Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut definisi WHO (1970) efek samping suatu obat adalah segala sesuatu
khasiat yang tidak di inginkan untuk tujuan terapi yang di maksudkan pada dosis yang
dianjurkan.
Dengan terjadinya drama talidomid pada tahun pada tahun 60an, masalah efek
samping obat baru mulai diteliti dengan seksama. Di banyak negara didirikan pusat
pusat khusus untuk memonitor efek samping obat agar dengan cepat dapat diperoleh
informasi bila suatu obat baru menimbulkan efek samping berbahaya. Obat yang ideal
hendaknya bekerja dengan cepat untuk waktu tertentu saja dan secara selektif, artinya
hanya berkhasiat terhadap keluhan atau gangguan tertentu tanpa aktivitas lain.
Semakin selektif kerja obat, semakin kurang efek sampingnya, yaitu semua aktifitas
yang tidak menjurus ke penyembuhan penyakit. Sebagai contoh obat dengan kerja
tidak selektif dapat disebutkan klorpromazim, yang dapat mengganggu banyak proses
fisiologi lain. Obat yang sangat selektif adalah perintang enzim, seperti fisostigmin
dan alopurinol.
Kerja utama dan efek samping obat adalah pengertian yang sebetulnya tidak
mutlak. Kebanyakan obat memiliki lebih dari satu khasiat farmakologis, tergantung
dari tujuan penggunaannya, efek samping pada suatu saat mungkin merupakan kerja
utama yang diingkan pada keadaan lain. Contoh terkenal adalah asetosal, yang efek
sampingnya yakni mengencerkan darah, digunakan sebagai khasiat utama guna
prevensi sekunder infark kedua. Juga anti histaminika /prometazin yang efek
sedatifnya semula dianggap sebagai efek samping yang tak di inginkan. Kemudian,
sifat ini justru dijadikan titik tolak untuk mengembangkan psikofarmaka dari
golongan klorpromazin. Contoh lain adalah minoksidil dan finasteride yag telah
dipasarkan sebagai masing masing obat hipertens/Loniten dan obat hipertrofi prostat
/proscar. Kedua obat memicu pertumbuhan rambut sebagai efek sampingnya, maka
kemudian diluncurkan sebagai obat penumbuh rambut/Regaine dan propecia.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini diantara lain :
1. Apa pengertian dari efek samping?
2. Bagaimana masalah efek samping pada bayi?
3. Bagaimana penanganan pada efek samping?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah pada makalah ini diantara lain :
a. Mengetahui dan memahami dari efek samping.
b. Mengetahui dan memahami masalah dari efek samping terhadap bayi.
c. Mengetahui dan memahami penanganan dari efek samping.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Efek Samping Obat


Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya
yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat
yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ
sasaran.
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini
terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa
obat yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak
diharapkan di dalam tubuh pasien. Bertambah parahnya penyakit pasien yang dapat
berujung kematian merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh dunia akibat
interaksi obat ini.
Obat selain memberikan efek terapi yang diharapkan, juga dapat memberikan
efek yang tidak diinginkan yaitu efek samping obat, atau “adverse drug reaction”.
Efek samping merupakan efek sekunder, efek yg tidak diinginkan, dapat diprediksi.
Kedua efek muncul dengan frekuensi dan durasi yang berbeda pada setiap individu,
tergantung dari dosis obat, frekuensi penggunaan, cara pakai, kondisi fisik, dan faktor
genetis sang pengguna.
Hampir sebagian besar obat memiliki efek samping karena jarang sekali obat
yang beraksi cukup selektif pada target aksi tertentu. Suatu obat bisa bekerja pada
suatu reseptor tertentu yang terdistribusi luas dalam berbagai jaringan di tubuh.
Sehingga walaupun sasarannya adalah reseptor pada pembuluh darah jantung
misalnya, ia bisa juga bekerja pada reseptor serupa yang ada di saluran nafas,
sehingga menghasilkan efek yang tak diinginkan pada saluran nafas. Contohnya, obat
anti hipertensi propanolol dapat memicu serangan sesak nafas pada pasien yang punya
riwayat asma. Misalnya Digitalis : meningkatkan konstraksi miokard, Efek
sampingnya: mual, muntah.
Semakin selektif suatu obat terhadap target aksi tertentu, semakin kecil efek
sampingnya. Dan itulah yang kemudian dilakukan pada ahli produsen obat untuk
membuat suatu obat yang semakin selektif terhadap target aksi tertentu, sehingga
makin kurang efek sampingnya.
Efek samping tidak dapat dihindari atau dihilangkan sama sekali, tetapi dapat
ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari factor-faktor resiko
yang sebagian besar sudah diketahui.

B. Macam macam Obat dan Efek Samping


1. Paracetamol
Obat ini tidak dianjurkan untuk bayi berusia di bawah 3 bulan, penggunaan
obat ini sebaiknya berdasarkan resep dan setelah berdiskusi dengan dokter atau
setelah bayi mendapatkan vaksinasi pertama kali. Parasetamol bisa menghambat
beberapa enzim yang berbeda di dalam otak dan ikatan tulang belakang yang
terlibat dalam perpindahan rasa sakit. Penelitian baru-baru ini menunjukkan
bahwa penggunaan parasetamol pada bayi bisa meningkatkan risiko asma 5 tahun
mendatang sebesar 46 persen.
2. Ibuprofen
Obat ini sebaiknya digunakan untuk bayi berusia 6 bulan ke atas, karena obat
ini bisa menghambat produksi beberapa zat kimia di dalam tubuh yang bisa
meningkatkan respons cedera, sakit atau menyebabkan peradangan. Penelitian
baru-baru ini menunjukkan bahwa ibuprofen memang lebih bagus untuk
mengatasi demam atau menurunkan suhu tinggi pada anak-anak di atas usia 6
bulan. Obat ini tidak bisa digunakan untuk bayi yang menderita asma sejak lahir
atau turunan.
3. Obat Pencegah Batuk dan Pilek
Persatuan Dokter Anak Amerika tidak menyarankan pemberian obat pencegah
batuk dan pilek pada bayi. Penelitian menunjukkan kedua jenis obat tersebut tidak
terbukti mampu membantu meredakan gejala batuk dan pilek pada anak di usia
dini. Bahkan sebaliknya, efek dari obat ini bisa berbahaya, terutama bila bayi
Anda mendapatkan dosis yang lebih dari yang seharusnya. Efek samping dari obat
ini bisa berupa rasa kantuk, gelisah tidur, gangguan perut, serta muncul ruam di
kulit.
Pada tingkat yang lebih serius dapat mengakibatkan detak jantung yang cepat,
kejang, bahkan kematian. Hampir setiap tahun banyak terdapat kasus anak yang
dilarikan ke ruang gawat darurat setelah menelan terlalu banyak obat batuk dan
pilek. Meski kini jumlahnya berangsur-angsur mengalami penurunan hingga
setengahnya. Hal ini bisa jadi karena pabrik obat tidak lagi memasarkan obat
batuk dan pilek ini kepada bayi usia dini. Sebagai alternatif pengobatan, bila bayi
Bunda menderita pilek, Anda bisa mencoba penyembuhan dengan uap atau
menggunakan obat flu rumahan lainnya.
4. Acetaminophen Berlebih
Acetaminophen adalah obat yang sering diminum untuk menghilangkan sakit
dan juga meredakan demam. Perlu diingat, ada beberapa jenis obat lain juga
mengandung acetaminophen dengan takaran yang berbeda-beda. Jadi berhati-hati,
Bun, jangan memberikan bayi Anda dosis acetaminophen terpisah bila ia sudah
mendapatkannya dari obat sebelumnya.
Jika Anda tidak terlalu yakin, jangan berikan acetaminophen atau ibuprofen
sebelum bertanya kepada dokter. Kelebihan dosis acetaminophen dapat
menyebabkan reaksi alergi dengan tanda-tanda seperti kulit memerah, gatal,
bengkak, dan sesak nafas. Bila bayi Bunda mengalami kondisi seperti ini, jangan
ragu untuk segera membawa si kecil ke dokter ya.
5. Obat Dewasa
Ingat loh, Bunda, memberikan obat dewasa kepada bayi dengan dosis yang
lebih kecil tetap beresiko membahayakan. Jadi berhati-hati memberikan dosis obat
pada bayi Anda. Jika label obat tidak memberi petunjuk mengenai dosis yang
sesuai untuk berat badan dan umur anak tertentu, jangan berikan obat itu kepada
bayi Anda.
6. Aspirin
Hindari obat aspirin dari bayi Anda, kecuali jika dokter menyarankan. Bayi
akan terkena sindrom Reye jika meminum Aspirin. Sindrom itu sendiri semacam
penyakit yang sangat jarang diderita oleh bayi pada umumnya tetapi berpotensi
sangat fatal. Jangan terlalu yakin obat untuk anak-anak yang dijual di apotek
bebas dari aspirin ya, Bun. Pastikan membaca label pada obat dengan teliti dan
hati-hati. Biasanya aspirin disebut dengan istilah "salicylate" atau "acetylsalicylic
acid". Tanyakan dokter bila Anda bingung tentang kandungan aspirin di obat
tertentu.
Untuk mengatasi demam atau rasa tidak nyaman pada bayi, mintalah dokter
Anda untuk memberikan acetaminophen atau ibuprofen. Tapi ingat, ibuprofen
tidak disarankan untuk bayi berusia kurang dari 6 bulan.
7. Obat Kadaluarsa
Buang obat di rumah Anda yang sudah kadaluarsa. Lenyapkan juga obat yang
warnanya sudah berubah atau yang bentuknya berbeda dari waktu pertama kali
Anda membelinya. Setelah lewat tanggal penggunaannya, obat tidak lagi efektif
bahkan dapat berbahaya bila tetap dikonsumsi.
Jangan membuang obat ke dalam toilet karena bisa mencemari air tanah dan
mengotori persedian air minum. Namun, ada juga jenis obat yang lebih aman
dibuang ke toilet daripada ke tempat sampah.
Perhatikan label pada obat untuk mengetahui apakah obat tersebut harus
dibuang ke dalam toilet. Jika Anda tidak yakin tanyakan apoteker apa yang harus
Anda lakukan atau mungkin di lingkungan Anda ada komunitas yang memiliki
program mengambil kembali obat yang telah kadaluarsa.
Jika terdapat informasi pada label obat yang tidak membolehkan
membuangnya ke dalam toilet, buanglah obat dengan mengosongkan isi botolnya
dan campur dengan benda beraroma tidak sedap seperti kotoran kucing, ampas
kopi atau pasir sebelum membuangnya. Anda tidak perlu menghancurkan tablet
atau kapsul ketika mencampurnya dengan benda berbau tidak sedap lain.
Hilangkan semua informasi personal yang menempel pada botol sebelum
memasukkannya ke kemasan tertutup lalu buanglah ke tempat sampah.
8. Obat Anti Mual
Sebagai ibu yang baru memiliki bayi, mungkin Bunda akan merasa khawatir
bila ia muntah setelah diberi ASI. Tapi itu bukan berarti Anda perlu memberinya
obat anti mual ya, Bun. Obat ini diberikan hanya bila dokter secara spesifik
menyarankannya. Ketika bayi muntah, ini merupakan fase yang singkat kok, Bun.
Bayi dan balita biasanya bisa melewatinya dengan baik tanpa harus meminum
obat apapun. Terlebih lagi, obat anti mual memiliki resiko dan kemungkinan
komplikasi. Bila bayi Anda muntah-muntah disertai dehidrasi, hubungi dokter
untuk mendapatkan saran lebih lanjut.
9. Obat Kunyah
Obat kunyah merupakan variant dari obat berbentuk tablet. Obat jenis ini
beresiko membuat bayi tersedak. Bila bayi Anda telah memulai makanan
padatnya dan Anda ingin memberikan obat jenis ini, tanyakan dulu ke dokter
apakah Anda boleh menggerusnya dan mencampurnya dengan makanan
bertekstur lembut seperti yoghurt. Pastikan Bunda menggerusnya dengan cukup
halus dan bayi Anda menelan semuanya untuk mendapatkan dosis yang lengkap
dan hasil yang optimal.
10. Sirup Ipecac
Sirup ipecac adalah sejenis ekstrak yang digunakan untuk menginduksi
muntah. Para ahli biasanya menyarankan orang tua menyediakan sirup ini untuk
mengatasi keracunan. Tetapi para dokter tidak lagi menyarankan sirup ipecac
karena tidak ada bukti bahwa muntah dapat membantu meringankan keracunan.
Sirup ipecac ini memiliki dampak negatif melebihi dampak positifnya bila bayi
muntah setelah menelan obat penawar racun seperti karbon aktif atau norit. Oya,
Bunda, karbon aktif atau norit adalah pengobatan standar untuk keracunan pada
bayi dan anak, meski demikian, hanya tenaga medis profesional yang dapat
memberikannya kepada bayi Anda.
Persatuan Dokter Anak Amerika menganjurkan untuk membuang semua jenis
sirup ipecac dan menyatakan cara terbaik untuk mencegah keracunan adalah
dengan menyimpan semua bahan berbahaya di tempat terkunci serta
menjauhkannya dari jangkauan dan pandangan anak.
11. Obat yang Diresepkan untuk Orang Lain Atau Kondisi Lain
Sepulang bekerja, Bunda Tatik sempat dibuat marah oleh ulah pengasuh
anaknya yang baru. Melihat si kecil batuk-batuk dan seperti menahan sakit,
dengan cerobohnya si pengasuh ini memberikan obat yang sama dengan si kakak.
Mungkin maksudnya baik tapi aduh…, jangan sampai kaya gitu ya, Bunda. Resep
obat yang ditujukan untuk orang lain (misalnya saudara kandung) atau untuk
mengobati penyakit lain akan berbahaya bila bayi Anda meminumnya.

C. Penanganan efek samping


Dengan melihat jenis efek samping yang timbul serta kemungkinan
mekanisme terjadinya, pedoman sederhana dapat direncanakan sendiri, misalnya
seperti berikut ini:
1. Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping.
Telah bentuk dan kemungkinan mekanismenya. Bila efek samping dicurigai
sebagai akibat efek farmakologi yang terlalu besar, maka setelah gejala menghilang
dan kondisi pasien pulih pengobatan dapat dimulai lagi secara hati-hati, dimulai
dengan dosis kecil. Bila efek samping dicurigai sebagai reaksi alergi atau
idiosinkratik, obat harus diganti dan obat semula sama sekali tidak boleh dipakai lagi.
Biasanya reaksi alergi/idiosinkratik akan lebih berat dan fatal pada kontak berikutnya
terhadap obat penyebab. Bila sebelumnya digunakan berbagai jenis obat, dan belum
pasti obat yang mana penyebabnya, maka pengobatan dimulai lagi secara satu-
persatu.
2. Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita.
Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan
pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi diperlukan pemberian
adrenalin dan obat serta tindakan lain untuk mengatasi syok. Contoh lain misalnya
pada keadaan alergi, diperlukan penghentian obat yang dicurigai, pemberian
antihistamin atau kortikosteroid (bila diperlukan), dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai