Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengertian Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon
yang tersusun dalam konfigurasi C 6 -C 3 -C 6 , yaitu dua cincin aromatik yang
dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin
ketiga. terdiri dari 2 cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai
linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan
hijau sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988).
Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin
hetero siklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola
yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan terbesar
flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon
dengan salah satu dari cincin benzene.

Agar mudah, cincin diberi tanda A, B, dan C,atom karbon dinomori menurut
sistem penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta
angka “beraksen” untuk cincin B.Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis
struktur, yaitu flavonoid (1,3-diarilpropana), isoflavonoid(1,2-diarilpropana),
neoflavonoid (1,1-diarilpropanaModifikasi flavonoid lebih lanjut (Andayani,2013).

Flavonoid merupakan salah satu produk metabolisme sekunder yang


ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggidan mikroorganisme. Senyawa ini terdapat
pada semua bagian tumbuhan tingkat tinggi termasuk daun, akar, kulit, kayu,
bunga, buah dan biji Flavonoid bagian komponen yang mempunyai berat molekul
rendah, dan pada dasarnya merupakan phenylbenzopyrones (phenylchromones)
dengan berbagai variasi pada struktur dasarnya, yaitu tiga cincin utama yang saling
melekat(Markham, 1988).
Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang
Amerika bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan
ekstrak vitamin C (asam askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati
penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata dapat disembuhkan.
Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang diekstrak
dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat menyembuhkan pendarahan
kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat dipandang sebagai
fungsi „alat komunikasi‟ (molecular messenger} dalam proses interaksi antar sel,
yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau mahluk
hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat
positif menstimulasi (Sudarma,2009).
2. Struktur Flavonoid
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat
oksidasi dari rantai propane dari system 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan
antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut
sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa flavonoida ini disebabkan oleh
berbagi. Flavonoid mempunyai struktur dasar yang dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini
disebut flavan atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan
sebagai astringen (turunan tanin).

2. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini
disebut flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid
yang paling banyak memiliki aktivitas farmakologi.
3. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid
ini disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan
sebagai
Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara jalur
sikhimat dan jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama biosintesis
cincin aromatik. Cincin A dari struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida (jalur
asetat-malonat), yaitu kondensasi tiga unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B
dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur
sikhimat) (Sofia,2006).
3. Klasifikasi Flavonoid
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar
luas. Sekitar 5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid, dengan
struktur kimia dan peran biologi yang sangat beragam Senyawa ini dibentuk dari
jalur shikimate dan fenilpropanoid, dengan beberapa alternatif biosintesis.
Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau (kecuali alga), khususnya
tumbuhan berpembuluh.

Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun,


akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni dan biji. Kira-kira 2% dari
seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan diubah menjadi
flavonoid. Klasifikasinya berdasarkan struktur senyawa flavonoid yaitu:

1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana


Beberapa senyawa flavonoida yang ditemukan di alam adalah sebagai berikut:
1. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas
dalam tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur
aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini
dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi.
Sebagian besar antosianin dalam bentuk glikosida, biasanya mengikat satu atau dua
unit gula seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, dan silosa. Jika monoglikosida, maka
bagian gula hanya terikat pada posisi 3, dan pada posisi 3 dan 5 bila merupakan
diglikosida dan bagian aglikionnya disebut antosianidin.

Antosianidin adalah senyawa flavonoid secara struktur termasuk kelompok


flavon. Glikosida antosianidin dikenal sebagai antosianin. Nama ini berasal dari
bahasa Yunani antho-, bunga dan kyanos-, biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan
pembentuk warna pada tanaman yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya.
Senyawa paling umum adalah antosianidin, sianidin yang terjadi dalam sekitar 80
persen dari pigmen daun tumbuhan, 69 persen dari buah-buahan dan 50 persen dari
bunga. Kebanyakan warna bunga merah dan biru disebabkan antosianin.

Bagian bukan gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan
merupakan suatu tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu
antosianin, sebagian bergantung pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan
warna merah bunga mawar disebabkan oleh antosianin yang sama, yakni sianin.
Dalam sekuntum mawar merah, sianin berada dalam bentuk fenol. Dalam
cornflower biru, sianin berada dalam bentuk anionnya, dengan hilangnya sebuah
proton dari salah satu gugus fenolnya. Dalam hal ini, sianin serupa dengan indikator
asam-basa(Sjahid,2008).

2. Flavonol
Flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat dalam
berbagai bentuk terhidroksilasi. Flavonol alami yang paling sederhana adalah
galangin, 3,5,7 –tri-hidroksiflavon; sedangkan yang paling rumit, hibissetin adalah
3,5,7,8,3’,4’,5’ heptahidroksiflavon. Bentuk khusus hidroksilasi (C6(A)-C3-C6(B),
dalam mana C6 (A) adalah turunan phloroglusional, dan cincin B adalah 4-atau 3,4-
dihidroksi, diperoleh dalam 2 flavonol yang paling lazim yaitu kaempferol dan
quirsetin. Hidroksiflavonol, seperti halnya hidroksi flavon, biasanya terdapat dalam
tanaman sebagai glikosida. Flavonol kebanyakan terdapat sebagai 3-glikosida.
Meskipun flavon, flavonol, dan flavanon pada umumnya terdistribusi melalui
tanaman tinggi tetapi tidak terdapat hubungan khemotakson yang jelas. Genus
Melicope mengandung melisimpleksin dan ternatin, dan genus citrus mengandung
nobiletin, tangeretin dan 3’,4’,5,6,7-pentametoksiflavon(Redha,2010).

3. Flavon
Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan atau tergantung
pada kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan dari cincin A. flavon stabil
terhadap asam kuat dan eternya mudah didealkilasi dengan penambahan HI atau
HBr, atau dengan aluminium klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama
demetilasi tata ulang sering teramati; oleh pengaruh asam kuat dapat menyebabkan
pembukaan cincin pada cara yang lain. Sebagai contoh demetilasi 5,8-
dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat menghasilkan 5,6
dihidroksiflavon.(Rahmat,2009).

4. Khalkon
Polihidroksi khalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun
terdistribusinya di alam tidak lazim. Alasan pokok bahwa khalkon cepat mengalami
isomerasi menjadi flavanon dalam satuan keseimbangan. Bila khalkon 2,6-
dihidroksilasi, isomer flavanon mngikat 5 gugus hidroksil, dan stabilisasi
mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil maka menyebabkan
keseimbangan khalkon-flavon condong ke arah flavanon. Hingga khalkon yang
terdapat di alam memiliki gugus 2,4-hidroksil atau gugus 2-hidroksil-6-
glikosilasi.Struktur Khalkon
Beberapa khalkon misalnya merein, koreopsin, stillopsin, lanseolin yang
terdapat dalam tanaman, terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna kuning,
kebanyakan terdapat dalam tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae subtribe, dan
family Compositea (Marliana,2006).

5. Dihidrokhalkon
Meskipun dihidrokhalkon jarang terdapat di alam, namun satu senyawa yang
penting yaitu phlorizin merupakan konstituen umum family Rosaceae juga terdapat
dalam jenis buah-buahan seperti apel dan pear. Phlorizin telah lama dikenal dalam
bidang farmasi, ia memiliki kesanggupan menghasilkan kondisi seperti diabetes.

Phlorizin merupakan β-D-glukosida phloretin. Phloretin mudah terurai oleh


alkali kuat menjadi phloroglusional dan asam p-hidroksihidrosinamat. Jika
glukosida phlorizin dipecah dengan alkali dengan cara yang sama, maka ternyata
sisa glukosa tidak dapat terlepas dan dihasilkan phloroglusinol β-O-glukosida.

6. Auron
Auron berupa pigmen kuning yang terdapat pada bunga tertentu dan Bryofita.
Auron ditandai dengan adanya struktur 2-benzilidenekumaranon.
2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana.
Isoflavon merupakan golongan flavonoida yang jumlahnya sangat
sedikit, dan sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi
warna manapun. Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara
alami disintesa oleh tumbuh-tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik
fenilalanin atau tirosin. Biosintesa tersebut berlangsung secara bertahap dan
melalui sederetan senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam kumarat,
calkon, flavon dan isoflavon. Berdasarkan biosintesa tersebut maka isoflvon
digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Isoflavon termasuk
dalam kelompok flavonoid (1,2-diarilpropan) dan merupakan kelompok
yang terbesar dalam kelompok tersebut. Meskipun isoflavon merupakan
salah satu metabolit sekunder, tetapi ternyata pada mikroba seperti bakteri,
algae, jamur dan lumut tidak mengandung isoflavon, karena mikroba
tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk mensintesanya. Jenis senyawa
isoflavon di alam sangat bevariasi.

3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana


Neoflavonoid meliputi jenis-jenis 4-arilkumarin dan berbagai dalbergoin
Penggolongan Flavonoid Berdasarkan Jenis Ikatan yaitu:
a. Flavonoid O-Glikosida
Pada senyawa ini gugus hidroksil flavonoid terikat pada satu gula atau
lebih dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam, pengaruh glikosida
ini nenyebabkan flavonoid kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air.
Gula yang paling umum terlibat adalah glukosa disamping galaktosa,
ramilosa, silosa, arabinosa, fruktosa dan kadang-kadang glukoronat dan
galakturonat. Disakarida juga dapat terikat pada flavonoid misalnya
soforosa, gentibiosa, rutinosa dan lain-lain (Matsjeh,2004).
b. Flavonoid C-Glikosida
Gugus gula terikat langsung pada inti benzen dengan suatu ikatan
karbon-karbon yang tahan asam. Lazim di temukan gula terikat pada atom
C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat lebih sedikit
dibandingkan dengan O-glikosida. Gula paling umum adalah galaktosa,
raminosa, silosa, arabinosa.

c. Flavonoid Sulfat
Senyawa flavonoid yang mengandung satu ion sulfat atau lebih yang
terikat pada OH fenol atau gula, Secara teknis termasuk bisulfate karena
terdapat sebagai garam yaitu flavon O-SO3K. Banyak berupa glikosida
bisulfat yang terikat pada OH fenol yang mana saja yang masih bebas atau
pada guIa. Umumnya hanya terdapat pada Angiospermae yang mempunyai
ekologi dengan habitat air.

d. Biflavonoid
Senyawa ini mula-mula ditemukan oleh Furukawa dari ekstrak daun G.
biloba berupa senyawa berwarna kuning yang dinamai ginkgetin (I-4’, I-7-
dimetoksi, II-4’, I-5, II-5, II-7-tetrahidroksi [I-3’, II-8] biflavon).
Biflavonoid (atau biflavonil, flavandiol) merupakan dimer flavonoid yang
dibentuk dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan
flavanon dan atau auron. Struktur dasar biflavonoid adalah 2,3-
dihidroapigeninil-(I- 3′,II-3′)-apigenin. Senyawa ini memiliki ikatan
interflavanil C-C antara karbon C-3′ pada masing-masing flavon. Beberapa
biflavonoid dengan ikatan interflavanil C- O-C juga ada. Biflavonoid
terdapat pada buah, sayuran, dan bagian tumbuhan lainnya.. Hingga kini
jumlah biflavonoid yang diisolasi dan dikarakterisasi dari alam terus
bertambah, namun yang diketahui bioaktivitasnya masih terbatas.
Biflavonoid yang paling banyak diteliti adalah ginkgetin, isoginkgetin,
amentoflavon, morelloflavon, robustaflavon, hinokiflavon, dan
ochnaflavon. Senyawa- senyawa ini memiliki struktur dasar yang serupa
yaitu 5,7,4’-trihidroksi flavanoid, tetapi berbeda pada sifat dan letak ikatan
antar flavanoid.
2. Biosintesis Flavonoid
Biosintesis flavonoid sudah mulai diteliti sejak tahun 1936. Pada
awalnya para peniliti mengkaitkan C6-C3-C6 dari flavonoid merupakan
hasil dari fenil propanoid. Secara umum sintesis flavonoid terdiri dari dua
jalur yaitu jalur poliketida, dan jalur fenil propanoid. Jalur poliketida ini
merupakan serangkaian reaksi kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat.
Sedangkan jalur fenilpropanoid atau biasa disebut jalur shikimat
(Markham,K.R 1988).
1. Jalur Poliketida
Reaksi yang terjadi pada jalur ini diawali dengan adanya reaksi
antaraasetilCoA dengan CO yang akan menghasilan malonat CoA. Setelah
itu malonatCoA akanbereaksi dengan asetilCoA menjadi asetoasetilCoA.
AsetoaseilCoA yang terbentuk akan bereaksi dengan malonatCoA dan
reaksiini akan berlanjut sehingga membentuk poliasetil. Poliasetil yang
terbentukakan berkondensasi dan berekasi dengan hasil dari jalur
fenilpropanoid akanmembentuk suatu flavonoid. Jenis flavonoid yang
terbentuk dipengaruhi daribahan fenilpropanoid.
2. Jalur Fenilpropanoid.
Jalur ini merupakan bagian dari glikolisis tetapi tidak memperolehsuatu
asam piruvat melainkan memperoleh asam shikimat. Reaksi inimelibatkan
eritrosa dan fosfo enol piruvat. Asam shikimat yang terbentukakan
ditransformasikan menjadi suatu asam amino yaitu fenilalanin dantirosin.
Fenilalanin akan melepas NH3 dan membentukasam sinamatsedangkan
tirosin akan membentuk senyawa turunan asam sinamat karenaadanya
subtitusi pada gugus benzennya
Jalur biosintesis fenilpropanoid

Flavonoid memiliki 2 cincin benzene yang dihubungkan oleh 3 buah


atom karbon (C6-C3-C6). Cincin benzene B dan jembatan C3 pada
flavonoid berasal dari p-koumaril CoA yang merupakan produk turunan dari
asam 3-dehidrosikimat dari jalur shikimate .produk jalur melonat
(Poliketida) yaitu malonil –CoA , digunakan sebagai cincin A Flavonoid.
Malonil –CoA dari jalur asam malonate di dapat dari asetil CoA. Perubahan
asetil-CoA karboksilase.sebenarnya asetil CoA dapat terbentuk di berbagai
bagian sel tumbuhan , seperti mitokondria,plastid,peroksisom, dan sitosol.
Namun demkian , asetil –CoA untuk sintesis malonil-CoA pada biosintesis
flavonoid dan Stibilen terbentuk di sitosol. Di sitosol, enzim ATP-sitrat liase
mengonversi sitrat, ATP, dan CoA menjadi asetil-CoA, oksaloasetat,ADP,
dan inoorganik fosfat (Davies dan Schwinn,2006).
Tahap biosintesis flavonoid terdapat Kalkons sintase yang merupakan
enzim dan dapat mengkatalisis reaksi antara 1 molekul p-koumaril-CoA
dengan 3 molekul malonil-CoA yang membentuk narigenin-kalkon. Pada
beberapa tanaman, meskipun sangat jarang , malonil-CoA yang digunakan
untuk mensintesis kalkon ini dapat digantikan oleh kafeoil-CoA atau
feruloil-CoA (Davies dan Schwinn,2006).
Jika enzim kalkon sintase berinteraksi dengan enzim kalkon reductase,
maka produk yang di hasilkan 2-isoliquiritigenin perbedaan antara kedua
senyawa tersebut yaitu tidak terdapatnya gugus 2-hidroksi pada 2-
isoliquiritinigen. Narigenin-kalkon dikonversi menjadi Narigenin oleh
enzim kalkon isomerase (CHI) tipe 1. Terdapat 2 jenis kalkon isomerase
(CHI) pada tanaman , yaitu CHI tipe 1 dan CHI tipe 2 . CHI tipe 1adalah
enzim yang terdapat di semua jenis tanaman,baik itu kacang –kacangan.
Enzim ini hanya dapat mengonversi narigenin-kalkon menjadi
narigenin .sedangkan CHI tipe 2 tidak hanya dapat mengonversi narigenin
–kalkon menjadi narigenin tapi juga dapat mengonversi 2 isoliquiritigenin
menjadi liquiritigenin( Ersham,2001)
Enzim- enzim yang terlibat dalam biosintesis flavonoid pada umumnya
merupakan enzim yang berlokasi di sitosol tanaman. Produk akhir dari
biosintesis flavonoid tersebut kemudian di angkut menuju subseluler atau
extraseluler. Flavonoid yang terlibat sebagai pigmen dalam tanaman
kebanyakan di angkut menuju vakuola(Joko,2003 ).
3. Reaksi-Reaksi Flavonoid
Reaksi Flavon dan Flavonol
Sebagaimana telah dikemukakan, flavon dan flavonol adalah dua jenis
flavonoid yang banyak ditemukan di alam. Flavon memunyai struktur dari
2-fenilbenzopiran-4-on, sedangkan flavonol dapat dianggap sebagai 3-
hidroksiflavon. Flavon : R = H Flavonol : R = OH Oleh karena flavon adalah
juga benzopiranon, maka flavon dan flavonol dengan asam mineral
menghasilkan garam benzopirilium yang berwarna, yang disebut juga
garam flavilium. Garam ini bila diperlakukan dengan basa menghasilkan
kembali senyawa flavon semula. Dengan adanya gugus hidroksil (atau
metoksil) pada posisi 5, 7, atau 4’ yang mampu menampung muatan positif
pada posisi-posisi ini, maka struktur yang terlibat dalam resonansi dari
garam flavilium akan bertambah .Dengan kata lain, dengan adanya gugus O
O R hidroksil (atau metoksil) pada posisi-posisi tersebut, maka ion flavilium
akan menjadi stabil, yang berarti pula bahwa kebasaan flavon tersebut akan
bertambah. Reaksi pembentukannya yaitu:
Bila flavon (atau flavonol) direduksi menjadi senyawa 4-hidroksi yang
sebanding, dan selanjutnya diperlakukan dengan asam mineral, dihasilkan
garam flavilium atau antosianidin. Flavon yang mengandung gugus
metoksil (atau hidroksil) pada posisi 5, bila dipanaskan dengan asam iodide
akan mengalami demetilasi, diikuti oleh penataan ulang sebagai akibat
terbukanya cincin flavon dan resiklisasi. Proses ini disebut penataan ulang
Wessley-Moser. Selanjutnya bila cincin B dari flavon mengandung gugus
metoksil (atau hidroksil) pada posisi 2’, maka penataan ulang wessley-
moser dari senyawa flavon ini akan menghasilkan suatu flavon, dimana
cincin B dari flavon semula berubah menjadi cincin A dari flavon yang baru
terbentuk (Robinson,1955).
4. Penentuan Struktur Senyawa Flavonoid
1. Isolasi Flavonoid
Isolasi flavonoid umumnya dilakukan dengan metode ekstraksi,
yakni dengan cara maserasi atau sokletasi menggunakan pelarut yang
dapatmelarutkan flavonoid. Flavonoid pada umumnya larut dalam
pelarutpolar, kecuali flavonoid bebas seperti isoflavon, flavon, flavanon,dan
flavonol termetoksilasi lebih mudah larut dalam pelarut semipolar.
Oleh karena itu pada proses ekstraksinya, untuk tujuanskrining
maupun isolasi, umumnya menggunakan pelarut methanol atauetanol. Hal
ini disebabkan karena pelarut ini bersifat melarutkan senyawa–senyawa
mulai dari yang kurang polar sampai dengan polar. Ekstrak methanol atau
etanol yang kental, selanjutnya dipisahkankandungan senyawanya dengan
tekhnik fraksinasi, yang biasanyaberdasarkan kenaikan polaritas pelarut ().
Glikosida meningkatkan kelarutan ke air dan alkohol-air. Flavonoid dapat
dideteksi dengan berbagai pereaksi, antara lain:
a. Sitroborat
b. AlCl3
c. NH3
a) Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses atau metode pemisahan dua atau lebih
komponendengan menambahkan suatu pelarut yang hanya dapat
melarutkan salahsatu komponennya saja. Dalam prosedur ekstraksi, larutan
berair biasanya dikocok dengan pelarutorganik yang tak dapat larut dalam
sebuah corong pemisah. Zat – zatyang dapt larut akan terdistribusi diantara
lapisan air dan lapisanorganik sesuai dengan (perbedaan) kelarutannya.
Padaekstraksi senyawa – senyawa organik dari larutan berair, selain airatau
eter, biasanya digunakan pula etil asetat, benzena, kloroform dan
sebagainya. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan
jumlah pelarut yanglebih kecil dari pada bila jumlah pelarutnya banyak tapi
ekstraknyahanya sekali (Markham, 1988).
Metode ekstraksi terdiri atas dua jenis yakni ekstraksi panas dan
ekstraksi dingin. Ekstraksi panas menggunakan cara refluks dan destilasi
uap sedangkan ekstraksi secara dingin menggunakan cara
maserasi,perkolasi dan soxhletasi.
1. Ekstraksi Secara Panas
a) Ekstraksi Secara Refluks.
Ekstraksi secara refluks adalah cara berkesinambungan dimana cairan
penyari secara kontinyu menyari zat aktif dalam sampel.

b) Ekstraksi Secara Destilasi Uap


Ekstraksi secara destilasi uap adalah cara yang digunakan untuk menyaring
saampel yang mangandung minyak yang mudah menguap ataumengandung
komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi padatekanan udara
normal.Destilasi merupakan metode ekstraksi yang memanfaatkan perbedaan
titik didih dari senyawa. Biasa digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri
(Hakim,2011).

2. Ekstraksi Secara Dingin


a. Ekstraksi Secara Maserasi
Secara harfiah berarti merendam. Ekstraksi secara maserasi merupakan cara
penyarian yang palingsederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
sampel dalamcairan penyari. Metode ini merupakan metode yang paling
sederhana. Tidak ada batas pelarut dalam metode ini. Jika menggunakan metode
ini, simplisia dibasahkan terlebih dahulu, jika tidak di khawatirkan akan ada
simplisia yang tidak teraliri pelarut. Proses maserasi sendiri dilakukan secara
berulang dengan memisahkan cairan perendam dengan cara penyaringan,
dekantir atau di peras, selanjutnya ditambahkan lagi penyari segar kedalam
ampas hingga warna rendaman sama dengan warna pelarut.

b. Ekstraksi Secara Perkolasi


Perkolasi adalah suatu cara penarikan dengan memakai alat yang yang
disebut perkolator, dimana simplisia terendam dalam cairan penyari sehingga
zat-zatnya terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan keluar
sampai memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Ekstraksi secara
perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk sampel yang telah dibasahi.
c. Ekstraksi Secara Soxhletasi
Merupakan metode ekstraksi yang memanfaatkan pemanasan untuk
destilasi pelurut sehingga terjadi sirkulasi pelarut melalui serbuk simplisia.
Metode ini efisiensi dalam pemanfaatan pelarut tetapi berisiko pembentukan
artefak akibat penggunaaan panas. Ekstraksi secara soxhletasi merupakan
carapenyarian sampel secaraberkesinambungan, cairan penyari dipanaskan
sehingga menguap, uapcairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul
cairan oleh pendingin balik dan turun menyari sampel di dalam klonson dan
selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa
siphon.

b) Kromatografi
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan
tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaitu
fasa tetap (stationary) dan fasa gerak (mobile), pemisahan tergantung pada
gerakan relatif dari dua fasa tersebut. Kromatografi secara garis besar dapat
dibedakan menjadi kromatografi kolom dankromatografi planar. Kromatografi
kolom terdiri atas kromatografi gas dan kromatografi cair, sedangkan
kromatografi planar terdiri ataskromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas
(Hostettemann,1995).

1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan yang menggunakan
plat atau lempeng kaca yang sudah dilapiskan adsorben yang bertindak
sebagaifasa diam. Fase bergerak ke atas sepanjang fase diam danterbentuklah
kromatogram. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahandan sensitif
(Khopkar, 1990). Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia.
Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam),
ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok.
Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita
(awal), kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak
berwarna harus ditampakkan (Hostettemann 1995).
a. KLT Preparatif
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses isolasi yang terjadi
berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari
komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh
karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka
komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang
menyebabkan pemisahan.

b. KLT 2 Dimensi
KLT 2 arah atau 2 dimensi bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel
ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang
hampir sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-
asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat
digunakan secara berurutan sehingga memungkinkan untuk melakukan
pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda .

2. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan dan pemurnian senyawa
dalam skalapreparative. Kromatografi kolom dapat dilakukan pada tekanan
atmosferatau dengan tekanan lebih besar dengan menggunakan bantuan
tekananluar (Khopkar, 1990). Kromatografikolom prinsipnya mudah memilih
ukuran, kemasan (packing), dan isikolom sesuai jenis serta jumlah cuplikan yang
akan dipisahkan. Kolomyang digunakan dan kromatografi ini dapat berupa gelas,
plastik ataunilom. Ukuran kolom yang lazim digunakan mempunyai diameter 2
cm danpanjang 45 cm. Untuk memilih kemasan (Packing) yang akan
digunakandalam kolom biasanya menggunakan selulosa, silika gel, alumina,
arang(charcoal) (Hostettemann, 1995).

Adapun cara kerja dari kromatografi kolom yakni langkah pertama


mengemas kolom(packing) dilakukan dengan hati-hati agar dihasilkan kolom
kemas yangserba sama. Selanjutnya kemasan kolom dijadikan bubur dalam
gelaspiala memakai pelarut yang sama, lalu dituangkan hati-hati ke dalamkolom.
(Markham, 1988).
3. High Pressure Liquid Chromatography (HPLC)
High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia.
KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan
fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini
jika dibandingkan dengan metode lainnya (Done dkk, 1974; Snyder dan Kirkland,
1979; Hamilton dan Sewell, 1982; Johnson dan Stevenson, 1978).

c. Metode Spektroskopi
Spektroskopi merupakan suatu metode untuk penentuan rumus struktur dari
suatu senyawa. Menurut Anwar (1994) bahwa spektroskopi bila
dibandingkandengan metode kimia konvensional (metode basah), spektroskopi
memiliki beberapa keuntungan, diantaranya : Jumlah zat yang diperlukan untuk
analisis relatif kecil dan zat tersebut sering kali dapat diperoleh kembali dan waktu
pengerjaannya relatif cepat (Ikawati,2004).

1). Spektrofotometri Ultra Lembayung (UV)


Sektrofotometri UV adalah suatu alat yang menggambarkan antara panjang
gelombang atau frekuensi lawan intensitas serapan (absorbansi). Spektrosfotometri
UV ini menghasilkan radiasi (cahaya) dengan panjang gelombang 200– 400 nm
(Anwar, 1994). Pada umumnya spektrofotometri UV umumnyahanya
menunjukkan jumlah peak (puncak ) yang kecil jumlahnya.Puncak-puncak
dilaporkan sebagai panjang gelombang. Spektrofotometri ini biasanya juga
digunakan untuk mendeteksi konjugasi. Molekul-molekul yang tidak mempunyai
ikatan rangkap atau hanya mempunyai satu ikatan tidak menyerap sinar 200-800
nm. Lainhalnya dengan senyawa-senyawa yang mempunyai sistem konyugasi yang
dapat menyerap sinar pada daerah ini, semakin panjang sistem konyugasinya maka
makin besar panjang gelombang absorpsi (Robinson,1955).

3. Spektroskopi FT
Spektroskopi FT suatu senyawa memberikan gambaran mengenai berbagai
gugus fungsional dalam molekul organik berdasarkan bilangan gelombang,
misalnya O-H, C-H dan N-H menyerap di daerah 3.800 - 2700 cm-1, C=O, C=C,
C=N dan N=O menyerap pada daerah 1.900 - 1.500 cm-1 dan C-C, C-O dan C-N
menyerap pada daerah 130 - 800 cm-1. Daerah antara 4000 - 1.300 cm-1
merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus fungsional.
daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran. Daerah
antara 1.300-900 cm-1 adalah daerah sidik jari, sering kali sangat rumit karena
menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran dan tekukan. Daerah
sidik jari merupakan daerah frekuensi spesifik untuk pengenalan suatu senyawa.

4. Spektrofotometer inframerah (IR)


Intensitas serapan infra merah menurut Justik, 2010 bahwa daerah puncak
serapan yang tinggi dan transmitannya berkisar antara 0-35% , maka intensitasnya
kuat. Sedangkan puncak serapan yang sedang dan transmitanna berkisar pada 75-
35% intensitas serapanya sedang. Sertadaerah serapan dengan puncak yang
pendek dan transmitannya berkisar pada 90-75% intensitasnya lemah. Serapan
uluran C-H alifatik yang tajam dan lemahmuncul pada daerah bilangan gelombang
2947,22 cm-1 dan 2832,89 cm-

5. Manfaat Flavonoid
1. Flavonoid sebagai antioksidan
Stavric dan Matula(1992) melaporkan bahwa di negara-negara Barat,
konsumsi komponen flavonoid bervariasi dari 50 mg sampai 1 g per hari dengan
2 jenis flavonoid terbesar berupa quersetin dan kaempferol. Flavonoid dikatakan
antioksidan karena dapat menangkap radikal bebas dengan membebaskan atom
hidrogen dari gugus hidroksilnya. Aksi radikal memberikan efek timbulnya
berbagai penyakit yang berbahaya bagi tubuh. Tubuh manusia tidak mempunyai
sistem pertahanan antioksidatif yang lebih sehingga apabila terkena radikal bebas
yang tinggi dan berlebih, tubuh tidak dapat menanggulanginya. Saat itulah tubuh
manusia membutuhkan antioksidan dari luar (eksogen) yang dapat dilakukan
dengan asupan senyawa yang memiliki kandungan antioksidan yang tinggi
melalui suplemen, makanan, dan minuman yang dikonsumsi.

2. Flavonoid sebagai bahan obat herbal


Flavonoid dapat menghambat fosfodiesterase, aldureduktase, monoamino
reduktase, protein kinase, DNA polimerase dan lipooksigenase.Beberapa contoh
senyawa flavonoid yang diisolasi dari tumbuhan dapat berkhasiat sebagai obat,
seperti silimarin dari Silybum marianum dapat berfungsi mengobati gangguan hati
serta menghambat sintesis prostaglandin. Kuersetin 3-rutinosida bermanfaat
untuk mengobati kerapuhan pembuluh kapiler pada manusia (Andayani,2013).

3. Senyawa Flovonoid sebagai Antikanker


Senyawa bioaktif flavonoid yang merupakan ekstrak metanol ini dikatakan
sebagai antikanker karena dapat menghambat tumbuhnya sel-sel kanker itu
sendiri. Sebagai antioksidan, senyawa flavonoid dapat mencegah reaksi
bergabungnya molekul karsinogen dengan DNA sel sehingga mencegah
kerusakan DNA sel. Di sini lah komponen bioaktif flavonoid dapat mencegah
terjadinya proses awal pembentukan sel kanker. Bahkan flavonoid dapat
merangsang proses perbaikan DNA sel yang telah termutasi sehingga sel menjadi
normal kembali. Selain itu, dapat mencegah pembentukan pembuluh darah buatan
sel kanker (proses angiogenesis) sehingga sel-sel kanker tidak dapat tumbuh
menjadi besar karena saluran untuk pertumbuhannya terhambat (Sonya.2015)

4. Mencegah penyakit kardiovaskuler


Beberapa studi epidemiologis menunjukan bahwa konsumsi flavonoid dapat
menurunkan resiko. Namun penelitian ini perlu dikaji lebih dalam lagi. Namun,
secara biologis flavonoid dapat mencegah penyakit jantung koroner dengan
berbagai cara yaitu sebagai berikut: 1). Mengurangi peradangan 2). Penurunan
ekspresi molekul adhesi sel vaskular 3). Meningkatkan aktivitas oksida nitrat
sintase endotel untuk menjaga relaksasi arteri (vasodilatasi) 4). Penurunan
agregasi platelet atau bekuan darah yang dapat menyumbat arteri koroner, yang
menyebabkan infark miokard atau stroke (Ersham,2001).

5. Mencegah penyakit degenerasi syaraf


Asupan kaya flavonoid telah ditemukan dapat mencegah kerusakan kognitif
yang terkait dengan penuaan dan peradangan pada beberapa studi hewan.
Peradangan, stres oksidatif, dan transisi akumulasi logam tampaknya memainkan
peran dalam patologi beberapa penyakit neurodegeneratif termasuk penyakit
Parkinson dan penyakit Alzheimer. Karena flavonoid memiliki , antioksidan, dan
sifat pengikat logam, para ilmuwan tertarik pada potensi neuroprotektif flavonoid.
Meskipun para ilmuwan tertarik pada potensi flavonoid untuk melindungi otak
penuaan, masih belum jelas bagaimana flavonoid konsumsi mempengaruhi risiko
penyakit neurodegenerative pada manusia.

6. Anti-virus dan anti-alergi


Percobaan secara klinis menunjukkan bahwa senyawa flavonoida tersebut
berpotensi untuk penyembuhan pada penyakit demam yang disebabkan oleh
rhinovirus, yaitu dengan cara pemberian intravena dan juga terhadap penyakit
hepatitis B. Berbagai percobaan lain untuk pengobatan penyakit liver masih terus
berlangsung.
7. Anti-kolestrol
Dapat dijelaskan melalui pengaruh peningkatan katabolisme sel lemak untuk
pembentukan energi yang berakibat pada penurunan kandungan kolesterol.

Anda mungkin juga menyukai