Anda di halaman 1dari 76

ANALISIS PELAKSANAAN REKAM MEDIS PASIEN PEMBAYARAN

KLAIM BPJS RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT dr. HASAN
SADIKIN
TAHUN 2019

Oleh :

Rizaldi Muhammad R

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


Hasan Sadikin
Bandung, 2019
UNIVERSITAS ANDALAS

ANALISIS PELAKSANAAN REKAM MEDIS PASIEN RAWAT INAP DI


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT dr. HASAN SADIKIN
TAHUN 2019

Oleh :

Rizaldi Muhammad R

Diajukan Sebagai Pasien Rawat Inap

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


Hasan Sadikin
Bandung, 2019
ABSTRAK
Tujuan Penelitian
Pelaksanaan rekam medis pasien rawat inap di RSU dr. Hasan Sadikin Bandung
belum memenuhi SPM dalam hal ketidaklengkapan pada pengisian berkas rekam
medis maupun keterlambatan pengembalian berkas rekam medis. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui informasi pelaksanaan rekam medis pasien rawat inap di RSU
dr. Hasan Sadikin Bandung.
Metode
Desain penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan sistem dari input, proses
dan output. Informan penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling.
Penelitian ini dilakukan di RSU dr. Hasan Sadikin Bandung dengan 9 orang informan
yaitu Kepala Unit Rekam Medis, petugas Rekam Medis, kepala ruang rawat inap,
perawat dan dokter. Data Dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam, observasi
dan telaah dokumen.

Hasil
Hasil penelitian dari aspek input tenaga rekam medis sudah mencukupi tapi masih
belum optimal, metode tentang alur dan SOP sudah ada, untuk kebijakan sudah ada
peraturannya namun pelaksanaannya belum sepenuhnya berjalan dengan baik, sarana
dan prasarana untuk penunjang pelaksanaan rekam medis masih belum mencukupi.
Aspek proses pada pendaftaran pasien khususnya untuk pencatatan identitas pasien
sudah dicatat selengkap mungkin oleh petugas admission, pada pengisian rekam
medis masih ada lembaran rekam medis yang tidak diisi oleh perawat dan dokter,
pada penataan rekam medis sudah dilaksanakan assembling, coding, dan indeksing
namun masih ada ditemukan berkas rekam medis yang yang pengembaliaannya tidak
sesuai dengan SPM yang ada, untuk analisis isi rekam medis belum ada dilaksanakan
di ruangan rekam medis.

Kesimpulan
Pelaksanaan rekam medis pasien rawat inap belum berjalan sesuai dengan SPM, baik
dari segi input, proses, dan output. Diharapkan rumah sakit dapat melaksanakan
rekam medis pasien rawat inap sesuai dengan SOP serta peraturan yang ada, untuk
tenaga rekam medis perlu di optimalkan lagi agar pelaksanaan rekam medis dapat
berjalan dengan baik kedepannya.

Daftar Pustaka : 27 (2001-2015)


Kata Kunci : Analisis rekam medis, rawat inap, ketidaklengkapan
KATA PENGANTAR

Puji Syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir. Sholawat
serta salam semoga tercurah kepada sang tauladan sejati Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan ilmu untuk kesuksesan baik di dunia maupun akhirat Dalam penyusunan Tugas
Akhir ini penulis tentunya menghadapi berbagai kendala dan hambatan namun dengan
bantuan berbagai pihak sehingga penulis dapat meyelesaikan tugas ini dalam waktu yang
telah ditentukan. Oleh karena itu, penulis sampaikan terima kasih atas bantuan yang diberikan
dari pihak - pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini dan penulis sampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada guru mata pelajaran Tugas Akhir yang telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran.Terlepas dari itu semua ,penulis menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi penyusun kalimat maupun segi
lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada dan tangan terbuka penulis berharap agar dari
para pembaca untuk memberikan saran dan kritik, sehingga penulis dapat memperbaiki Tugas
Akhir mengenai perancangan dan pembuatan Tugas Akhir ini .
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizaldi Muhammad R


Tempat/ Tanggal Lahir : Bandung,14-11-2000
Alamat : Jl. Kerkop gang dwi karya RT 02/05

Status Keluarga : Belum Menikah


No.Telp/ HP : 089656709395
E-mail : rizaldimuhammadr29@gmail.com

Riwayat Pendidikan:
1. SD Negeri Leuwihgajah 2 cimahi Lulus Tahun 2013
2. MTS Nurul Falah Lulus Tahun 2016
3. Smk TI Pembangunan Cimahi Lulus Tahun 2019
DAFTAR ISI

ABSTRAK.................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................................. iii

DAFTAR ISI................................................................................................................ v

DAFTAR TABEL........................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR....................................................................................................x

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN.............................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................xii

BAB 1 : PENDAHULUAN......................................................................................... 1

1.1Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah............................................................................................3
1.3 Batasan Masalah.................................................................................................4

1.4 Tujuan Penelitian................................................................................................4


1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................................4

1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................................4

1.5 Manfaat Penelitian..............................................................................................4


1.6 Sistematika Penulisan.........................................................................................5
BAB 2 : Landasan Teori...............................................................................................6

2.1 Konsep Evaluasi................................................................................................. 6


2.1.1 Konsep INA-CBG.......................................................................................6

2.1.2 Konsep Kualitas Pembayaran BPJS……………………………………..15

2.1.3 Konsep JKN dan BPJS…………………………………………………..17

2.1.4 Konsep Rekam Medis……………………………………………………18

2.1.5 Konsep Rawat Inap………………………………………………………20

2.1.5.1 Konsep Rumah sakit……………………………………………..22

2.1.5.2 Kerangka Berfikir.............................................................................10

BAB 3 : METODE PENELITIAN.............................................................................26

3.1 Metode Penelitian.............................................................................................26


3.3 Teknik pengumpulan data................................................................................26
3.4 Metode Pengumpulan Data............................................................................... 35
3.4.1 Pepolasi Sampel......................................................................................... 27

3.4.2 Instrumen Penelitian.............................................................................29

3.4.3 Tempat dan waktu Penelitian...................................................................30

BAB 4 : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...........................................32

4.1 Hasil Penelitian.................................................................................................32


4.1.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Hasan sadikin Bandung......................... 42

4.1.2 Visi misi Dan tujuan RSUP DR Hasan sadikin Bandung..........................36

4.1.3 Tugas Pokok dan fungsi RSUP Hasan sadikin Bandung.......................... 37

4.2 Pembahan..........................................................................................................44
4.2.1 Gambaran ketepatan server level 1 di rsup hasan sadikin bandung..............44
4.2.3 ketepatan data serverity level 1 berdasarkan smf......................................45

BAB 6 : PENUTUP............................................................................................ 51

6.1 Kesimpulan....................................................................................................... 51
6.2 Saran................................................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

INA-CBG’s merupakan pembayaran dengan sistem casemix (case


based payment) dan sudah diterapkan pada tahun 2008 sebagai metode
pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Sistem casemix merupakan pengelompokan diagnosis dan tindakan
perawatan yang diderita oleh pasien. Rumah sakit akan mendapatkan
pembayaran berdasarkan tarif INA CBGs yang merupakan rata-rata biaya
yang dihabiskan oleh suatu kelompok diagnosis. (PERMENKES RI No. 76
Tahun 2016)
Dalam INA-CBGs terdapat 1075 kelompok tarif yang terdiri dari 786
tarif pelayanan rawat inap dan 289 tarif pelayanan rawat jalan dengan dasar
pengelompokan menggunakan ICD-10 untuk menentukan diagnosis dan ICD-
9 CM untuk menentukan tindakan. Jumlah tarif yang didapatkan akan
berbeda sesuai dengan kasus tingkat keparahan (severity level) suatu
diagnosa yang di derita dan tindakan yang di dapat dari Pemberi Pelayanan
Kesehatan (PPK) kepada pasien. (PERMENKES RI No. 76 Tahun 2016)
Permenkes RI No. 76 tahun 2016 tentang struktur kode INA-CBGs,
Severity level merupakan tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya
komorbiditas ataupun komplikasi dalam masa perawatan. Tingkat keparahan
dalam INA-CBGs dapat dilihat dari sub group bagian keempat dalam kode
INA-CBGs. Sub group “0” untuk rawat jalan, sub group “I” menunjukan
tingkat keparahannya ringan (tanpa ada komorbiditi maupun komplikasi),
sub group “II” menunjukkan tingkat keparahannya sedang (dengan adanya
mild komplikasi dan komorbiditi), sub group “III” menunjukan tingkat
keparahannya berat (dengan adanya major komplikasi dan komorbiditi).

2
Kasus ringan, sedang, dan berat bukan menunjukan kondisi klinis
pasien maupun diagnosa dan tindakan namun menggambarkan tingkat.

3
keparahan (severity level) yang dipengaruhi oleh diagnosa sekunder
(komplikasi dan komorbiditi). Jika tidak tepat dalam pencatatan kodifikasi,
diagnosa sekunder tidak tercatat dan tindakan yang dilakukan tapi tidak
tertulis oleh dokter akan berpengaruh terhadap severity level dan kualitas
pembayaran klaim. (PERMENKES RI No. 76 Tahun 2016)
Klaim merupakan suatu kegiatan untuk menerima tarif dan asuransi,
salah satunya BPJS, atas diagnosa dan tindakan yang telah dilakukan oleh
rumah sakit terhadap pasien. Kualitas pembayaran klaim sangat dipengaruhi
oleh tingkat keparahan (severity level) dimana severity level yang idealnya
terda pat pada RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah sebesar 70% untuk
severity level II dan III dan sebesar 30% untuk severity level I dikarenakan
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung merupakan Rumah Sakit Umum Pusat
rujukan Jawa Barat dan salah satu Rumah Sakit rujukan Nasional.
Menurut Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat-Cimahi hasil studi yang
dilakukan di instalasi JKN Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat-Cimahi
pada bulan Desember 2017 jumlah kunjungan pasien JKN rawat inap
sebanyak 1454 pasien. Berkas rekam medis pasien rawat inap yang batal
klaim sebanyak 56 berkas. Jumlah berkas klaim rekam medis rawat inap
yang diajukan 1398 berkas. Berkas rekam medis rawat inap yang layak
klaim sebanyak 1366 berkas atau 97,7%. Berkas klaim rekam medis rawat
inap yang dikoreksi (pending) dari pihak BPJS untuk bulan Desember
berjumlah 32 berkas atau 2,3%, dari jumlah tersebut terdapat 11 berkas
klaim rekam medis rawat inap yang belum lengkap sehingga belum bisa
diklaimkan ke pihak BPJS.
Program BPJS menggunakan sistem pembayaran dengan tarif paket
yaitu Casemix INA CBG’s. Case Based Group’s (CBG’s) yaitu cara
pembayaran keseluruhan biaya perawatan pasien berdasarkan diagnosis atau
kasus yang relatif sama. Dengan sistem inilah proses pengklaiman BPJS
berlangsung, dengan bersumber dari berkas rekam medis pasien maka
petugas akan mengentrikan identitas, diagnosis dan lain-lain sehingga akan

6
terlaporkan kepada BPJS pusat lalu setelah disetujui maka pihak BPJS
Kesehatan akan mencairkan dana tersebut kepada rumah sakit
Berdasarkan hasil Studi Pendahuluan yang penulis laksanakan selama
2 minggu pada tanggal 18 Januari 2018 hingga 31 Januari 2018 di Instalasi
Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penulis
menemukan beberapa permasalahan diantaranya :
1. Berdasarkan data sekunder yang diambil dari RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung di Instalasi Rekam Medis ditemukan bahwa rata-rata
kelengkapan severity level tahun 2017 adalah :

a. Severity level I : 50% ataupun sebanyak 1.182 berkas rekam


medis.

b. Severity level II : 30% ataupun sebanyak 719 berkas rekam


medis.

c. Severity level III : 20% ataupun sebanyak 477 berkas rekam


medis.

1. Berdasarkan penelitian awal dengan mengambil 32 sampel dari


2.224 berkas rekam medis dengan kasus severity level I pada bulan
Desember 2017 penulis dapat menyimpulkan bahwa :

a. Ditemukan ketidaksesuaian sebesar 21,88% ataupun


sebanyak 7 berkas rekam medis yang seharusnya bisa dikelompokan
ke dalam severity level II.

b. Ditemukan ketidaksesuaian sebesar 12,50% ataupun


sebanyak 4 berkas rekam medis yang seharusnya bisa dikelompokan
ke dalam severity level III.

c. dan sebesar 65,63% atau sebanyak 21 berkas rekam medis


sudah sesuai pada kelompok severity level I.

7
1. Hasil penelitian awal dapat diketahui bahwa ketidaksesuaian
pengelompokan severity level disebabkan karena :

a. Ketidaklengkapan pengisian diagnosis sekunder yang


disebabkan oleh tidak tertulisnya Laboratorium Abnormal sebesar
25,00% ataupun sebanyak 8 berkas rekam medis.

b. Ketidaklengkapan pengisian diagnosis sekunder terkait


Malnutrisi sebesar 12,50% ataupun sebanyak 4 berkas rekam medis.

c. Ketidaklengkapan pengisian diagnosis klinis lainnya yang


tidak tercatat sebesar 9,38% ataupun sebanyak 3 berkas rekam
medis.
Dengan permasalahan diatas, penulis mengangkat judul Laporan
Tugas Akhir “EVALUASI SEVERITY LEVEL I TERHADAP KUALITAS
PEMBAYARAN KLAIM BPJS RAWAT INAP DI RSUP DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG”

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti dapat mengambil


beberapa permasalahan diantaranya :
1. Bagaimana kelengkapan berkas klaim BPJS pasien rawat inap d di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung?
2. Bagaimana Kualitas pembayaran klaim BPJS di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung ?

3. Bagaimana laporan penunjang di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung?

A. Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu, tenaga, teori dan agar penelitian lebih


mandalam maka peneliti membatasi masalah hanya pada pasien Rawat
Ina p JKN non-PBI dengan klasifikasi INA-CBGs severity level 1.

8
B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui evaluasi severity level 1 terhadap kualitas
pembayaran klaim BPJS Rawat Inap JKN non-PBI di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran ketepatan severity level 1 di RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung.

b. Untuk mengetahui kualitas pembayaran klaim BPJS di RSUP Dr.


Hasan Sadikin Bandung.

c. Untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan tingginya


severity level 1 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

d. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan untuk


meningkatkan kualitas pembayaran klaim BPJS terkait severity
level I di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

A. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam kebijakan


tentang kualitas pembayaran klaim.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan sumber pembelajaran dan bahan referensi untuk


pembelajaran ilmu Manajemen Infoemasi Kesehatan (MIK).

9
3. Bagi Penulis

Dapat digunakan sebagai acuan dan referensi untuk melakukan


penelitian lebih lanjut yang sesuai dengan materi.

A. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari 5 (lima) BAB, yang masing-masing


berisikan :
BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan beberapa teori singkat yang berhubungan dengan
konsep evaluasi, konsep INA-CBGs, konsep Kualitas Pembayaran Klaim,
konsep JKN dan BPJS, konsep Rekam Medis, konsep Rawat Inap, konsep
Rumah Sakit.
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian apa yang akan
digunakan, kapan waktu penelitian.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Pada Bab ini akan dijelaskan sejarah dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Hasan Sadikin Bandung, membahas permasalahan evaluasi severity level 1
terhadap kualitas pembayaran klaim BPJS Rawat Inap di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung.
BAB V Penutup
Pada Bab ini akan membahas kesimpulan dari penelitian dan saran-
saran yang membangun serta bermanfaat bagi pengembangan baik untuk
peneliti, pihak rumah sakit, dan pihak institusi pendidikan.

10
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Evaluasi

Evaluasi dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Evaluation. Secara


umum, pengertian evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi
tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana
perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui
apakah ada selisih di antara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah
dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin
diperoleh. Dalam pengertian lain, evaluasi adalah suatu proses yang
sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan, sampai sejauh mana
tujuan program telah tercapai.
11
Stuiflebeam (Arikunto dan Jabar, 2010: 2) mengatakan bahwa. “evaluasi
adalah penggambaran proses, mencari dan memberikan informasi yang
berguna bagi para pengambil keputusan dalam mencantumkan alternatif
keputusan”.

B. Konsep INA-CBG

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 76 Tahun


2016 Tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) Dalam
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, pada BAB II Penyelenggaraan
Pembayaran INA-CBG menjelaskan diantaranya :
1. Ketentuan Umum

Dalam pelaksanaan JKN, sistem INA-CBG merupakan salah satu


instrumen penting dalam pengajuan dan pembayaran klaim pembayaran
pelayanan kesehatan yang telah dilaksanakan oleh FKRTL yang telah
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, maka pihak manajemen maupun
fungsional di setiap FKRTL tersebut perlu memahami konsep
implementasi INA-CBG dalam program JKN.

12
Sistem INA-CBG terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait
satu sama lain. Komponen yang berhubungan langsung dengan output
pelayanan adalah clinical pathway, koding dan teknologi informasi,
sedangkan secara terpisah terdapat kompoinen costing yang secara tidak
langsung mempengaruhi proses penyusunan tarif INA-CBG untuk setiap
kelompok kasus.
2. Struktur Kode INA CBG

Dasar Pengelompokan dalam INA CBG menggunakan sistem kodifikasi


dari diagnosis terakhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output
pelayanan, dengan acuan ICD-10 Revisi Tahun 2010 untuk diagnosis dan
ICD-9 CM Revisi Tahun 2010 untuk tindakan/prosedur. Pengelompokan
menggunakan sistem teknologi informasi berupa Aplikasi INA CBG
sehingga dihasilkan 1.075 Group/Kelompok Kasus yang terdiri dari 786
kelompok kasus rawat inap dan 289 kelompok kasus rawat jalan. Setiap
group dilambangkan dengan kode kombinasi alphabet dan numerik dengan
contoh sebagai berikut :

Gambar 2.1 Struktur Kode INA CBG


Keterangan :

a. Digit ke-1 (alfabetik) : menggambarkan kode CMG (Casemix


Main Groups).

b. Digit ke-2 (numerik) : menggambarkan tipe kelompok kasus


(Case Groups).

26
c. Digit ke-3 (numerik) : menggambarkan spesifikasi kelompok
kasus.

d. Digit ke-4 (romawi) : menggambarkan tingkat keparahan


(severity level) kelompok kasus.

Struktur Kode INA CBGs terdiri atas :


a. Case-Mix Main Groups (CMG)
Adalah klasifikasi tahap pertama yang dilabelkan dengan huruf
Alphabet (A - Z) yang disesuaikan dengan ICD 10 untuk setiap sistem
organ tubuh manusia. Berhubungan dengan sistem organ tubuh.
Terdapat 29 CMG dalam INA-CBG yaitu :

Tabel 2.1
Casemix Main Groups (CMG)

CMG
NO Case-Mix Main Groups (CMG)
Codes

1 Central nervous system Groups G

2 Eye and Adnexa Groups H

3 Ear, nose, mouth & throat Groups U

4 Respiratory system Groups J

5 Cardiovascular system Groups I

6 Digestive system Groups K

7 Hepatobiliary & pancreatic system Groups B

Musculoskeletal system & connective tissue


8 M
Groups

9 Skin, subcutaneous tissue & breast Groups L

Endocrine system, nutrition & metabolism


10 E
Groups

11 Nephor-urinary system Groups N

12 Male reproductive system Groups V


27
13 Female reproductive system Groups W

14 Deleiveries Groups O

15 Newborns & Neonates Groups P

16 Haemapoeitic & Immune system Groups D

17 Myeloproliferative system & neoplasms Groups C

18 Infectious & parasitic diseases Groups A

19 Mental Health and Behavioral Groups F

20 Substance abuse & dependence Groups T

Injuries, poisonings & toxic effects of drugs


21 S
Groups

Factors influencing health status & other


22 Z
contacts with health services Groups

Dilanjutkan
Lanjutan Tabel 2.1 Casemix Main Groups (CMG)
CMG
NO Casemix Main Groups (CMG)
Codes
23 Sub-Acute Groups SF
24 Special Procedures YY
25 Special Drugs DD
26 Special Investigations I II
27 Special Prosthesis RR
28 Chronic Groups CD
29 Error CMGs X

Sumber :PERMENKES Nomor 76 Tahun 2016


b. Case Based Groups (CBGs)

Sub-group kedua yang menunjukkan spesifikasi atau tipe kelompok


kasus, yang dilabelkan dengan angka 1 (satu) sampai dengan 9
(sembilan).
28
Tabel 2.2
Group Tipe Kasus dalam INA-CBG

GRUP TIPE KASUS

1 Prosedur Rawat Inap

2 Prosedur Besar Rawat Jalan

3 Prosedur Signifikan Rawat Jalan

4 Rawat Inap Bukan Prosedur

5 Rawat Jalan Bukan Prosedur

6 Rawat Inap Kebidanan

7 Rawat Jalan Kebidanan

8 Rawat Inap Neonatal

9 Rawat Jalan Neonatal

0 Error

Sumber :PERMENKES Nomor 76 Tahun 2016


c. Case Type

Sub-group ketiga yang menunjukan spesifik CBGs yang


dilambangkan dengan numerik mulai dari 01 sampai dengan 99.

d. Severity Level

Adalah Sub-group keempat yang menggambarkan tingkat keparahan


kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun komplikasi
dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi
menjadi :

1) “0” Untuk Rawat Jalan

2) “I – Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1


(tanpa komplikasi maupun komorbiditi)

29
3) “II – Sedang” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan
2 (dengan mild komplikasi dan komorbiditi)

4) “III – Berat” untuk rawat inap dengan tingkat kepatahan 3


(dengan major komplikasi dan komorbiditi)

Tabel 2.3
Contoh Kode INA-CBG

Tipe
Kode INA-CBGs Deskripsi Kode INA-CBGs
Layanan

Rawat I – 4 – 10 – I Infark Miocard Akut Ringan

Inap I – 4 – 10 – II Infark Miocard Akut Sedang


I – 4 – 10 – III Infark Miocard Akut Berat
Konsultasi atau pemeriksaan lain-
Rawat Q – 5 – 18 – 0
lain
Jalan
Q – 5 – 35 – 0 Infeksi Akut
Sumber :PERMENKES Nomor 76 Tahun 2016

1. Tarif INA CBGs Dalam Jaminan Kesehatan Nasional

Tarif INA-CBG merupakan tarif paket yang meliputi seluruh komponen


sumber daya rumah sakit yang digunakan dalam pelayanan baik medis
maupun non-medis.
Perhitungan tarif INA-CBG berbasis pada data costing dan data koding
rumah sakit. Data costing merupakan data biaya yang dikeluarkan oleh
rumah sakit baik operasional maupun investasi, yang didapatkan dari
rumah sakit terpilih yang menjadi representasi rumah sakit sedangkan
data koding diperoleh dari data klaim JKN.
Tarif INA-CBGs yang digunakan dalam program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan,
dengan beberapa prinsip sebagai berikut :
a. Pengelompokan Tarif INA-CBG

30
Pengelompokan tarif INA-CBG dilakukan berdasarkan
penyesuaian setelah melihat besaran Hospital Base Rute (HBR) yang
didapatkan dari perhitungan total biaya dari sejumlah rumah sakit.
Apabila dalam satu kelompok terdapat lebih dari satu rumah sakit,
maka digunakan Mean Base Rate.

Berikut adalah kelompok Tarif INA-CBG tahun 2016 :

1) Tarif Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto


Mangunkusumo

2) Tarif Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan


Kita, Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, dan Rumah
Sakit Kanker Dharmais

3) Tarif Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Kelas A

4) Tarif Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Kelas B

5) Tarif Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Kelas C

6) Tarif Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Kelas D

Untuk Rumah Sakit yang belum memiliki penetapan kelas serta


FKRTL selain rumah sakit, maka tarif INA-CBGs yang digunakan setara
dengan Tarif Rumah Sakit Kelas D sesuai regionalisasi masing-masing.
a. RS Khusus

Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan


pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau
kekhususan lainnya.

Dalam program JKN, berlaku perbedaan pembayaran kepada RS


Khusus untuk pelayanan yang sesuai kekhususannya dan pelayanan di
luar kekhususannya, dimana :
31
1) Untuk pelayanan di luar kekhususan yang diberikan olejh
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Rumah
Sakit Kanker Dharmais, berlaku kelompok tarif INA-CBG
Rumah Sakit Pemerintah kelas A.

2) Untuk pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit khusus


di luar kekhususannya, berlaku kelompok tarif INA-CBG satu
tingkat lebih rendah dari kelas rumah sakit yang diterapkan.
Dalam implementasi INA-CBG, yang dinyatakan sebagai pelayanan
sesuai kekhususannya adalah jika kode diagnosis utama sesuai
dengan kekhususan rumah sakit. Dalam hal kode diagnosis yang
sesuai kekhususannya merupakan kode asterisk dan diinput sebagai
diagnosis sekunder maka termasuk ke dalam pelayanan sesuai
kekhususannya.
Dalam peraturan Menteri ini, daftar kode diagnosis untuk
pelayanan yang sesuai dengan kekhususan rumah sakit,
diperuntukkan bagi :
1) RS Khusus Kanker

2) RS Khusus Jantung dan Pembuluh Darah

3) RS Khusus Jiwa

4) RS Khusus Paru

5) RS Khusus Kusta

6) RS Khusus Ortopedi

7) RS Khusus Mata

8) RS Khusus Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT)

9) RS Khusus Gigi dan Mulut

32
Daftar kode diagnosis untuk pelayanan yang sesuai dengan
kekhususan rumah sakit, sebagaimana terlampir.
Selain RS Khusus tersebut diatas, berlaku kelompok tarif INA-CBG
sesuai dengan kelas rumah sakit yang ditetapkan untuk pelayanan
sesuai kekhususan dan diluar kekhususan.
1. Pembayaran Tambahan (Top Up)

Terdapat pembayaran tambahan (Top Up) dalam sistem INA-CBG


untuk kasus-kasus tertentu yang masuk dalam Special CMG, meliputi :

a. Special Procedure

b. Special Drugs

c. Special Investigation

d. Special Prosthesis

e. Subacute cases

f. Chromic cases
Sepcial CMG atau special group pada tarif INA-CBG saat ini dibuat
untuk mengurangi resiko keuangan rumah sakit. Top up pada special CMG
diberikan untuk beberapa obat, alat, prosedur, pemeriksaan penunjang
serta beberapa kasus penyakit subakut dan kronis. Besaran nilai pada taif
special CMG tidak dimaksudkan untuk mengganti biaya yang keluar dari
alat, bahan atau kegiatan yang diberikan kepada pasien, namun
merupakan tambahan terhadap tarif dasarnya.
a. Special CMG untuk Special Drugs, Prosthesis, Procedures dan
Investigations

Daftar tabel Special CMG Terlampir.

b. Special CMG untuk subacute dan Chronic

33
Special CMG subakut dan kronis diperuntukkan untuk kasus-
kasus Psikiatri serta Kusta dengan ketentuan lama hari rawat (LOS) di
FKRTL sebagai berikut :

Fase Akut : 1 sampai dengan 42 Hari

Fase sub akut : 43 sampai dengan 103 Hari

Fase Kronis : 104 sampai dengan 180 Hari

Dalam hal pasien mendapatkan perawtan lebih dari 180 hari,


maka diklaimkan satu episode dengan fase kronis.
Special CMG subakut dan kronis berlaku di semua FKRTL yang
memiliki pelayanan psikiatri dan kusta serta memenuhi kriteria lama
hari rawat sesuai ketentuan diatas. Penghitungan tarif special CMG
subakut dan kronis akan menggunakan rumus sebagai berikut :
Fase Akut : Tarif Paket INA-CBGs
Fase Sub akut : Tarif Paket INA-CBGs + Tarif Sub akut
Fase Kronis : Tarif Paket INA-CBGs + Tarif Sub akut +Tarif Kronis

1. Regionalisasi

Regionalisasi dalam tarif INA-CBGs dimaksudkan untuk


mengakomodir perbedaan biaya distribusi obat dan alat kesehatan di
Indonesia. Dasar penentuan regionalisasi digunakan Indeks Harga
Konsumen (IHK) dan Badan Pusat Statistik (BPS), pembagian
regionalisasi dikelompokkan menjadi 5 regional. Kesepakatan mengenai
pembagian regional dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI) dengan hasil regionalisasi tingkat provinsi sebagai
berikut :

Tabel 2.4
Daftar regionalisasi tarif INA-CBG

34
REGIONALISASI

I II III IV V

Sumatera Kalimantan Bangka


Banten NAD
Barat Selatan Belitung

Sumatera Kalimantan
DKI Jakarta Riau NTT
Utara Tengah

Sumatera Kalimantan
Jawa Barat Jambi
Selatan Timur

Kalimantan
Jawa Tengah Lampung Bengkulu
Utara

DI Kepulauan
Bali Maluku
Yogyakarta Riau

Lanjutan Tabel 2.4 Daftar regionalisasi tarif INA-CBG


REGIONALISASI
I II III IV V
Jawa Timur NTB Kalimantan Maluku
Barat Utara
Sulawesi Utara Papua
Sulawesi Papua Barat
Tengah
Sulawesi
Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi
Selatan
Sumber :PERMENKES Nomor 76 Tahun 2016
A. Konsep Kualitas Pembayaran Klaim

1. Pengertian Kualitas

Menurut Kotler (2012:49) mengemukakan bahwa kualitas adalah


keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang

35
berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau tersirat.
2. Pengertian Pembayaran

Menurut H.Melayu S.P Hasibuan pembayaran adalah berpindahnya


hak pemilikan atas sejumlah uang atau dan dari pembayar kepada
penerimanya, baik langsung maupun melalui media jasa-jasa perbankan.
(Hasibuan, 2001:117)
3. Metode Pembayaran Rumah Sakit

Menurut Permenkes No. 76 tahun 2016 pada BAB I Pendahuluan,


Terdapat dua metode pembayaran rumah sakit yang digunakan yaitu
pembayaran retrospektif dan metode pembayaran prospektif.

a. Metode pembayaran retrospektif adalah metode pembayaran


yang dilakukan atas layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
berdasar pada setiap aktivitas layanan yang diberikan, semakin
banyak layanan kesehatan yang diberikan semakin besar biaya yang
harus dibayarkan. Contoh Pembayaran retrospektif adalah Fee For
Services (FFS).

b. Metode pembayaran prospektif adalah metode pembayaran


yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya sudah
diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Contoh
pembayaran prospektif adalah global budget, perdiem, kapitasi dan
case based payment.

Berikut tabel perbandingan kelebihan sistem pembayaran prospektif


dan retrospektif.
Tabel 2.5
Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembayaran Prospektif

PIHAK KELEBIHAN KEKURANGAN


Provider Pembayaran lebih adil Kurangnya kualitas koding
sesuai dengan akan menyebabkan
kompleksitas pelayanan ketidaksesuaian proses
36
grouping (pengelompokan
Proses klaim lebih cepat
kasus)
Kualitas Pelayanan baik Pengurangan Kuantitas
Pelayanan
Pasien Dapat memilih provider Provider merujuk ke luar / RS
dengan pelayanan lain
terbaik
Terdapat pembagian Memerlukan pemahaman
resiko keuangan dengan mengenai konsep prospektif
provider dalam implementasinya
Pembayar Biaya administrasi lebih
rendah Memerlukan monitoring Pasca
Mendorong peningkatan Klaim
sistem informasi
Sumber : PERMENKES Nomor 76 Tahun 2016

Tabel 2.6
Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembayaran Retrospektif

PIHAK KELEBIHAN KEKURANGAN


Tidak ada insentif untuk
Risiko Keuangan sangat
yang memberikan Preventif
kecil
Provider Care
Pendapatan Rumah
“Supplier induced-demand”
Sakit tidak terbatas
Jumlah pasien di klinik
Waktu tunggu yang
sangat banyak “overcrowded
lebih singkat
clinics”
Pasien
Lebih mudah mendapat
pelayanan dengan Kualitas pelayanan kurang
teknologi terbaru
Biaya administrasi tinggi
Mudah mencapai
untuk proses klaim
Pembayar kesepakatan dengan
Meningkatkan risiko
provider
keuangan
Sumber : PERMENKES Nomor 76 Tahun 2016

1. Pengertian Klaim

Klaim menurut Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Kesehatan No. 3 Tahun 2017 tentang pengelolaan administrasi klaim

37
fasilitas kesehatan dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) menyebutkan bawha klaim adalah permintaan
pembayaran biaya pelayanan kesehatan oleh fasilitas kesehatan
kepada BPJS Kesehatan.

A. Konsep JKN dan BPJS

1. Pengertian JKN

Menurut Permenkes RI Nomor 76 tahun 2016 Jaminan Kesehatan


adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah.

2. Prinsip – prinsip JKN

Menurut permenkes RI Nomor 76 tahun 2016 pada pasal 2


Penyelenggaraan Jaminanan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-
prinsip Sistem Jaminan Sosisal Nasional (SJSN) yaitu :

a. Dana amanat dan nirlaba dengan manfaat untuk semata-mata


penignkatan derajat kesehatan masyarakat.

b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan


medic yang cost effective dan rasional.

c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan protabilitas dan


ekuitas.

d. Efisien, transparan dan akuntabel


1. Kepesertaan JKN Non-PBI (Bukan Penerima Bantuan Iuran)

Menurut Permenkes RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman


Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional pada BAB III tentang
Peserta dan Kepesertaan dalam Ketentuan Umum poin D, Peserta bukan

38
penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan adalah Pekerja
Penerima Upah dan anggota keluarganya, Pekerja Bukan Penerima Upah
dan anggota keluarganya, serta bukan Pekerja dan anggota keluarganya.
2. Pengertian BPJS

Badan penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya


disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, yang bertujuan untuk
mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota
keluarganya.

B. Konsep Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Rekam Medis dapat didefinisikan berdasarkan Permenkes Nomor


269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.

Yang disebut dengan “Catatan” adalah tulisan yang dibuat oleh


dokter atau dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan kepada
pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.

Sementara yang disebut dengan “Dokumen” adalah catatan dokter,


dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan pemeriksaan
penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman
baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging) dan rekaman
elektro diagnostik.
2. Tujuan Rekam Medis

Tujuan dibuatnya rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya


tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan
39
di rumah sakit. Tanpa dukungan suatu sistem pengelolaan rekam medis
baik dan benar tertib administrasi di rumah sakit tidak akan berhasil
sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan
salah satu faktor yang menentukan upaya pelayanan kesehatan di rumah
sakit.

Pembuatan rekam medis di rumah sakit bertujuan untuk


mendapatkan catatan atau dokumen yang akurat dan adekuat dari pasien,
mengenai kehidupan dan riwayat kesehatan, riwayat penyakit dimasa lalu
dan sekarang juga pengobatan yang telah diberikan sebagai upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan.
3. Fungsi Rekam Medis

Fungsi utama rekam medis/rekam kesehatan (kertas) atau rekam


kesehatan elektronik (RKE) adalah untuk menyimpan data dan informasi
pelayanan pasien agar fungsi itu tercapai, beragam metode
dikembangkan secara efektif seperti dengan melaksanakan ataupun
mengembangkan sejumlah sistem, kebijakan dan proses pengumpulan,
termasuk menyimpannya secara mudah diakses disertai dengan
keamanan yang baik. (Hatta, 2017:85)
4. Nilai Guna Rekam Medis

a. Bagi Pasien

1) Menyediakan bukti asugan keperawatan/tindakan medis


yang diterima oleh pasien.

2) Menyediakan data bagi pasien jika pasien dating untuk


yang kedua kali dan seterusnya.

3) Menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan


hukum pasien dalam kasus-kasus kompensasi pekerja
kecelakaan pribadi atau mal praktek.

a. Bagi Fasilitas Layanan Kesehatan


40
1) Memilik data yang dipakai untuk pekerja profesional
kesehatan.

2) Sebagai bukti atas biaya pembayaran pelayanan medis


pasien.

3) Mengevaluasi penggunaan sumber daya.

a. Bagi Pemberi Pelayanan

1) Menyediakan informasi untuk membantu seluruh tenaga


professional dalam merawat pasien.

2) Membantu dokter dalam menyediakan data perawatan


yang bersifat berkesinambungan pada berbagai tingkatan
pelayanan kesehatan.

3) Menyediakan data-data untuk penelitian dan pendidikan.


1. Kegunaan Rekam Medis

Kegunaan rekam medis secara umum antara lain sebagai berikut :


a. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahlinya
yang ikut ambil bagian didalam memberikan pelayanan pengobatan,
perawatan kepada pasien.
b. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan
yang harus diberikan kepada seorang pasien.
1. Isi Rekam Medis

Menurut Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 yang


memuat sekurang-kurangnya :

a. Isi rekam medis pasien rawat inap dan perawatan minimal


satu hari

1) Identitas pasien;

2) Tanggal dan waktu;


41
3) Hasil anamnesis;

4) Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang;

5) Diagnosis;

6) Rencana penatalaksanaan;

7) Pengobatan dan/atau tindakan;

8) Persetujuan tindakan bila diperlukan

9) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan;

10) Ringkasan pulang (resume medis);

11) Nama dan tanda tangan dokter atau tenaga kesehatan


tertentu bila memberikan pelayanan;

12) Pelayanan lain yang diberikan oleh tenaga kesehatan


tertentu (missal pemberian nebulizer atau pelayanan fisioterapi);

13) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram


klinis.

a. Isi ringkasan pulang/resume medis harus dibuat oleh dokter


yang merawat sekurang-kurangnya mencakup:

1) Identitas pasien;

2) Diagnosis masuk dan indikasi pasien di rawat;

3) Ringkasan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,


diagnosis akhir, pengobatan dan rencana tindak lanjut;

4) Nama dan tanda tangan dokter yang merawat.

42
A. Konsep Rawat Inap

1. Pengertian Rawat Inap

Menurut Permenkes No.76 tahun 2016 tentang pedoman Indonesian


Case Base Groups (INA-CBG) dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional pada BAB I menjelaskan bahwa, Pelayanan rawat inap adalah
pelayanan kepada pasien untuk observasi, perawatan, diagnosis,
pengobatan, rehabilitasi, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya dengan
menempati tempat tidur.
2. Episode Rawat Inap

Menurut Permenkes No.76 tahun 2016 tentang pedoman Indonesian


Case Base Groups (INA-CBG) dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional pada BAB III menjelaskan bahwa, Satu episode rawat inap
adalah satu rangkaian perawatan mulai tanggal masuk sampai keluar
rumah sakit termasuk perawatan di ruang rawat inap, ruang intensif, dan
ruang operasi.

Ketentuan tambahan terkait dengan episode rawat inap yaitu :

a. Pelayanan rawat inap yang menjadi kelanjutan dari proses perawatan


di rawat jalan atau gawat darurat, maka pelayanan tersebut sudah
termasuk dalam satu episode rawat inap.

b. Pelayanan IGD lebih dari 6 jam, telah mendapatkan pelayanan rawat


inap dan secara administrasi telah menjadi pasien rawt inap termasuk
satu episode rawat inap.

c. Dalam hal pasien telah mendapatkan pelayanan rawat inap yang


lama perawatan kurang dari 6 jam dan pasien meninggal termasuk
satu episode rawat inap.

d. Dalam hal pasien dirawat inap dan mendapat rencana operasi :

43
1) Pasien batal operasi atas alasan medis dan harus
dilakukan rawat inap atas kondisi tersebut maka ditagihkan
sebagai rawat inap dengan diagnosis yang menyebabkan batal
operasi.

2) Pasien batal operasi atas alas an medis namun dapat


dilakukan terapi rawat jalan atau pulang maka dapat ditagihkan
sebagai rawat inap dengan kode diagnosis Z53.0.

3) Pasien batal operasi atas alasan kurangnya persiapan


operasi oleh FKRTL maka tidak dapat ditagihkan.

A. Konsep Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasisifikasi


dan Perizinan Rumah Sakit pada BAB I Ketentuan Umum dalam Pasal 1
yang dimaksud dengan :

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan


kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan


pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau
kekhususan lainnya.

2. Tujuan Rumah Sakit

Menurut UU RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada


BAB II Pasal 3 pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan :

44
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan;

b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien,


masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya di rumah
sakit;

c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan


rumah sakit; dan

d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat,


sumber daya manusia rumah sakit dan Rumah Sakit.
1. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut UU RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


mempunyai Tugas dan Fungsi sebagaimana yang dijelaskan :

a. Pasal 4

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan


perorangan secara paripurna.

b. Pasal 5

Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4,


Rumah Sakit mempunyai fungsi :

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan


kesehatan sesuai dengan standar pelayanan di rumah sakit

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan


melalu pelyanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan
ketiga sesuai kebutuhan medis

3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya


manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan
45
4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta
penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika
ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

A. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori


hubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
penting (Sugiyono, 2014: 60). Kerangka berfikir yang akan dijabarkan oleh
penulis adalah sebagai berikut :
Variabel X Variabel Y

Evaluasi severity level 1

- Jumlah
- Ketepatan

Kualitas Pembayaran Klaim

- Kesesuaian

Sumber : Penulis (2018)


Gambar 2.2 Kerangka Berfikir

Dari kerangka berfikir diatas, terdapat dua variabel diantaranya, variabel


independen yaitu evaluasi severity level I dan terdapat 2 sub variabel yaitu
gambaran dan ketepatan. Sedangkan variabel dependen yaitu kualitas
pembayaran klaim dan terdapat 1 sub yaitu kesesuaian.

Dapat disimpulkan bahwa kualitas pembayaran klaim sangat dipengaruhi


oleh evaluasi severity level I baik dari segi gambaran dan ketepatannya.

46
A. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah rumusan pengertian variabel yang dipakai


sebagai pegangan dalam pengumpulan data, agar variabel dapat diukur
menggunakan instrumen atau alat ukur, maka variabel harus diberi batasan
definisi operasional atau definisi operasional variabel. (Azwar, 2010:45).
Definisi operasional itu penting dan diperlukan agar dalam pengukuran
variabel atau pengumpulan data variabel itu konsisten antara sumber data
responden yang satu dengan responden lainnya. (Notoatmodjo, 2010:11).
Penjelasan definisi operasional variabel dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.7
Definisi Operasional

Cara Alat
No Variabel Definisi Indikator Hasil
Ukur Ukur
1 Evaluasi Mengevaluas Telaah Studi Jumlah dan Diketahuiny
severity level i kembali Rekam dokum ketepatan a jumlah
I berkas rekam Medis entasi dan
medis pasien severit ketepatan
dengan kasus y level I severity
severity level level I
I pasien JKN
non-PBI
rawat inap
Jumlah Mengetahui Telaah Studi Jumlah Mengetahui
jumlah dan rekap dokum severity Jumlah
tren severity severit entasi level I, severity
level setiap y level trend level I
bulannya dari severity
pihak level I
rumah
sakit
Ketepatan Mengetahui Telaah - Studi Kesesuaian Mengetahui
ketepatan ketepat dokum antara ketepatan
pasien an entasi diagnosis severity
dengan kasus severit utama dan level I
severity level y level - form sekunder
I checklis dengan

47
t severity
level
2 Kualitas Disebut -Telaah - Studi Kesesuaian Mengetahui
pembayaran sesuai jika tarif dokum kesesuaian
klaim pasien INA- entasi pembayara
dengan kasus CBGs n klaim
severity level RSHS - form dengan
I dan dibayar checklis kasus
dengan - t severity
severity level Simulas level
I dan disebut i INA-
tidak sesuai CBGs
jika pasien
seharusnya
severity level
II ataupun III
tetapi
dibayar
dengan
severity level
I
Sumber : Penulis (2018)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

48
A. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. (Sugiyono, 2017:2). Metode penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif.
Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah lama
digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut
sebagai metode positivistic karena berlandaskan pada filsafat positivism. Metode ini sebagai
metode ilmiah/scienfic karena telah memenuhi kaidah-kaidah yaitu konkrit/empiris,
obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini disebut metode discovery, karena
dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini
disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan anlisis
menggunakan statistik. (Sugiyono, 2017:7)

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini antara lain :


1. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuisoner. Menurut Sutrisno Hadi (1986) dalam buku Sugiyono
(2017:145) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses
yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis
dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan.

49
Peneliti melakukan observasi langsung, melihat ketidaklengkapan
pengisian diagnosis dan tindakan pada berkas rekam medis pasien rawat
inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

2. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila


ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan
yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal
dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/kecil. (Sugiyono, 2017:137)

Peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada Kepala


Instalasi Rekam Medis, Kepala Sub Instalasi Rekam Medis Rawat Inap,
dan petugas Coder Rekam Medis pasien rawat inap di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung.

3. Studi Kepustakaan

Untuk mendapatkan data dan informasi, maka peneliti mencari dan


membaca atau mengambil literatur-literatur yang berhubungan dengan
proposal ini. Peneliti mengambil studi kepustakaan yang berhubungan
dengan judul yaitu, evaluasi severity level 1 terhadap kualitas
pembayaran klaim BPJS rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Hasan Sadikin Bandung.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi yaitu wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau


subyek yang mempunyai kualitas atau karakterisitik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2017:80).

32
Populasi pada penelitian ini adalah berkas rekam medis pasien rawat
inap dari 14 SMF pada periode 1 Januari 2017 sampai 31 Desember 2017
dengan jumlah populasi 13.748 berkas rekam medis.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki


oleh populasi oleh tersebut. Sampel adalah sub kelompok dari elemen
populasi yang dipilih untuk berpartisipasi dalam suatu penelitian
(Malhotra, 2010). Sedangkan menurut Sugiyono (2017:81), sampel
adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut.

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk


menentukan sampel yang akan digunakan penelitian, terdapat berbagai
teknik sampling yang digunakan.

Teknik sampel yang akan digunakan adalah Proportionate Stratified


Random Sampling, teknik ini digunakan bila populasi mempunyai
anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.

Teknik pengambilan sampel untuk diteliti menggunakan tabel


sampling Sugiyono dengan taraf kesalahan 10%.

33
Gambar 3.1 Tabel Sampel Sugiyono (2002)
Dari gambar tabel diatas, diketahui untuk meneliti sebanyak 245
berkas rekam medis rawat inap JKN Non-PBI, maka untuk penentuan
sampel menggunakan cara :

a c
b x

Definisi rumus :

a : Populasi berdasarkan tabel sugiyono

b : Populasi severity level I di RSHS

c : Jumlah sampling dengan tingkat kesalahan 10% dari tabel sugiyono

x : Sampel yang akan dicari

34
Diketahui :

a = 15.000

b = 13.748

c = 266

x=?

Penyelesaian :
15.000 = 266
13.748 = X
15.000 x = 3.656.968
x = 3.656.968
15.000
x = 244

Maka dari rumus diatas, penulis meneliti berkas rekam medis


sebanyak 244 dan ditambah 1 berkas SMF Kulit dan Kelamin.

C. Instrumen Penelitian

1. Alat Tulis

35
Alat tulis digunakan sebagai alat bantu mencatat, menulis dan
mengumpulkan data pada berkas rekam medis pasien rawat inap dengan
kasus severity level 1 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

2. Pedoman Wawancara

Peneliti menggunakan pedoman wawancara agar dalam memberikan


tanya jawab lebih terstruktur dan cepat. Pedoman tersebut peneliti
membuat sendiri secara manual untuk mendapatkan informasi-informasi
yang lebih banyak mengenai tentang evaluasi severity level 1 dan kualitas
pembayaran klaim BPJS di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

3. Kamera

Peneliti menggunakan kamera sebagai alat bantu mengambil gambar


formulir berkas rekam medis yang berhubungan dengan evaluasi severity
level 1 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

4. Alat Perekam

Peneliti menggunakan alat perekam suara sebagai alat bantu untuk


merekam wawancara langsung kepada Kepala Instalasi Rekam Medis,
Kepala Sub Instalasi Rekam Medis Rawat Inap, dan petugas Coder
Rekam Medis pasien rawat inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan pada Instalasi Rekam Medis Rawat


Inap di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Jl. Pasteur No. 38 Bandung.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 minggu yaitu pada tanggal 5


Februari 2018 sampai 23 Februari 2018

36
C. Jadwal Pelaksanaan

Tabel 3.1
Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir

Tahun 2018
No. Kegiatan
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust

1. Studi Pendahuluan
dan Pendidikan

2. Penyusunan
Proposal

3. Bimbingan

4. Seminar Proposal

5. Penyusunan Tugas
Akhir

6. Sidang Tugas Akhir

37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
VARIABEL INDIKATOR SUB INDIKATOR

1. Kelengkapan a. Resume medis


berkas klaim BPJS b. Surat eligiblitas peserta
pasien rawat inap (SEP)
c. Rekap biaya
d. Formulir verifikasi JKN
e. Surat keterangan
f. Foto copy KTP
g. Foto copy kartu BPJS

PELAKSANAAN
REKAM MEDIS PASIEN 2. Kualitas
PEMBAYARAN KLAIM BPJS pembayaran klaim A. Meningkatkan
RAWAT INAP DI RUMAH BPJS kualitas data entri
SAKIT UMUM PUSAT
dr. HASAN B. Penambahan
pegawai verikator

a. Membuat laporan
penunjang
b. catatan penting dari hasil-
3. Laporan hasil perikasaan
penunjang berdasarkan permintaan
dokter.

38
A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

a. Sejarah RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung berdiri diatas lahan seluas 9


hektar yang dulunya merupakan lahan perkebunan dan persawahan
yang diperoleh pemerintah Belanda dari pemiliknya.dimana salah satu
pemilik dari lahan tersebut adalah dr. Oman Danummiharja, berikut

39
ini akan dijelaskan mengenai sejarah RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung :

1) Awal Pembangunan dan Perkembangan Rumah Sakit

Pada tahun 1942, oleh Belanda dijadikan rumah sakit militer


yang pengelolaannya diselenggarakan di Dinas Kesehatan Militer.
Kemudian tahun 1942 bala tentara jepang menduduki pulau Jawa
dan pemerintah dikuasai jepang dan rumah sakit berganti nama
menjadi Rigukun Byoin sampai tahun 1945.

Pada tahun 1948 kembali diperuntukkan untuk umum. Dalam


perkembangan selanjutnya, rumah sakit masuk kebawah naungan
Katopraja Bandung dan diberi nama Rumah Sakit Ranca Badak
(RSRB). Pimpinan masih oleh W. J.Van Thiel sampai tahun 1949.
Setelah itu rumah sakit dipimpin oleh dr. Paryono Suriodipuro
sampai tahun 1953.

Pada tahun 1954, oleh Menteri Kesehatan RSRB ditetapkan


menjadi RS provinsi, langsung dibawah Departemen Kesehatan.
Pada tahun 1956, RSRB ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum
Pusat dengan kapasitas perawatan meningkat menjadi 600 tempat
tidur.

40
Pada tanggal 8 Oktober 1967, RSRB berganti nama menjadi
Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, dimana nama tersebut diambil
sebagai penghormatan terhadap almarhum Direktur rumah sakit
yang meninggal dunia pada tanggal 16 Juli 1967 sewaktu masih
mwnjabat sebagai Direktur dan Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran (UNPAD).

2) Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin


Bandung Sebagai Rumah Sakit Pendidikan di Jawa Barat

Peran RSHS dalam dunia pendidikan diawali pada tahun


1957, saat berdirinya Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran (FKUP), sebagai sarana pendidikan bagi para calon
dokter. Selanjutnya, status sebagai RS Pendidikan dikukuhkan
pada tahun 1971, dilengkapi dengan piagam kerjasama antara
RSHS dengan FKUP yang kemudian dikembangkan pada tahun-
tahun berikutnya (1974, 1978, 1986, 2003, dan 2008).

Kerjasama dalam bidang pendidkan dan penelitian terus


dikembangkan dan diperluas dengan berbagai institute pendidikan
tenaga medik, paramedis keperawatan dan tenaga kesehatan
lainnya, serta tenaga non kesehatan. Pengembangan Rumah Sakit
Hasan Sadikin sebagai model Rumah Sakit Pendidikan di
Indonesia telah dituangkan dalam Master Plan Rumah Sakit
Hasan Sadikin tahun 1995.

3) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Sebagai Rumah Sakit


Rujukan di Jawa Barat

Dengan berpedoman pada keputusan Menteri Kesehatan No.


124/MENKES/SK/IV/1978, Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung berstatus sebagai Rumah Sakit rujukan puncak (Top
referral Hospital) untuk daerah Jawa Barat dan sekitarnya.

51
Kegiatan utama Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagai
Rumah Sakit rujukan adalah sebagai berikut :

a) Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan.

b) Melaksanakan upaya rehabilitasi medis.

c) Melaksanakan upaya pencegahan akibat penyakit dan


pemulihan kesehatan.

d) Melaksanakan upaya perawatan.

e) Melaksanakan upaya pendidikan dan latihan tenaga medis


dan paramedik.

f) Melaksanakan sistem rujukan (Referral System).

g) Menjadi tempat penelitian.

1) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Sebagai Rumah Sakit Unit


Swadana

Untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi RS,


khususnya terkait dengan sistem keuangan ICW, Departemen
Kesehatan mengarahkan pengelolaan rumah sakit pemerintah
selaku Unit pelaksana teknisnya menjadi Unit Swadana periode
1992-1998, dimungkinkan bagi pengelola rumah sakit untuk
menggali berbagai potensi pendapatan disertai fleksibilitas
pengelolaannya, sehingga RSHS mulai menggambarkan kerja
sama Operasional (KSO) dalam pelayanan obat.

Dengan terbitnya UU Nomor 20 Tahun 1997, pada tahun


1998 status RSHS menjadi unit pengguna Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP), seluruh pendapatan RS harus disetorkan ke
Negara dalam waktu 24 jam.
52
Kondisi tersebut dirasakan sangat menghambat kelancaran
operasional, antara lain tersendatnya penyediaan regenansia
laboratorium yang diperarah dengan naiknya kurs dollar Amerika
secara tajam, sehingga menyebabkan pelayan laboratorium untuk
mengatasinya adalah dengan mengembangkan KSO laboratorium
pada tahun 1998.

2) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagai Rumah Sakit


Perusahaan Jawatan (PERJAN)

Keterbatasan pemerintah dalam pembiayaan pelayanan


rumah sakit yang semakin menurun, sedangkan rumah sakit
dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanannya, pemerintah
mengubah paradigmanya lebih berperan sebagai katalis dengan
melepaskan bidang-bidang yang dapat dikerjakan oleh rumah
sakit (steering rather than rowing). Untuk itu 11dikeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 119/2000 pada tanggal 12
Desember 2000, yang menetapkan RSHS sebagai Perusahaan
Jawatan (PERJAN). Dengan otonom dan fleksibilitas yang lebih
luas dalam pengelolaan rumah sakit, kinerja RSHS dirasakan
semakin membaik.

Status perjan rumah sakit, terkendala dengan perundang-


undangan yang baru, sehingga sejak 2005 RSHS bersama 12
rumah sakit lainnya, berubah status menjadi unit yang
menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
(PPK-BLU). Tahun 2002 yang merupakan awal efektif sebagai
perjan, RSHS telah mencapai kinerja yang baik dibandingkan
dengan tahun 2001 dan tahun 2004 diprognosakan akan mencapai
kinerja yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.

53
Sejarah direktur yang pernah menjabat di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung adalah sebagai berikut:

a) W.J. Van Thiel (Alm) (1945-1949)

b) dr. H. R. Paryono Suriodipuro (Alm) (1949-1953)

c) dr. H. Chasan Boesoirie, Sp. THT (Alm) (1953-1965)

d) dr. Hasan Sadikin (Alm) (1965-1967)

e) dr. R. Adjidarmo (Alm) (1967-1970)

f) dr. Tubagus Zuchradi (Alm) (1970-1975 & 1975-1979)

g) Prof. dr. Sugana Tjakrasudjatama, SpM (1979-1985)

h) dr. Iman Hilman, SpR (1985-1989)

i) dr. H. Oman Danumihardja, SpPD (Alm) (1989-1995)

j) dr. H. Rachman Maas, SpR (1995-1998)

k) dr. H. Empu Driyanto, SpTHT (1998-2003)

l) Prof. Dr. Cissy R.S. Prawira, dr., SpA(K). M.Sc, Direktur


Utama (2001-2009).

m) dr. H.M Rizal Chaidir, SpOT(K), M.Kes(MMR), FICS,


Direktur Utama (2009-2010)

n) dr. H. Bayu Wahyudi, MPHM, Sp.OG, Direktur Utama (2010-


2014)

o) dr. Ayi Djembarsari, MARS, Direktur Utama (2014-2018)

p) Dr. R. Nina Susana Dewi, S.Pd., MT., Direktur Utama (2018-


sekarang).

54
a. Visi, Misi dan Tujuan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

1) Visi

“Menjadi institusi kesehatan yang unggul dan transformative


dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat”.

2) Misi

a) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna dan prima,


yang terintegrasi dengan pendidikan dan penelitian.

b) Menyelenggarakan sistem rujukan pelayanan kesehatan


berjenjang yang bermutu.

c) Melakukan transformasi dalam mewujudkan status kesehatan


masyarakat yang lebih baik.

3) Tujuan

a) Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang terintegrasi


sesuai standar, berorientasi pada kepuasan pelanggan menuju
persaingan di tingkat regional.

b) Terwujudnya RSHS sebagai model Rumah Sakit Pendidikan


di Indonesia.

c) Terwujudnya rumah sakit berbasis penelitian (research based


hospital).

d) Meningkatnya cost recovery rumah sakit untuk menuju


kemandirian.

b. Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

1) Tugas

55
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai tugas untuk
menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan
dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan serta
melaksanakan upaya rujukan, pendidikan dan penelitian serta
upaya lainnya sesuai dengan kebutuhan.

2) Fungsi

Pelayanan medik dan penunjang medik, pelayanan


keperawatan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan,
pelayanan umum dan operasional penunjang non medik,
pengelolaan SDM rumah sakit, pelayanan administrasi dan
keuangan, penelitian dan pengembangan.

c. Struktur Organisasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.


1673/MENKES/PER/XII/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSHS
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Departemen
Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada
Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.
RSHS dipimpin oleh kepala yang disebut Direktur Utama dengan
Struktur Organisasi terlampir.

56
1. Profil Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung

a. Struktur Organisasi Rekam Medis RSUP Dr. Hasan Sadikin


Bandung

Instalasi rekam medis RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah


organisasi yang berada langsung dibawah Direktur Medik dan
Keperawatan. Adapun struktur organisasi dan tata kerja instalasi rekam
medis terlampir.

b. Visi dan Misi Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung

1) Visi

“Menjadi Rekam Medis berbasis teknologi di Indonesia”

2) Misi

“Menyelenggarakan pengelolaan Rekam Medis yang bermutu dan


berkualitas, terintegrasi baik rawat jalan, gawat darurat, maupun
rawat inap”.

a. Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Rekam Medis di RSUP Dr.


Hasan Sadikin Bandung

1) Tugas Pokok Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. Hasan Sadikin


Bandung

Instalasi Rekam Medis mempunyai tugas melaksanakan


pengelolaan, evaluasi dan pengembangan Rekam Medis di RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung serta melakukan penyiapan bahan
penyusunan rencana kebutuhan sumber daya dan pengelolaan
rekam medis.

57
2) Fungsi Instalasi Rekam Medis RSUP Dr, Hasan Sadikin
Bandung

a) Membantu Direktur Medik dan Keperawatan dalam bidang


perencanaan, pengaturan, pelaporan dan pengawasan
terhadap kelancaran Rekam Medis Rawat Jalan, Rawat Inap
dan Rawat Darurat.

b) Mengkoordinir pengumpulan dan pengelolaan data yang


berhubungan dengan pelayanan medis dan perawatan yang
diberikan rumah sakit.

c) Mengkoordinir penyelenggaraan, pengadaan, dan


penyimpanan rekam medis rawat jalan, rawat inap dan gawat
darurat.

d) Mengkoordinir penyelenggaraan dalam pembuatan Surat


Keterangan Medis Umum, Asuransi dan surat keterangan
dokter lainnya.

e) Melakukan koordinasi dengan unit lain di lingkungan rumah


sakit dalam bidang pendidikan, penelitian yang berhubungan
dengan data rekam medis sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit.

f) Bertanggung jawab atas terselenggaranya pengadaan,


penyediaan, dan ketertiban, serta menjaga keamanan dan
kerahasiaan Rekam Medis.

a. Staf dan Pimpinan Instalasi Rekam Medis RSUP Dr. Hasan


Sadikin Bandung

Instalasi Rekam Medis dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi


Rekam Medis, dibantu oleh:

1) Kepala Sub-Instalasi Pengelolaan Rekam Medis Rawat Jalan

58
Mempunyai tugas menyelenggarakan pendaftaran pasien
rawat jalan, pengelolaan berkas rekam medis, penyimpanan dan
peminjaman berkas rekam medis serta pelaporan pasien rawat
jalan.

2) Kepala Sub-Instalasi Pengelolaan Rekam Medis Rawat Darurat

Mempunyai tugas menyelenggarakan pendaftaran pasien


rawat darurat, pendaftaran rawat inap, pengolahan berkas rekam
medis, penyimpanan dan peminjaman berkas rekam medis,
pelaporan pasien rawat darurat serta coding klaim INA-CBG
pasien JKN IGD.

3) Kepala Sub-Instalasi Pengelolaan Rekam Medis Rawat Inap

Mempunyai tugas menyelenggarakan pengolahan berkas


rekam medis pasien rawat inap, seperti: analisis, assembling,
coding, indexing, penyajian data morbiditas dan mortalitas dan
coding klaim INA-CBG pasien JKN rawat inap.

4) Kepala Sub-Instalasi Pengelolaan Data dan Pelaporan

Mempunyai tugas menyusun dan menyiapkan laporan


pelayanan pasien di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sesuai
dengan sistem dan ketentuan yang sudah ditetapkan.

5) Kepala Sub-Instalasi Pengelolaan Surat Keterangan Medis Umum

Mempunyai tugas mengelola sistem penyimpanan dan


peminjaman berkas rekam medis rawat inap dan memberikan
pelayanan pembuatan surat keterangan medis untuk keperluan
asuransi dan surat keterangan dokter lainnya.

6) Kepala Sub-Instalasi Pengelolaan Rekam Medis Rawat Inap


Khusus Paviliun Parahyangan

59
Mempunyai tugas menyelenggarakan pendaftaran pasien
rawat inpa, pengolahan berkas rekam medis, penyimpanan dan
peminjaman berkas rekam medis, memberikan pelayanan
pembuatan surat keterangan medis untuk keperluan asuransi, surat
keterangan dokter lainnya serta pelaporan pelayanan pasien rawat
inap khusus paviliun Parahyangan.

7) Kepala Sub-Instalasi Pengelolaan Rekam Medis Gedung Terpadu


Kemuning

Mempunyai tugas menyelenggarakan pengolahan rekam


medis pasien rawat inap, penyimpanan dan peminjaman berkas
rekam medis peserta JKN PBI dan jamkesda serta melaksanakan
pengolahan klaim INA-CBG pasien rawat jalan, rawat inap PBI
dan Jamkesmas.

a. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan Instalasi


Rekam Medis RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang efektif dan


efisien instalasi rekam medis berupaya dengan cara:

1) Mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk petugas rekam medis


dan petugas terkait yang berhubungan dengan sistem pengelolaan
rekam medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan rekam
medis.

2) Mengadakan studi banding ke rumah sakit yang sederajat atau


lebih tinggi tingkatannya.

3) Memberikan kesempatan kepada petugas rekam medis yang akan


meningkatkan pendidikan, pengetahuan dan kemampuan dalam
bidang rekam medis dan informasi kesehatan baik formal maupun
nonformal.

60
1. Gambaran ketepatan severity level I di RSUP Dr, Hasan
Sadikin Bandung

a. Jumlah data severity level I berdasarkan SMF

Dilihat dari semua data severity level I seluruh SMF dapat


diketahui jumlah severity level I pada tahun 2017 sebanyak 13.748
berkas rekam medis. Seperti pada dibawah ini.
Tabel 4.1
Jumlah Severity Level I tahun 2017 di RSHS
No. Kelompok Staf Medis Jumlah Presentase

1 Ilmu Penyakit Dalam (IPD) 2.415 17,57 %

2 Bedah Umum 3.122 22,71 %

3 Kesehatan Anak 1.627 11,83 %

4 Kebidanan 1.189 8,65 %

5 Kandungan 2.354 17,12 %

6 Bedah Syaraf 174 1,27 %

7 Syaraf 202 1,47 %

8 Kedokteran Jiwa 104 0,76 %

9 THT 750 5,46 %

Lanjutan Tabel 4.1 Jumlah Severity Level I tahun 2017 di RSHS


No. Kelompok Staf Medis Jumlah Persentase

10 Kulit dan Kelamin 24 0,17%

11 Bedah Mulut 736 5,35%

12 Ortopedi 617 4,49%

13 Bedah Urologi 434 3,16%

Total 13.748 100%

Sumber : Penulis (2018)

Dari tabel diatas dapat diketahui jumlah severity level I paling


tinggi yaitu KSM Bedah Umum sebanyak 3.122 berkas rekam medis

61
ataupun sebesar 22,71% dan yang paling rendah yaitu KSM Kulit dan
Kelamin sebanyak 24 berkas rekam medis ataupun sebesar 0,17%.

b. Ketepatan data Severity Level I berdasarkan SMF

Dari jumlah populasi 13.748 diatas maka penulis meneliti 245


berkas rekam medis berdasarkan teknik pengambilan sampling
Sugiyono dengan taraf kesalahan 10%.

Tabel 4.2
Ketepatan Severity Level I tahun 2017
Persentase
Kelompok Staf Jumlah Tidak
No. Tepat
Medis Sampel Tepat Tidak
Tepat
tepat

1 IPD 43 22 21 51,16% 48,84%

2 Bedah Umum 55 19 36 34,55% 65,45%

3 Kesehatan Anak 29 13 16 44,83% 55,17%

4 Kebidanan 21 15 6 71,43% 28,57%

5 Kandungan 42 20 22 47,62% 52,38%

6 Bedah Syaraf 3 0 3 0% 100%

7 Syaraf 4 1 3 25% 75%

8 Kedokteran Jiwa 2 0 2 0% 100%

9 THT 13 10 3 76,92% 23,08%

10 Kulit dan Kelamin 1 1 0 100% 0%

11 Bedah Mulut 13 9 4 69,23% 30,77%

12 Ortopedi 11 3 8 27,27% 72,73%

13 Bedah Urologi 8 4 4 50% 50%

Total 245 117 128 47,76% 52,24%

Sumber : Penulis (2018)

Berdasarkan tabel diatas tingkat ketepatan tertinggi terdapat pada


KSM IPD sebanyak 22 berkas rekam medis ataupun sebesar 51,16%,

62
dan tingkat ketepatan terendah terdapat pada KSM Bedah Syaraf dan
Kedokteran Jiwa sebanyak 0 berkas rekam medis ataupun sebesar 0%.

1. Kualitas pembayaran klaim BPJS di RSUP Dr. Hasan Sadikin


Bandung

Dilihat dari kualitas pembayaran tarif klaim INA-CBG tahun 2017 di


RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dapat diketahui pembayaran tarif INA-
CBG yang sesuai dan tidak sesuai nya. Dapat dilihat ditabel dibawah ini:
Tabel 4.3
Kualitas Pembayaran Klaim
No. Kriteria Pembayaran Jumlah Tarif INA-CBG

1 Sesuai 117 Rp. 820.767.100,00

2 Tidak Sesuai 128 Rp. 2.227.889.700,00

Total 245 Rp. 3.048.656.800,00

Sumber : Penulis (2018)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pembayaran klaim yang


sudah sesuai dengan tingkat keparahan (severity level I) sebanyak 117
kasus ataupun sebesar Rp. 820.767.100,00 dan tarif yang tidak sesuai
dengan tingkat keparahan (severity level II dan III) sebanyak 128 kasus
ataupun sebesar Rp. 2.227.889.700,00.

2. Faktor yang menyebabkan tingginya severity level 1 di RSUP


Dr. Hasan Sadikin Bandung

Menurut hasil wawancara faktor yang dapat menyebabkan tingginya


severity level I di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, sebagai berikut :

a. Sistem rujukan berjenjang ataupun referral khususnya pasien-


pasien JKN belum berjalan optimal untuk penanganan kasus-kasus,
baik di PPK I, PPK II dan PPK III.

63
b. Ketidaklengkapan pengisian diagnosis sekunder yang dapat
menaikkan severity level.
c. Masih ditemukannya kodifikasi yang tidak lengkap dan tidak tepat.

1. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas


pembayaran klaim BPJS terkait severity level I di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung

a. Sosialisasi tentang kelengkapan penulisan diagnosis sekunder dan


bukti penunjangnya dalam rapat rutin bulanan setiap tanggal 17
tentang koordinasi dan evaluasi setiap direktorat.

b. Rapat rutin melalui road show (sosialisasi) ke setiap departemen


bersama dengan panitia rekam medis dan satgas klaim.

c. Melakukan koordinasi dengan DPJP terkait melalui tim verifikasi


rekam medis tentang berkas klaim yang tidak lengkap pengisian
diagnosis sekunder khususnya severity level I.

d. Memberikan laporan terkait sebaran severity level kepada direktur


medik dan direktur utama melalui bidang medik.

A. Pembahasan

1. Gambaran Ketepatan Severity Level I di RSUP Dr. Hasan


Sadikin Bandung

a. Jumlah data severity level I berdasarkan SMF

Dari seluruh SMF dapat diketahui jumlah severity level I sebanyak


13.748 berkas rekam medis. Berikut ini grafik tentang jumlah data
seluruh pasien dengan kasus severity level I:

64
3500
3000 3122
2500 2415 2354
2000
1500 1627
1000 1189
750 736 617
500 434 202
0 174 104 24

Sumber : Penulis (2018)


Gambar 4.1 Grafik Jumlah Severity Level I

Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat dari 13 KSM dengan


kasus severity level I yang paling tinggi adalah KSM Bedah Umum
sebanyak 3.122 pasien. Hal ini disebabkan oleh kelengkapan pengisian
rekam medis yang tidak maksimal dan sistem rujukannya yang
berjalan kurang optimal, tingginya pasien yang datang ke RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung untuk berobat akan tetapi penyakit pasien
tersebut seharusnya dapat ditangani oleh PPK sebelumnya baik PPK
I/PPK II, itulah salah satu contoh bukti nyata sitem rujukan yang
kurang optimal, dikarenakan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung adalah
Rumah Sakit Rujukan yang idealnya dengan kasus severity level III.

b. Ketepatan data Severity Level I berdasarkan SMF


Ketepatan data severity level I ini dapat dilihat dari
ketidaklengkapan pengisian diagnosis sekunder dengan tidak
tertulisnya diagnosa dalam Pemeriksaan Laboratorium, Malnutrisi
maupun diagnosis klinis sekunder lainnya yang tidak tercatat.
Ketepatan data Severity Level I dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.4
Ketepatan data severity level I berdasarkan SMF
Diagnosa Sekunder Tidak Tercatat Jumlah Persentase

65
Laboratorium Abnormal 108 44,08%

Malnutrisi 31 12,65%

Diagnosis klinis sekunder tidak tercatat 9 3,67%

Total 148 60,41%

Sumber : Penulis (2018)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ketidaklengkapan


penulisan diagnosis sekunder di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dengan
kasus severity level I masih tinggi, disebabkan oleh kurang pahamnya
dokter tentang diagnosis sekunder dalam laboratorium abnormal maupun
dengan kasus malnutrisi yang seharusnya ditulis dalam berkas resume
pasien pulang.

Berikut ini adalah grafik tentang diagnosis sekunder yang tidak


tercatat:

108
120
100
80
60 31
40
20
0 9

al i
m
no
r ri s tat
Ab nut ca
a l r
m M te
ri u ak
ra
to
r tid
bo nd
e
La ku
Se
is
l in
sK
si
gno
a
Di

Sumber : Penulis (2018)


Gambar 4.2
Grafik Ketidaklengkapan Pengisian Diagnosis Sekunder

66
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa ketidaklengkapan
pengisian diagnosis sekunder dalam kasus laboratorium abnormal
sebanyak 108 berkas rekam medis ataupun sebesar 44,08%, dan kasus
malnutrisi sebanyak 31 berkas rekam medis ataupun sebesar 12,65% dan
diagnosis klinis sekunder lainnya sebanyak 9 berkas rekam medis ataupun
sebesar 3,67%.

Dari 245 berkas rekam medis yang diteliti, sebanyak 148 berkas
rekam medis ataupun sebesar 60,41% yang masih tidak lengkap dalam
pengisian diagnosis, dengan terisinya lengkap diagnosis sekunder dengan
kasus laboratorium abnormal, malnutrisi dan diagnosis klinis lainnya
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam severity level II ataupun severity
level III.

Berikut grafik jumlah berkas 245 dengan kasus severity level I setelah
dievaluasi kembali:

67
117
120

100

80 74

60
54
40

20

0
Severity Level I
Severity Level II
Severity Level III

Sumber : Penulis (2018)


Gambar 4.3
Grafik evaluasi severity level

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa dari jumlah kasus


yang diteliti sebanyak 245 berkas dengan melakukan analisis, penelitian,
dan coding & grouping ulang, yang sudah tepat severity level I sebanyak
117 berkas rekam medis ataupun sebesar 47,76%, dan yang dapat
dikelompokkan ke dalam severity level II sebanyak 74 berkas rekam medis
ataupun sebesar 30,20% dan yang dapat dikelompokkan kedalam severity
level III sebanyak 54 berkas rekam medis ataupun sebesar 22,04%.

1. Kualitas Pembayaran Klaim BPJS di RSUP Dr. Hasan Sadikin


Bandung

Dapat dilihat perbandingan tarif real cost dari rumah sakit dengan tarif
INA-CBG yang sudah dievaluasi melalui simulasi INA-CBG. Berikut
dibawah ini tabel kualitas pembayaran klaim BPJS dan tarif Rumah Sakit;

Tabel 4.5
Kualitas Pembayaran Klaim BPJS
68
Kriteria Tarif
N Keteranga
INA- Selisih
O n
CBG Tarif INA-CBG Tarif RS

INA-
CBG RS Rp. Rp. Rp.
Selisih
1. (Sebelum 2.152.051.300,0 2.386.433.825,0 -234.382.525,0
Negatif
Groupin 0 0 0
g Ulang)

INA-
Rp. Rp. Rp.
CBG Selisih
2. 3.048.656.800,0 2.386.433.825,0 896.605.500,0
Penelitia Positif
0 0 0
n

Sumber : Penulis (2018)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tarif INA-CBG dari


rumah sakit yang sudah diajukan sebesar Rp. 2.152.051.300,00 dan tarif
rumah sakit sebesar Rp. 2.386.433.825,00 selisih yang didapatkan adalah
minus Rp. 234.382.525,00 sehingga dapat diketahui bahwa pengajuan atau
klaim INA-CBG mengalami selisih negatif dan rumah sakit merugi.
Setelah dievaluasi dengan melakukan simulasi INA-CBG tarif dari
simulasi tersebut yang seharusnya dibayarkan oleh BPJS ke rumah sakit
sebesar Rp. 3.048.656.800,00, dan tarif rumah sakit sebesar Rp.
2.386.433.825,00 selisih yang didapatkan adalah Rp. 896.605.500,00.
sehingga dapat diketahui bahwa pengajuan atau klaim INA-CBG
mengalami selisih positif dan dapat dikatakan surplus bagi rumah sakit.

2. Faktor yang menyebabkan tingginya severity level 1 di RSUP


Dr. Hasan Sadikin Bandung

Menurut hasil wawancara faktor yang dapat menyebabkan tingginya


severity level I di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, sebagai berikut :

69
a. Sistem rujukan berjenjang ataupun referral khususnya pasien-pasien
JKN belum berjalan optimal untuk penanganan kasus-kasus, baik di
PPK I, PPK II dan PPK III.

Sistem rujukan berjenjang yang belum optimal disebabkan oleh


beberapa faktor diantaranya ketiadaan dokter, fasilitas tidak memadai
atau kompetensi dokternya dibawah standar sehingga lebih suka
merujuk pasiennya ke rumah sakit, sehingga terjadi penumpukkan
pasien rujukan dengan penyakit yang seharusnya dapat ditangani oleh
PPK I/PPK II.

b. Ketidaklengkapan pengisian diagnosis sekunder yang dapat menaikkan


severity level.

Ketidaklengkapan pengisisan diagnosis sekunder disebabkan kurang


paham nya dokter tentang diagnosa sekunder dalam pemeriksaan
laboratorium abnormal, ataupun malnutrisi yang seharusnya ditulis
diagnosis tersebut di lembar resume pasien pulang, dikarenakan jika
diagnosis sekunder tidak tertulis akan tetap banyak pasien dengan
kasus severity level I ataupun kualitas pengklaimannya tidak akan
maksimal.

c. Masih ditemukannya kodifikasi yang tidak lengkap & tidak tepat.

Masih ada kodifikasi yang tidak lengkap disebabkan tulisan dokter


yang tidak terbaca, sehingga coder tidak dapat menentukan kodifikasi
yang tepat untuk diagnosa tersebut, kodifikasi yang tidak lengkap juga
akan berakibat terhadap severity level.

70
1. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pembayaran klaim BPJS terkait severity level I di RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung

a. Sosialisasi tentang kelengkapan penulisan diagnosis sekunder dan


bukti penunjangnya dalam rapat rutin bulanan setiap tanggal 17
tentang koordinasi dan evaluasi setiap direktorat.

RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung setiap bulannya menyelenggarakan


rapat rutin yang dilaksanakan setiap tanggal 17, dalam rapat tersebut
selalu melakukan sosialisasi tentang kelengkapan pengisian diagnosis
sekunder dan bukti penunjangnya untuk menaikkan kualitas
pembayaran klaim BPJS kepada rumah sakit.

b. Rapat rutin melalui road show (sosialisasi) ke setiap departemen


bersama dengan panitia rekam medis dan satgas klaim.

Panitia rekam medis dan satgas klaim melaksanakan rapat rutin


melalui road show (sosialisasi) ke setiap departemennya untuk
mensosialisasikan tentang kelengkapan diagnosis sekunder baik dalam
pemeriksaan laboratorium abnormal maupun malnutrisi.

c. Melakukan koordinasi dengan DPJP terkait melalui tim verifikasi


rekam medis tentang berkas klaim yang tidak lengkap pengisian
diagnosis sekunder khususnya severity level I.

Tim verifikasi rekam medis akan selalu menghubungi DPJP terkait


setiap harinya dengan jadwal tim verifikasi dari pukul 10.00 WIB
sampai dengan pukul 12.00 WIB untuk melakukan kordinasi tentang
pengisian diagnosis sekunder yang tidak lengkap dalam pengisiannya
khususnya kasus severity level I.

d. Memberikan laporan terkait sebaran severity level kepada direktur


medik dan direktur utama melalui bidang medik.

71
Mengingat severity level sangat penting terhadap kualitas pembayaran
klaim, maka coder harus memberikan laporan terkait sebaran severity
level kepada direktur medik dan direktur utama melalui bidang medik.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan
bahwa evaluasi severity level I terhadap kualitas pembayaran klaim BPJS rawat inap di RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung sebagai berikut :
1. Gambaran pasien dengan kasus severity level I di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung sebanyak 13.748 pasien. Dari 245 sampel berkas rekam medis
rawat inap JKN Non-PBI yang sudah tepat dalam pengelompokan severity
level I sebanyak 117 berkas rekam medis ataupun sebesar 47,76% dan
yang tidak tepat dalam pengelompokan severity level sebanyak 128 berkas
rekam medis ataupun sebesar 52,24%.

2. Kualitas pembayaran klaim pasien BPJS di RSUP Dr. Hasan Sadikin


Bandung, dari 245 sampel berkas rekam medis yang sudah sesuai dengan
pembayaran severity level I sebanyak 117 berkas rekam medis dan yang
tidak sesuai dengan pembayaran severity level sebanyak 128 berkas rekam
medis. Tarif real cost INA-CBG dari rumah sakit (sebelum di grouping
ulang) mengalami kualitas klaim yang rendah (selisih negatif) dan rumah
sakit merugi, setelah dievaluasi ulang dengan melakukan simulasi INA-
CBG kualitas klaim menjadi tinggi (selisih positif) dan dapat dikatakan
surplus bagi rumah sakit.

3. Faktor yang menyebabkan tingginya severity level I di RSUP Dr, Hasan


Sadikin Bandung adalah sistem rujukan berjenjang ataupun referral

72
khususnya pasien-pasien JKN belum berjalan optimal untuk penanganan
kasus-kasus, baik di PPK I, PPK II dan PPK III, ketidaklengkapan
pengisian diagnosis sekunder yang dapat menaikkan severity level dan
masih diemukannya kodifikasi yang tidak lengkap.

4. Upaya yang telah dilakukan agar pengelompokan severity level tepat dan
kualitas pembayaran klaim optimal adalah sosialisasi tentang kelengkapan

73
penulisan diagnosis sekunder dan bukti penunjangnya melalui road show (sosialisasi) ke
setiap departemen bersama panitia rekam medis dan satgas klaim dan melakukan
koordinasi dengan DPJP terkait.

A. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas maka peneliti memberikan saran yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan koordinasi dengan DPJP terkait tentang pengisian diagnosis sekunder yang
tidak lengkap dalam pengisiannya khususnya kasus severity level I.

2. Melakukan sosialisasi tentang pentingnya kelengkapan penulisan diagnosis sekunder dan


bukti penunjangnya agar pengelompokan severity level tepat dan pembayaran klaim nya
sesuai dengan diagnosis pasien yang dideritanya sehingga kualitas pembayaran klaim
menjadi optimal.

3. Sebaiknya dialokasikan petugas rekam medis sebagai penanggung jawab koding klaim
disetiap ruangan untuk meningkatkan kualitas pembayaran klaim.

74
DAFTAR PUSTAKA

1. Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Jakarta: Kemenkes RI; 2009.

2. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam medis. Jakarta2008.

3. Huffman. Health Information Management I (Diadaptasi oleh Erkadius Manajemen

Informasi Kesehatan I, Bagian I). Padang: Apikes Iris; 20011.

4. Indonesia DKR. Pedoman Pelaksanaan Rekam Medis. Jakarta2006.

5. Republik Indonesia. Pedoman Penerapan Sistem dan Prosedur Pelayanan Rekaman

Medis Di Rumah Sakit. Jakarta1997.

6. Sjamsuhidajat. Manual Rekam Medis. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2006.

7. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129

/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

Jakarta2008.

8. Martila L. Analisis Penyelenggaraan Pelayanan Rekam Medis Rawat Inap Rumah

Sakit Umum (RS Hasan Sadikin Bandung) Sawahlunto [SKRIPSI]: RS Hasan

Sadikin Bandung; 2019.

75
9. RS Hasan Sadikin Bandung. RS Hasan Sadikin Bandung 2019.

76

Anda mungkin juga menyukai