Disampaikan Pada :
Rapat Kerja Kementerian Perindustrian dengan Pemerintah Daerah
Jakarta, 22-23 Mei 2013
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN 3
PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN
II. 4
MINUMAN
III. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO 8
A. Hilirisasi
B. Peningkatan Mutu
IV. KEGIATAN TAHUN 2013 DAN RENCANA 2014 14
V. PENUTUP 18
2
I. PENDAHULUAN
1. Pemanfaatan sumber daya alam sebagai bahan baku industri makanan
dan minuman akan mempunyai efek ganda yang luas, seperti peningkatan
nilai tambah dan pendapatan masyarakat, serta perluasan lapangan kerja,
yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan sub sektor ekonomi
lainnya dan peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah.
2. Industri makanan dan minuman merupakan industri andalan masa depan,
karena didukung oleh bahan baku yang berasal dari SDA terbaharukan
yang berasal dari dalam negeri, seperti CPO 25,9 Juta Ton, Kakao 0,8
Juta Ton dan Kopi 0,7 Juta Ton, Kelapa 3,3 Juta Ton, Rumput Laut 2,6
Juta Ton.
3. Industri makanan dan minuman merupakan industri yang mengolah bahan
baku hasil pertanian/perkebunan, peternakan dan perikanan menjadi
bahan setengah jadi (intermediate products) dan produk jadi yang siap
dikonsumsi.
4. Untuk memenuhi keinginan konsumen akan produk pangan yang praktis
dan higienis, serta sejalan dengan peningkatan pendapatan (PDB/Kapita)
dan gaya hidup (life style) dari masyarakat kelas menengah Indonesia,
akan meningkatkan permintaan produk olahan pangan.
3
II. PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN
Grafik Pertumbuhan PDB Ekonomi, Industri Non Migas dan Industri Makanan,
Minuman dan Tembakau Tahun 2006-2012
4
Kontribusi Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Pada PDB Industri Non Migas
Tahun 2011 dan Tahun 2012
5
Sumber : BPS dan Pusdatin (diolah)
Profil Industri Makanan Dan Minuman Tahun 2012
6
Investasi Industri Makanan dan Minuman Pada Tahun 2012
2012
Investment 2010 2011 Q1 Q2 Q3 Q4 Total
DDI (Rp. 000.000.000) 16,405 7,941 1,361 1,764 4,595 3,447 11,167
FDI (USD millions) 1,026 1,105 385 521 243 634 1,783
Medical Preci. & Motor Vehicles
Optical Instru, & Other DDI 2012 of Sec Sector FDI 2012 of Sec Sector
Watches & Transport Equip.
Other Industry Other Industry
Clock Industry Industry
0% 1%
0% 1%
Medical Preci.
& Optical Leather Goods
Instru, Motor Vehicles & Footwear
Metal, Watches & Food Industry Industry
& Other 15%
Machinery & Food Industry Clock Industry Transport 1%
Electronic 22% 0% Equip. Industry Textile Industry
Industry 16% 4%
15%
Wood Industry
1%
Metal,
Non Metallic Paper and
Textile Industry Machinery &
Mineral Industry Printing
9% Electronic
22% Industry
Leather Goods Industry
& Footwear 21% 11%
Industry
Paper and
0%
Printing Industry Wood Industry Chemical and
Chemical and 15% 0% Pharmaceutical
Rubber and Pharmaceutical Non Metallic Rubber and Industry
Plastic Industry Industry Mineral Plastic Industry 23%
6% 10% Industry 6%
1%
8
A. Hilirisasi
Kebijakan Fiskal :
1. Insentif : Tax Holiday, Tax Allowance dan Keringanan BM Peralatan Mesin
2. Disinsentif : Bea Keluar dan Larangan Ekspor Bahan Baku
Hasil yang sudah dicapai dalam program hilirisasi industri makanan dan minuman, meliputi :
a. Perubahan Tren Ekspor
CPO
Terjadi pergeseran tren ekspor yang semula didominasi oleh produk hulu (minyak sawit mentah/CPO
dan CPKO) menjadi produk hilir (oleofood dan oleochemical). Persentase volume ekspor produk hulu
dan produk hilir dalam kurun waktu tahun 2007 – 2012 sebagai berikut:
Persentase Volume Ekspor (%)
No Uraian
2007 2008 2009 2010 2011 2012 *)
1 Produk Hulu
51,54 57,80 59,54 60,35 53,28 37,93
(CPO dan CPKO)
Kakao
Adanya pergeseran dari yang diekspor semula adalah bahan baku berupa biji kakao, pada saat ini
lebih banyak olahan kakao. Ekspor biji kakao menurun dari 432,4 ribu ton pada Tahun 2010 menjadi
163,5 ribu ton pada Tahun 2012. Sebaliknya ekspor produk olahan kakao meningkat dari 119,2 ribu
ton pada Tahun 2010 menjadi 215,7 ribu ton pada Tahun 2012.
9
b. Utilisasi
Utilisasi kapasitas produksi industri minyak goreng dalam negeri meningkat dari semula
hanya 45% pada tahun 2010 menjadi lebih dari 70% pada tahun 2012.
Pada tahun 2011, Jumlah industri pengolahan kakao mencapai 16 perusahaan dengan
kapasitas produksi mencapai 560.000 ton/tahun (utilitas 44,6%), sementara pada tahun 2012
terjadi kenaikan kapasitas produksi menjadi 660.000 ton/tahun dengan utilisasi mencapai
66% dan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 4.300 orang.
c. Investasi
Industri Pengolahan CPO (Minyak Goreng)
Masuknya investasi lebih dari 18 Triliun Rupiah di sektor industri pengolahan hilir CPO (KBLI
10432, 10490, 10412, 20115), termasuk industri minyak goreng sawit sebesar 5,5 Trilyun
Rupiah, sehingga pemanfaatan CPO sebagai bahan baku cenderung meningkat.
Beberapa industri pengolahan kakao sedang dan akan dibangun yaitu Guanchong Cocoa, PT
Cargill Indonesia, JB Cocoa, Barry-Comextra untuk melakukan penanaman modal dengan
total rencana investasi mencapai USD 279 Juta, sehingga akan menambah kapasitas
produksi sebesar 307.000 Ton/tahun. Apabila produktivitas biji kakao tidak ditingkatkan, maka
akan berakibat pada meningkatnya impor biji kakao.
10
B. Peningkatan Mutu
1. Dasar Hukum :
UU No. 7 Tahun 1996 yang sudah direvisi menjadi UU No. 18 Tahun 2012 tentang
Pangan : Pangan harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan
beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.
2. Kebijakan Operasional :
a. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan.
b. Pengimplementasian PP 28/2004, melalui penetapan Peraturan Menteri
Perindustrian No. 75 Tahun 2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan
Yang Baik (Good Manufacturing Practices).
3. Langkah-Langkah :
a. Peningkatan pemahaman tentang CPPOB dengan dilakukan sosialisasi,
dan bimbingan teknis cara penilaian CPPOB berdasarkan check-list
keamanan pangan. Hasil penerapan CPPOB oleh industri makanan dan
minuman dapat dilaksanakan melalui proses self-declaration.
b. Melakukan pelatihan/workshop Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik
(CPPOB), HACCP, ISO22000.
11
c. Meningkatkan jumlah produk industri agro untuk diberlakukan SNI wajib, saat
ini yang sudah untuk Bubuk Kakao, AMDK, Gula Rafinasi dan Tepung Terigu.
Dan direncanakan kedepan untuk produk Minyak Goreng Sawit dalam
Kemasan, Susu olahan dan biskuit.
d. Bersama instansi terkait melakukan penanggulangan produk illegal
(penyalahgunaan bahan baku/penolong yang bukan peruntukan untuk industri
makanan dan minuman, penyalahgunaan tanda SNI, penggunaan label yang
tidak sesuai ketentuan) melalui :
Peningkatan pengawasan barang beredar;
Penerapan Indonesia Rapid Alert System for Food Safety;
Pengawasan penerapan SNI wajib industri makanan dan minuman (kakao bubuk,
gula rafinasi, AMDK dan tepung terigu);
Pemberlakuan label berbahasa Indonesia termasuk pada informasi ingredient dan
nutrition fact terhadap produk impor yang harus menyatu dengan label kemasan
produk pangan;
Peningkatan kampanye secara intensif untuk peningkatan konsumsi makanan dan
minuman yang aman.
12
e. Berpartisipasi Dalam Forum Internasional :
1) Forum Codex Allimentarius Commission (CAC) yang bertujuan untuk
membahas standar mutu dan keamanan pangan dunia yang terkait dengan
kepentingan industri.
2) Proses integrasi ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015,
dimana sektor pangan merupakan salah satu sektor yang akan dipercepat
pelaksanaannya.
Berperan aktif dalam pembahasan Prepared Foodstuff Product-Working
Group (PFPWG) yang merupakan bagian dari forum ASEAN Consultative
Committee on Standards and Quality (ACCSQ).
Harmonisasi standar dan perintisan saling pengakuan (MRA) untuk
sektor pangan olahan (HS 16-21).
13
IV. KEGIATAN TAHUN 2013 DAN RENCANA 2014
14
Kegiatan Tahun 2013 dan Rencana 2014 (Lanjutan ...........)
16
Kegiatan Tahun 2013 dan Rencana 2014 (Lanjutan ...........)
NO KEGIATAN SUB KEGIATAN
9. Pengembangan Komoditi Prioritas Koordinasi dan Fasilitasi Pengembangan Komoditi
Industri Agro (Tahun 2014) Prioritas Industri Agro melalui Dana Dekonsentrasi
di 18 Provinsi :
1) Yogyakarta (Furniture)
2) Banten (Makanan Ringan)
3) Sumatera Selatan (Kopi)
4) Sumatera Barat (Kakao)
5) Bengkulu (Hasil Laut)
6) Jambi (Karet)
7) Bali (Kopi)
8) Kepulauan Riau (Hasil Laut)
9) Sulawesi Tenggara (Rotan)
10) Sulawesi Barat (Kakao)
11) Kalimantan Barat (CPO)
12) Kalimantan Tengah (da)
13) Kalimantan Selatan (Hasil Laut)
14) Gorontalo (Hasil Laut)
15) Nusa Tenggara Timur (Hasil Laut)
16) Maluku Utara (Hasil Laut)
17) Papua (CPO)
18) Papua Barat (Pakan Ternak) 17
V. PENUTUP
2. Semakin besar dan terbukanya pasar di dalam negeri yang menjadi daya tarik,
namun menimbulkan ancaman masuknya produk sejenis dari negara lain. Oleh
karena itu, diperlukan upaya-upaya yang serius dalam meningkatkan daya saing,
dengan mengatasi permasalahan-permasalahan utamanya dalam hal mutu dan
keamanan pangan.
18