Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat
menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana
terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan
agung.
Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau
menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang
apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono,
1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang
dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam.
Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber
dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah
Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam
(akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran
manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi
setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang
dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau
kelompok masyarakat.
Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap
muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang
artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah
(kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”. Menurut ayat
tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan
kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah

1
kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al
Hadis, kehendak ’penguasa’ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya
orang yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu
pengetahuan.

Syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir,
mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau
komprehensif, tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak
akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya.

Universal bermakna syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan
tempat sampai Hari Akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama pada
bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak
membeda-bedakan antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam
suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, “ Dalam bidang muamalah
kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita. “

Sifat muamalah ini dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang


diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat. Dalam sektor ekonomi, misalnya
yang merupakan prinsip adalah larangan riba, syistem bagi hasil, pengambilan
keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain. Adapun contoh variable adalah
instrument-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Di antaranya
adalah aplikasi prinsip jual beli dalam modal kerja, penerapan
asas mudharabahdalam investasi atau penerapan bai’as-salam dalam
pembangunan suatu proyek. Tugas cendekiawan muslim sepanjang zaman adalah
mengembangkan teknik penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam variabel-
variabel yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada setiap masa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja sumber hukum islam
2. Bagaimana kedudukan sumber hukum islam itu
3. Pengertian harta
4. Kedudukan harta

2
5. Fungsi harta
6. Harta dalam perspektif islam

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai sarana pembelajaran untuk
lebih memahami sumber-sumber hukum islam dan pandangan islam terhadap
harta. Melalui makalah ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan agar
lebih mengetahui apa saja sumber hukum islam itu dan pandangan islam terhadap
harta. Selain itu penulisan makalah ini ditujukan pula untuk memenuhi tugas mata
kuliah Studi Ayat dan Hadist Ekonomi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sumber Hukum Islam


Hukum menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak
menetapkannya. Sedangkan menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah
Allah SWT yang menuntut mukalaf untuk memilih atau mengerjakan dan tidak
mengerjakan, atau menjadikan sesuatu sebagaisebab, syarat atau penghalang bagi
adanya yang lain, sah, batal rukhsah, dan azimah. Maksud sumber hukum adalah
segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai
kekuatan, yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan
sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama
islam. Dalam konsep hukum islam,dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh
Allah. Yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta, tetapi juga
hubungan manusia dengan tuhan.
Dengan demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan
dasar, acuan atau pedoman syari’at islam Pada umumnya ulama fikih sependapat
bahwa sumber utama hukum Islam adalah al Qur’an dan Hadis. Rasulullah SAW
bersabda: “aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan
tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab
Allah (al Qur’an) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Baihaqi).
Dalam sistem hukum islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk
mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun dibidang mu’amalah.
Kelima jenis kaidah tersebut,dinamakan al-ahkam al-homsyah atau penggolongan
hukum yang lima yakni :
a. jaiz atau mubah,
b. sunat,
c. makruh,

4
d. wajib, dan
e. haram.

Untuk memahami hukum islam dengan baik dan benar seseorang harus
memahami beberapa istilah yang berkenaan dengan hukum islam. Dalam
pembahasan kerangka dasar agama islam disebutkan bahwa komponen kedua
agama islam adalah syariat yang terdiri dari dua bagian yakni ibadah dan
mu’amalah.

2.2 Sumber-sumber Hukum Islam

A. Al Qur’an
1. Pengertian Al Qur’an
Secara etimologi Al Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan,
atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-
dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah
ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad
SAW, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan
menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada
Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara
mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
Alquran berisi perintah dan larangan, ayat yang pertama turundi gua hira
pada permulaan Muhammad diangkat menjadi rasul dengan surah al-‘alaq.
Sedangkan ayat yang terakhir turun adalah surah al-maa’idah ayat 3.
Alquran terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6.236 ayat, dan 324.345 huruf.
Menurut turunnya, wahyu dapat dibagi dua bagian, yaitu: wahyu(surah) yang
turun di mekah disebut makkiyah, dan wahyu(surah) yang turun di madinah
disebut madaniyah.

2. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber islam


Allah SWT. Menurunkan Al-Qur’an itu, gunanya untuk dijadikan dasar
hukum, dan disampaikan kepada ummat manusia untuk diamalkan segala

5
perintahnya dan ditinggalkan segala larangannya, sebagaimana firman Allah :
)43 : ‫فاستمسك بالذي أوحى اليك ( الزخرف‬
Artinya :
“ maka berpeganglah kepada apa diwahyukan kepadamu”. (Az-Zukhruf ayat
43)
Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber
pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, sekaligus juga sebagai dalil
utama fiqih. Al-Qur’an juga membimbing dan memberikan petunjuk untuk
menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya.
Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi
penetapan hukum, maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka
dilakukan penyelesainnya terlebih dahulu berdasarkan dengan Al-Qur’an. Dan
apabila menggunakan sumber hukum lain di luar Al-Qur’an, maka harus sesuai
dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan Al-Qur’an.
Hal ini berarati bahwa sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an tidak
boleh menyalahi apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga
mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia
dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan
manusia dengan alam.
3. Pokok-pokok isi Al Qur’an
Isi pokok Al Qur’an adalah :
a) Tauhid
b) Ibadah
c) Janji dan ancaman
d) Sejarah

4. Hukum yang terkandung dalam Al Qur’an


Hukum yang di kandung oleh Al Qur’an ada 3 macam, yaitu:

6
a) Hukum-hukum akidah(keimanan), yang bersangkut paut dengan hal-
hal yang harus di percayai oleh setiap mukallaf, tentang malaikat nya,
kitabnya, para rasulnya.
b) Hukum-hukum Allah , yang bersangkut paut dengan hal-hal yang
harus di jadikan perhiasan oleh setiap mukallaf.
c) Hukum-hukum amaliyah, yang bersangkut paut dengan hal-hal
tindakan setiap mukallaf, meliputi masalah ucapan, perbuatan,
akad(contract), dan pembelanjaan(pengelolaan harta benda).

Maka hukum selain ibadah dalam istilah syara’ disebut hukum muamalah.
Sedangkan menurut istilah modern hukum muamalah telah bercabang cabang
sesuai dengan hal-hal yang berhubungan dengan muamalah manusia yakni :

a) Hukum badan pribadi yaitu hukum yang dengan unit keluarga , mulai
dari pemulaan berdirinya.contohnya:mengatur hubungan anak dengan
orang tua, suami istri, dan kerabat. Ayat –ayat mengenai hukum ini
dalam Al Qur’an sekitar 70 ayat.
b) Hukum perdata yaitu : yang berhubungan dengan muamalah antara
perorangan ,masyarakat dan persekuatannya, seperti : jual beli,sewa-
menyewa ,gadai-menggadai,pertanggungan, dll. Dalam Al Qur’an
ada 70 ayat.
c) Hukum pidana yang berhubungan tindakan kriminal setiap mukalaf
dan masalah pidananya bagi sipelaku kriminal. Dan dalam Al Qur’an
terdapat sekitar 30 ayat.
d) Hukum acara yaitu : yang berhubungan dengan pengadilan , kesaksian
, dan sumpah. Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 13 ayat
e) Hukum ketatanegaraan ,yaitu: yang berhubungan dengan peraturan
pemerintahan dan dasar-dasarnya. Dalam Al Qur’an tercatat sekitar
13 ayat .
f) Hukum internasional, yaitu : yang berhubungan dengan masalah-
masalah hubungan antar negara-negara islam dengan bukan negara

7
islam,dan tata cara pergaulan selain muslim di negara islam. Dalam Al
Qur’an tercatat sekitar 25 ayat.
g) Hukum ekonomi dan keuangan ,yaitu: yang berhubungan dengan hak
orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat
bagian dari harta orang kaya. Dalam Al Qur’an tercatat sekitar 10
ayat.

B. As-Sunah atau Hadist


1. Pengertian
Sunnah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara. Sunnah
menurut istilah syara’ ialah perkataan nabi Muhammad saw., perbuatannya,
dan keterangannya yaitu sesuatu yang dikatakan atau diperbuat oleh sahabat
dan ditetapkan oleh nabi, tiada ditegurnya sebagai bukti bahwa perbuatan itu
tiada terlarang hukumnya.

2. Kedudukan Hadist sebagai Sumber Hukum Islam


Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber
agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-
Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan
pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut,
agar dapat dipahami dan diamalkan.
Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan
ajaran Islam, yakni sebagai berikut :
a. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran.
Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata
cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
b. Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah-
kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak
dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat.
Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat,
cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.

8
c. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-
samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi
mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak
terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23.
Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut
mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat
dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.

3. Pembagian Hadist
a. Sunnah Qouliyah
Sunnah Qouliyah yaitu perkataan nabi saw. yang menerangkan hukum-
hukum agama dan maksud isi Al-Qur’an serta berisi peradaban, hikmah, ilmu
pengetahuan dan juga menganjurkan akhlaq yang mulia. Sunnah qouliyah
(ucapan) dinamakan juga hadits nabi saw.
Sunnah Qouliyah juga disebut “khabar”. Jadi sunnah qouliyah itu boleh
dikatakan sunnah, hadits dan khabar. Khabar pada umumnya dapat dibagi tiga
:
 Yang pasti benarnya,seperti apa yang datang dari Allah,RasulNya dan
khabar yang dibeikan dengan jalan mutawatir.
 Yang pasti tidak benarnya, yaitu pemberitaan tentang hal-hal yang tidak
mungkin dibenarkan oleh akal, seperti khabar mati dan hidup dapat
berkumpul.
 Khabar yang tidak dapat dipastikan benar bohongnya seperti khabar-
khabar yang samar,karena kadang-kadang tidak dapat ditentukan mana
yang kuat, benarnya atau bohongnya.
b. Sunnah Fi’liyah
Sunnah Fi’liyah yaitu perbuatan Nabi SAWyang menerangkan cara
melaksanakan ibadah, misalnya cara berwudhu, shalat dan
sebagainya.Sunnah Fi’liyah itu terbagi sebagai berikut :
 Pekerjaan nabi saw. yang bersifat gerakan jiwa, gerakan hati, gerakan
tubuh, seperti : bernafas, duduk, berjalan dan sebagainya. Perbuatan

9
seperti ini tidak bersangkut-paut dengan soal hukum, dan tidak ada
hubungannya dengan suruhan larangan atau tauladan.
 Perbuatan nabi saw. yang bersifat kebiasaan, seperti : cara-cara makan,
tidur dan sebagainya. Perbuatan semacam ini pun tidak ada
hubungannya dengan perintah, larangan, dan tauladan. kecuali kalau ada
perintah anjuran nabi untuk mengikuti cara-cara tersebut.
 Perbuatan nabi saw. yang khusus untuk beliau sendiri, beristri lebih dari
empat. Dalam hal ini orang lain tidak boleh mengikutinya.
 Pekerjaan yang bersifat menjelaskan hukum yang mujmal, seperti :
shalatnya, hajjinya, yang kedua-duanya menjelaskan sabdanya :
.‫صلواكمارأيتمونى اصلى‬
Artinya :
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”.
Dan:
.‫خذوا مناسككم‬
Artinya :
“Ambillah dari padaku hal-hal (pelakuan) ibadah hajjimu”.
Hukum perbuatan tersebut sama dengan hukum apa yang dijelaskan,
baik wajib maupun mandubnya.
 Pekerjaan yang dilakukan orang lain sebagai hukuman, seperti: menahan
orang,atau mengusahakan milik orang lain.
 Pekerjaan yang menunjukkan kebolehan saja, seperti: berwudhu dengan
satu kali, dua kali dan tiga kali.
c. Sunnah Taqririyah
Sunnah Taqririyah yaitu bila Nabi SAW mendengar sahabat mengatakan
sesuatu perkataan atau melihat mereka memperbuat suatu perbuatan, lalu
ditetapkan dan dibiarkan oleh Nabi SAW dan tiada ditegurnya atau
dilarangnya, maka yang demikian dinamai sunnah ketetapan Nabi (taqrir).
Maka perkataan atau perbuatan yang didiamkan itu sama saja dengan
perkataan dan perbuatan Nabi sendiri, yaitu dapat menjadi hujjah bagi ummat
seluruhnya.

10
Syarat sahnya taqrir ialah orang yang dibiarkannya itu benar-benar orang
yang tunduk kepada syara’, bukan orang kafir atau munafiq.
Contoh-contoh taqrir antara lain sebagai berikut:
 Mempergunakan uang yang dibuat oleh orang kafir.
 Mempergunakan harta yang diusahakan mereka seketika masih kafir.
 Membiarkan dzikir dengan suara keras sesudah shalat.

C. Ijmak (kesepakatan ulil amri)


1. Pengertian
Ijma’ menurut bahasa, artinya : sepakat, setuju, atau sependapat. Dan
menurut ilmu fikih, ijmak artinya, kesatuan pendapat dari ahli-ahli hukum
(ulama-ulama fikih) islam dalam satu masalah dalam satu masa dan wilayah
tertentu. ijmak tidak boleh bertentangan dengan alquran dan sunah Rasulullah
SAW.
Ijmak ada dua macam, yaitu:
a. Ijmak bayani, adalah pendapat dari para ahli hukum (fikih) yang
mengeluarkan pendapatnya untuk menentukan suatu masalah.
b. Ijmak sukuti, adalah suatu pendapat dari seseorang atau beberapa ahli
hukum, tetapi ahli-ahli hukum lainnya tidak membantah.misalnya, semasa
hidup nabi, nabi melakukan salat tarawih sebanyak 8 rakaat di zaman Umar
Bin Khattab ra. 20 rakaat tidak ada sahabat yang membantah, maka salat
tarawih di terima dengan ijmak sukuti.
2. Kedudukan Ijma’ Sebagai Sumber Hukum
Kebanyakan ulama menetapkan bahwa ijma' dapat dijadikan hujjah dan
sumber hukum islam dalam menetapkan sesuatu hukum dengan nilai kehujjahan
bersifat dzhanny. Golongan syi'ah memandang bahwa ijma' ini sebagai hujjah
yang harus diamalkan. Sedang ulama-ulama Hanafi dapat menerima ijma'
sebagai dasar hukum, baik ijma' qath'iy maupun dzhanny. Sedangkan ulama-
ulama Syafi'iyah hanya memegangi ijma' qath'iy dalam menetapkan hukum.
Dalil penetapan ijma' sebagai sumber hukum islam ini antara lain adalah :
Firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 59 :

11
)59 : ‫يايهاالذين امنوا اطيعوا هللا واطيعوا الرسول واولى األمر منكم ( النساء‬
Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya dan
Ulil Amri diantara kamu".
Yang dimaksud "ulil amri" ialah orang-orang yang memerintah dan para
ulama.Menurut hadits:
‫التجتمع أ ّمتى على الضّاللة‬
Artinya:
"Ummatku tidak bersepakat atas kesesatan".
Menurut sebagian ulama bahwa yang dimaksud dengan Ulil Amri fid-
dunya, yaitu penguasa, dan Ulil Amri fid-din, yaitu mujtahid. Sebagian ulama
lain menafsirkannya dengan ulama.
Ijma' ini menempati tingkat ketiga sebagai hukum syar'iy, yaitu setelah Al-
Qur'an dan as-Sunnah.Dari pemahaman seperti ini, pada dasarnya ijma' dapat
dijadikan alternatif dalam menetapkan hukum sesuatu peristiwa yang di dalam
Al-Qu'an atau as-Sunnah tidak ada atau kurang jelas hukumnya.

D. Qiyas
1. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur, memperbandingkan, atau
mempersamakan sesuatu dengan lainnya dikarenakan adanya persamaan.
Sedang menurut istilah qiyas ialah menetapkan hukum sesuatu yang belum ada
ketentuan hukumnya dalam nash dengan mempersamakan sesuatu yang telah
ada status hukumnya dalam nash.
Berbeda dengan ijma', qiyas bisa dilakukan oleh individu, sedang ijma'
harus dilakukan bersama oleh para mujtahid.

2. Kedudukan Qiyas sebagai sumber hukum Islam


Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar'iyah yang keempat sesudah
Al-Qur'an, Hadits dan Ijma'.Mereka berpendapat demikian dengan alasan:
Firman Allah :

12
)2 : ‫ ( الحسر‬.‫فاعتبروا يااولى االبصار‬
Artinya:
"Hendaklah kamu mengambil i'tibar (ibarat = pelajaran) hai orang-orang
yang berfikiran". (S. Al-Hasyr ayat 2)
Karena i'tibar artinya "qiyasusysyai-i bisysyai-i : membandingkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain".

2.3 Pengertian Harta

Harta di dalam bahasa Arab disebut al-mal atau jamaknya al-amwal (Munawir,
1984). Harta (al-mal) menurut kamus Al-Muhith tulisan Al Fairuz Abadi, adalah
ma malaktahu min kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah
syar’i harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang
legal menurut urge syara’ (urge Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi dan
hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990). Di dalam Al Quran, kata al mal
dengan berbagai bentuknya disebut 87 kali yang terdapat dalam 79 ayat dalam 38
surat. Berdasarkan pengertian tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang
digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi)[3], seperti uang, tanah,
kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil
perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam katagori al amwal. Islam sebagai
agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar
anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia.

2.4 Kedudukan Harta

Sikap Islam terhadap harta merupakan bagian dari sikapnya terhadap kehidupan
dunia. Sikap Islam terhadap dunia adalah sikap pertengahan yang seimbang.
Materi atau harta dalam pandangan Islam adalah sebagai jalan, bukan satu-satunya
tujuan, dan bukan sebagai sebab yang dapat menjelaskan semua kejadian-
kejadian. Maka disan kewajiban itu lebih dipentingkan daripada materi. Tetapi
materi menjadi jalan untuk merealisir sebagai kebutuhan-kebutuhan dan manfaat-

13
manfaat yang tidak cukup bagi manusia, yaitu dalam pelayanan seseorang kepada
hal yang bersifat materi, yang tidak bertentangan dengan kemaslahatan umum,
tanpa berbuat dhalim dan berlebihan.

Harta yang baik adalah harta jika diperoleh dari yang halal dan digunakan pada
tempatnya. Harta menurut pandangan Islam adalah kebaikan bukan suatu
keburukan. Oleh karena itu harta tersebut tidaklah tercela menurut pandangan
Islam dan Karen itu pula Allah rela memberikan harta itu kepada hamba-Nya. Dan
kekayaan adalah suatu nikmat dari Allah sehingga Allah SWT. Telah memberikan
pula beberapa kenikmatan kepada Rasul-Nya berupa kekayaan.

Pandangan Islam terhadap harta adalah pandangan yang tegas dan bijaksana,
karena Allah SWT. Menjadikan harta sebagai hak milik-Nya, kemudian harta ini
diberikan kepada orang yang dikehendakinya untuk dibelanjakan pada jalan
Allah.

Adapun pemeliharaan manusia terhadap harta yang telah banyak dijelaskan dalam
al-Qur’an adalah sebagai pemeliharaan nisbi, yaitu hanya sebagai wakil dan
pemegang saja, yang mana pada dahirnya sebagai pemilik, tetapi pada hakikatnya
adalah sebagai penerima yang bertanggung jawab dalam perhitungnnya.
Sedangkan sebagai pemilik yang hakiki adalah terbebas dari hitungan.

Pada al-Qur’an surat al-Kahfi: 46 dan an-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan


manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan
manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak dan
keturunan. Jadi, kebutuhan manusia terhadap harta adalah kebutuhan yang
mendasar.

Berkenaan dengan harta didalam al-Qur’an dijelaskan juga larangan-larangan


yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi: produksi,
distribusi dan konsumsi harta:

a. Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia

14
b. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau
keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.

c. Penimbunan harta dengan jalan kikir

d. Aktivitas yang merupakan pemborosan

e. Memproduksi, memeperdagangkan, dan mengkonsumsi barang-barang


terlarang seperti narkotika dan minuman keras.

Kaidah ushul fiqh menyatakan bahwa “Asal atau pokok dalam masalah transaksi
mu’amalah adalah sah, sampai ada dalil yang membatalakan dan yang
mengharamkannya”.

2.5 Fungsi Harta

Fungsi harta bagi manusia sangat banyak. Harta dapat menunjang kegiatan
manusia, baik dalam kegiatan yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu,
manusia selalu berusaha untuk memiliki dan menguasainya. Tidak jarang dengan
memakai beragam cara yang dilarang syara’ dan urge urge, atau ketetapan yang
disepakati oleh manusia.

Biasanya cara memperoleh harta, akan berpengaruh terhadap fungsi harta. Seperti
orang yang memperoleh harta dengan mencuri, ia memfungsikan harta tersebut
untuk kesenangna semata, seperti mabuk, bermain wanita, judi, dan lain-lain.
Sebaliknya, orang yang mencari harta dengan cara yang halal, biasanya
memfungsikan hartanya untuk hal-hal yang bermanfaat.

Dalam pembahasan ini, akan dikemukakan fungsi harta yang sesuai dengan
syara’, antara lain untuk:

1. Kesempurnaan ibadah mahdhah, seperti shalat memerlukan kain untuk


menutup aurat.

15
2. Memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT, sebagai kefakiran mendekatkan kepada kekufuran.

3. Meneruskan estafeta kehidupan, agar tidak meninggalkan generasi lemah


(QS. An-Nisaa’:9).

4. Menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat, Rasulullah SAW.


Bersabda:

“tidaklah seseorang itu makan walaupun sedikit yang lebih baik daripada
makanan yang ia hasilkan dari keringatnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah,
Daud, telah makan dari hasil keringatnya sendiri” (HR. Bukhari dari Miqdam bin
Madi Kariba)

Dalam hadist lain dinyatakan:

Artinya:

“bukanlah orang yang baik bagi mereka, yang meninggalkan masalah dunia untuk
masalah akhirat, dan meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia,
melainkan seimbang di antara keduanya, karena masalah dunia dapat
menyampaikan manusia kepada masalah akhirat” (HR. Bukhari)

5. Bekal mencari dan mengembangkan ilmu.

6. Keharmonisan hidup bernegara dan bermasyarakat, seperti orang kaya yang


memberikan pekerjaan kepada orang miskin.

7. Untuk memutarkan peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan


tuan.

8. Untuk menumbuhkan silaturrahim.[4]

16
2.6 Pandangan Islam Memandang Harta

1) Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut:

a. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang
amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.

b. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa


menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai
perhiasan hidup harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta
kebanggaan diri.(Al-Alaq: 6-7).

c. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28).

d. Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan


melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan
sedekah.(at-Taubah :41,60;

2) Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) ataua mata pencaharian
(Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya.

Dalam sebuah Hadits di katakan :“Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya


yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halal untk
keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah”. (HR Ahmad).

3) Dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-
Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9),
melupakan sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada
sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7).

4) Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-
Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91),
mencuri merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-
Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188),
dan melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulkan makalah ini adalah bahwa sumber-sumber hukum islam yang


disepakati adalah Al-Qur’an, Hadist, Ijma, dan Qiyas.Harta adalah sesuatu yang
dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik berupa benda yang tampak seperti mas
perak maupun yang tidak tampak yakni manfaat seperti pakaian,tempat tinggal.
Sehingga persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu lima keperluan pokok
yang diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah. Adapun fungsi harta diantaranya
kesempurnaan ibadah mahdzah,memelihara dan meningkatkan keimanan dan
serta menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan pembagian
harta di bagi menjadi delapan bagian.

3.2 Saran

Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus
mempelajari sumber-sumber ajaran agama islam agar agama islam yang kita
pelajri sesuia dengan al-qur’an dan tuntunan nabi Muhammad SAW yang terdapat
dalam as-sunnah (hadist). Pergunakanlah harta sebaik- baiknya. Kalau bisa
sedekahkan harta yang kita punya kepada orang yang lebih membutuhkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Daut Ali, Prof. H. S.H. 2011. HUKUM ISLAM. Jakarta:


Rajawali Pers.

Abdul Wahhab Khallaf, Prof.Dr. 2000. KAIDAH-KAIDAH HUKUM


ISLAM. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

ILMU USHUL FIKIH. Jakarta: PT Rineka Cipta

19

Anda mungkin juga menyukai