Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN MOTIVASI DALAM

MERAWAT ANAK RETARDASI MENTAL

Putri Ana Sari1, Jumaini2, Oswati Hasanah3

Program Studi Ilmu Keperawatan


Universitas Riau
Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia
heptan1406@yahoo.com

Abstract

The aim of this research is to determine the relationship between self-concept with the
motivation of parents in caring for children with mental retardation. The design of this
research is descriptive correlative with using cross sectional approach. The Samples of 62
parents of SDLB students in SLB Negeri Pembina Pekanbaru were taken by proportionate
stratified random sampling. Measuring instrument are questionnaire that had been modified
by Govender and Aisyah questionnaire. Analysis is used univariate and bivariate analysis
using Spearman correlation test. The results showed that most respondents have self-concept
score over 75 (74.2 %) and motivation score over 44 (80.6 %) in caring for children with
mental retardation, and there is a significant relationship between self-concept and
motivation of parents in care of mentally retarded child with p value = 0.00 < 0,05. Parents
of student are expected to improve or maintain their self-concept that influence motivation in
caring for children with mental retardation.

Keywords: Self-concept, motivation, mental retardation.

PENDAHULUAN
Setiap manusia pada dasarnya proses patologik di dalam otak yang
memiliki hak yang sama untuk memberikan gambaran keterbatasan
memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya, terhadap intelektualitas dan fungsi adaptif.
terutama untuk tumbuh dan berkembang Menurut Pedoman Penggolongan
dalam lingkungan yang kondusif dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
suportif, termasuk bagi mereka yang retardasi mental ialah suatu keadaan
mengalami retardasi mental (Hastuti & perkembangan jiwa yang terhenti atau
Zamralita, 2004). Pada kenyataannya di tidak lengkap, ditandai oleh terjadinya
berbagai tempat, baik secara langsung kendala keterampilan selama masa
maupun tidak langsung, individu perkembangan, sehingga berpengaruh pada
berkebutuhan khusus ini cenderung tingkat kecerdasan secara menyeluruh,
disisihkan dari lingkungannya. misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
Penyebabnya karena individu ini memiliki motorik, dan sosial (Maslim, 2002).
keterbatasan baik secara fisik maupun Individu yang mengalami retardasi
psikis, yang telah dialami sejak awal masa mental biasanya memiliki kepercayaan diri
perkembangan. yang kurang, minder, menolak untuk
Retardasi mental sebenarnya meningkatkan kemampuan diri, menarik
bukanlah suatu penyakit walaupun diri dari lingkungan, mempunyai
retardasi mental merupakan hasil dari hubungan interpersonal yang kacau,

1
komunikasi yang kurang selaras dan sangat efektif dalam penanganan dini dan
terkadang tidak terkontrol emosinya perawatan intensif untuk membantu
sehingga membutuhkan pertolongan dan kesembuhan anak retardasi mental (
bimbingan dari orang tua (Poerwanti & Heward, 2003).
Widianingsih, 2010). Prevalensi retardasi Dukungan dan penerimaan dari
mental pada usia 24-59 bulan di Indonesia orang tua akan memberikan energi dan
merupakan persentase tertinggi ketiga kepercayaan dalam diri anak yang
yaitu 0.14 % menurut angka kecacatannya mengalami retardasi mental untuk lebih
(Riskesdas, 2010). Berdasarkan data ini, berusaha meningkatkan setiap kemampuan
retardasi mental ini perlu mendapatkan yang dimiliki sehingga anak tersebut dapat
perhatian serta dukungan keluarga hidup mandiri, lepas dari ketergantungan
terutama orang tua dalam merawat anak kepada orang lain. Sebaliknya penolakan
retardasi mental. yang diterima dari orang-orang terdekat
Keluarga adalah lingkungan terdekat akan membuat mereka semakin rendah diri
dan utama dalam kehidupan anak yang dan menarik diri dari lingkungan seperti
mengalami retardasi mental. Konsep selalu diliputi oleh rasa ketakutan ketika
pemikiran keluarga terutama orangtua berhadapan dengan orang lain ataupun
tentang anak idaman yaitu keturunan yang dalam melakukan sesuatu (Hastuti &
sehat fisik maupun mental, ini Zamralita, 2004).
mempengaruhi reaksi orangtua terhadap Pemberian dukungan sepenuhnya
anak retardasi mental. Reaksi umum yang akan diberikan oleh orang tua terhadap
terjadi pada orang tua pertama kali adalah perkembangan anaknya yang mengalami
merasa kaget, mengalami goncangan batin, retardasi mental jika orang tua tersebut
takut, sedih, kecewa, merasa bersalah, memahami dan menyadari konsep diri
malu, dan menolak karena sulit yang mereka miliki, baik itu konsep diri
mempercayai keadaan anaknya. positif maupun konsep diri negatif.
Permasalahan lain yang dihadapi orang tua Konsep diri secara umum dapat
adalah tingkat stres yang tinggi dan trauma didefinisikan sebagai keyakinan,
terhadap kehadiran anaknya. Hal seperti pandangan atau penilaian seseorang
ini tentunya tidak mudah diterima oleh terhadap dirinya atau gambaran seseorang
para orang tua, dimana anaknya terhadap dirinya yang meliputi perasaan
mengalami gangguan dan keterlambatan terhadap diri seseorang dan pandangan
dalam perkembangannya (Somantri, terhadap sikap yang mendorong
2007). berperilaku (Nevid, 2003).
Orang tua akan banyak mencari tau Konsep diri orang tua didefinisikan
keadaan anaknya dan mencoba sebagai semua pemikiran, keyakinan, dan
memperoleh berbagai diagnosa dari kepercayaan yang merupakan pengetahuan
dokter, berbagai terapis, bahkan sampai orang tua tentang dirinya dan
kedukun untuk menyembuhkan anaknya mempengaruhi hubungannya dengan orang
agar menjadi normal (Pramudiarja, 2012). lain. Orang tua yang memiliki konsep diri
Anak yang mengalami retardasi mental positif menunjukkan adanya penerimaan
tetap memiliki kemampuan yang dapat diri dimana ia mengenal dirinya dengan
dikembangkan dan dioptimalkan untuk baik, mampu mengatasi masalah dan
membantunya beraktivitas seperti orang memperbaiki diri, serta memiliki motivasi
normal meskipun terbatas (Hendriani, yang tinggi dalam merawat anaknya.
Handariyati & Sakti, 2006). Mereka dapat Orang tua yang memiliki konsep diri
mempelajari berbagai keterampilan hidup negatif akan peka terhadap kritikan,
apabila orang-orang di sekitarnya bersikap responsif terhadap pujian, dan
memberikan kesempatan dan dukungan mengalami hambatan dalam interaksi
yang dibutuhkan karena peran orang tua dengan lingkungan sosialnya terutama

2
dalam merawat anak retardasi mental Sampel: 62 responden dengan kriteria
(Salbiah, 2003). Konsep diri terdiri atas inklusi orang tua siswa retardasi mental
komponen-komponen, yaitu gambaran SLB Negeri Pembina di tingkat SDLB
diri, ideal diri, harga diri, perfoma peran, yang bersedia menjadi responden dalam
dan identitas diri (Stuart & Sundeen, penelitian. Pengambilan sampel secara
2006). Orang tua yang mempunyai anak stratified random sampling.
retardasi mental, memiliki gambaran diri Istrumen: Kuesioner konsep diri
rendah. Terbukti saat reaksi pertama orang merupakan modifikasi dari kuesioner
tua adalah kekecewaan dan kesedihan Govender (2002) yang sebelumnya juga
yang mendalam, yang kemudian disusul dimodifikasi dari Parekh (1998) mengenai
dengan rasa malu. Perasaan malu ini kebiasan, persepsi, reaksi dan perasaan
membuat para orang tua memilih untuk orang tua yang memiliki anak retardasi
bersembunyi dan menutup-nutupi keadaan mental; dan kuesioner motivasi
buah hatinya dari lingkungan sekitar dimodifikasi dari kuesioner Aisyah (2009).
(Mangunsong, 2001). Prosedur: Tahapan awal dimulai dengan
Studi pendahuluan dilakukan tanggal meminta izin pada pihak PSIK Universitas
24 Oktober 2012 di SLB Negeri Pembina Riau sebagai tempat penelitian.
Pekanbaru, didapatkan hasil wawancara Selanjutnya melakukan penelitian dengan
pada orang tua siswa di SLB Negeri mencari responden yang memenuhi
Pembina bahwa 5 dari 5 orang tua siswa kriteria inklusi.
yang anaknya mengalami retardasi mental Analisa Data: Analisa data secara
masih belum bisa menerima sepenuhnya univariat dan bivariat menggunakan uji
keadaan yang dialami oleh anaknya. Hal Spearman.
ini ditandai masih adanya orang tua yang
menitipkan anaknya kepada orang lain dan HASIL
respon orang tua saat ditemui ada yang A. Karekteristik jenis kelamin dan
menangis saat menceritakan anaknya, umur responden
memarahi anaknya tanpa sebab, Karakteristik responden
overprotective, masih ada rasa malu jika berdasarkan jenis kelamin dan umur
membawa anaknya ditempat keramaian, dijelaskan pada tabel 1 dibawah ini.
orang tua menjadi pasif, dan perasaan Tabel 1.
sedih yang di alami oleh orang tua terkait Distribusi responden menurut jenis
perkembangan anaknya kelak. kelamin dan umur (n=62)
Berdasarkan fenomena tersebut peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian Karakteristik Jumlah (%)
mengenai ”Hubungan konsep diri orang responden
tua dengan motivasi dalam merawat anak Jenis kelamin
retardasi mental”. 39 62.9
Perempuan 23 37.1
Laki-laki 62 100
TUJUAN PENELITIAN
Total
Untuk mengetahui hubungan antara
Kelompok umur
konsep diri orang tua dengan motivasi 18-40 tahun 30 48.4
dalam merawat anak retardasi mental. (dewasa awal)
41-60 tahun 32 51.6
METODE PENELITIAN (dewasa madya)
Desain Penelitian: Deskriptif korelatif Total 62 100
untuk mengetahui hubungan antara konsep
diri orang tua dengan motivasi dalam
merawat anak retardasi mental. Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dari
62 orang responden

3
sebagian besar berjenis kelamin Berdasarkan diagram 2 diketahui
perempuan sebanyak 62.9 %, dan bahwa dari 62 orang responden yang
sisanya sebanyak 37.1 % adalah laki- diteliti, distribusi responden menurut
laki. Berdasarkan kelompok umur pekerjaannya yang paling sedikit yaitu
responden, sebagian besar berada pada petani sebanyak 3.2 % (2 responden),
usia dewasa madya sebanyak 51.6 %, sedangkan mayoritas adalah IRT sebanyak
sedangkan sisanya 48.4 % adalah usia 48.4 % (30 responden), sisanya swasta
dewasa awal. sebanyak 33.9 % (21 responden), PNS
sebanyak 14.5 % (9 responden).
B. Karakteristik pendidikan terakhir
responden D. Karakteristik kelas anak responden
Pendidikan terakhir responden Berdasarkan kelas yang ditempati
dapat dilihat pada diagram 1 berikut. anak pada diagram 3 berikut ini.
Diagram 1. Diagram 3.
Distribusi responden berdasarkan Distribusi responden berdasarkan kelas
pendidikan terakhir (n=62) anak (n=62)

Pendidikan terakhir KELAS 6 Kelas Anak


10%
17.7 % 14.5 % 8.1 % KELAS 5 KELAS 1
10% 30%
SD KELAS 4
SMP 13%
KELAS 3 KELAS 2
59.7 % SMA
19% 18%
PT

Berdasarkan diagram 1 diketahui Berdasarkan diagram 3 diketahui


bahwa dari 62 orang responden, lebih dari bahwa dari total keseluruhan responden
separuh memiliki pendidikan terakhir sebagian besar adalah anak berada di kelas
SMA yaitu sebanyak 59.7 % (37 1 SDLB sebanyak 30 % (19 responden),
responden), sedangkan sisanya SD sedangkan sisanya kelas 5 dan 6 SDLB
sebanyak 14.5 % (9 responden), SMP sebanyak 10 % (6 responden). Sisanya
sebanyak 8.1 % (5 responden), dan kelas 2 SDLB sebanyak 18 % (11
Perguruan Tinggi sebanyak 17.7 % (11 responden), kelas 3 SDLB sebanyak 19 %
responden). (12 responden), kelas 4 SDLB sebanyak
13 % (8 responden).
C. Karakteristik pekerjaan responden
Pekerjaan responden dijelaskan pada E. Konsep diri orang tua
diagram 2 berikut ini. Berdasarkan skor konsep diri orang
Diagram 2. tua dapat dilihat pada tabel 9 berikut
Distribusi responden berdasarkan ini.
pekerjaan (n=62)
Tabel 2.
Pekerjaan Distribusi konsep diri responden
3.2 % (n=62)
14.5 % IRT
48.8 %
SWASTA Variabel Median SD Minimum- 95%
33.9 %
PNS Maksimum CI
PETANI

4
Konsep 83.50 9.742 43 – 93 78.57 interval skor motivasi adalah 45.36 –
diri – 47.67. Jadi dapat diyakini 95 % bahwa
orang 83.52 skor motivasi orang tua dalam merawat
tua anak yang mengalami retardasi mental
berada pada selang 45.36 sampai 47.67.
Hasil analisis didapatkan bahwa
penyebaran data pada skor konsep diri G. Hubungan konsep diri orang tua
orang tua berdistribusi tidak normal karena dengan motivasi dalam merawat
PV hasil Kolmogorov Smirnov lebih kecil anak retardasi mental
dari alpha/PV < α (0.004 < 0.05), dengan
nilai tengah skor konsep diri orang tua Tabel 4.
adalah 83.50 (95 % CI: 78.57 – 83.52), dan Hubungan konsep diri orang tua
standar deviasi 9.742. Skor konsep diri dengan motivasi dalam merawat anak
yang paling rendah (minimum) adalah 43 retardasi mental
dan skor yang paling tinggi (maksimum)
adalah 93. Dari hasil estimasi interval Variabel konsep motivasi
dapat disimpulkan bahwa 95 % confidence diri
interval skor konsep diri adalah 78.57 – konsep Spearman Correlation 1000 0.677
83.52. Jadi dapat diyakini 95 % bahwa diri Sig. (2-tailed) 0.000
skor konsep diri orang tua berada pada N 62 62
selang 78.57 sampai 83.52. Motivasi Spearman Correlation 0.677 1000
Sig. (2-tailed) 0.000
F. Motivasi merawat anak N 62 62
Berdasarkan hasil analisa skor
motivasi dapat dilihat pada tabel 3
berikut ini. Dari hasil di atas, diperoleh nilai sig. 0.000
yang menunjukkan bahwa korelasi antara
Tabel 3. skor konsep diri orang tua dan motivasi
Distribusi motivasi responden (n=62) dalam merawat anak retardasi mental
adalah terdapat korelasi yang bermakna
Variabel Mean SD Minimum- 95% antara dua variabel yang diuji karena P
Maksimum CI value < 0,05. Nilai korelasi Spearman
sebesar 0.677 menunjukkan bahwa arah
Motivasi 46.52 4.555 32 – 56 45.36
orang –
korelasi positif (searah), yaitu semakin
tua 47.67
tinggi konsep diri orang tua maka semakin
tinggi pula motivasi orang tua dalam
merawat anaknya yang mengalami
Hasil analisis didapatkan bahwa retardasi mental, dengan tingkat hubungan
penyebaran data pada skor motivasi korelasi yang kuat. Kategori korelasi kuat
berdistribusi normal karena PV hasil menurut Dahlan (2011) berada pada
Kolmogorov Smirnov lebih besar dari rentang (0.60 – 0.799). Pada penelitian ini
alpha/PV > α (0.2 > 0.05), dengan rata- Ho ditolak atau terdapat hubungan antara
rata skor motivasi orang tua adalah 46.52 konsep diri orang tua dengan motivasi
(95 % CI: 45.36 – 47.67), dan standar dalam merawat anak retardasi mental.
deviasinya adalah 4.555. Skor motivasi
yang paling rendah (minimum) adalah 32 PEMBAHASAN
dan skor yang paling tinggi (maksimum) A. Karakteristik Responden
adalah 56, Dari hasil estimasi interval 1. Jenis Kelamin
dapat disimpulkan bahwa 95 % confidence Mayoritas responden berjenis
kelamin perempuan yaitu

5
berjumlah 62.9% (39 orang proses pendidikan formal juga
responden). Orang tua yang dapat diperoleh dari pengalaman
berjenis kelamin perempuan lebih langsung dan pengalaman tidak
banyak menunggui anaknya langsung seperti informasi yang
disekolah karena mereka memiliki didapatkan dari media elektronik
banyak waktu untuk mengurus dan media massa yang dapat
anaknya dibandingkan dengan mempengaruhi tingkat pengetahuan
orang tua yang berjenis kelamin dan rasa keingintahuan orang tua
laki-laki. dan keluarga mengenai anak
2. Umur retardasi mental (Notoadmodjo,
Sebagian besar responden 2007). Sehingga orang tua
berada pada usia dewasa madya termotivasi untuk memberikan
(41-60 tahun) dengan jumlah 51.6 perawatan yang optimal untuk
% (32 orang responden). Umur kesehatan anaknya.
orang tua siswa SDLB rata-rata 4. Pekerjaan
empat puluhan karena mereka ada Sebagian besar responden
terlambat mempunyai anak, bekerja sebagai IRT sebanyak 48.4
mempunyai anak tetapi jaraknya % (30 responden). Orang tua siswa
terlalu jauh, dan mempunyai anak di tingkat SDLB lebih banyak
banyak. memilih sebagai IRT karena
Hurlock (2007) menyatakan mereka memang tidak bekerja dan
semakin cukup usia seseorang, kebanyakan berasal dari tamatan
tingkat kematangan dan kekuatan SMA, lebih suka bekerja mengurus
seseorang akan lebih matang dalam anak dan rumah tangga sehingga
berfikir. Tingkat kematangan ibu rumah tangga ini memiliki
dalam berfikir ini juga dipengaruhi waktu yang lebih banyak
oleh pengalaman dalam kehidupan dibandingkan dengan ibu-ibu yang
sehari-hari. Dengan demikian, bekerja di luar rumah.
dengan adanya kematangan dalam 5. Tingkatan kelas anak
berfikir orang tua akan Sebagian besar responden
mempermudah proses konsep diri berasal dari kelas 1 SDLB
yang dimilikinya dan melakukan sebanyak 30.6 % (19 responden).
sesuatu sesuai dengan kematangan Prosporsi siswa kelas 1 di SLB
dalam berfikir sehingga Negeri pembina lebih banyak
memperbesar kemungkinan orang dibandingkan dengan kelas lainnya
tua untuk menerima diagnosa sehingga proporsi terambilnya
anaknya dengan relatif lebih untuk dijadikan sampel juga
tenang, dewasa, serta mencari jalan banyak.
keluar yang baik mengenai kondisi
anaknya. B. Konsep diri orang tua
3. Pendidikan Sebagian besar responden berada
Sebagian besar responden pada skor konsep diri diatas 75
berpendidikan terakhir SMA sebanyak 74.2 % (46 responden)
sebanyak 59.7 % (37 responden). dengan nilai tengah 83.50, skor
Orang tua siswa SLB Negeri maksimum 93, dan skor minimum 43.
Pembina berasal dari ekonomi Konsep diri positif menunjukkan
menengah ke bawah, sehingga adanya penerimaan diri dimana
biaya untuk melanjutkan individu dengan konsep diri positif
pendidikan sangat terbatas. Tingkat mengenal dirinya dengan baik sekali;
pengetahuan selain diperoleh dari bersifat stabil dan bervariasi; dapat

6
memahami dan menerima sejumlah mengadakan perubahan tingkah laku
fakta yang sangat bermacam-macam atau aktivitas. Semua aktivitas ini
tentang dirinya sendiri sehingga didasarkan pada kebutuhan biologis,
evaluasi terhadap dirinya sendiri insting, dan unsur-unsur kejiwaan
menjadi positif dan dapat menerima lainnya yang dipengaruhi oleh
dirinya apa adanya; mampu perkembangan budaya manusia (Uno,
menghadapi kehidupan di depannya 2007).
serta menganggap bahwa hidup adalah Motivasi dikatakan tinggi apabila
suatu proses penemuan (Sobur, 2003). di dalam diri seseorang dalam kegiatan
Seseorang dengan konsep diri yang sehari-harinya memiliki harapan yang
positif dapat mengeksplorasikan dunia positif, harapan yang tinggi, serta
secara terbuka dan jujur karena latar keyakinan yang tinggi dalam
belakang penerimaannya yang sukses melakukan aktivitasnya berkaitan
(Suliswati, 2005). dengan persoalan-persoalan yang
Harga diri memiliki keterkaitan dihadapi (Irwanto, 2008). Orang tua
yang erat dengan kondisi psikis dan memiliki keyakinan dan harapan dalam
konsep diri orang tua yang memiliki merawat anaknya yang mengalami
anak retardasi mental. Penelitian retardasi mental dan anak tersebut dapat
Dsouza (2001) menyimpulkan bahwa hidup dengan layak seperti anak normal
ada hubungan perasaan malu dengan lainnya. Penelitian Aisyah (2009)
harga diri seseorang. Perasaan malu menyimpulkan bahwa tidak ada
yang dialami orang tua menyebabkan hubungan antara tingkat pengetahuan
orang tua cenderung merasakan harga orang tua terhadap motivasi dalam
diri yang menurun sehingga konsep diri merawat anak retardasi mental. Hal ini
orang tua pun menjadi negatif karena disebabkan karena tingkat pengetahuan
harga diri termasuk salah satu dari orang tua mengenai retardasi mental
komponen konsep diri. Penelitian dikategorikan sedang dan motivasi
Ranudhanta (2011) menyimpulkan dalam merawat anak tersebut
bahwa tidak terdapat hasil yang terlalu dikategorikan tinggi. Seharusnya jika
signifikan antara harga diri tinggi dan tingkat pengetahuan orang tua tinggi,
harga diri rendah pada orang tua yang maka motivasi dalam merawat anak
memilki anak penyandang autisme, yang mengalami retardasi mental juga
sebagian orang tua memiliki perasaan tinggi. Sebaliknya, jika tingkat
malu yang membuat para orang tua pengetahuan orang tua rendah, maka
memilih untuk bersembunyi dan motivasi dalam merawat anak yang
menutup-nutupi keadaan buah hatinya mengalami retardasi mental juga
dari lingkungan sekitar walaupun anak rendah.
mereka sudah mereka sekolahkan
ditempat terapi khusus penanganan D. Hubungan konsep diri orang tua
autisme. dengan motivasi dalam merawat
anak retardasi mental
C. Motivasi Hasil analisa bivariat dari
Sebagian besar responden berada hubungan konsep diri orang tua dengan
pada skor motivasi diatas 44 sebanyak motivasi dalam merawat anak retardasi
80.6 % (50 responden) dengan rata-rata mental, diperoleh nilai sig. 0.000 yang
skor 46.52, dan standar deviasi 4.555. menunjukkan bahwa terdapat korelasi
Motivasi merupakan suatu dorongan yang bermakna antara dua variabel
yang timbul karena adanya rangsangan yang diuji karena P value < 0,05. Nilai
dari dalam maupun dari luar sehingga korelasi Spearman sebesar 0.677
seseorang berkeinginan untuk menunjukkan bahwa arah korelasi

7
positif (searah), yaitu semakin tinggi individu maka stres yang dialami
konsep diri orang tua maka semakin individu semakin rendah. Harga diri
tinggi pula motivasi orang tua dalam merupakan salah satu komponen dari
merawat anaknya yang mengalami konsep diri. Stuart & Sundeen (2006)
retardasi mental. menyatakan komponen konsep diri
Hasil penelitian ini sesuai dengan terdiri dari gambaran diri, ideal diri,
penelitian terkait yang dilakukan harga diri, perfoma peran, dan identitas
Hendriyani, Handariyati, dan Sakti personal. Jika konsep diri orang tua
(2006) menyimpulkan bahwa mayoritas rendah maka motivasi dalam merawat
keluarga menunjukkan sikap dan anak yang mengalami retardasi mental
perilaku yang tidak menerima kondisi juga rendah. Sebaliknya jika konsep diri
individu yang mengalami orang tua tinggi maka motivasi dalam
keterbelakangan mental, dan minoritas merawat anak yang mengalami
keluarga menunjukkan sikap dan retardasi mental juga tinggi.
perilaku yang menerima kondisi Teori Uno (2007) menyatakan
individu yang mengalami motivasi timbul karena adanya
keterbelakangan mental. Hal tersebut dorongan dan rangsangan dari dalam
terjadi karena sikap orang tua dan maupun dari luar sehingga seseorang
keluarga yang bervariasi dalam berkeinginan untuk mengadakan
menghadapi anak yang mengalami perubahan tingkah laku atau aktivitas
keterbelakangan mental. Mereka belum yang didasarkan pada kebutuhan
siap menerima keadaan anak mereka biologis, insting, dan unsur-unsur
sehingga orang tua berusaha untuk kejiwaan lainnya. Hanifah (2009)
menyembuhkan anaknya walaupun menyimpulkan bahwa orang tua mampu
disertai rasa malu, tetapi hasil yang mengubah penolakan terhadap keadaan
didapatkan tidak memuaskan sehingga anaknya yang mengalami retardasi
membuat orang tua merasa putus asa mental menjadi menerima keadaan
dan menolak kehadiran anak yang anaknya walaupun harus melewati
mengalami retardasi mental. Penolakan beberapa tahap penyesuaian.
tersebut akan mempengaruhi cara Tahap-tahap penyesuaian orang
orang tua dalam merawat anaknya. tua yang diteliti oleh Blacher (1984,
Orang tua yang menerima keadaan dalam Heward, 2003), yaitu: (1)
anaknya yang memiliki keterbatasan Orangtua mengalami berbagai krisis
akan merawat anaknya dengan baik dan emosional, seperti shock,
mengembangkan kemampuan anaknya ketidakpercayaan, dan pengingkaran
walaupun terbatas. terhadap kondisi yang terjadi pada
Penelitian Muchayaroh (2002) anaknya; (2) Rasa tidak percaya dan
menyatakan bahwa persepsi positif pengingkaran diikuti oleh perasaan dan
keluarga terhadap anak dengan retardasi sikap negatif seperti marah, menyesal,
mental membuat keluarga termotivasi menyalahkan diri sendiri, malu, depresi,
untuk memberikan perawatan dan rendah diri di hadapan orang lain,
perlakuan secara optimal. Penelitian menolak kehadiran anak, atau menjadi
lainnya oleh Maulina & Sutatminingsih overprotective; (3) Orang tua telah
(2005) juga menyimpulkan bahwa ada mencapai suatu kesadaran terhadap
hubungan negatif antara harga diri dan situasi yang dihadapi, serta bersedia
stres pada ibu yang memiliki anak untuk menerima kondisi anak yang
penyandang retardasi mental. Semakin berbeda. Jika orang tua telah menerima
negatif harga diri individu maka keadaan anaknya yang memiliki
semakin besar stres yang dialami dan kemampuan yang terbatas maka orang
sebaliknya semakin positif harga diri

8
tua akan termotivasi untuk merawat dan Diperoleh tanggal 17 Oktober 2012
mengawasi anaknya dengan baik. dari
http://www.litbang.depkes.go.id/sites
KESIMPULAN /download/buku_laporan/lapnas_risk
Hasil penelitian yang telah dilakukan esdas2010/Laporan_riskesdas_2010.
pada 62 orang responden dapat pdf
disimpulkan bahwa sebagian besar orang
tua berada pada skor konsep diri di atas Dsouza, L. (2001). Shyness and self
skor 75 sebanyak 74.2 % (46 responden) esteem, Clinical Psychology, 28, 246
dan s motivasi diatas 44 sebanyak 80.6 % [On-line]. Available
(50 responden) dalam merawat anak FTP:proquest.com\pqdauto.htm
retardasi mental. Hasil uji statistik
menunjukkan adanya hubungan yang Hanifah, A.P.U. (2009). Kebermaknaan
signifikan antara konsep diri orang tua hidup pada orang tua dengan anak
dengan motivasi dalam merawat anak yang retardasi mental di Kota Malang.
mengalami retardasi mental dengan nilai Skripsi. Diperoleh tanggal 3 Oktober
sig 0,000 sehingga p value <  = 0,05. 2012 dari http://lib.uin-malang.ac.id/
research /fullchapter/05410066-
aminah-permata-ummu-h.ps
1
Putri Ana Sari: Mahasiswa Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Hastuti, R. & Zamralita. (2004). Jurnal
Indonesia psikologi: Penyesuaian diri orang
tua yang memiliki anak retardasi
2
Ns. Jumaini, M.Kep., Sp.Kep.J: Dosen mental ringan. Jakarta: Arkhe.
Kelompok Keilmuan Keperawatan Jiwa
Hendriani, W., Handariyati, R., & Sakti,
Program Studi Ilmu Keperawatan T.M. (2006). Penerimaan keluarga
Universitas Riau, Indonesia terhadap individu yang mengalami
3 keterbelakangan mental. Jurnal.
Ns. Oswati Hasanah, M.Kep., Diperoleh tanggal 3 Oktober 2012
Sp.Kep.An: Dosen Kelompok Keilmuan dari
Keperawatan Anak Program Studi Ilmu http://journal.unair.ac.id/filerPDF/03
Keperawatan Universitas Riau, Indonesia %20-
%20Penerimaan%20Keluarga%20Te
rhadap%20Individu%20yang%20Me
DAFTAR PUSTAKA ngalami%20Keterbelakangan%20M
ental.pdf
Aisyah, F. (2009). Hubungan tingkat
pengetahuan orang tua tentang anak Heward, W.L. (2003). Exceptional
retardasi mental dengan motivasi children, an introduction to special
orang tua dalam merawat anak education. New Jersey: Merrill,
retardasi mental di sekolah luar Prentice Hall
biasa negeri pembina pekanbaru.
Skripsi. Program studi Ilmu Hurlock, B.E. (2007). Psikologi
Keperawatan Universitas Riau. perkembangan suatu pendekatan
Tidak dipublikasikan. sepanjang rentang kehidupan.
Jakarta: Erlangga.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan Mangunsong, F. (2001). Psikologi dan
RI. (2010). Riset kesehatan dasar. pendidikan anak luar biasa. Jakarta :

9
Lembaga Pengembangan Sarana sampai-lumba-lumba-semua-demi-
Pengukuran dan Pendidikan sembuhkan-cacat-mental
Psikologi Universitas Indonesia.
Ranudhanta, M. (2011). Gambaran harga
Maslim, R. (2002). Buku saku diagnosis diri orang tua yang memiliki anak
gangguan jiwa. Jakarta: EGC. penyandang autisme. Skripsi.
Program studi Ilmu Keperawatan
Muchayaroh, L. (2002). Persepsi keluarga Universitas Riau. Tidak
terhadap anak dengan retardasi dipublikasikan
mental di poli fisioterapi YPAC
cabang malang. Diperoleh tanggal Salbiah. (2003). Konsep diri. USU
28 Mei 2013 dari Repository diperolehs tanggal 1
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod= November 2012 dari
browse&op=read&id=jiptumm-gdl- http://repository.usu.ac.id/bitstream/
s1-2002-luluk-5533-2002 123456789/1937/3/D0300467.pdf.tx.

Nevid, J. S. (2003). Psychology: Concepts Sobur, A. (2003). Psikologi umum.


and applications. Boston: Houghton Bandung: Pustaka Setia.
Mifflin Co
Soetjiningsih. (2004). Buku ajar tumbuh
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kembang Anak. Jakarta: Sagung
kesehatan & ilmu perilaku. Jakarta: Seto.
Rineka Cipta
Somantri, S. (2007). Psikologi anak luar
Poerwanti, E. & Widianingsih, K. (2010). biasa. Bandung: PT. Refika
Pendidikan anak berkebutuhan Aditama.
khusus 2. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. (2006). Buku
Departemen Pendidikan Nasional saku keperawatan jiwa edisi 3.
Jakarta: EGC.
Pramudiarja, A.U. (2013). Dari dukun
sampai lumba-lumba, semua demi Suliswati, Payapo, T.A., Maruhawa, J.,
sembuhkan cacat Mental. Sianturi, Y., & Sumijatun. (2005).
Detikhealth. Diperoleh tanggal 7 Konsep dasar keperawatan
Februari 2013 dari kesehatan jiwa. Jakarta: EGC.
http://health.detik.com/read/2013/01/
26/105809/2152745/763/dari-dukun- Uno, H.B. (2007). Teori motivasi dan
pengukurannya dalam pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.

10

Anda mungkin juga menyukai