Anda di halaman 1dari 12

3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kulit
2.1.1. DefinisiKulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia.Luas kulit orang dewasa sekitar 1.5 m2 dengan berat
kira-kira 15% berat badan (Wasitaatmadja, 2010).
2.1.2 Anatomi Kulit
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:
lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis terdiri
atas:
(1) Stratum korneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan kulit yang
terluar dan terdiri atas sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
keratin.
(2) Stratum lusidum merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang telah menjadi protein.
(3) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) yaitu dua atau tiga lapis sel-
sel gepeng dengan sitoplasma butir kasar dan berinti di antaranya.
(4) Stratum spinosum (stratum Malphigi) terdiri atas beberapa lapis sel
yang berbentuk poligonal dengan besar yang berbeda akibat adanya
proses mitosis.
(5) Stratum basale terbentuk oleh sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang
tersusun vertikal dan berbaris seperti pagar (palisade).
Lapisan dermis berada di bawah lapisan epidermis dan lebih tebal
daripada lapisan epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa
padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi
menjadi dua bagian yaitu:
(1) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis yang berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.

Universitas Sumatera Utara


4

(2) Pars retikulare, yaitu bagian yang menonjol ke arah subkutan yang
berisi serabut-serabut penunjang misalnya: serabut kolagen, elastin,
dan retikulin.
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel lemak. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa yang
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf
tepi, pembuluh darah, dan getah bening (Wasitaatmadja, 2010).

2.1.3 Adneksa Kulit


Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku.
Kelenjar kulit di lapisan dermis terdiri atas:
(1) Kelenjar keringat (glandula sudorifera) ada dua jenis yaitu kelenjar
ekrin yang kecil terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer
dan kelenjar apokrin yang lebih besar terletak lebih dalam dengan
sekret lebih kental.
(2) Kelenjar palit (glandula sebasea) terletak di seluruh permukaan kulit
manusia kecuali telapak tangan dan kaki. Kelenjar ini disebut juga
kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekretnya berasal dari
dekomposisi sel-sel kelenjar.
Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang
menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail
root), bagian yang terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari
disebut badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang
bebas. Kuku tumbuh dengan kecepatan sekitar 1mm per minggu.
Rambut memliki bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan
bagian yang berada di luar kulit (batang rambut). Ada dua tipe rambut, yaitu
lanugo merupakan rambut halus tidak berpigmen pada bayi dan terminal
merupakan rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen serta mempunyai
medula pada orang dewasa. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen
(pertumbuhan) berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan sekitar 0.35mm per hari.

Universitas Sumatera Utara


5

Fase telogen (istirahat) berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut
terdapat fase katagen (Wasitaatmadja, 2010).

2.1.4 Faal Kulit


1. Fungsi proteksi, menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan
fisik atau mekanis, gangguan kimiawi, gangguan yang bersifat panas,
dan gangguan infeksi luar dengan adanya bantalan lemak.Menurut
Menurut Lazarus (1999) bahwa stres adalah keadaan internal yang
dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi
lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak
terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya.
2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan
dan benda padat dengan permeabilitas terhadap O2, CO2, dan uap air
sehingga kulit ikut ambil bagian dalam fungsi respirasi. Penyerapan
berlangsung melalui celah antar sel, menembus sel epidermis atau
melalui muara saluran kelenjar.
3. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang
tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl,
urea, asam urat, dan amonia.
4. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensoris di
dermis dan subkutis. Rangsang panas oleh badan-badan Ruffini di
dermis dan subkutis, rangsang dingin oleh badan-badan Krause di
dermis. Badan Meissner di papila dermis dan badan Merkel Ranvier
di epidermis berperan terhadap rabaan. Sedangkan rangsang tekanan
oleh badan Paccini di epidermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh, dengan cara mengeluarkan keringat
dan mengerutkan pembuluh darah kulit.
6. Fungsi pembentukan pigmen.
7. Fungsi keratinisasi.

Universitas Sumatera Utara


6

8. Fungsi pembentukan vitamin D, dengan mengubah 7 dihidroksi


kolesterol melalui pertolongan sinar matahari (Wasitaatmadja,
2010).

2.2 Herpes Simpleks


2.2.1 Definisi Herpes Simpleks
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes
simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan (Handoko, 2010).

2.2.2 Epidemiologi Herpes Simpleks


Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria
maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh herpes
simpleks virus (HSV) tipe I biasa pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV
tipe II biasa terjadi pada dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan
aktivitas seksual (Handoko, 2010). Infeksi genital yang berulang 6 kali lebih
sering daripada infeksi berulang pada oral-labial; infeksi HSV tipe II pada daerah
genital lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe I di daerah genital; dan
infeksi HSV tipe I pada oral-labial lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe
II di daerah oral.Walaupun begitu infeksi dapat terjadi di mana saja pada kulit dan
infeksi pada satu area tidak menutup kemungkinan bahwa infeksi dapat menyebar
ke bagian lain (Habif, 2004).

2.2.3 Etiologi Herpes Simpleks


Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpes
hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan
karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis
tempat predileksi (Handoko, 2010). HSV tipe I sering dihubungkan dengan
infeksi oral sedangkan HSV tipe II dihubungkan dengan infeksi genital. Semakin
seringnya infeksi HSV tipe I di daerah genital dan infeksi HSV tipe II di daerah

Universitas Sumatera Utara


7

oral kemungkinan disebabkan oleh kontak seksual dengan cara oral-genital


(Habif, 2004).
Menurut Wolff (2007) infeksi HSV tipe I pada daerah labialis 80-90%,
urogenital 10-30%, herpetic whitlow pada usia< 20 tahun, dan neonatal 30%.
Sedangkan HSV tipe II di daerah labialis 10-20%, urogenital 70-90%, herpetic
whitlow pada usia> 20 tahun, dan neonatal 70%.

2.2.4 Patogenesis Herpes Simpleks


Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau mukosa
dan bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia sensoris dan terus
bereplikasi. Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya menginfeksi
daerah yang lebih luas. Setelah infeksi primer HSV masuk dalam masa laten di
ganglia sensoris (Sterry, 2006).
Infeksi rekuren: pengaktifan kembali HSV oleh berbagai macam
rangsangan (sinar UV, demam) sehingga menyebabkan gejala klinis (Sterry,
2006).
Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus
menyerang ganglion saraf; dan tahap kedua, dengan karakteristik kambuhnya
penyakit di tempat yang sama. Pada infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan
hanya dapat dideteksi dengan kenanikan titer antibody IgG. Seperti kebanyakan
infeksi virus, keparahan penyakit meningkat seiring bertambahnya usia. Virus
dapat menyebar melalui udara via droplets, kontak langsung dengan lesi, atau
kontak dengan cairan yang mengandung virus seperti ludah. Gejala yang timbul 3
sampai 7 hari atau lebih setelah kontak yaitu: kulit yang lembek disertai nyeri,
parestesia ringan, atau rasa terbakar akan timbul sebelum terjadi lesi pada daerah
yang terinfeksi. Nyeri lokal, pusing, rasa gatal, dan demam adalah karakteristik
gejala prodormal.
Vesikel pada infeksi primer HSV lebih banyak dan menyebar
dibandingkan infeksi yang rekuren. Setiap vesikel tersebut berukuran sama besar,
berlawanan dengan vesikel pada herpes zoster yang beragam ukurannya. Mukosa
membran pada daerah yang lesi mengeluarkan eksudat yang dapat mengakibatkan

Universitas Sumatera Utara


8

terjadinya krusta. Lesi tersebut akan bertahan selama 2 sampai 4 minggu kecuali
terjadi infeksi sekunder dan akan sembuh tanpa jaringan parut (Habif, 2004).
Virus akan bereplikasi di tempat infeksi primer lalu viron akan
ditransportasikan oleh saraf via retrograde axonal flow ke ganglia dorsal dan
masuk masa laten di ganglion. Trauma kulit lokal (misalnya: paparan sinar
ultraviolet, abrasi) atau perubahan sistemik (misalnya: menstruasi, kelelahan,
demam) akan mengaktifasi kembali virus tersebut yang akan berjalan turun
melalui saraf perifer ke tempat yang telah terinfeksi sehingga terjadi infeksi
rekuren. Gejala berupa rasa gatal atau terbakar terjadi selama 2 sampai 24 jam dan
dalam 12 jam lesi tersebut berubah dari kulit yang eritem menjadi papula hingga
terbentuk vesikel berbentuk kubah yang kemudian akan ruptur menjadi erosi pada
daerah mulut dan vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit.
Krusta tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit tersebut akan
reepitelisasi dan berwarna merah muda (Habif, 2004).
Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya:
mengenai jari-jari tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan
perawat yang melakukan kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang
sering terpapar dengan sekresi oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi
(Habif, 2004). Bisa juga mengenai para pegulat (herpes gladiatorum) maupun
olahraga lain yang melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang dapat
menyebar ke seluruh anggota tim (Sterry, 2006).

2.2.5 Gejala Klinis Herpes Simpleks


Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi
primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I
tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak.
Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II tempat predileksinya
daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.Infeksi primer berlangsung
lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala sistemik,
misalnya demam, malaise dan anoreksia.Kelainan klinis yang dijumpai berupa
vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan

Universitas Sumatera Utara


9

jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami
ulserasi (Handoko, 2010).
Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes
simpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis
(Handoko, 2010).
Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif
di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi,
hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang
lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala
prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul
pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010).

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Herpes Simpleks


Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat
dibiakkan.Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV.Dengan tes
Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan
badan inklusi intranuklear (Handoko, 2010).
Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau
kurang.Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar
vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek kemudian biarkan mongering
sambil difiksasi dengan alkohol atau dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5%
methylene blue, Wright, Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri
minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya
berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar berwarna biru (Frankel,
2006).
Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur (Sterry,
2006). Tes serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
spesifik HSV tipe II dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang
berpotensi besar menularkan infeksi (McPhee, 2007).

Universitas Sumatera Utara


10

2.2.7 Diagnosa Banding Herpes Simpleks


Herpes simpleks pada daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan
dengan impetigo vesikobulosa.Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus
durum, ulkus mole dan ulkus mikstum (Handoko, 2010).
Pada Barankin (2006) diagnosa banding HSV tipe I yaitu stomatitis
aftosa, penyakit tangan-kaki-mulut, dan impetigo.Sedangkan diagnosa banding
HSV tipe II yaitu chancroid, sifilis, dan erupsi oleh obat-obatan.

2.2.8 Penatalaksanaan Herpes Simpleks


Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat
asiklovir (zovirax).Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per
hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang
masa rekuren.Pemberian parenteral asiklovir atau preparat adenine arabinosid
(vitarabin) dengan tujuan penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada
organ dalam (Handoko, 2010).
Untuk terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir.
Jika pasien mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk
menggunakan asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama
satu tahun. Untuk obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine.Pada
wanita hamil diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV
disuntikkan asiklovir intra vena (Sterry, 2006).

2.2.9 Komplikasi Herpes Simpleks


Komplikasinya yaitu: pioderma, ekzema herpetikum, herpeticwhithlow,
herpes gladiatorum (pada pegulat yang menular melalui kontak), esophagitis,
infeksi neonatus, keratitis, dan ensefalitis (McPhee, 2007).
Menurut Hunter (2003) komplikasi herpes simpleks adalah herpes
ensefalitis atau meningitis tanpa ada kelainan kulit dahulu, vesikel yang menyebar
luas ke seluruh tubuh, ekzema herpeticum, jaringan parut, dan eritema
multiforme.

Universitas Sumatera Utara


11

2.2.10 Prognosis Herpes Simpleks


Pengobatan dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik, yakni
masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekuren lebih jarang.Pada orang
dengan gangguan imunitas, infeksi dapat menyebar ke organ-organ dalam dan
dapat berakibat fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia
seperti pada orang dewasa (Handoko, 2010).
Penderita HSV harus menghindari kontak dengan orang lain saat tahap
akut sampai lesi sembuh sempurna. Infeksi di daerah genital pada wanita hamil
dapat menyerang bayinya, dan wanita tersebut harus memberi tahu pada dokter
kandungannya jika mereka mempunyai gejala atau tanda infeksi HSV pada daerah
genitalnya (Shaw, 2006).

2.3 Pengetahuan
2.3.1 Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah sesuatu hal yang
diketahui bila seseorang telah melakukan penginderaan yang meliputi indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba terhadap suatu obyek.
Pengetahuan diperoleh dari hasil usaha seseorang dalam mencari tahu rangsangan
berupa obyek dari luar terlebih dahulu melalui proses sensorik dan interaksi
dirinya terhadap lingkungan sosial. Melalui hal inilah, seseorang dapat
memperoleh pengetahuan baru tentang suatu obyek.Dalam teori kognitif,
pengetahuan merupakan hasil interaksi timbal balik antara seseorang dengan
lingkungan sosial yang menghasilkan pengalaman tertentu.

Tingkat Pengetahuan
Notoadmodjo (2007) menyatakan tingkat pengetahuan terbagi enam
yaitu:
1. Tahu, artinya kemampuan dalam mengingat kembali suatu materi
yang telah dipelajari.
2. Memahami, artinya kemampuan dalam memberi penjelasan tentang
obyek dan dapat menginterpretasi materi secara benar.

Universitas Sumatera Utara


12

3. Aplikasi, artinya kemampuan dalam menggunakan materi yang telah


dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
4. Analisis, artinya kemampuan dalam menguraikan materi ke dalam
struktur tersebut yang masih ada kaitan antara satu sama lain.
5. Sintesa, artinya kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian dengan kata lain dalam bentuk keseluruhan baru.
6. Evaluasi, artinya kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau obyek.
Pengetahuan sebagai intermediateimpact atau hasil jangka menengah
memiliki pengaruh pada perkembangan perilaku.Perilaku ialah kegiatan atau
aktivitas dari makhluk hidup terhadap stimulus atau rangsangan baik dapat
diamati secara langsung, maupun tidak langsung.Perilaku manusia meliputi hal-
hal seperti berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, berpikir, persepsi, dan juga
emosi (Notoatmodjo, 2007).Lebih lanjut, Notoadmodjo mengutip pendapat
Benyamin Bloom, perilaku manusia terbagi menjadi tiga domain perilaku yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor.Oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan
pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap,
dan tindakan.
Dengan tingkat pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, perilaku
seseorang akan baik dan dapat berlangsung lama.Sebaliknya, bila perilaku tidak
didasari oleh pengetahuan dan kesadaran positif, maka perilaku tersebut tidak
bertahan lama (Notoatmodjo, 2007).

2.4 Sikap
2.4.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulasi atau objek, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara


13

2.4.2 Komponen Sikap


Dalam bagian lain Allport (1954) dalam Notoatmojo (2007) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : kepercayaan (keyakinan),
ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap
suatu objek, kecenderungan untuk bertindak. Komponen ini secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh (totalattitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosional memegang peranan penting.

2.4.3 Tingkatan Sikap


Menurut Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa seperti halnya dengan
pengatahuan, sikap ini juga memiliki beberapa tingkatan yaitu:
1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding) yang berarti memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah
suatu indikasi dari sikap.
3. Menghargai (valuing) yang berarti mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung Jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap
yang paling tinggi.
Adapun indikator untuk mengetahui tingkat sikap terhadap kesehatan,
antara lain dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala
atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan
penyakit, cara pencegahan penyakit.
2. Sikap tentang cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara
memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan

Universitas Sumatera Utara


14

lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga,


relaksasi (istirahat) atau istirahat cukup.
3. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai