proses oksidasi selama penyimpanan.
Hasil uji pengamatan homogenitas sediaan pada suhu kamar dan suhu
40˚C RH 75% menunjukkan stabilitas yang baik pada masing–masing
pengamatan hingga minggu ke 12 dan 24. Pengujian stabilitas bau sediaan
pada suhu kamar menunjukkan bahwa hingga minggu ke-12 keharuman
sediaan relatif stabil dan mulai menurun intensitasnya mulai minggu ke 16–
24. Sedangkan pada suhu 40˚C RH 75% intensitas keharuman stabil hingga
minggu ke 4 dan mulai menurun pada minggu ke 6–12. Hal ini kemungkinan
besar disebabkan karena pewangi yang digunakan mengalami proses
penguapan atau degradasi selama waktu penyimpanan.

Gambar 2. Berat Sediaan pada Pengujian Suhu Kamar selama 24 Minggu


(Garis Coklat) dan Suhu Dipercepat selama 12 Minggu (Garis Biru)

Hasil uji stabilitas fisika terhadap parameter berat sampel sediaan luka
bakar yang telah disimpan selama 24 minggu pada suhu kamar dan 12 minggu
pada kondisi 40˚C RH 75% ditunjukkan pada gambar di atas. Hasil uji berat
sampel pada kedua kondisi menunjukkan keseragaman berat rata–rata yakni
berkisar 7,10–7,25 gram dengan standar deviasi 0,02– 0,05 gram. Hasil uji

14
juga menunjukkan bahwa berat sampel selama waktu penyimpanan
dibandingkan dengan berat awal menunjukkan penurunan berat yang kecil
yakni sekitar 0,1–0,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan
sediaan mempunyai stabilitas konsintensi berat yang baik.
Secara umum stabilitas fisika sediaan luka bakar menunjukkan stabilitas
yang baik selama penyimpanan pada kedua kondisi pengamatan, kecuali untuk
parameter warna dan bau yang sedikit kurang stabil. Hal ini terutama
diakibatkan oleh warna yang dihasilkan adalah warna dari ekstrak pegagan itu
sendiri dan penggunaan pewangi jenis alami yang digunakan.

2. Pengujian Stabilitas Kimia


Pengujian stabilitas kimia dilakukan dengan mengamati pH dan profil
kromatogram hasil analisis KCKT. Penentuan pH sampel dilakukan setelah
pH meter dikalibrasi terhadap larutan dapar pH 4 dan pH 7. Sedangkan
kondisi KCKT dilakukan sebagai berikut: sejumlah tertentu sampel ditimbang,
kemudian dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh konsentrasi yang
ditentukan. Sejumlah 20 µL larutan sampel disuntikan dalam KCKT Waters
2487 menggunakan kolom MetaChem 046x250 mm C8, fase gerak asetonitril
: air (27:73), kecepatan 1 mL/menit, dan detektor UV panjang gelombang 206
nm. Hasil pengujian stabilitas kimia diperoleh sebagai berikut:

15
Gambar 3. Stabilitas pH Sediaan pada Suhu Kamar selama 24 Minggu
(Garis Coklat) dan Suhu Dipercepat selama 12 Minggu (Garis Biru)

Hasil pengujian pH sediaan luka bakar selama proses penyimpanan pada


suhu kamar dan suhu dipercepat ditunjukkan pada gambar di atas. Sediaan
menunjukkan pH yang cukup stabil yakni diantara 3,75–4,25 dengan standar
deviasi 0,05–0,15 dan sifat asam sediaan ini terutama diakibatkan oleh adanya
asam laktat sebagai bahan yang digunakan untuk melarutkan kitosan.
Parameter stabilitas kimia yang diamati lainnya adalah profil
kromatogram dari sediaan luka bakar. Gambar 3 A – C dan Gambar 4 A – B
menunjukkan profil kromatogram sediaan luka bakar pada dua kondisi
pengamatan setelah waktu penyimpanan yang berbeda.

Gambar 4. Profil Kromatografi KCKT dan sediaapn pada penyimpanan suhu


kamar pada minggu a) ke-0, b) ke-12, c) ke-24 dan d) standar asiaticoside 600
ppm

16
Gambar 5. Profil Kromatografi KCKT sediaan pada penyimpanan suhu dipercepat
pada minggu a) ke-0, dan b) ke-12
Kromatogram menunjukkan pola yang sama antara senyawa standar
dengan sampel sediaan yakni adanya puncak senyawa asiaticoside yang
dijadikan sebagai senyawa penanda untuk ekstrak pegagan. Waktu retensi
antara puncak senyawa asiaticoside standar dengan puncak penanda senyawa
asiaticoside pada sampel sediaan yakni masing – masing dapatdiamati pada
waktu retensi 16 - 17. Konsentrasi senyawa marker yang rendah pada sediaan
luka bakar yang dianalisa menyebabkan puncak kromatogram senyawa
tersebut tidak bisa diamati dengan jelas dan hal ini juga disebabkan karena
dalam sediaan ada gangguan dari matrik bahan pengisi sediaaan yakni
metolose.
Gangguan bahan metolose yang utama adalah disebabkan oleh
konsentrasinya yang tinggi dalam sediaan, sehingga area puncaknya sangat
tinggi dan menyebabkan puncak senyawa marker kurang terlihat jelas. Selain
itu metolose mempunyai sifat kelarutan yang mirip dengan asiaticoside,
sehingga saat proses ekstraksi/pemekatan senyawa marker bahan metolose
akan ikut terekstraksi. Hal ini ditunjukkan adanya puncak metolose yang
sangat dominan pada waktu retensi 11 menit pada sediaan, sedangkan pada
senyawa standar tidak ada gangguan matrik lain.
Untuk membuktikan bahwa puncak pada waktu retensi 16 – 17 adalah
asiaticoside yang ada dalam sampel sediaan, maka sudah dilakukan pengujian
secara internal standar dengan menambahkan sejumlah larutan asiaticoside
standar pada larutan sampel. Hasil uji menunjukkan bahwa pada waktu retensi

17
yang sama dapat diamati bahwa luas area puncak mengalami perubahan sesuai
naiknya konsentrasi yang ditambahkan dan ini menunjukkan bahwa puncak
tersebut adalah asiaticoside. Dengan dapat diamatinya puncak senyawa
asiaticoside selama waktu pengujian pada kedua kondisi menunjukkan bahwa
senyawa kimia yang ada dalam sediaan adalah cukup stabil. Hasil pengujian
kuantitatif menunjukkan bahwa kadar asiaticoside dalam sediaan yang
dihitung terhadap kurva standar (Gambar 5) berdasarkan data pada Tabel 4
selama waktu penyimpanan pada suhu kamar dan suhu dipercepat adalah
cukup stabil yakni berkisar 50 – 65 ppm. Secara umum stabilitas kimia
sediaan luka bakar menunjukkan stabilitas yang baik selama penyimpanan
pada kedua kondisi pengamatan.

3. Pengujian Stabilitas Mikrobiologi


Hasil uji stabilitas mikrobiologi sediaan luka bakar selama penyimpanan
pada suhu kamar selama 24 minggu dan penyimpanan suhu 40 C RH 75%
selama 12 minggu. Hasil uji stabilitas mikrobiologi menunjukkan bahwa
angka lempeng total (ALT) dan angka kapang kamir (AKK) pada sediaan
tersebut selama penyimpanan masih memenuhi persyaratan yakni berada di
bawah persyaratan untuk angka lempeng total sediaan ≤ 10 dan angka kapang
khamir < 10. Dengan kata lain formula sediaan luka bakar tersebut
mempunyai stabilitas mikrobiologi yang baik dan aman untuk digunakan
secara topikal.
Formula sediaan gel wound-healingdengan bahan aktif kitosan dan
ekstrak pegagan menunjukkan stabilitas fisik, kimia dan mikrobiologi yang
cukup baik selamapenyimpanan pada suhu kamar selama enam bulan dan
penyimpanan suhu 40 °C RH 75 % selama tiga bulan
Tabel 3. Hasil uji angka lempeng total dan kapang khamir pada sediaan
selama penyimpanan 24 minggu pada suhu kamar

18
Tabel 4. Hasil uji angka lempeng total dan kapang khamir pada sediaan selama
penyimpanan 12 minggu pada suhu dipercepat

19
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk untuk
mempertahankan sifat dan karakteristiknya (identitas, kekuatan, kualitas,
kemurnian) agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat dan dalam
batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan
(shelf-life). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi stabilitas yaitu faktor
lingkungan berupa suhu, kelembaban, cahaya dan oksigen serta faktor lainnya
berupa bahan atau eksipien dalam sediaan, ukuran partikel obat, kontaminasi
mikroba, dan kontaminasi logam. Uji stabilitas sediaan herbal dilakukan
terhadap stabilitas kimia berupa pengujian pH dan kadar, stabilitas fisika
berupa organoleptis, homogenitas dan lainnya serta stabilitas mikrobiologi.

3.2 Saran
Selain mempelajari mengenai uji stabilitas secara umum perlu juga
dipelajari mengenai lebih lanjut mengenai cara-cara uji stabilitas terhadap
sediaan herbal dan pengaplikasiannya dalam jurnal sehingga dapat digunakan
untuk menunjang dan meningkatkan ilmu pengetahuan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Asean, 2013, Annex V ASEAN Guidelines On Stability Study And Shelf- Life of
Traditional Medicines and Health Supplements.

Dayanand Dinanath College, Institute of Pharmacy, Kanpur, India, 2015,


Stability testing of herbal products.

Kruse, O., Willms-Freese, E., & Buchholz, K., (2013). Stability Testing of Herbal
Medicinal Products Bridging Science to Industry. Münster: Diapharm GmbH
& Co. KG

Mukherjee, P. K., & Houghton, P. J. (Eds.). (2009). Evaluation of Herbal


Medicinal Products: perspectives on quality, safety and efficacy (pp. 3-12).
London: Pharmaceutical Press.

Sachan, A., Kumar, A. (2015). Stability testing of herbal products. Journal of


Chemical and Pharmaceutical Research, 7 (12), 511-514.

Rismana, Eriawan et al. (2015). Pengujian Stabilitas Sediaan Luka Bakar


Berbahan Baku Aktif Kitosan/Ekstrak Pegagan (Centella asiatica).
Tangerang: JKTI, Vol. 17, No. 1, Juni 2015: 27-37

Thakur, A. K., Prasad, N. A. V., & Laddha, K. S. (2008). Stability testing of


herbal products. The Pharma Review, 4, 109-112.

Thakur, L., Ghodasra, U., Patel, N., & Dabhi, M. (2011). Novel approaches for
stability improvement in natural medicines. Pharmacognosy reviews, 5(9),
48.

21
LAMPIRAN
Jurnal: Pengujian Stabilitas Sediaan Luka Bakar Berbahan Baku Aktif Kitosan/Ekstrak
Pegagan (Centella asiatica)

22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Anda mungkin juga menyukai