PENDAHULUAN
dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang meliputi, antara
lain: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin dapat
seseorang (Uhud,2008).
3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain: bising,
panas, debu, parasit, dan lain-lain. Bila ketiga komponen tersebut serasi
maka bisa dicapai suatu kesehatan kerja yang optimal. Sebaliknya bila
1
2
1. Golongan fisika
2. Golongan kimia
Semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, uap logam, gas, larutan, kabut,
3. Golongan biologi
4. Gangguan ergonomic
Angkat angkut berat, posisi kerja janggal, posisi kerja statis, gerak
5. Golongan psikososial
hubungan interpersonal, kerja shift, lokasi kerja dan lain-lain (Uhud, 2008).
khususnya bagi orang yang lebih tua, lebih muda, para perokok dan mereka
2008). Menurut WHO, penyakit pernapasan dari akut sampai dengan kronis
3
2015). Di antara semua penyakit akibat kerja, 10% sampai 30% adalah
1996 ditemukan 330 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan
kronik. Di Indonesia angka sakit mencapai 70% dari pekerja yang terpapar
debu tinggi. Sebagian besar penyakit paru akibat kerja mempunyai akibat
serius yaitu terjadinya penurunan fungsi paru, dengan gejala utama yaitu
udara, difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah, transportasi O2 dan CO2
serta pengaturan ventilasi serta hal – hal lain dari pernapasan. Fungsi paru
dapat menjadi tidak maksimal oleh karena faktor dari luar tubuh atau faktor
dan faktor dari dalam tubuh penderita itu sendiri atau instrinsik (Hiswara,
2015). Faktor ekstrinsik yang pertama adalah keadaan bahan yang diinhalasi
(gas, debu, uap). Ukuran dan bentuk berpengaruh dalam proses penimbunan
2011).
silia dan sistem enzim). Bahan tersebut dapat menimbulkan fibrosis yang luas
4
di paru dan dapat bersifat antigen yang masuk paru. Faktor ekstrinsik lainnya
pelindung diri (APD) terutama yang dapat melindungi sistem pernapasan dan
kebiasaan berolahraga. Faktor intrinsik dari dalam diri manusia juga perlu
pernah diderita, indeks massa tubuh (IMT) penderita dan kerentanan individu
(Wulandari, 2011).
jalan napas, sehingga dapat menurunkan kapasitas paru. Dampak paparan debu
yang terus menerus dapat menurunkan fungsi paru berupa obstruktif. Akibat
pneumoconiosis. Salah satu bentuk kelainan paru yang bersifat menetap adalah
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika (silikosis),
bawah ini:
5
6
struktur tulang selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu sekat
disebut diafragma. Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram, sedangkan paru-
8
paru kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain
dalam rongga dada. Selaput yang membungkus paru-paru disebut pleura. Paru-
oleh selaput yang bernama pleura (Ganong, 2010). Pleura dibagi menjadi dua
yaitu:
Antara kedua pleura ini terdapat ronggga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-
paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas (Ganong, 2010).
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru dua lobus. Setiap
lobus terdiri atas lobula. Sebuah pipa bronkhial kecil masuk ke dalam setiap
lobula, dan semakin bercabang, semakin menjadi tipis dan akhirnya mejadi
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-
paru kiri mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus
superior, dan lima buah segmen pada inferior. Jaringan paru-paru adalah
elastik, berpori dan seperti spon. Di dalam air paru-paru mengapung karena
udara yang ada didalamnya. Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan
9
inilah terjadi pertukaran udara di dalam darah, O2 masuk ke dalam darah dan
CO2 dikeluarkan dari darah. Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel
2
.
dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya ± 90m Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700 juta buah. Ukurannya bervariasi,
ukuran alveolus akan semakin besar. Ada dua tipe sel epitel alveolus. Tipe I
pertukaran udara. Sedangkan tipe II, yaitu pneumosit granular, tidak ikut serta
oksigen dari udara luar yang masuk ke dalam saluran napas dan terus ke dalam
terbentuk pada proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar.
1. Ventilasi yaitu proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta
2. Difusi yaitu proses berpindahnya oksigen dari alveoli ke dalam darah, serta
3. Perfusi yaitu distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru untuk
mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial
ke alveoli, dan dapat erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya
dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel
darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini, dipompa di dalam arteri ke
semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100
mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen. Di dalam
menembus membran alveoler- kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah
melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinapaskan keluar melalui hidung dan
selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap, dll.
bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti
(Guyton, 2014).
menuju sel disebut pernapasan internal. Aktivitas inspirasi dan ekspirasi pada
otot yang ada pada tulang rusuk dan otot diafragma (selaput pembatas rongga
tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika
tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya,
apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan keluar.
dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan
Sebagian udara yang dihirup oleh seseorang tidak pernah sampai pada
daerah pertukaran gas, tetapi tetap berada dalam saluran napas di mana pada
tempat ini tidak terjadi pertukaran gas, seperti pada hidung, faring dan trakea.
Udara ini disebut udara ruang rugi, sebab tidak berguna dalam proses
pertukaran gas. Pada waktu ekspirasi, yang pertama kali dikeluarkan adalah
udara ruang rugi, sebelum udara di alveoli sampai ke udara luar. Oleh karena
itu, ruang rugi merupakan kerugian dari gas ekspirasi paru-paru. Ruang rugi
dibedakan lagi menjadi ruang rugi anatomik dan ruang rugi fisiologik. Ruang
rugi anatomik meliputi volume seluruh ruang sistem pernapasan selain alveoli
dan daerah pertukaran gas lain yang berkaitan erat. Kadang-kadang, sebagian
alveoli sendiri tidak berungsi atau hanya sebagian berfungsi karena tidak
adanya atau buruknya aliran darah yang melewati kapiler paru-paru yang
batubara.
(bisinosis).
13
2.2.4.1 Gejala
2.2.4.2 Patogenesis
fisis, dosis dan lama pajanan menentukan dapat atau mudah tidaknya
napas besar karena dapat menimbulkan luka dan fibrosis pada unit
debu tersebut. Bila partikel debu telah difagositosis oleh makrofag dan
paru (Putri, 2015). Bila partikel debu telah masuk dalam interstitial
Debu silika dan asbes mempunyai efek biologis yang sangat kuat.
2.2.4.3 Diagnosis
dengan gejala klinis. Ada tiga kriteria mayor yang dapat membantu
radiologis seperti batuk produktif yang menetap dan atau sesak napas
Foto Toraks
dan perubahan pleura atau menilai ada tidaknya nekrosis atau abses
Gambaran opasitas halus pada HRCT ada 2 karakteristik (1) ill defined
fine branching lines dan (2) well defined discrete nodules. Asbestosis
ditemukan nilai faal paru normal atau bisa juga terjadi obstruksi,
(Susanto, 2011).
2.2.4.5 Penatalaksanaan
(Susanto, 2011).
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
mencegah inhalasi debu dan paparan bahan kimia lainnya kedalam paru-paru
pekerja.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W. F., 2010. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta : EGC ,
280- 81.
Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Penterjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier.
Hiswara, 2015. Buku Pintar Proteksi dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
Jakarta Selatan.
Laney AS, Attfield MD. Coal workers’ pneumoconiosis and progressive massive
fibrosis are increasingly more prevalent among workers in small
underground coal mines in the United States. Occup Environ Med 2010; 67:
428–31.
Putri Rinawati, 2015. Coal Worker’s Pneumoconiosis. Fakultas Kedokteran.
Universitas Lampung. Lampung.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC