Anda di halaman 1dari 17

ULUMUL QUR'AN : MAKKIYAH DAN MADANIYYAH

MAKALAH
MAKKIYAH DAN MADANIYAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Shobirin S.ag, M.ag.

Oleh :
Kelas / Semester : B / II

Awaliyatu Khoirunnisa’ (1420210056)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM/ PRODI EKONOMI
SYARIAH
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Semua bangsa berusaha keras untuk melestarikan warisan pemikiran dan nilai-nilai
kebudayaannya. Tak terkecuali umat islam, mereka sangat memperhatikan kelestarian risalah
Muhammad yang memuliakan semua umat manusia. Itu disebabkan risalah Muhammad bukan
sekedar risalah ilmu dan pembaharuan yang hanya mendapat perhatian sepanjang akal
menerimanya. Tetapi, di atas itu semua, ia merupakan agama yang melekat pada akal dan terpatri
dalam hati.
Orang yang membaca Al-Qr’an Al-Karim akan melihat bahwa ayat-ayat makkiyah
mengandung karakteristik yang tidak ada dalam ayat-ayat madaniyyah, baik dalam irama maupun
maknanya begitupun sebaliknya; sekalipun yang kedua ini didasarkan pada yang pertama dalam
hukum-hukum dan perundang-undangannya.
Abdul Qasim Al-Hasan bin Muhammad bin Habib An-Naisaburi menyebutkan dalam
kitabnya At-Tanbih ‘Ala Fadhli ‘Ulum Al-Qur’an “Di antara ilmu-ilmu Al-Qur’an yang paling
utama adalah ilmu tentang nuzulul Al-Qur’an dan wilayahnya, urutan turunnya di makkah dan
madinah, tentang hukumnya yang diturunkan di makkah tetapi mengandung hukum madani dan
sebaliknya, serupa dengan yang diturunkan di makkah, tetapi pada dasarnya termasuk madani dan
sebaliknya. Juga tentang yang diturunkan di Juhfah, Baitul Maqdis, Tha’if atau Hudaibiyah.
Demikian juga tentang yang diturunkan di waktu maalm, di waktu siang, diturunkan secara
bersama-sama. Atau ayat–ayat Madaniyyah dalam surat-surat Makkiyyah dan sebaliknya. Itu
semua adaa 25 macam. Orang yang tidak mengetahuinya dan tidak dapat membeda-bedakannya,
ia tidak berhak berbicara tentang Al-Qur’an. ”
Bagitu pentingnya arti pengelompokan yang diutarakan Al-Qosim tentang permasalahan
tentang ilmu Al-Qur’an yang terdapat dalam bukunya yang berjudul Dirasah fi ‘ulum Al-Qur’an.
Pada umumnya, para pakar ‘ulum Al-Qur’an membahas permasalahan ini dalam suatu maudhu’
yang lazim disebut makkiyyah dan madaniyyah. Bila tidak menguasainya, banyak faedah yang
tidak dapat dipetik, dan yang hendak mengetahui Al-Qur’an tanpa memahami ayat-ayat makkiyah
dan apa itu ayat-ayat madaniyyah, bisa-bisa terjebak ke dalam kesalahan yang fatal.

B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Makkiyah dan Madaniyah ?
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Makkiyah dan Madaniyah ?
3. Bagaimana Perkembangan Makkiyah dan Madaniyah ?
4. Sebutkan Beberapa Contoh dari Ayat Makkiyah dan Madaniyah ?
5. Apa Fungsi Memahami Ilmu Makkiyah dan Madaniyah ?
6. Apa Saja Ayat yang Diturunkan di Luar Kota Makah dan Madinah?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah


Para sarjana muslim mengemukakan empat perspektif dalam mendefinisikan terminologi
makkiyah dan madaniyah. Keempat perspektif itu adalah :
1. Masa turun (zaman an-nuzul)
2. Tempat turun (makan an-nuzul)
3. Objek pembicaraan (mukhathab)
4. Tema pemmbicaraan (maudu’)

1. Dari perspektif masa turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai
berikut :
.َ‫ َما نَزَ َل قَ ْب َل اْل ِه ْج َرةِ َوا ِْن َكانَ بِغَي ِْر َم َكة‬: ‫ي‬ ُ ‫ا َ ْل َم ِك‬
.َ‫هج َرةِ َوا ِْن َكانَ بِغَي ِْر َم ِد ْينَة‬ ْ ‫ َما نَزَ َل بَ ْعدَ ا ِل‬: ‫ي‬ ُ ِ‫َو المدَن‬
ُ ِ‫فَ َما نَزَ َل بَ ْعدَ ال ِه ْج َرةِ َولَ ْو ِب َم َكةَ أ َ ْو َع َرفَةَ َمدَن‬
.‫ي‬
Artinya :
“Makkiyyah ialah ayat-ayat yang turun sebelum rasulullah hijrah ke madinah, kendatipun
bukan turun di mekah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah rasulullah
hijrah ke madinah, kendatipun bukan turun di madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa
hijrah disebut madaniyyah walaupun turun di mekah atau di arafah.”
Dengan demikian, surat an-nisa’ [4]: 58 termasuk kategori madaniyyah kendatipun
diturunkan di mekah, yaitu pada peristiwa terbukanya kota mekah (fath makkah). Begitu pula,
surat al-maidah [5]: 3 termasuk kategori madaniyyah kendatipun tidak diturunkan di madinah
karena ayat itu diturunkan pada peristiwa haji wada’.

2. Dari perspektif tempat turun, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai
berikut :
.َ‫ بِ َم َكةَ َو َما َجا َو َرهَا َك ِمنَى َو َع َرفَةَ َو ُحدَ ْيبِيَة‬: ‫َما نَزَ َل‬
.‫ع‬ ُ ‫ َما نَزَ َل بِالم ِد ْينَ ِة َو َما َجا َو َرهَا َكأ ُ ُح ٍد َوقُبَا َء َو‬: ‫ي‬
َ ‫س ْل‬ ُ ِ‫َوالمدَن‬
Artinya :
“Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di mekah dan sekitarnya seperti mina, arafah, dan
hudaibiyyah, sedangkan madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di madinah dan sekitarnya,
seperti Uhud, Quba’ dan Sul’a”
Terdapat celah kelemahan dari pendefnisian di atas sebab terdapat ayat-ayat tertentu, yang
tidak di turunkan di Makkah dan di Madinah dan sekitarnya.
Misalnya surat At-Taubah [9]: 42 diturunkan di Tabuk, surat Az-Zukhruf [43]: 45 diturunkan
di tengah perjalanan antara Makkah dan Madinah. Kedua ayat tersebut, jika melihat definisi kedua,
tidak dapat dikategorikan ke dalam Makkiyyah dan Madaniyyah.

3. Dari objek pembicaraan, mereka mendefinisikan kedua terminologi di atas sebagai berikut
:
.‫الم ِد ْينَ ِة‬ ‫طابًا ِِل َ ْه ِل‬ ُ ‫ َوالمدَ ِن‬. َ‫طابًا ِِل َ ْه ِل َم َكة‬
َ ‫ َما َكانَ ِخ‬: ‫ي‬ ُ ‫ا َ ْل َم ِك‬
َ ‫ َما َكانَ ِخ‬: ‫ي‬
Artinya :
“Makkiyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Makkah. Sedangkan
Madaniyyah adalah ayat-ayat yang menjadi khitab bagi orang-orang Madinah”
Pendefinisian diatas dirumuskan para sarjana muslim berdasarkan asumsi bahwa kebanyakan
ayat al-qur’an dimulai dengan ungkapan “ya ayyuhan naas” yang menjadi kriteria Makkiyah, dan
ungkapan “ya ayyuha al-ladziina” yang menjadi kriteria Madaniyyah. Namun, tidak selamanya
asumsi ini benar. Surat Al-Baqarah [2], misalnya, termasuk kategori Madaniyyah, padahal di
dalamnya terdapat salah satu ayat, yaitu ayat 21 dan ayat 168, yang dimulai dengan ungkapan “ya
ayyuhan naas”. Lagi pula, banyak ayat al-quran yang tidak dimulai dengan 2 ungkapan di atas.

4. Dari tema pembicaraan, mereka akan mendefinisikan kedua terminologi lebih terinci.

Kendatipun mengunggulkan pendefinisian Makkiyyah dan Madaniyyah dari perspektif masa


turun, subhi shahih melihat komponen-komponen serupa dalam tiga pendefinisian. Pada ketiga
versi itu terkandung komponen masa tempat dan orang. Bukti lebih lanjut dari tesis shahih di atas
bisa dilihat dalam kasus surat Al-Mumtahanah [60]. Bila dilihat dari perspektif tempat turun, surat
ini termasuk Madaniyyah karena diturunkan sesudah peristiwa hijrah. Akan tetapi, dalam
perspektif objek pembicaraan, surat itu termasuk Makkiyah karena menjadi khitab bagi orang-
orang mekah. Oleh karena itu, para sarjana muslim memasukkan surat itu kedalam “ma nuzila bi
al Madinah wa hukmuhu Makki ” (ayat-ayat yang di turunkan di Madinah, sedangkan hukumnya
termasuk ayat-ayat yang diturunkan di Mekah). [1]
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa Makkiyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan
kepada Rasulullah SWT sebelum hijrah ke Madinah, walaupun ayat tersebut turun di sekitar /
bukan di kota Makkah, yang pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Makkah.
Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah dan
sekitarnya walaupun turunnya di Makkah, dan pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk
Madinah.

B. Sejarah Perkembangan Maakkiyah dan Madaniyyah


Dikalangan ulama terdapat beberapa pendapat tentang dasar atau kriteria yang dipakai
untuk menentukan Makkiyyah dan Madaniyyah suatu surat atau ayat.
Sebagian ulama menetapkan lokasi turunnya ayat-ayat atau surat sebagai dasar penentuan
Makkiyyah dan Madaniyyah, sehingga mereka membuat definisi Makkiyyah dan Madaniyyah
sebagai berikut:
Yang diartikan sebagi berikut: “Makiyah ialah yang diturunkan dimakkah sekalipun turunnya
sesudah hijrah, madaniyah ialah yang diturunkan di madinah”
Agak sulit memang melacak dan mengidentifikasi secara pasti ayat-ayat Makkiyyah dan
Madaniyyah karena urutan tata tertib ayat tidak mengikuti kronologi waktu turunnya ayat tetapi
berdasarkan petunjuk nabi. Lagi pula pada mushaf usmani yang menjadi acuan sejak semula
disusun mengikuti petunjuk nabi.
Koleksi mushaf para sahabat yang diantaranya ada yang ditulis berdasarkan turunnya ayat,
semuanya sudah dibakar setelah tim penyusun al-Quran yang dibentuk Usman bin Affan
menyelesaikan tugasnya. Jadi pembakaran mushaf tersebut bisa juga berarti sebagai kerugian
intelektual, karena dengan demikian menjadi sulit melacak kronologi ayat berdasarkan waktu
turunnya. [2]

C. Perbedaan Makkiyah dan Madaniyyah

1. Ciri-ciri khusus surat makkiyah


a. Mengandung ayat sajdah (Al-A’raf : 206, A-Nahl : 149, An-Nahl : 50, Al-Isra’ : 107, Al-Isra’ :
108, Al-isra’ : 109, Maryam : 85, Al-Furqan : 60.)
b. Terdapat lafal kalla sebagian besar ayatnya (Al-Humazah : 4)
‫كال لينبذن فى الحطمة‬
c. Terdapat seruan dengan ya ayyuhannasu contonhya dalam surat Yunus : 57,
‫يايهاالناس قدجاءتكم موعظة من ربكم وشفاءلما فى الصدور وهدى ورحمة‬
‫للمؤمنين‬
d. Mengandung kisah nabi-nabi dan umat-umat yang telah lalu, kecuali surat Al-Baqarah (surat Al-
A’raaf : kisah Nabi Adam dengan iblis, kisah Nabi Nuh dan kaumnya, kisah Nabi Shalih dan
kaumnya, kisah Nabi Syu’aib dan kaumnya, kisah Nabi Musa dan Firaun).
e. Terdapat kisah adam dan iblis.[3]
Contohnya dalam surat Al-A’raf : 11 yang artinya : “sesungguhnya kami telah menciptakan kamu
(adam), lalu kami bentuk tubuhmu, kemudian kami katakana kepada malaikat : bersujudlah kamu
kepada adam. Maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.”
f. Setiap suratnya terdapat Sujud Tilawah, sebagian ayat-ayatnya.
g. Semua atau sebagian suratnya diawali huruf tahajji seperti Qaf (‫( ق‬, Nun ( ‫) ن‬, Kha Mim ( ‫) حم‬
contonya (‫ )ص‬dalam surat Shaad : 1
h. Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf terpotong-potong (al-ahraf al-muqatha’ah atau
fawaatihussuwar), seperti “‫( الم‬surat Ar-Rum :1), ‫( الر‬surat Hud :1), ‫“هم‬, kecuali Q.S Al-Baqoroh
dan Ali ‘Imron.[4]

2. Ciri-ciri surat makkiyah yang aghlaniyah (umum)


a. Ayat-ayatnya pendek, surat-suratnya pendek (An-Nass 6 ayat, Al-Ikhlas 4 ayat, Al-Falaq 5 ayat,
Al-Lahab 5 ayat), nada perkataannya keras dan agak bersajak (surat Al-Ashr).
.‫والعصر‬
.‫ان االنسن لفى خسر‬
.‫اال الذين ءامنوا وعملواالصلحت وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر‬
b. Mengandung seruan pokok-pokok iman kepada Allah, hari akhir dan menggambarkan keadaan
surga dan neraka.
c. Menyeru manusia berperagai mulia dan berjalan lempang di atas jalan kebajikan (An-Nahl, =
akhlak-akhlak baik)
d. Mendebat orang-orang musyrik dan menerangkan kesalahan-kesalahan pendirian mereka (surat
Al-Kahfi ayat 102-108)
e. Banyak terdapat lafadz sumpah.[5] (surat Al-Anbiyaa’ : 57)
‫وتا هللا الكيدن اصتمكم بعد ان تولوا مدبرين‬
3. Ciri-ciri khusus surat madaniyyah
a. Di dalamnya ada izin berperang atau ada penerangan tentang hal perang dan penjelasan tentang
hukum-hukumnya. (QS. Al-Ahzab = tentang perang ahzab / khandaq).
b. Di dalamnya terdapat penjelasan bagi hukuman-hukuman tindak pidana, fara’id, hak-hak perdata,
peraturan-peraturan yang bersangkut paut dengan bidang keperdataan, kemasyarakatan dan
kenegaraan. (QS. An-Nur = tentang hukum-hukum sekitar masalah zina, li’an, adab-adab
pergaulan di luar dan di dalam rumah tangga. QS. Al-Ahzab = tentang hukum zihar, faraid)
c. Di dalamnya tersebut tentang orang-orang munafik (surat An-Nur ayat 47-53 tentang perbedaan
sikap orang-orang munafik dengan sikap orang-orang muslim dalam bertakhim kepada Rasul)
d. Di dalamnya didebat para ahli kitab dan mereka diajak tidak berlebih-lebihan dalam beragama,
seperti terdapat dalam surat Al-Baqarah, An-Nisa’, Ali Imran, At-Taubah dan lain-lain.[6]

4. Ciri-ciri surat madaniyyah yang aghlaniyah (umum)


a. Suratnya panjang-panjang, sebagian ayatnya pun panjang serta jelas menerangkan hukum (QS.
Al-Baqarah surat dan ayatnya panjang, dan didalamnya terdapat hukum haji dan umrah, hukum
qishas, hukum merubah kitab-kitab Allah, hukum haid, iddah, hukum bersumpah, hukum arak dan
judi)
b. Menjelaskan keterangan-keterangan dan dalil-dalil yang menunjukkan kepada hakikat-hakikat
keagamaan.

D. Beberapa Contoh Ayat Makkiyah dan Madaniyah


1. Makkiyah[7]
Diantaranya :

1 Al-‘Alaq 47 An-Naml
2 Al-Qolam 48 Al-Qoshash
3 Al-Muzzammil 49 Al-Isro’
4 Al-Muddatstsir 50 Yunus
5 Al-Fatihah 51 Hud
6 Al-Lahab 52 Yusuf
7 At-Takwir 53 Al-Hir
8 Al-A’la 54 Al-An’am
9 Al-Lail 55 Ash-Shaffat
10 Al-Fajr 56 Luqman
11 Ad-Dhuha 57 Saba’
12 Al-Insyiroh 58 Az-Zumar
13 Al-Ashr 59 Ghofir
14 Al-Adiyat 60 Fushshilat
15 Al-Kautsar 61 Asy-Syura
16 At-takatsur 62 Az-Zukhruf
17 Al-Ma’un 63 Ad-Dukhan
18 Al-Kafirun 64 Al-Jatsiah
19 Al-Fiil 65 Al-Ahqof
20 Al-Falaq 66 Al-Adzariyat
21 An-Nas 67 Al-Ghosiyah
22 Al-Ikhlas 68 Al-Kahfi
23 An-Najm 69 An-Nahl
24 ‘Abasa 70 Nuh
25 Al-Qodar 71 Ibrahim
26 Asy-Syams 72 Al-Anbiya’
27 Al-Buruj 73 Al-Mu’minun
28 At-Tiin 74 As-Sajadah
29 Al-Quroisy 75 At-Thur
30 Al-Qori’ah 76 Al-Mulk
31 Al-Qiyamah 77 Al-Haqqoh
32 Al-Humazah 78 Al-Ma’arij
33 Al-Mursalat 79 An-Naba’
34 Qaf 80 An-Nazi’at
35 At-Thoriq 81 Al-Balad
36 Al-Qomar 82 Al-Infithor
37 Shad 83 Al-Insyiqoq
38 Al-A’rof 84 Ar-Rum
39 Jinn 85 Al-Ankabut
40 Yasin 86 Al-Muthoffifin
41 Al-Furqon 87 Al-Zalzalah
42 Fathir 88 Ar-Rod
43 Maryam 89 Ar-Rohman
44 Thoha 90 Al-Insan
45 Al-Waqiah 91 Al-Bayyinah
46 Asy-Syu’ara

2. Madaniyah[8]
Diantaranya :

1 Al-Baqoroh 13 Ali-Imron
2 Al-Anfal 14 Al-Ahzab
3 Al-Mumtahanah 15 Al-Hujurat
4 An-Nisa’ 16 At-Tahrim
5 Al-Hadid 17 At-Taghabun
6 Al-Qital 18 As-Shaf
7 At-Tholaq 19 Al-Jumuah
8 Al-Hasr 20 Al-Fath
9 An-Nur 21 Al-Maidah
10 Al-Hajj 22 At-Taubah
11 Al-Munafiqun 23 An-Nashr
12 Al-Mujadilah

E. Fungsi Memahami Ilmu Makkiyah dan Madaniyah


An-Naisaburi dalam kitabnya At-Tanbih ‘ala Fadhl Ulum Al-Quran, memandang subjek
makkiyah dan madaniyyah sebagai ilmu Al-Quran yang paling utama. Sementara itu , Manna’ Al-
Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskripsikan urgensi mengetahui makkiyah dan
madaniyyah sebagai berikut.

1. Membantu dalam menafsirkan Al-qur’an


Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa di seputar turunnya Al-Qur’an tentu sangat
membantu dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, kendatipun ada teori yang
mengatakan bahwa yang harus menjadi patokan adalah keumuman redaksi ayat dan bukan
kehususan sebabin. Dengan mengetahui kronologis Al-Quran pula, seorang mufassir dapat
memecahkan makna kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan pemecahan konsep
nasikh-mansukh yang hanya bisa diketahui melalui kronologi Al-Quran.

2. Pedoman bagi langkah-langkah dakwah


Setiap kondisi tentu saja memerlukan ungkapan-ungkapan yang relevan. Ungkapan-ungkapan
dan intonasi berbeda yang digunakan ayat-ayat makkiyah dan ayat-ayat madaniyyah memberikan
informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang
diserunya. Oleh karena itu, dakwah Islam berhasil mengetuk hati dan menyembuhkan segala
penyakit rohani orang-orang yang diserunya. Di samping itu, setiap langkah-langkah dakwah
memiliki objek kajian dan metode-metode tertentu, seiring dengan perbedaan kondisi sosio-
kultural manusia. Periodisasi makkiyah dan madaniyyah telah memberikan contoh untuk itu.

3. Memberi informasi tentang sirah kenabian


Penahapan turunnya wahyu seiring dengan perjalanan dakwah nabi, baik di mekah atau di
madinah, dimulai sejak diturunkannya wahyu pertama sampai diturunkannya wahyu terakhir. Al-
Quran adalah rujukan otentik bagi perjalanan dakwah nabi itu. Informasinya tidak bisa diragukan
lagi.
Mengetahui sejarah hidup nabi melalui ayat-ayat Al-Quran, sebab turunnya wahyu kepada
Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang menyertainya, baik pada
periode makkah maupun periode madinah, sejak turun iqra’ sampai ayat yang terakhir diturunkan.
Al-Quran adalah sumber pokok bagi hidup Rasulullah. Pola hidup beliau harus sesuai dengan Al-
Quran dan Al-Quran pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka
riwayatkan. [9]
Selain itu juga pengetahuan tentang makkiyah dan madaniyah banyak membawa hikmah dan
faedah serta kagunaan yang bermacam-macam, antara lain sebagai berikut:
1. Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat yang turun belakangan
dari kitab suci Al-Quran
2. Mudah diketahui mana ayat-ayat Al-Quran yang hukum bacaannya telah dinaskh (dihapus dan
diganti) dan mana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila ada dua ayat yang
menerangkan hukum sesuatu masalah, tetapi ketetapan hukumnya bertentangan yang satu dari
yang lain.
3. Mengetahui dan mengerti sejarah pensyariatan hukum-hukum Islam (Taarikhut Tasyri’) yang
amat bijaksana dalam menetapkan peraturan-peraturan.
4. Mengetahui hikmah disyariatkannya suatu hukum.
5. Mengetahui perbedaan dan tahap-tahap dakwah Islamiah.
6. Mengetahui perbedaan ushlub-ushlub (bentuk-bentuk bahasa) Al-Quran yang dalam surat-surat
makkiyah berbeda dengan yang ada dalam surat madaniyah.[10]

F. Ayat-ayat Al-qur’an Diturunkan Di Luar Kota Makkah dan Madinah

1. Ayat yang di bawa dari makkah ke madinah


Contohnya ialah surat Al-A’la. HR. Al-Bukhari dari Al-Bara’ bin Azib yang mengatakan,
“orang yang pertama kali datang kepada kami di kalangan sahabat Nabi adalah Mush’ab bin Umair
dan Ibnu Ummi Maktum keduanya membacakan Al-Quran kepada kami. Sesudah itu datanglah
Ammar, Bilal dan Sa’ad. Kemudian datang pula Umar Bin Khattab sebagai orang yang kedua
puluh. Baru setelah itu datanglah Nabi. Aku melihat penduduk Madinah bergembira setelah aku
membaca sabbihismarabbikal a’la dari antara surat yang semisal dengannya.”
Pengertian ini cocok dengan Al-quran yang dibawa oleh golongan muhajirin, lalu mereka ajarkan
kepada kaum anshar.

2. Ayat yang di bawa dari madinah ke makkah


Contohnya dari awal surat Baqarah, yaitu ketika Rasulullah SAW memerintahkan kepada Abu
Bakar untuk pergi haji pada tahun ke Sembilan. Ketika awal surat Baqarah turun, Rasulullah
memerintahkan kepada Ali bin Abi Thalib untuk membawa surat tersebut kepada Abu Bakar, agar
ia sampaikan kepada kaum musyrikin, maka Abu Bakar pun membacakannya kepada mereka dan
mengumumkan bahwa tahun ini tidak ada oseorang musyrik pun yang boleh berhaji.

3. Ayat yang turun di waktu dalam perjalanan


Mayoritas ayat-ayat dan surat-surat Al-Quran turun pada saat Nabi dalam keadaan menetap.
Akan tetapi, karena kehidupan Rasulullah tidak pernah lepas dari jihad dan peperangan di jalan
Allah, maka wahyu pun turun juga dalam perjalanan tersebut. Imam As-Suyuthi menyebutkan
awal surat Al-Anfal yang turun di Badar setelah selesai perang, sebagaimana yang diriwayatkan
Imam Ahmad dari Sa’ad bin Abi Waqqash.
Sedangkan ayatnya adalah sebagai berikut

‫والذين يكنزون الذهب والفضة وال ينفقونها فى سبيل هللا‬


Diriwayatkan Ahmad dari Tsauban, bahwa ayat tersebut turun ketika Rasulullah dalam salah satu

perjalanan.

Juga awal surat Al-Hajj. At-Tirmidzi dan Al-Haakim meriwayatkan dari Imran bin Hushain yang

menyatakan “ketika turun kepada Nabi ayat ‘wahai manusia, bertakwalah kepada tuhanmu,

sesungguhnya goncangan Hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar … sampai

dengan .. tetapi adzab Allah sangat kerasnya’ beliau sedang berada dalam perjalanan.”

Begitu juga surat Al-Fath. Al-Hakim dan yang lain meriwayatkan, dari Al-Miswar bin

Makhramah dan Marwan bin Al-Hakam, keduanya berkata “surat Al-Fath dari awal sampai akhir

turun di antara kota makkah dan madinah berkaitan dengan masalah perdamaian Hudaibiyah.”

Sebagian dari ayat Al-Quran tidak hanya turun di kota makkah dan sekitarnya dan tidak pula

di madinah dan sekitarnya, seperti firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 42 dan pada surat Az-

Zukhruf ayat 45. Yang kedua ayat tersebut tidak turun di kota makkah dan sekitarnya dan tidak

pula di kota madinah dan sekitarnya.


Menurut Ibnu Katsir bahwa surat At-Taubah ayat 42 turun di tabuk, dan surat Az-Zukhruf ayat

45 diturunkan di abitul maqdis pada malam Isra’.[11]

4. Ayat yang turun di Kota Arofah pada haji wada’[12]


Surat Al-Baqarah ayat : 281
ْ ُ‫ت َوهُ ْم َال ي‬
َ‫ظلَ ُم ْون‬ َ ‫َواتَقُوا َي ْو ًما ت ُ ْر َجعُ ْونَ فِ ْي ِه اِلَى هللاِ ثُم ت ُ َوفى َ ُك ُل نَ ْف ٍس َما َك‬
ْ ‫س َب‬
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna
terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya
(dirugikan).”[13]

5. Ayat yang turun di Kota Mina pada haji wada’


Surat Al-Maidah ayat : 3[14]

‫حرمت عليكم الميتة والدم و لحم الخنزير وما أهل لغير هللا به والمنخنقة والموقوذة‬
‫والمتردية والنطيحة وما أ كل السبع إالماذكيتم وماذبح على النصب وأن تستقسموا‬
‫باِلزلم ذالكم فسق اليوم يئس الذين كفروا من دينكم فال تخشوهم واشون اليم أكملت‬
‫لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم اإلسلم دينا فمن اضطر فى مخمصة‬
‫غير متجانف إلثم فإن هللا غفوررحيم‬
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa
untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”[15]

BAB III
SIMPULAN
A. Simpulan
Makkiyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah SWT sebelum
hijrah ke Madinah, walaupun ayat tersebut turun di sekitar / bukan di kota Makkah, yang
pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Makkah. Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-
ayat Al-Qur’an yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya walaupun turunnya di Makkah, dan
pembicaraannya lebih ditujukan untuk penduduk Madinah.
Agak sulit memang melacak dan mengidentifikasi secara pasti ayat-ayat Makkiyyah dan
Madaniyyah karena urutan tata tertib ayat tidak mengikuti kronologi waktu turunnya ayat tetapi
berdasarkan petunjuk nabi. Lagi pula pada mushaf usmani yang menjadi acuan sejak semula
disusun mengikuti petunjuk nabi. Koleksi mushaf para sahabat yang diantaranya ada yang ditulis
berdasarkan turunnya ayat, semuanya sudah dibakar setelah tim penyusun al-Quran yang dibentuk
Usman bin Affan menyelesaikan tugasnya. Jadi pembakaran mushaf tersebut bisa juga berarti
sebagai kerugian intelektual, karena dengan demikian menjadi sulit melacak kronologi ayat
berdasarkan waktu turunnya.
Sedangkan untuk membedakan antara ayat makkiyah dan ayat madaniyah terdapat Ciri-ciri
khusus surat makkiyah, Ciri-ciri surat makkiyah yang aghlaniyah (umum), Ciri-ciri khusus surat
madaniyyah, Ciri-ciri surat madaniyyah yang aghlaniyah (umum).
Begitupun juga dengan contoh suratnya, diantaranya: surat Makkiyah (Al-Alaq, At-Tin, Al-
Balad, Al-Qoriah, Al-Adiyat, dan lain sebagainya), sedangkan surat Madaniyah (An-Nash, Al-
Baqoroh, Al-Anfal, Ali-Imron, dan lain sebagainya).
Manna’ Al-Qaththan mencoba lebih jauh lagi dalam mendeskripsikan urgensi mengetahui
makkiyah dan madaniyyah adalah untun Membantu dalam menafsirkan Al-qur’an, Pedoman bagi
langkah-langkah dakwah, Memberi informasi tentang sirah kenabian, Mudah diketahui mana ayat-
ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat yang turun belakangan dari kitab suci Al-Quran dan
Mudah diketahui mana ayat-ayat Al-Quran yang hukum bacaannya telah dinaskh (dihapus dan
diganti) dan mana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila ada dua ayat yang
menerangkan hukum sesuatu masalah, tetapi ketetapan hukumnya bertentangan yang satu dari
yang lain.
Adapun ayat-ayat yang turun tidak di kota makkah dan tidak pula di kota madinah adalah Ayat
yang di bawa dari makkah ke madinah, ayat yang di bawa dari madinah ke makkah, Ayat yang
turun di waktu dalam perjalanan, Ayat yang turun di Kota Arofah pada haji wada’, Ayat yang turun
di Kota Mina pada haji wada’.

B. Saran
Alhamdulillah, penulisan makalah ini terselesaikan dan tersusun secara sistematik. Tetapi
penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena mengingat
keterbatasan pengetahuan dari penulis. Maka dari itu penulis mohon kritik dan saran dari berbagai
pihak.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan Penyelenggara
Penerjemah Pentafsir Al Qur’an.

Al-Qaththan, Syeikh Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Anwar Rosihon, Ulum al-Qur’an, Bandung, Pustaka Setia, 2008.

Hasbi ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad,Ilmu-Ilmu Ulumul Quran, Semarang, Pustaka Rizki


Putra, 2009.

Shihab, Quraish, Sejarah & Ulum Al-Quran, Bandung, Pustaka Firdaus, 1997.

Rakhmat, Jalaluddin, ‘Ulum Al-Quran, Bandung, 1431 H.

http//www.jihadad.blogspot.com/p/mengenal-surat-makkiyah-dan.html.Diakses pada tanggal 05-


04-2015 pada pukul 18:30.

[1] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, bandung, Pustaka Setia, 2008, hal:102-104.
[2] Quraish Shihab, Sejarah & Ulum Al-Quran, bandung, Pustaka Firdaus, 1997, hal: 64.
[3]Tengku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Ulumul Quran, Semarang, Pustaka Rizki
Putra, 2009, hal: 72.
[4] Jalaluddin Rakhmat. ‘Ulum Al-Quran, Bandung: 1431 H, hal: 49.
[5] Ibid, hal: 73.
[6] Ibid, hal: 73-74.
[7] Quraish Shihab, Sejarah & Ulum Al-Quran, Bandung, Pustaka Firdaus, 1997, hal : 65-67
[8] Ibid, hal : 67-69
[9] Rosihon Anwar, Ulum al-Qur’an, bandung, Pustaka Setia, 2008, hal: 115-116
[10] http//www.jihadad.blogspot.com/p/mengenal-surat-makkiyah-dan.html. Diakses pada
tanggal 05-04-2015 pada pukul 18:30
[11] Syeikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,
2006, hlm: 67-71.
[12] Jalaluddin Rakhmat. ‘Ulum Al-Quran, Bandung: 1431 H, hal. 58
[13] Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Pentafsir Al Qur’an, 1971, hal : 70
[14] Jalaluddin Rakhmat, Op Cit, hal. 59.
[15] Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud, Op Cit, hal : 157

Anda mungkin juga menyukai